BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Yulia Cahyadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian disonansi kognitif Teori disonansi kognitif mengemukakan bahwa orang terdorong untuk mengurangi keadaan negatif dengan cara membuat suatu keadaan sesuai dengan keadaan lainnya. Elemen kognitif adalah sesuatu yang dipercayai oleh seseorang, bisa berupa dirinya sendiri, tingkah lakunya atau juga pengamatan sekeliling. Pengurangan disonansi dapat timbul baik dengan menghilangkan, menambah atau mengganti elemenelemen kognitif (Solomon, dalam Japariyanto, 2006). Menurut Festinger (1957) disonansi kognitif adalah ketidak sesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang menyebabkan ketidak nyamanan psikologis serta mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi. Istilah disonansi/disonan berkaitan dengan istilah konsonan dimana keduanya mengacu pada hubungan yang ada antara elemen. Elemen-elemen yang dimaksud adalah elemen kognitif (Festinger, 1957). Hubungan antara elemen kognitif yang konsonan berarti adanya suatu kesesuaian antara elemen kognitif manusia (Festinger, 1957 dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006). Sedangkan hubungan yang disonan sebagaimana yang diungkapkan oleh Festinger (1957, pg. 3) : These two elements are in a dissonant relation if, considering these two alone, the observe of one element would follow from the other. Hubungan yang disonan adalah hubungan yang berlawanan atau tidak sesuai. Contoh hubungan disonan antara elemen kognitif yaitu pada saat seseorang berjalan-jalan di sebuah pameran melihat diskon produk bermerk, lalu seseorang tersebut menginginkan pakaian tersebut karena menyukai model dan harganya yang murah, akan tetapi di satu sisi ia harus mengeluarkan uang tabungan. untuk membeli produk bermerk tersebut. Festinger juga mengatakan bahwa apabila terjadi hubungan yang konsonan antara elemen kognitif, akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan. Hubungan konsonan adalah hubungan yang berjalan secara beriringan dan sesuai, sementara hubungan yang disonan akan membuat perasaan yang tidak enak atau tidak nyaman pada individu. Perasaan tidak nyaman yang terbentuk akibat hubungan yang disonan tersebut akan mendorong individu untuk melakukan sesuatu agar disonansi tersebut dapat dikurangi sehingga akan menciptakan keadaan yang seimbang atau konsonan (Festinger, 1957).
2 Setiap hubungan antara elemen yang disonan tidak mempunyai besaran yang sama, Festinger (dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006) menyatakan bahwa tingkat kepentingan dari elemen-elemen kognitif mempengaruhi besarnya disonansi yang terjadi. Semakin penting atau semakin bernilainya suatu elemen kognitif akan mempengaruhi besarnya hubungan yang disonan antara elemen tersebut. Breckler, Olson, & Wiggins (2006, dalam Annisa 2013), juga menyatakan bahwa disonansi antara elemen-elemen kognitif yang penting akan menyebabkan perasaan negatif yang lebih besar dibandingkan disonansi pada elemen-elemen yang kurang penting. Sebagai contoh yaitu, melukai perasaan sahabat akan lebih menimbulkan disonansi yang besar dibanding ketika melukai perasaan orang asing Sumber disonansi kognitif Menurut Festinger (1957) sumber-sumber disonansi kognitif, antara lain : 1. Inkonsistensi logis (Logical Inconsistency) Disonansi yang terjadi karena ketidaksesuaian elemen kognitif dengan hal-hal logis yang ada. Contoh dari inkonsistensi logis adalah keyakinan seseorang dalam membaca buku akan membuatnya pintar, secara logis tidak konsisten dengan keyakinan bahwa menjadi pintar karena pengalaman dan belajar memahami sesuatu. 2. Nilai-nilai budaya (Culture Mores) Perbedaan budaya yang menyebabkan terjadinya disonansi kognitif. Contohnya: bertemu dengan teman lalu berpelukan dan mencium pipi di negara barat dianggap sebuah hal yang biasa, hal ini adalah suatu hal yang konsonan, tetapi bertemu dengan teman dan melakukan hal yang sama di Indonesia dirasakan sebagai sebuah hal yang disonan. 3. Pendapat umum (Opinion Generality) Disonansi dapat terjadi apabila pendapat yang dianut banyak orang dipaksakan kepada pendapat perorangan. Contohnya: seorang remaja yang menyukai menonton berita. Hal ini menimbulkan disonansi karena pendapat umum percaya bahwa menonton berita hanya merupakan kegemaran orang-orang tua. 4. Pengalaman masa lalu (Past Experience) Jika kognisi tidak konsisten dengan pengetahuan pada pengalaman masa lalu, maka akan muncul disonansi. Contoh dari pengalaman masa lalu yang menjadi sumber disonansi kognitif adalah melanggar rambu lalu-lintas tidak akan ditilang. Keadaan ini disonan karena tidak sesuai atau belum tentu sesuai dengan pengalaman masa lalu.
