BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Komitmen Pimpinan Komitmen adalah sebagai perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu (Aranya & Ferris 1984:1). Bila dikaitan dengan pendapat Choi & Behling (1997) mengenai komitmen pimpinan, bahwa tanggung jawab TQM dalam organisasi tergantung pada banyak pihak. Hal ini pimpinan tidak bekerja sendiri tetapi harus bekerja sama dengan orang lain atau bawahannya. Kerja sama harus ditunjukkan melalui keterlibatan pimpinan dalam melaksanakan tugas pokoknya, dengan mengarahkan, mempengaruhi, mendorong bawahannya kearah berbagai tujuan dalam organisasi termasuk program pengendalian kualitas. Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh organisasi, hal ini memunculkan kebutuhan organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha-usaha karyawan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi dalam membangun organisasi menuju high performance organization (Harvey & Brown). Pemimpin yang efektif akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, tidak hanya ditunjukkan dari kekuasaan yang dimiliki tetapi juga ditunjukkan pula oleh perhatian pemimpin terhadap kesejahteraan dan kepuasan karyawan terhadap pemimpin dan peningkatan kualitas karyawan. Sejak setengah abad yang lalu, teori dan penelitian tentang kepemimpinan hanya ditujukan pada model autokratik atau demokratik, direktif atau partisipatif (Bass & Avolio, 1990).
2.2. Pilar Total Quality Management (TQM) TQM merupakan pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut adalah dengan penerapan TQM. (Tjiptono dan Diana, 2001). Lima pilar penting Total Quality Management (TQM) yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan dan Komitmen (Creech, 1996). Hubungan pilar-pilar tersebut dijelaskan sebagai berikut: produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai. Komitmen yang kuat, dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua pilar. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain dan kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah. Penerapan konsep TQM dalam dunia bisnis dan industri telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, sehingga telah menghasilkan produk-produk yang bermutu dan kompetitif, dan dengan layanan prima yang dapat dirasakan oleh para pelanggan (Creech, 1996). Perkembangan konsep kualitas yang mengarah pada pendekatan manajemen kualitas dideskripsikan menjadi 4 (empat) tahap menurut (Dale, 2003:21) sebagai berikut: 1. Inspeksi (inspection): evaluasi konfirmasi melalui observasi dan penilaian atas hasil pengukuran, pengujian, atau pendugaan.
2. Pengendalian kualitas (quality control): bagian dari manajemen kualitas yang terfokus pada pemenuhan standar kualitas. 3. Jaminan kualitas (quality assurance): bagian dari manajemen kualitas yang terfokus pada penyajian kepercayaan bahwa tolok ukur kualitas akan selalu terpenuhi. 4. Manajemen mutu terpadu (total quality management): melibatkan aplikasi prinsip-prinsip manajemen kualitas pada semua aspek. Evolusi keempat tahapan manajemen kualitas hingga berkembang menjadi manajemen mutu terpadu (TQM) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Sumber: Dale (2003:21) Gambar 2.1 Tahapan Evolusi TQM Prinsip-prinsip kunci TQM dijelaskan oleh Hashmi (2004: 2) yaitu: 1. Komitmen manajemen: perencanaan (dorongan, petunjuk), pelaksanaan (penyebaran, dukungan, partisipasi), pemeriksaan (inspeksi), dan tindakan (pengakuan, komunikasi, revisi).
