BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami situasi konflik emosi dimana ketika antara apa yang diharapkan tidak

Pengalaman Kegagalan Pada Laki-Laki dan Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan Sepanjang Hayat

Bab I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional, pada Pasal 3 menyebutkan tentang tujuan pendidikan nasional yaitu. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi sangat penting pada saat ini, terutama untuk mencari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun Teori ini menegaskan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang dan sebagai salah satu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja mempunyai tempat khusus dalam setiap masyarakat, karena

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Belajar tidak mengenal usia, sejak dilahirkan ke dunia ini individu sudah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang melibatkan penguasaan suatu kemampuan, keterampilan, serta

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang auditor dalam proses audit memberikan opini dengan

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan. Para ahli perkembangan mengelompokkan fase-fase

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

Teori Perkembangan Psikososial. Oleh : Yulia Ayriza

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dapat dilaksanakan dengan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan tinggi saat ini terus-menerus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

PERUBAHAN DALAM TAHAPAN HARGA DIRI Harga diri itu adalah sangat tinggi selama masa awal kanak-kanak kanak. Kemudian jatuh pada tahun pertama dari seko

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB II LANDASAN TEORITIS

Transkripsi:

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Aspek Psikososial Remaja Masa remaja merupakaan masa dimana remaja mencari identitas, dan dalam proses pencarian identitas tersebut tugas utama remaja adalah mengahadapi krisis identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004) bahwa remaja membentuk identitas dirinya bukan dengan meniru orang lain seperti yang dilakukan anak kecil tapi dengan mengadaptasi dan mensintesis identifikasi terdahulu kedalam struktur psikologis yang baru, yang lebih besar dari penjumlahan bagian-bagiannya sendiri. Bentuk identitas yang harus dihadapi oleh remaja meliputi tiga isu besar yaitu pemilihan karir, pengadopsian nilai-nilai yang dipercayai dan digunakan dalam menjalani hidupnya, dan perkembangan kepuasan identitas seksual (Papalia, 2004). Perkembangan identitas di masa remaja, khususnya remaja akhir meningkat pada suatu titik dimana individu dapat memilih melakukan sintesis identitas-identitas dan identifikasi di masa kecilnya untuk mencapai suatu jalan menuju kedewasaan (Santrock, 2003). Adanya keputusan mengenai masalah identitas di masa remaja bukan berarti bahwa identitas akan selalu stabil sampai akhir hidup (Santrock, 2003). Adams, Gulotta, dan Montemayor (dalam Santrock, 2003) men gatakan bahwa seorang individu yang mengembangkan suatu identitas yang sehat merupakan

2 individu yang fleksibel dan dapat menyesuaikan diri, terbuka terhadap perubahanperubahan yang terjadi dalam masyarakat, dalam hubungan, dan dalam karir. 2. Tujuan kinerja dan tujuan pembelajaran Dweck dan Leggett (1988) mengusulkan suatu model teoritis untuk menguraikan hubungan antara teori kecerdasan mutlak (termasuk entity theory dan incremental theory ), task goals (termasuk performance goal dan learning goal ), dan pola perilaku belajar (termasuk learned helplessness dan mastery orientation ). Mereka menunjukkan bahwa siswa selaras dengan entity theory akan menunjukkan pola tertentu dalam belajar sehubungan dengan tingkat kepercayaan dalam tugas belajar, karena mereka melihat kemampuan seseorang sebagai sifat yang tetap dan tidak dapat diubah, yang memiliki keyakinan kuat dalam bakat mereka yang akan mempertahankan motivasi yang kuat dan menunjukkan pola pembelajaran mastery oriented. Namun, bagi siswa dengan kepercayaan yang rendah, mereka akan mengatribusi kegagalan mereka kepada ciri-ciri internal yang stabil seperti tidak memiliki kemampuan tugas yang tepat. Ketika mereka menghadapi tugas yang sulit, mereka akan menunjukkan pola perilaku helplessness, yang ditandai dengan motivasi yang rendah dan keengganan untuk bertahan. Para siswa yang selaras dengan incremental theory of intelligence dan learning goal dapat mempertahankan motivasi yang kuat dan menunjukkan perilaku belajar mastery oriented terlepas dari tingkat kepercayaan mereka (Hong, Sorich dan Dweck, 1997). Berbicara lebih khusus, perbedaan utama diantara siswa