3 Disonansi kognitif dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika elemen kognitif yang mereka punya saling bertolak belakang atau tidak mempunyai tujuan yang sama. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan, dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya. Menurut Festinger, teori disonansi kognitif dibentuk dalam tiga konsep antara lain yaitu: 1. Seseorang lebih suka untuk konsekuan dengan cognitions mereka dan tidak suka menjadi tidak konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi, nilai dan sikap. 2. Disonansi terbentuk dari ketidaksesuaian psychological, lebih dari ketidaksesuaian logical, dimana dengan meningkatkan ketidaksesuaian akan meningkatkan disonansi yang lebih tinggi. 3. Disonansi adalah konsep psychological yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat disonansi Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang (Zimbardo, Ebbsen &Maslach, 1977:80) : 1. Kepentingan, atau seberapa signifikan suatu masalah, berpengaruh terhadap tingkat disonansi yang dirasakan. 2. Rasio disonansi atau jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi yang konsonan 3. Rasionalitas yang digunakan individu untuk menjustifikasikan konsistensi. Faktor ini merujuk pada alasan yang dikemukan untuk menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan
4 2.1.3 Dimensi disonansi kognitif Pada penelitian yang dilakukan oleh Sweeney and Soutar (2003) menyatakan bahwa Disonansi Kognitif dapat diukur dengan Tiga dimensi, yaitu : Emotional, Wisdom of Purchase, dan Concern Over the Deal. Emosional adalah ketidaknyamanan psikologis yang dialami seseorang terhadap keputusan pembelian. Wisdom of Purchase adalah ketidak nyamanan yang dialami seseorang sebelum dan sesudah transaksi pembelian, dimana mereka bertanya tanya apakah mereka sangat membutuhkan produk tersebut atau apakah mereka telah memilih produk yang sesuai. Concern Over the Deal adalah ketidaknyamanan yang dialami seseorang setelah transaksi pembelian dimana mereka bertanya tanya apakah mereka telah dipengaruhi oleh tenaga penjual yang bertentangan dengan kemauan atau kepercayaan mereka. Dimensi ini menghasilkan 22 item yang dapat digunakan untuk mengukur disonansi kognitif. Dari beberapa dimensi yang ada, berikut adalah definisi operasional dari beberapa item tersebut, antara lain : A. Emotional (emosional): berkaitan dengan situasi psikologi konsumen sebelum dan setelah melakukan pembelian. Konsumen secara alami mempertanyakan apakah tindakan yang dilakukannya telah tepat. Indikator dari dimensi ini antara lain : a. Telah membuat sesuatu yang salah, b. Putus asa, c. Menyesal, d. Kecewa dengan diri sendiri, e. Takut, f. Hampa, g. Marah, h. Cemas atau khawatir, i. Kesal dengan diri sendiri, j. Frustasi, k. Sakit hati, l. Depresi, m. Marah dengan diri sendiri, n. Muak,
5 o. Merasa mendapat masalah. B. Wisdom of purchase (kebijaksanaan): berkaitan dengan keputusan yang telah dilakukan. Konsumen mempertanyakan apakah dia telah membeli suatu barang yang benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Indikator dari dimensi ini antara lain : a. Telah membuat pilihan yang tepat, b. Kebutuhan, c. Keperluan, d. Pilihan. C. Concern the deal (perhatian): berkaitan dengan kekecewaan konsumen dimana pada kondisi ini konsumen cenderung kurang yakin dengan keputusan yang telah dibuatnya. Indikator dari dimensi ini antara lain : a. Melakukan kesalahan dengan persetujuan yang di buat. b. Melakukan suatu kebodohan, c. Kebingungan. 2.2 Pengertian perilaku konsumtif Menurut Fromm (1955, dalam Arysa 2013) perilaku konsumtif adalah perilaku dimana individu mempunyai suatu barang dengan tujuan untuk menunjukan status dari pemiliknya dan tidak berorientasi pada fungsi atau manfaat dari barang itu sendiri. Dan menurut Triyaningsih (2011), perilaku konsumtif adalah perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memliki kecenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas, dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan, serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik. Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan.