2. Pemberdayaan karyawan: pelatihan, sumbang saran, penilaian dan pengakuan, serta kelompok kerja yang tangguh. 3. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta: stastistical process control, the seven statistical tools. 4. Perbaikan berkelanjutan: pengukuran yang sistimetis dan fokus pada biaya non kualitas (cost of non-quality) kelompok kerja yang tangguh; manajemen proses lintas fungsional; mencapai, memelihara, dan meningkatkan standart. 5. Fokus pada konsumen: hubungan dengan pemasok, hubungan pelayanan dengan konsumen internal, kualitas tanpa kompromi, standar oleh konsumen. Prinsip-prinsip kunci TQM dapat dijabarkan pada unsur penting pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Unsur-Unsur Penting TQM Unsur-unsur Filosofis Alat-alat Generik Alat Pengendalian Kualitas A. Standar mutu yang memperhatikan pelanggan. B. Hubungan pemasok pelanggan. C. Orientasi pencegahan. D. Mutu pada setiap sumber E. Perbaikan yang berkesinambungan. A. Alat-alat SPC (Statistical Process Contro): 1. Process flow chart 2. Check sheets 3. Pareto analysis and histogram 4. Cause and effect/fishbone diagrams) 5. Run charts 6. Scatter diagram 7. Control charts 8. Quality function deployment Metode SQC (Statistical Quality Contro): 1. Sampling plans 2. Process capability 3. Taguchi methods Sumber: Tunggal (1993:10) Implementasi TQM dapat meningkatkan produktivitas organisasi (kinerja kuantitatif), meningkatkan kualitas (menurunkan kesalahan dan tingkat kerusakan), meningkatkan efektivitas pada semua kegiatan; meningkatkan efisiensi (menurunkan sumberdaya melalui peningkatan produktivitas), dan mengerjakan segala sesuatu yang benar dengan cara yang tepat. Lebih lanjut, implementasi TQM dalam suatu organisasi dapat memberikan beberapa manfaat utama yang akhirnya dapat meningkatkan daya
saing organisasi. Melalui perbaikan kualitas berkesinambungan maka perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute (pall dalam tunggal, 1993: 6), yaitu rute pasar dan rute biaya sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Sumber: Pall dalam Tunggal (1993: 6) Gambar 2.2. Manfaat TQM Pengembangan sistem dan metode kendali mutu pada dasarnya adalah bertujuan untuk meningkatkan daya saing untuk meningkatkan profitabilitas jangka panjang. Manajemen mutu terpadu (Total Quality management) adalah salah satu kunci sukses dalam upaya memasuki pasar global bagi perusahaan/organisasi bisnis. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, implementasi manajemen mutu terpadu dapat dilakukan berdasar 3 (tiga) elemen sebagai berikut: 1. Fokus pada konsumen; bahwa segenap kinerja proses ditujukan pada apa yang menjadi kebutuhan, keinginan dan ekspektasi konsumen. Konsumen adalah pihak/seseorang yang membayar untuk suatu produk/jasa pelayanan (konsumen eksternal), atau pihak selanjutnya dalam satu rantai proses (konsumen internal) dalam satu aktivitas bisnis.
2. Partisipasi menyeluruh; dalam organisasi kerja tradisional, para pekerja mengharapkan untuk dipahami dan dinilai apa yang menjadi kontribusi dan kepuasan kerjanya. Begitu halnya dengan para manajer, supervisor, teknisi dan pekerja operasional. Konsep dari total partisipasi mengkaitkan antara sumberdaya manusia dengan target mutu proses dari apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya, dan sebagian lagi sertanggung jawab atas terwujudnya pencapaian produktivitas yang tinggi dan peningkatan nilai mutu produk atau proses. 3. Perbaikan berkesinambungan; bahwa standar kinerja adalah untuk mencapai derajat kesempurnaan. Crosby dalam Heizer dan Render (2004) menggambarkan kinerja sebagai bentuk "zero defect (tanpa cacat)". Pandangan tersebut juga diasumsikan sebagai metode peningkatan secara sertahap (incremental) maupun melalui terobosan-terobosan (breakthrough). Ketika peningkatan telah tercapai, maka suatu mekanisme standar proses, pengendalian dan pemantauan (monitoring) harus dibangun. Hal tersebut dimaksudkan agar stabilitas dari peningkatan kualitas proses/produk/jasa tetap terjaga (Krawjeski et al., 2010). TQM mempunyai fokus pada peningkatan efektivitas organisasi dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, aplikasi praktik TQM dalam perusahaan mampu mendorong keunggulan organisasi dan kepuasan pelanggan. Meningkatnya daya saing perusahaan pada gilirannya akan mengarah pada meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, baik dalam ukuran keuangan maupun non keuangan.