3 pada kedua jenis teori intelegensi implisit ini terletak pada tingkat kepercayaan mereka ketika menghadapi tantangan akademis atau kegagalan. Siswa dengan kepercayaan yang kuat lebih mungkin untuk menerima tantangan, menghadapi kegagalan, dan belajar dari hal tersebut. Siswa dengan kepercayaan yang lemah dalam kemampuan mereka cendrung menunjukkan pola perilaku helplessness ketika mereka mempercayai bahwa kemampuan mereka tidak dapat ditempa. Siswa yang memiliki performance goal mungkin memiliki sistem penafsiran yang tidak maladaptive tentang belajar atau efek negatif dari pembelajaran. Elliot dan Harackiewicz (1996) m emodifikasi lebih lanjut teori dan tujuan kinerja kepada performance approach dan performance avoidance dengan mengusulkan tiga kerangka tujuan tugas: learning goal, performance approach goal dan performance avoid goal. Siswa dengan performance approach goal cendrung menunjukkan pengejaran aktif untuk sukses sebagaimana tujuan mereka; mereka dengan performance avoidance goal mengatur untuk menghindari kegagalan sebagai tujuan pribadi mereka. Hasil penelitian sistem klasifikasi menunjukkan bahwa siswa dengan performance avoidance goal memiliki pola perilaku belajar yang lebih maladaptive, yang mungkin disebabkan oleh tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah. 1. Stereotip Gender dan Peran Sosial Gender merupakan dimensi sosiobudaya dan psikologis dari keberadaan sebagai laki-laki dan perempuan (Santrock, 2007). Peran gender ( gender role)

4 merupakan seperangkat ekspektasi yang menentukan bagaimana perempuan dan lakilaki sebaiknya berpikir, bertindak, dan merasa (2007). Stereotip gender (gender stereotype) adalah kategori luas yang mencerminkan berbagai kesan dan keyakinan kita mengenai perempuan dan laki-laki. Semua stereotip, baik yang didasarkan pada gender, etnis, atau kelompok-kelompok lain, mengandung gambaran mengenai anggota tipikal dari suatu kategori sosial tertentu. (Santrock, 2007). William dan Best (dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa stereotp terhadap perempuan dan laki-laki sudah cukup menyebar, di berbagai budaya, laki-laki secara luas dianggap sebagai sosok yang dominan, mandiri, agresif, berorientasi pada prestasi, dan gigih, sementara perempuan pada umumnya dianggap sebagai sosok yang mengasuh, gemar berkumpul, kurang percaya diri, dan lebih banyak menolong orang lain yang sedang berada mengalami kesulitan. Alice Eagly ( dalam Santrock, 2007) mengajukan teori peran sosial ( social role theory) yang menyatakan bahwa perbedaan yang ekstrem antara perempuan dan laki-laki. Wood (dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa di sebagaian besar budaya di dunia, perempuan dianggap memiliki kekuasaan dan status yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, dan perempuan juga memiliki kontrol yang lebih kecil terhadap sumber daya. Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih banyak melakukan tugas-tugas rumah tangga, kurang banyak menggunakan waktunya untuk melakukan pekerjaan yang digaji, memperoleh penghasilan yang lebih rendah, dan kurang banyak terpilih menjadi wakil dalam jajaran tertinggi dari suatu organisasi.