6 Perilaku konsumtif tersebut merupakan suatu tindakan individu-individu untuk mendapatkan, mengkonsumsi produk, jasa, ide dan pengalaman. Tuntuan dan tindakan seperti inilah yang merupakan perilaku konsumtif yang dilakukan seseorang terhadap suatu obyek yang ada di sekelilingnya (Engel, 1994). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku membeli dan menggunakan secara berlebihan dan tidak rasional tanpa mementingkan kebutuhan.perilaku konsumtif tidak mengenal jenis kelamin dan umur Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif dikalangan mahasiswa disebabkan oleh dua hal yaitu : 1. Faktor Internal Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas social, kelompok-kelompok social dan referensi serta keluarga. Berdasarkan uraian diatas, maka factor yang mempengaruhi perilaku konsumtif dapat dibagi atas dua yakni faktor internal dan faktor eksternal Karakteristik perilaku konsumtif Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Dan secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu : 1. Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. 2. Membeli produk karena kemasannya menarik. Mahasiswa sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya
7 motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik. 3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Mahasiswa mempunyai keinginan membeli barang bermerk dengan harga tinggi, karena pada umumnya mahasiswa mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar mahasiswa selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mahasiswa membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri. 4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya). Mahasiswa cenderung berperilaku konsumtif yang disebabkan karena melihat barang-barang yang dianggapnya murah, lalu membeli barang tersebut, tanpa memikirkan manfaat dari barang tersebut. 5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Mahasiswa mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk, dapat memberikan symbol status agar terlihat mempunyai status yang tinggi dimata orang lain. 6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Mahasiswa cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mahasiswa juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur produk tersebut. 7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan Menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Mahasiswa sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
8 8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Mahasiswa akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnyayang pernah ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya Dimensi perilaku konsumtif Fromm (1955, dalam Arysa 2013) menyebutkan empat dimensi yang dapat menyebabkan perilaku konsumtif yaitu : A. Pemenuhan keinginan It relieves anxiety, because what one has cannot be taken away; but it is also acquires one to consume even more, because previous consumption soon losses its satisfactory character (Fromm : 23) Setiap individu memiliki rasa puas yang tiada henti, dan terus mengalami peningkatan maka dari itu ia mempunyai keinginan yang lebih untuk memenuhi kepuasannya, walaupun barang tersebut tidak memiliki kegunaan yang sesuai dengan kebutuhannya. B. Barang diluar jangkauan Acquisition ---> transitory having and using throwing away (or if possible, profitable exchange for a better mode) --- > new acquisition =, constitutes the vicious (Fromm : 59) Ketika individu berperilaku konsumtif akan menimbulkan pembelian yang kompulsif atau pembelian karena dorongan yang diakibatkan oleh keinginan dalam memenuhi kepuasannya dan terkadang pembelian ini dapat terjadi secara tidak rasional. Pada akhirnya individu mau mengeluarkan uang yang tidak sedikit demi memenuhi rasa puasnya dalam mengkonsumsi barang dan jasa tersebut. C. Barang tidak produktif With regard to many things, there is not even the pretense of use we acquire them to have: them. We are satisfied with useless possession (Fromm. 1955:129) Ketika individu mengkonsumsi barang/jasa secara berlebihan maka kegunaan barang/jasa tersebut menjadi tidak jelas. Sehingga barang/produk tersebut menjadi tidak produktif.
9 D. Status...human beings love to buy and to consume, and yet are so little attached to what they buy, finds its most significant answer in the marketing character phenomenon. The marketing characters' lack of attachment also makes them in different to things (Fromm : 122) Pada dimensi ini penggunaan barang atau jasa digunakan hanya untuk mencapai sebuah status. Dari kegiatan ini, mengkonsumsi barang atau jasa tersebut sudah tidak memiliki makna, karena digunakan untuk mencapai sebuah keinginan, yaitu keinginan dalam mendapatkan sebuah status. 2.3 Pengertian remaja Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon, (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Adolescence adalah sebuah periode perkembangan dimana terjadi transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa meliputi perubahan dalam biologis atau fisik, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai di usia tahun dan berakhir di tahun (Santrock,2012). 2.4 Hubungan antara disonansi kognitif dengan perilaku konsumtif : Dalam melakukan sebuah pembelian atau transaksi, seseorang cenderung untuk terlebih dahulu membuat suatu keputusan yang menyebabkan terjadinya sebuah perilaku membeli (Japarianto, 2006). Dalam membeli sebuah barang yang sangat diinginkan, tetapi kurang dibutuhkan, maka seseorang cenderung memiliki dua elemen
10 kognitif yang tidak seimbang, dimana kedua elemen tersebut adalah keinginan dan kebutuhan, maka dari itu akan terjadi disonansi kognitif yang akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan sebuah pembelian. Selain itu, Leon Festinger (1957) mengungkapkan bahwa teori disonansi kognitif juga ditujukan untuk menjelaskan kecenderungan sikap yang kadang-kadang beralih menjadi tidak konsisten terhadap perilaku yang diperbuat. Dari hal tersebut penulis berasumsi adanya hubungan yang cukup signifikan antara disonansi kognitif dengan perilaku konsumtif. Menurut Festinger (1957) disonansi kognitif adalah ketidak sesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang menyebabkan ketidak nyamanan psikologis serta mendorong orang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi, sedangkan perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memliki kecenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas, dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan, serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik, sebagaimana yang didefinisikan oleh Triyaningsih (2001). Selalu sebelum dan sesudah melakukan sebuah hal, akan memunculkan sebuah kognitif yang dapat terjadi secara disonan atau konsonan pada diri seseorang. Oleh karena itu disonansi kognitif dapat muncul sesaat sebelum dan sesudah melakukan sebuah perilaku (Festinger, 1957). 2.5 Kerangka berpikir : Remaja Kebutuhan & Keinginan Keinginan >< Kebutuhan Kognitif yang Konsonan Disonansi Kognitif Perilaku Konsumtif