2.3. Kualitas Produk Definisi dari kualitas produk adalah mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan atau kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya (Kotler dan Amstrong,1997). Menurut Hansen dan Mowen (1994) kualitas adalah Quality is the degree or grade of excellence: in this sense quality is a relative measure of goodness. Menurut pendapat ini bahwa kualitas adalah kesesuaian terhadap karakter dari suatu produk/ jasa yang didisain untuk memenuhi kebutuhan tertentu di bawah kondisi tertentu. Delapan dimensi kualitas produk yaitu: 1. Kinerja (performance); Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kita dalam membeli suatu produk. 2. Fitur Produk; Dimensi fitur merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur sering kali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki. 3. Keandalan (reliability); Dimensi keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification); Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya.
5. Daya Tahan (durability); Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu jumlah pemakian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat diganti. 6. Kemampuan diperbaiki (serviceability); Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki. 7. Keindahan (aestethic); Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbarui wajahnya supaya lebih cantik di mata konsumen. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality); Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk yang bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibanding dengan merek-merek yang tidak didengar. Menurut Kotler (2002), Adapun tujuan dari kualitas produk adalah sebagai berikut: 1. Mengusahakan agar barang hasil produksi dapat mencapai standar yang telah ditetapkan. 2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin. 3. Mengusahakan agar biaya desain dari produksi tertentu menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
2.4. Kinerja Perusahaan Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan memenuhi tanggung jawab sosialnya, sebagian besar tergantung pada manajer. Apabila manajer mampu melakukan tugas-tugasnya dengan baik, maka organisasi akan mampu mencapai sasaran dan tujuan yang dikehendaki. Seberapa baik seorang manajer melakukan perannya dalam mengerjakan tugas-tugas yang merupakan isu utama yang banyak diperdebatkan dalam penelitian akhir-akhir ini. Menurut Dessler, seperti yang dikutip oleh Anggoro (2003), mendefinisikan kinerja sebagai perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan kinerja manajerial (Narsa dan Yuniawati, 2003: 24) adalah kinerja para individu dalam kegiatan-kegiatan manajerial. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan memenuhi tanggung jawab sosialnya, sebagian besar tergantung pada manajer. Apabila manajer mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, maka organisasi akan mampu mencapai sasaran dan tujuan yang dikehendaki. Sistem pengukuran kinerja diharapkan akan mempengaruhi hasil kerja dari manajer yang dalam hal ini adalah kinerja manajerial. Seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan kinerja manajerial yang tinggi. Berbeda dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat konkret, kinerja manajerial adalah abstrak dan kompleks (Mulyadi dan Jhony: 2000). Berikut ini beberapa ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajemen, antara lain: 1. Kemampuan manajer untuk membuat perencanaan.
Perencanaan yang baik dapat meningkatkan fokus dan fleksibilitas manajer dalam menangani pekerjaannya. Masalah fokus dan fleksibilitas merupakan dua hal penting dalam lingkungan persaingan yang tinggi dan dinamis. Kemampuan manajer dalam membuat perencanaan dapat menjadi salah satu indikator untuk mengukur kinerja manajer. 2. Kemampuan untuk mencapai target. Kinerja manajer dapat diukur dari kemampuan mereka untuk mencapai apa yang telah direncanakan (Mulyadi 2001:302). Target harus cukup spesifik, melibatkan partisipan, realistik dan menantang serta memiliki rentang waktu yang jelas. 3. Kiprah manajer di luar perusahaan. Intensitas manajer dalam mewakili perusahaan untuk berhubungan dengan pihak luar menunjukkan kepercayaan perusahaan kepada manajer tersebut. Kepercayaan ini dapat timbul karena beberapa hal, salah satunya adalah kinerja yang baik dari manajer. Seperti yang dikutip oleh Kurnianingsih dan Indriantoro (2003: 24), penilaian kinerja perusahaan secara manajerial meliputi delapan dimensi, yaitu: 1. Kinerja Perencanaan. Kinerja perencanaan yang dimaksud yaitu kemampuan dalam menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan dan tindakan/pelaksanaan, penjadwalan kerja, penganggaran, merancang prosedur, serta pemograman. 2. Kinerja Investigasi.