5 Berbagai macam hal seperti jenis-jenis pekerjaan dan harapan mengenai sesuatu seringkali didasarkan pada tuntutan dan streotipe antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Garaigordobil, Maganto, Perez, & Sansinenea (dalam Putri dkk, 2012) jenis pekerjaan seringkali didasarkan pada stereotip tentang bagaimana laki-laki diharapkan lebih kuat dibandingkan perempuan, laki-laki cenderung untuk lebih agresif, antisosial, perilaku yang eksternal, sedangkan anak perempuan lebih cemas, depresif, dan internalisasi masalah Menurut pandangan Eagly dan Diekman (dalam Santrock, 2007 ), ketika perempuan beradaptasi dengan peran-peran yang memiliki kekuasaan dan status yang lebih rendah di masyarakat, mereka memperlihatkan profil yang lebih kooperatif dan kurang dominan dibandingkan laki-laki. Dengan demikian, hierarki sosial dan pembagian tenaga kerja merupakan penyebab penting dari perbedaan gender dalam hal kekuasaan, asertivitas, dan pengasuhan. Pembentukan peran sosial dapat dipengaruhi salah satunya oleh orang tua, orang tua melalui tindakannya dapat mempengaruhi perkembangan gender anak-anak dan remaja (Maccoby, McHale, Crouter, dan Whiteman, 2003). Selama masa transisi dari masa kanak-kanak hingga masa remaja, orang tua membiarkan laki-laki untuk bersikap lebih mandiri dibandingkan perempuan. Teori kognisi sosial secara khusus penting untuk memahami pengaruh sosial terhadap gender. Teori kognisi sosial mengenai gender (social cognitive theory of gender) menekankan bahwa perkembangan gender anak-anak dan remaja dipengaruhi oleh pengamatan dan imitasi mereka terhadap perilaku gender orang lain, maupun

6 hadiah dan hukuman yang dialami apabila mereka menampilkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan gendernya. (Santrock, 2007). B. Kerangka Berpikir Individu, khususnya remaja akan mengalami situasi konflik emosi dimana ketika antara apa yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang didapatkan, kesenjangan yang terlalu besar antara diri aktual dan diri ideal seseorang menjadi apa dapat mengakibatkan penghayatan bahwa dirinya gagal dan kritik diri serta dapat memicu munculnya depresi (Santrock, 2007). Konflik emosional seperti kemarahan dan kesedihan merupakan emosi yang paling kuat didalam diri kehidupan remaja (Putri dkk, 2012). Konflik emosional yaitu terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes) (Dalimunthe, 2003). Menurut Rostiana (1999) mengatakan bahwa konflik merujuk pada suatu situasi pertentangan antara kekuatan-kekuatan yang ada pada diri individu sendiri, maupun antara individu dengan pihak lain, dengan adanya pemicu berupa stimulus tertentu. Salah satu isu yang berkaitan dengan kegagalan pada remaja adalah persepsi mengenai kegagalan pada remaja memiliki isu yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, Putri dkk (2012) mengatakan bahwa, di Indonesia, streotipe mengenai gender berbasis ekspresi serta peran sosial masih sangat tinggi, streotipe mengenai

7 ekspresi dan peran sosial ini menyebabkan adanya perbedaan sikap, harapan dan tujuan antara laki-laki dan perempuan. Merujuk pada konsep bahwa pengalaman kegagalan dalam hidup akan menyebabkan individu khususnya remaja menjadi merasa sakit yang juga disebabkan konsep bahwa remaja akan mengalami situasi konflik emosi ketika antara self aktual dan self ideal tidak sesuai, serta kaitannya dengan persepsi kegagalan pada remaja antara laki-laki dan perempuan, maka penelitian ini ingin melihat apa pengalaman kegagalan dalam hidup bagi remaja, dan bagaimana perbedaannya pada laki-laki dan perempuan. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarakan penjelasan dan latar belakang yang telah dijelaskan, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah apa pengalaman kegagalan dalam hidup bagi remaja dan bagaimana perbedaan pengalaman kegagalan pada laki-laki dan perempuan.