Nalar Kritis Syari ah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB V PENUTUP. memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran. Muhammad Abduh lebih cenderung kepada aql daripada naql.

URGENSI REFORMASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH. Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM

Pembaharuan.

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya mengedepankan aspek hubungan vertikal (hablumminallah), namun

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

Pendidikan Agama Islam

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

Aneh jika ada orang yang mengaku Muslim tapi takut terhadap penerapan syariah.

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut:

BAB IV ANALISIS. juga merupakan kepentingan untuk kesejahteraan umat Islam pada umumnya

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

Surat Untuk Kaum Muslimin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UMMI> DALAM AL-QUR AN

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB V PENUTUP. Dari uraian yang telah penulis paparkan, setidaknya penulis mencatat

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. manusia secara tuntas. Bahkan, adakalanya aturan hukum itu tidak lengkap dan tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Quran 1430 H, Senin, 07 September 2009

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Konflik merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

KONSEP & KAEDAH DASAR FIQIH MUAMMALAH MAALIYAH SESI II : ACHMAD ZAKY

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

Tablig, Haji Wada, dan Hak Azasi Manusia

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku seharihari.

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. Sebagai akhir dari pembahasan, tulisan ini menyimpulkan beberapa kesimpulan penting sebagai berikut :

Membangun Kemitraan Antar Umat Beragama

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

Muhammadiyah Sebagai. Gerakan Tajdid

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA ANNUAL CONFERENCE ON ISLAMIC STUDIES VIII TANGGAL 3 NOVEMBER 2008 DI PALEMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN AKAD SIMPANAN QURBAN MENJADI PEMBIAYAAN QURBAN DI KJKS DAARUL QUR AN WISATAHATI SURABAYA

RESENSI BUKU MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PERSPEKTIF INTEGRATIF

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Pendidikan Agama Islam

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

Bimbingan Ruhani. Penanya:

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. 1

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA DIES NATALIS KE-62 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Qur an Melalui Pendekatan Historis-Metodologis, ( Semarang: RaSAIL, 2005), hlm

BAB VII REFLEKSI MEMBANGUN KESADARAN PEMUDA DARI KESENJANGAN DAN HILANGNYA PERAN DALAM DESA. 1. Membangun Kesadaran Pemuda Menjadi Agen

BAB IV PERAN BIMBINGAN ROHANI (BIMROH) DI KODAM V BRAWIJAYA SURABAYA DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KELUARGA DITINJAU DARI PERSPEKTIF MAṢLAḤAH

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

Pentingnya Kaderisasi Intelektual dalam Usaha Islamisasi Ilmu Pengetahuan

ANALISIS HUKUM ACARA TERHADAP PELAKSANAAN SIDANG KELILING (STUDY KASUS SIDANG KELILING DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG BALAI KARIMUN DI KECAMATAN KUNDUR).

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

Materi PAI. Bab IX Meneladani Perjuangan Rasulullah Saw di Madinah. Oleh Yuliandre

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, ALFABETA, Bandung,

Transkripsi:

Nalar Kritis Syari ah Judul Buku : Nalar Kritis Syariah Judul Asli : Ushul asy-syari ah Penulis : Muhammad Said Al-Asymawi Penerjemah : Luthfi Thoma Cetakan : Pertama, Januari Tahun 2004 Penerbit : LKiS, Yogyakarta Tebal : xiv + 242 halaman: 14,5 x 21 cm ISBN : 979-3381-33-7 Dalam agama, syariah merupakan ruh. Ia memainkan peran penting dalam setiap aktivitas keberagamaan. Kadang dalam sebuah statemen yang agak ekstrim dinyatakan bahwa beragama tanpa memegang dan menjalankan syari ah adalah palsu belaka. Namun yang lebih berbahaya, kesalahan seorang pemeluk agama dalam memahami hakikat syari ah dapat menjerumuskan manusia ke jurang kesesatan dan kegelapan. Dalam Islam, tidak jarang ditemukan orang salah paham dalam memahami syari ah. Bisa jadi apa yang selama ini dianggap syari ah bukanlah syari ah itu sendiri. Sebaliknya apa yang selama ini tidak dianggap syari ah, justru merupakan inti syari ah. Oleh karena itu, menangkap arti hakiki dari syari ah -dalam konteks keberagamaan- menjadi hal yang niscaya. Syari ah tidak lain hanyalah metode, jalan, atau cara. Jalan atau metode yang digunakan agama tertentu untuk merealisasikan tujuan dan inti agama yang dimaksud, sesuai dengan tempat agama tersebut dilahirkan dan disebarkan. Tak satupun agama yang bertujuan menjerumuskan pemeluknya ke dalam jurang kenistaan. Sebaliknya, agama mengarahkan masyarakat pemeluknya ke dunia yang lebih utama dengan tetap tidak mencerabut jiwa dari eksistensi dirinya dan dunia yang melingkupinya. Dengan demikian, syari ah merupakan jalan untuk mengantarkan umat ke arah perubahan yang lebih baik, utama, dan maju. 284 Al-Mawarid Edisi XIV Tahun 2005