Kinerja investigasi yang dimaksud adalah kemampuan dalam mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk catatan, laporan dan rekening, mengukur hasil, menentukan persediaan, serta analisis pekerjaan. 3. Kinerja Pengkoordinasian. Kinerja pengkoordinasian yang dimaksud yaitu kemampuan dalam melakukan tukar menukar informasi dengan orang di bagian organisasi lain untuk mengkaitkan dan menyesuaikan program, memberitahukannya pada bagian lain, dan hubungan dengan manajer lain. 4. Kinerja Evaluasi Kinerja evaluasi yang dimaksud adalah kemampuan dalam menilai dan mengukur proposal, kinerja yang diamati atau dilaporkan yang meliputi penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan dan pemeriksaan produk. 5. Kinerja Pengawasan Kinerja pengawasan yang dimaksud adalah kemampuan dalam memberikan pengarahan, memimpin dan mengembangkan bawahan, membimbing, melatih dan menjelaskan peraturan kerja pada bawahan, menjelaskan tujuan kerja dan menangani keluhan pegawai. 6. Kinerja Pengaturan Staff (staffing) Kinerja pengaturan staff yang dimaksud adalah kemampuan untuk mempertahankan angkatan kerja yang ada pada bagian anda, melakukan perekrutan pegawai, mewawancarai mereka dan memilih pegawai baru,
menempatkannya pada bagian yang sesuai, mempromosikan dan memutasikan pegawai. 7. Kinerja Negosiasi Kinerja negosiasi yang dimaksud adalah kemampuan dalam melakukan pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk barang dan jasa, menghubungi pemasok dan melakukan tawar menawar dengan wakil penjual, serta tawar menawar secara kelompok. 8. Kinerja Perwakilan (representatif) Kinerja perwakilan yang dimaksud adalah kemampuan dalam menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain, pertemuan dengan perkumpulan bisnis, pidato untuk acara-acara kemasyarakatan, pendekatan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam mempromosikan tujuan umum perusahaan. 2.5. Komitmen Pimpinan pada Implementasi TQM Secara garis besar proses implementasi TQM mencakup: 1. Manajemen puncak harus menjadikan TQM sebagai prioritas utama organisasi, visi yang jelas dan dapat dicapai, menyusun tujuan yang agresif bagi organisasi dan setiap unit, dan terpenting menunjukkan komitmen terhadap TQM melalui aktivitas mereka. 2. Budaya organisasi harus diubah sehingga setiap orang dan setiap proses menyertakan konsep TQM. Organisasi harus diubah paradigmanya, fokus pada
konsumen, segala sesuatu yang dikerjakan diselaraskan untuk memenuhi harapan konsumen. 3. Kelompok kecil dikembangkan pada keseluruhan organisasi untuk memahami kualitas, identifikasi keinginan konsumen, dan mengukur kemajuan dan kualitas. Masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan mereka sebagai bagian dari tujuan organisasi keseluruhan. Sedangkan Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001: 350) menjelaskan implementasi TQM yang lebih rinci dan sistematis ke dalam tiga fase: fase persiapan, fase perencanaan, dan fase pelaksanaan. Setiap fase terdiri atas beberapa langkah dengan waktu sesuai kebutuhan organisasi sebagaimana tertera pada Gambar 2.3. Sumber: Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001:350) Gambar 2.3. Fase Implementasi TQM
Berlandaskan prinsip-prinsip dan prakondisi yang tepat, tahapan implementasi berikutnya adalah menggunakan kepemimpinan (visionary leadership) untuk mencapai visi masa depan organisasi dan bagaimana memasukan program TQM yang tepat, mendisain proses perubahan yang komprehensif, implementasi TQM dan kaitannya dengan sistem baru, dan legalitas kelembagaan. Kepemimpinan adalah elemen kunci keberhasilan implementasi dalam skala yang besar, pemimpin menunjukkan kebutuhan dan menyusun visi, mendefinisikan latar belakang, tujuan, dan parameter TQM. Pemimpin mempunyai perspektif jangka panjang dan harus mampu memotivasi bawahan tertuju pada proses selama tahap awal jika ada penolakan dan hambatan. Hal tersebut diperlukan dalam menegakkan budaya oganisasi yang dilengkapi dengan TQM, memelihara dan memperkuat peningkatan kualitas berkelanjutan. 