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto, staf pengajar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disonansi Kognitif 2.1.1 Definisi Disonansi Kognitif Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk produk fashion pada masa sekarang ini memiliki banyak model dan menarik perhatian para pembeli. Mulai dari jenis pakaian, tas, sepatu, alat make up, dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Perilaku Konsumtif A.Perilaku Konsumtif Konsumtif merupakan istilah yang biasanya dipergunakan pada permasalahan, berkaitan dengan perilaku konsumen dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai
BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu antara lain :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari atau kebutuhan primer, kebutuhan sekunder seperti televisi serta
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak bisa lepas dari kegiatan membeli. Kegiatan membeli tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan primer,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto, staf pengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto(2006), staf pengajar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan komunikasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana komunikasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS. Japarianto (2006) dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan disonansi kognitif dilakukan oleh Edwin Japarianto (2006) dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan perilaku konsumsi, konsumen harus mampu untuk mengambil keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Hawkins (2004) mendefinisikan gaya hidup (lifestyle) sebagai
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Gaya Hidup (Lifestyle) 2. 1.1. Definisi Gaya Hidup Hawkins (2004) mendefinisikan gaya hidup (lifestyle) sebagai ekspresi dari situasi, pengalaman hidup, nilai, sikap dan harapan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DISONANSI KOGNITIF DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA/I UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
HUBUNGAN ANTARA DISONANSI KOGNITIF DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA/I UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Rionald Universitas Bina Nusantara, riorio_93@yahoo.com ABSTRAK Penelitian menjelaskan hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswi merupakan bagian dari masa remaja. Remaja yang di dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene (kata bendanya, adolescentia
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya tugas yang diberikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Gillin dalam (Sunarto, 2004:21) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut
Lebih terperinciDISONANSI KOGNITIF MAHASISWA DALAM MEMILIH PROGAM STUDI MANAJEMEN DI STIENU JEPARA. M. Farid khakim Much. Imron 1)
DISONANSI KOGNITIF MAHASISWA DALAM MEMILIH PROGAM STUDI MANAJEMEN DI STIENU JEPARA M. Farid khakim Much. Imron 1) Program Studi Manajemen, STIENU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara Email:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarana komunikasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia pada zaman modern seperti sekarang ini,. Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu oleh besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli. Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena
Lebih terperinciLampiran 1 : Kuesioner Field Study
Lampiran 1 : Kuesioner Field Study KUESIONER GAMBARAN PERILAKU KONSUMTIF Siswa-i Sekolah Menengah Atas International Islamic Boarding School Republic of Indonesia (SMA IIBS RI) Kepada Responden yang terhormat,
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola asuh 2.1.1 Definisi pola asuh Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak, Wahyuning,et al.( (2005) mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep belanja ialah suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkankan sejumlah uang sebagai pengganti barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan transportasi merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak remaja yang mengalami perubahan khususnya dalam segi penampilan dan hal ini mendorong remaja untuk terus memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sandang atau pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan pokok atau primer maupun kebutuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja pada umumnya memang senang mengikuti perkembangan trend agar tidak ketinggalan jaman. Seperti yang dikutip dari sebuah berita alasan remaja menyukai belanja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah 11 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia ketika
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Postpurchase Dissonance II. A. 1. Pengertian Postpurchase Dissonance Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang dapat dialami oleh
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan
1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa di masa depan yang diharapkan dapat memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan pendidikan akademis dengan belajar, yang berguna bagi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Membeli 1. Pengertian Perilaku Membeli Perilaku adalah semua respon (reaksi, tanggapan, jawaban; balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme (Chaplin, 1999). Berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen Menurut American Marketing Association (Peter dan Olson, 2013:6), perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN. Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi mengenai hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian, serta keterbatasan penelitian. Selain itu, dalam