Syari ah merupakan wadah yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Syari ah Islam menghendaki hukum dan putusan yang benar jika hukum itu diletakkan di hadapan manusia, sebagai sebuah metode dan jalan menuju kemajuan dan kemuliaan. Syari ah bukan seperangkat aturan, kaidah ataupun fiqih sebagaimana selama ini diyakini oleh umat Islam. Syari ah Nabi Muhammad tidak lain adalah kerahmatan (rahmah). Kerahmatan adalah suatu usaha untuk mempermudah manusia memelihara kemaslahatan umum dan menjaga keseimbangan antara hak-hak, serta melihat kondisi zaman. Dengan kerahmatan memungkinkan seorang untuk mendewasakan dirinya dan menentukan jalan yang benar, serta mengapresiasikan jati dirinya dalam wilayah agama dan syari ah, tanpa mempersulit dan mempersempit gerak langkahnya dalam kehidupan. Syari ah tidak datang sekali waktu dan tidak sekadar menurunkan perintah saja. Ia terkait dengan realitas dan menyatu dalam satu system kehidupan manusia. Syari ah mengambil adat istiadat dan budaya yang berlaku pada realitas sosial. Kaidah-kaidah dalam realitas sosial dijadikan sebab-sebab turunnya, sehingga hukum-hukum syari ah mengikuti perkembangan realitas sosial, dan selalu melangkah dalam perkembangan tersebut. Oleh karena itu menjelaskan dasar-dasar syari ah dan membatasi objek-objeknya dengan realitas sosial dalam membahas prinsip dasar syari ah- harus menjadi tujuan utama ketika hendak menerapkan syari ah (Islam). Jika tidak maka ia hanya akan menjadi sekadar pembahasan teoritis dan penyelidikan logis yang bertentangan dengan spirit agama dan inti Islam itu sendiri. Dalam kerangka itulah buku Nalar Kritis Syari ah yang diterjemahkan oleh Luthfi Thomafi dari judul aslinya Ushul asy-syari ah yang ditulis oleh seorang pemikir liberal kelahiran Mesir yaitu Muhammad Said al-asymawi, mengkaji secara komprehensif tentang Syari ah. Muhammad Said al- Asymawi adalah seorang hakim dan penasihat hukum di dunia Peradilan Mesir. Oleh karena itu sangat wajar apabila substansi dan kupasan dalam buku ini mampu memberikan wacana yang luas bagi pembacanya tidak hanya dari aspek teoritik melainkan juga dalam aplikasinya. Buku ini terdiri dari enam bab yang memuat akar bahasa kata syari ah, akar sejarah syariah, prinsip-prinsip umum syariah, dasar-dasar penerapan syari ah, dasar-dasar pemerintahan dalam syari ah, dan dasar-dasar hakiki syariah. Dalam kajian ini Muhammad Said al-asymawi (selanjutnya penulis) dengan berbagai argumen akademik mengajak para pembaca untuk menelusuri makna kata syari ah terlebih dahulu sebelum mengelaborasi lebih lanjut tentang syari ah. Hal ini penting karena sebuah kata bukanlah dunia yang dapat berbicara dengan sendirinya yang menunjukkan makna dan maksudnya. Ia adalah susunan objek yang maknanya diambil dari definisi sosial. Sering kali maksud suatu kata ditentukan oleh isi (substansi) yang dikandungnya dan konteks lahiriyah. Oleh karena itu, pembatasan Al-Mawarid Edisi XIV Tahun 2005 285