2.6. Hubungan Implementasi TQM dan Kualitas Produk Beberapa ahli mendiskripsikan TQM melalui pendekatan budaya dalam menghasilkan produk yang berkualitas, diantaranya menurut Gary Dessler (1997: 339), Total Quality Management merupakan fokus seluruh perusahaan untuk memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan dan benar-benar berusaha mengurangi biaya yang disebabkan mutu jelek dengan membentuk sistem manajemen baru dan budaya perusahaan. Selanjutnya menurut Padhi (2004:1), TQM didiskripsikan sebagai budaya, sikap mental, dan pengorganisasian suatu perusahaan yang berusaha untuk menarik konsumen dengan produk dan pelayanan yang memuaskan kebutuhan mereka. Budaya kualitas
diperlukan pada semua aspek operasional perusahaan, proses dikerjakan dengan benar sejak awal, produk cacat dan pemborosan dihilangkan dari operasi. 2.7. Tinjauan Empiris Hasil penelitian terdahulu yang mengemukakan beberapa konsep yang relevan dan terkait dengan penelitian ini secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: penelitian yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen pimpinan akan keberhasilan implementasi TQM, penelitian tentang implementasi TQM dikaitkan dengan budaya kualitas, dan penelitian tentang pengaruh implementasi TQM terhadap kinerja individu maupun organisasi untuk menghasilkan produk berkualitas. Penelitian oleh Rachmawati (2010) tentang komitmen pimpinan dan penerapan pilar dasar total quality management terhadap kinerja manajerial pada perusahaan mebel di Kabupaten Ngawi dengan menggunakan analisa jalur. Hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya kontribusi komitmen pimpinan secara langsung terhadap kinerja manajerial adalah 3,06% dan berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Penelitian oleh Hiras Pasaribu (2008) yang meneliti tentang kinerja manajerial dilihat pengaruhnya dari komitmen, persepsi dan penerapan pilar dasar total quality management pada BUMN manufaktur di Indonesia, hasil penelitian menunjukan setelah menerapkan TQM dapat memperbaiki kinerja keuangan operasi perusahaan dan pengujian hipotesis menggunakan Structural Equation Modeling. Penelitian yang menyangkut faktor-faktor kritis yang mempengaruhi keberhasilan implementasi TQM pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Faktor-faktor Kritis Komitmen Pimpinan dan Implementasi TQM No. Penelitian (Tahun) dan Judul Variabel Responden/ Sampel Metode Analisis dan Hasil Penelitian 1 Rachmawati K. (2010), Pengaruh komitmen Pimpinan dan Penerapan Pilar TQM terhadap Kinerja Manajerial. a. Komitmen Pimpinan; melaksanakan tugas pokok, mengarahkan, mempengaruhi, mendorong bawahan. b. Penerapan Pilar TQM c. Kinerja manajerial; perencanaan, investigasi, mengawasi, susunan pegawai, negosiasi dan representasi 72 Responden a. Analisis korelasi sederhana dan ganda. b. Analisis Jalur (Part Analysis) pengaruh komitmen pimpinan terhadap kinerja, Pengaruh penerapan TQM terhadap Kinerja, dan pengaruh komitmen pimpinan dan penerapan TQM terhadap kinerja manajerial. 2 Hiras (2009), Pengaruh komitmen, Persepsi dan Penerapan Pilar TQM terhadap Kinerja Manajerial a. Komitmen Pimpinan b. Persepsi Manajer Divisi c. Penerapan Pilar TQM d. Kinerja manajerial 30 Perusahaan a. Analisis jalur (Part Analysis) dengan model SEM (Structural Equation modeling). b. Penerapan TQM dapat memperbaiki kinerja keuangan operasi perusahaan. 3 Munizu (2003), Analisis Persepsi Karyawan Atas Keberhasilan Gugus Kendali Mutu (GKM) pada karyawan produksi Pabrik Karung (PK) Rosella Baru, PTPN XI (Persero) Surabaya 1. Iklim yang mendukung 2. Komitmen manajemen puncak 3. Pemilihan sasaran 4. Informasi dan komunikasi 5. Kesukarelaan 6. Pelatihan 7. Tumbuh dengan bertahap tapi mantap 8. Selalu terbuka 105 Karyawan a. Analisis deskriptif dan analisis regresi. b. Semua variabel secara serentak maupun parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap keberhasilan pelaksanaan GKM. c. Faktor komitmen manajemen puncak mempunyai pengaruh yang paling signifikan terhadap keberhasilan pelaksanaan (GKM).