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang Masa remaja merupakan periode peralihan perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrok,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya Pembangunan Nasional Indonesia diiringi dengan tingkat kompleksitas masyarakat yang lebih tinggi. Adanya kemajuan ini secara nyata menyebabkan hasrat konsumtif
Lebih terperinciPERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG PADA IBU RUMAH TANGGA DI KOTA SAMARINDA
ejournal Psikologi, 2013, 1 (2): 148-156 ISSN 0000-0000, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2013 PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG PADA IBU RUMAH TANGGA DI KOTA SAMARINDA Endang Dwi Astuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-18 tahun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Populasi, Sampel dan Metodologi Pengambilan Sampel Penelitian
37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi, Sampel dan Metodologi Pengambilan Sampel Penelitian 3.1.1 Populasi Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. POSTPURCHASE DISSONANCE A.1 Definisi Postpurchase Postpurchase (pasca pembelian) adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan sejumlah konsep, antara lain harapan konsumen,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk
BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik Kata konsumtif mempunyai arti boros, makna kata konsumtif adalah sebuah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Perilaku konsumtif
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini akan menggunakan desain penelitian korelasional dengan melibatkan variabel-variabel berikut: 1. Variabel Tergantung : Perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus merugikan bagi semua orang. Akibat globalisasi tersebut diantaranya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini sangatlah cepat hal ini terangkum menjadi satu dengan nama globalisasi. Globalisasi adalah sebuah masa yang menguntungkan sekaligus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam memprediksikan perilaku pembelian konsumen terhadap suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seseorang dapat dikatakan sesuatu yang unik, karena pilihan, kesukaan dan sikap terhadap obyek setiap orang berbeda. Selain itu konsumen berasal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak pernah lepas dari salah satu kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat perbelanjaan baru sehingga masyarakat Bandung memiliki banyak pilihan tempat untuk membeli barang-barang
Lebih terperinciTeori Keadilan (Equity Theory)
Teori Keadilan (Equity Theory) Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia
13 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan landasan yang digunakan dalam penelitian, di antaranya adalah teori disonansi kognitif, anak dan kriminalitas, narapidana anak, dan gambaran disonansi kognitif
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang sering dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selama hidup, manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga mempunyai cara sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada orang memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat dewasa ini. mengakibatkan tingkat konsumsi yang cukup tinggi di kalangan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat dewasa ini mengakibatkan tingkat konsumsi yang cukup tinggi di kalangan masyarakat Indonesia. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan fashion saat ini sudah semakin pesat. Banyaknya model - model pakaian yang kian beragam dan juga berbagai merek yang bermunculan menjadi ciri
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan
Lebih terperinciPsikologi Sosial 2. Teori-teori Psikologi Sosial. Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: Psikologi Sosial 2 Teori-teori Psikologi Sosial Fakultas PSIKOLOGI Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Teori-teori Psikologi Sosial Sikap Ketertarikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bentuk dunia bisnis dalam persaingan yaitu bisnis yang bergerak dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk dunia bisnis dalam persaingan yaitu bisnis yang bergerak dalam bidang produksi dan penjualan barang-barang konsumsi (consumer goods). Bisnis ini menjadi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Konsumen dan Perilaku Konsumtif 2.1.1. Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukan dalam mencari, membeli, menggunakan, menilai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa ini sering disebut juga masa peralihan atau masa pencari jati diri. Remaja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berinteraksi dengan lingkungannya. dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah A mode of
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Gaya Hidup Gaya hidup menurut Kotler (2002:192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang iekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI akhir. Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai harga diri, perilaku konsumtif, dan remaja 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri Menurut Coopersmith (dalam Pohan, 2006) harga
Lebih terperinciPERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI
PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh :
Lebih terperinciBAB I. oleh hampir semua orang. Menjamurnya bisnis seperti waralaba (franchise), pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan cara menukarkan
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI TINGKAT AWAL DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) BANDUNG
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religiusitas adalah suatu keadaan yang mendorong diri seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama yang dipeluknya. Religiusitas
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan dalam perilaku atau berbicara sehari-hari yang berasal dari hasil meniru terhadap temannya
Lebih terperinciMutia Riani Destary Wulan Dian Ningsih ( )
Mutia Riani Destary 9:45 pm on April 14, 2017 Kesimpulan Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Ketika memutuskan akan membeli suatu barang atau
Lebih terperinci