Tabel 2.2. (Lanjutan) No. Penelitian (Tahun) dan Judul Variabel Responden/ Sampel Metode Analisis dan Hasil Penelitian 4 Wahyudi (2004), Analisa Terhadap Faktor yang Berpengaruh dalam Implementasi Total Quality Management (Studi Kasus : PT. PPL) a. Konteks (budaya dan organisasi): 1. Kerja sama 2. Quality awareness b. Konten (manajemen kualitas organisasi): 1. Kepemimpinan 1. Kebijakan dan strategi 3. Manajemen manusia 4. Manajemen sumber daya 5. Manajemen proses c. Proses (proses perubahan) 1. Komitmen 2. Komunikasi 3. Perubahan 4. Pembelajaran - a. Analisis deskriptif. Variabel yang mendukung proses implementasi TQM di PT. PPL yaitu variabel kerja sama, kepemimpinan, manajeme proses, komitmen, komunikasi dan perubahan. 5 Metri (2005), TQM Critical Succes Factor for Construction Firms 15 faktor kritis keberhasilan implementasi TQM: Manajemen proses; Pendidikan pelatihan; Kepuasan konsumen; Komitmen manajemen puncak; Manajemen kualitas pemasok; Pemberdayaan dan keterlibatan karyawan; Informasi dan analisis; Manajemen kualitas strategis; Manajemen kualitas desain; Kinerja bisnis; Dampak pada sosial dan lingkungan; Benchmarking; Sumber daya; Kendali proses statistik; Budaya kualitas 14 kerangka kerja TQM dari 3 quality award dan 11 pakar kualitas. a. Studi literatur dan analisis frekuensi. b. 10 faktor (Critical Success Factor CSFs) yang menentukan keberhasilan implementasi TQM bagi perusahaan konstruksi antara lain: komitmen manajemen puncak; budaya kualitas; manajemen kualitas strategis; manajemen kualitas desain; manajemen proses; manajemen kualitas pemasok; pendidikan dan pelatihan; pemberdayaan dan keterlibatan, informasi dan analisis, kepuasan konsumen. Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi TQM di suatu organisasi telah dilakukan oleh Munizu (2003) pada karyawan produksi Pabrik Karung (PK) Rosella Baru PTPN XI (Persero) Surabaya.
Hasil Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: (1) Faktor-faktor yang terdiri dari iklim yang mendukung, komitmen manajemen puncak, pemilihan sasaran, informasi dan komunikasi, kesukarelaan, pelatihan, tumbuh dengan bertahap tapi mantap, selalu terbuka dan positif secara serentak maupun secara parsial mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan GKM (2) Faktor komitmen manajemen puncak mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan pelaksanaan Gugus Kendali Mutu (GKM). Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Wahyudi (2004) juga telah melakukan analisis terhadap faktor yang berpengaruh dalam Implementasi TQM di PT. Pulogadung Pawitra Laksana menggunakan model perubahan Pettigrew dan Whipp (1991) yang terdiri dari 3 dimensi: konteks, konten dan proses. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa variabel yang mendukung proses implementasi TQM yaitu: kerja sama, kepemimpinan, manajemen proses, komitmen, komunikasi dan perubahan. Metri (2005) juga telah melakukan analisis komprehensif dan pengujian kerangka kerja dan literatur TQM yang ada menghasilkan sepuluh faktor (Critical Success Factor/CSFs) yang menentukan keberhasilan implementasi TQM bagi perusahaan konstruksi. Hasil analisis ini juga menempatkan komitmen manajemen puncak sebagai prioritas yang pertama. Parncharoen, Girardi, dan Entrekin (2005) telah membandingkan dampak nilainilai budaya pada keberhasilan implementasi TQM di Australia dengan di Thailand. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: desain organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan TQM, perbedaan signifikan antara model desain organisasi di Australia dan Thailand pada keberhasilan TQM lebih karena perbedaan
budaya, menunjukkan fakta bahwa budaya mempengaruhi orang-orang berfikir dan berperilaku; perbedaan substansial kedua model tersebut adalah pengaruh sentralisasi pada keberhasilan TQM lebih nyata di Australia daripada di Thailand, sedangkan pengaruh formalisasi dan sistem pengupahan lebih nyata di Thailand daripada di Australia. Penelitian terdahulu yang tentang pengaruh implementasi TQM terhadap budaya kualitas untuk menghasilkan produk berkualitas pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Implementasi TQM terhadap Kualitas No. Penelitian (Tahun) dan Judul Variabel Responden/ Sampel Metode Analisis dan Hasil Penelitian 1 Parncharoenm, Girardi, dan Entrekin (2005), The Impact Cultural Values on the Successful Implementation of Total Quality Management: A Comparison between the Australian and Thai Models Desain organisasi: 1. Formalisasi 2. Sentralisasi 3. Sistem Pengupahan Indikator keberhasilan TQM: 1. Budaya kualitas perusahaan 2. Komitmen organisasi 3. Kinerja bisnis 724 Karyawan Australia dan Thailand a. Structural equation modeling (SEM). b. Struktur kausalitas hubungan antara desain organisasi dan keberhasilan TQM hampir sama antara Australia dan Thailand. c. Desain organisasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap keberhasilan TQM. d. Pengaruh sentralisasi pada keberhasilan TQM lebih nyata di Australia sedangkan pengaruh formalisasi dan sistem pengupahan lebih nyata di Thailand. 2 Jabnoun and Sedrani (2005), TQM, Culture, and Performance in UAE Manufacturing Firms Variabel bebas Dimensi TQM : 1. Kepemimpinan 2. Fokus pada konsumen 3. Perbaikan berkelanjutan 4. Keterkaitan dengan pemasok 5. Pemberdayaan 6. Pelatihan 7. Perbandingan kinerja 81 Manufaktur a. Analisis faktor dan analisis regresiberganda. b. Hasil analisis faktor 4 dimensi TQM : fokus pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan, komitmen manajemen pada kualitas, pelatihan, dan pemberdayaan, dan perbandingan kinerja
Tabel 2.3. (Lanjutan) No. Penelitian (Tahun) dan Judul Variabel Responden/ Sampel Metode Analisis dan Hasil Penelitian Dimensi Budaya Organisasi 1. Orientasi pada manusia 2. Orientasi ke dalam 3. Orientasi ke luar 4. Orientasi pada tugas 5. Kemampuan daya saing Variabel terikat 1. Kinerja kualitas 2. Kinerja bisnis c. lima dimensi budaya organisasi : orientasi pada manusia, orientasi ke dalam, orientasi ke luar, orientasi pada tugas dan kemampuan daya saing. d. Fokus pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan mempunyai koefisien korelasi yang paling tinggi terhadap keseluruhan kinerja. e. Dimensi TQM (fokus pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan) dan dimensi budaya (orientasi pada manusia) mempunyai efek kombinasi dan mempunyai kontribusi dalam menurunkan komplain konsumen, meningkatkan reliabilitas, dan profitabilitas. f. Fokus pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan dan interaksinya dengan dimensi budaya (kemampuan daya saing) mempunyai kontribusi meningkatkan pangsa pasar. Penelitian yang dilakukan oleh Jabnon dan Sedrani (2005) menambahkan variabel kinerja organisasi sebagai indikator keberhasilan implementasi TQM, selain variabel TQM dan budaya organisasi. Penelitian ini diawali dengan analisis faktor terhadap praktek TQM dan budaya organisasi menghasilkan empat dimensi TQM dan lima dimensi budaya. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: fokus pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan mempunyai koefisien korelasi yang paling tinggi terhadap keseluruhan kinerja; kedua dimensi TQM tersebut dan dimensi budaya (orientasi pada manusia) mempunyai efek kombinasi dan mempunyai kontribusi dalam menurunkan komplain konsumen, meningkatkan reliabilitas, dan profitabilitas;
sedangkan fokus pada konsumen dan perbaikan berkelanjutan dan interaksinya dengan dimensi budaya mempunyai kontibusi dalam meningkatkan pangsa pasar. Hasil penelitian Laily (2003) yang dilakukan di PT. Petrokimia Gresik-Persero menyimpulkan bahwa secara serentak sikap manajer menengah terhadap faktor kritis TQM berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan analisis dengan menggunakan uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan sikap antara manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritis TQM. Penelitian Terziovski, Samson, dan Dow (2003) yang telah menganalisis secara acak perusahaan manufaktur di Australia dan Selandia baru menghasilkan temuan utama bahwa sertifikasi ISO 9000 tidak menunjukkan pengaruh positif yang signifikan pada kinerja organisasi, juga tidak ada perbedaan kinerja organisasi antara perusahaan yang menerapkan TQM dengan yang tidak menerapkan TQM. Penelitian terdahulu yang tentang pengaruh implementasi TQM terhadap kinerja organisasi/perusahaan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Pengaruh Implementasi TQM terhadap Kinerja No. Penelitian (Tahun) dan Judul Variabel Responden/ Sampel Metode Analisis dan Hasil Penelitian 1 Laily (2003), Sikap Manajer Menengah Terhadap Penerapan Total Qualty Management (TQM) dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Manajeria. Variabel bebas 1. Fokus pada pelanggan 2. Pelibatan dan pemberdayaan karyawan 3. Kerja sama tim 4. Pendidikan dan latihan 5. Perbaikan berkesinambungan Variabel terikat 1. Kinerja manajerial 100 Manajer menengah 1. Analisis regresi linear berganda dan uji beda. 2. Sikap manajer menengah terhadap faktor kritis TQM berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. 3. Tidak ada perbedaan sikap antara manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritis TQM.
Tabel 2.4. (Lanjutan) No. Penelitian (Tahun) dan Judul Variabel Responden/ Sampel Metode Analisis dan Hasil Penelitian 2 Terziovski,. Samson, dan Dow (2003), The Business Value of Quality Management Systems Certification: Evidence from Australia and New Zealand Variabel bebas 1. Perusahaan bersertifikat ISO 9000 2. Perusahaan belum bersertifikat ISO 9000 Variabel terikat 1. Kinerja Organisasi 962 Persh. Australia 379 Persh. Selandia Baru 1. Manova dan Mancova, Anova dan Ancova. 2. Sertifikasi ISO 9000 tidak menunjukkan pengaruh positif yang signifikan pada kinerja organisasi. 3. Tidak adanya perbedaan kinerja organisasi antara perusahaan yang menerapkan TQM dengan yang tidak. 4. Hal tersebut menunjukan bahwa pada umumnya sertifikasi ISO 9000 mempunyai sedikit atau tidak menjelaskan kekuatan kinerja organisasi. 3 Prajogo, dan Brown (2004), The Relationship Between TQM Practices and Quality Performance and the Role of Formal TQM Programs: An Australian Emprical Study Variabel bebas 1. Kepemimpinan 2. Perencanaan stratejik 3. Fokus pada konsumen 4. Informasi dan Analisis 5. Manajemen Sumberdaya Manusia 6. Manajemen proses Variabel terikat Kinerja kualitas 194 Manajer 1. Multiple Regression Analysis (MRA) equation, and Structural equation modeling (SEM). 2. Perusahaan yang mengadopsi program TQM formal dalam hal praktek TQM lebih unggul daripada yang tidak menerapkan program TQM. Tetapi perbedaan tersebut tidak mempengaruhi kinerja kualitas. 3. Terdapat hubungan yang kuat antara praktek TQM dan kinerja kualitas dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara organisasi yang menerapkan program secara formal dengan organisasi yang mengadopsi TQM secara non formal.