makna suatu kata dan kesepakatan atas maknanya merupakan keniscayaan sebelum pembahasan lebih jauh dan menjadi suatu keharusan untuk diperdebatkan secara produktif [hlm: 3]. Oleh karena itu maksud, pembatasan kata syari ah merupakan hal yang niscaya dan tak terhindarkan, betapapun kejelasan dan kegamblangannya serta ketidakbutuhannya pada pembatasan telah dinyatakan. Menurut penulis, dengan pembatasan kata dan kejelasan ungkapan dapat diketahui bahwa kata Syari ah dalam Islam telah mengalami perubahan sebagaimana yang terjadi pada kata Taurat dalam Yahudi, dimana kata tersebut mula-mula disebut untuk menjelaskan cara menyajikan korban, melangsungkan nazar dan melindungi orang banyak dari penyakit sampar, kemudian penggunaannya dialihkan untuk segala yang terdapat dalam kitab Musa a.s. [kitab kejadian, keluaran, imamat, bilangan dan ulangan], seperti jalan-jalan dan perantara-perantara; perintah, kewajiban, hukum dan nasehat [yang meliputi legislasi hukum-hukum dan muamalah], lalu maknanya menjadi segala hukum agama Yahudi, dan khususnya tafsirtafsir, hukum-hukum, dan keterangan-keterangan yang ada dalam kitab Talmud. Untuk pertama kali kata Syari ah digunakan dalam Islam adalah bahwa syari ah Islam adalah jalan atau metode Islam [hlm:23]. Kemudian kata tersebut ditransformasikan pada setiap hukum agama sehingga syari ah menjadi bermakna setiap sesuatu yang terdapat dalam Al-Qur an, seperti jalan-jalan agama, aturan Ibadah, legislasi hukum, dan muamalah. Akhirnya maknanya menjadi segala hukum agama, aturan ibadah, legislasi hukum dan muamalah; segala yang terdapat dalam hadis nabi; segala pendapat para ahli fiqh, mufassir, pandangan para komentator, dan ajaran-ajaran tokoh agama. Oleh karena itu, sumber-sumber hukum syari ah yang dinyatakan melampaui kata syari ah - menurut pandangan ulama Islam ada empat yaitu Al Qur an, Hadis, Ijma dan Qiyas [hlm:23]. Pada kajian akar sejarah syari ah, penggunaan kata syari ah telah dimulai dalam kitab-kitab Musa a.s. dengan arti jalan yang telah ditentukan dan kokoh untuk ritual-ritual dan perantara-perantara ritual, yang lurus. Setelah spiritualisme Mesir mengalahkan pemahaman orang-orang Israel, penggunaan kata-kata syari ah dimulai dengan makna keadilan dan kejujuran dan dengan makna undang-undang yang tidak dapat dicabut, yakni tidak berubah dan tidak berganti dalam al- Qur an kata syari ah muncul dengan arti jalan masuk, jalan dan metode. Penggunaan ini menyerupai penggunaan kata Syari ah dalam kitab-kitab Musa a.s., meskipun mungkin dalam kitab-kitab Musa a.s. tersebut mengandung makna kejujuran dan kekokohan dimana maksudnya adalah jalan yang tetap dan metode yang lurus. Akhirnya berubahlah pemahaman kata syari ah dalam pemikiran Islam. Ia berubah menjadi system Islam yang meliputi Al-Qur an, Hadis, Ijma dan Qiyas, yakni meliputi keseluruhan tradisi Islam seperti kitab-kitab 286 Al-Mawarid Edisi XIV Tahun 2005

samawi, ucapan-ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW, serta kesepakatan-kesepakatan para ulama dan qiyas, analogi seorang mujtahid untuk memutuskan suatu hukum atau kaidah. Pemahaman ini masih diluar pemahaman system politik historis, khususnya khilafah Islamiyah. Adapun untuk menentukan prinsip-prinsip umum syari ah, sangat penting untuk mengikuti sumber hukum pertama syari ah Islam yakni Al- Qur an melalui tinjauan sejarah dengan mencermati ayat-ayatnya satu persatu berdasarkan waktu turunnya ayat, sebab-ebab, tujuan dan hikmahhikmahnya, sehingga dimungkinkan mendapatkan kejelasan tentang tujuantujuan Allah SWT (asy-syari ) menurunkan ayat tersebut secara umum. Yakni tujuan yang melebihi dari sekadar berhenti pada hukum-hukum umum yang dimaksudkan oleh Pembuat Syari ah (asy-syari ) guna mencermati atau memahami prinsip-prinsip umum (al-ushul al- ammah) yang karenanya hukum diturunkan dan tujuan itu diarahkan. Dengan pemahaman seperti ini prinsip-prinsip syariah dapat diringkas secara global sebagai berikut: Pertama, penurunan syari ah berhubungan dengan berdirinya masyarakat agama, dan penerapannya bergantung pada keberadaan masyarakat tersebut. Kedua, syari ah turun karena ada sebab-sebab yang menghendakinya, dan sebab-sebab turunnya syari ah tersebut tidak memiliki kesesuaian [munasabah] dengannya. Ketiga. Syari ah bertujuan demi kemaslahatan umum masyarakat. Untuk merealisasikan kemaslahatan ini, sebagian syari ah menghapus sebagian yang lain. Kebenaran dan kemaslahatan syari ah bergantung pada kemajuan realitas yang terus berubah dan dengan peristiwa yang senantiasa baru. Keempat, sebagian hukum-hukum syari ah dikhususkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan sebagian yang lain dikhususkan pada suatu peristiwa. Kelima, hubungan syari ah dengan masa lalu tidak terputus, akar-akarnya juga tidak terputus dari masyarakat tempat diturunkan syari ah, tetapi syari ah mengambil sesuatu dari pranata-pranata dan budaya-budaya masyarakat untuk dijadikan sebagai hukum. Keenam, agama telah sempurna, sedangkan kesempurnaan syari ah adalah upayanya yang selalu berkesinambungan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat dan mengarahkan manusia pada esensi kemanusiaan dan semangat kehidupan [hlm:47]. Menurut penulis, membahas prinsip dasar penerapan syari ah (al-ushul at-tathbiqiyyah) harus dimulai dengan pembahasan masalah hubungan antara masyarakat Islam sebagai kesatuan masyarakat dengan masyarakat yang lain (secara menyeluruh). Inilah yang disebut Undang-undang positif sebagai hubungan internasional [al- alaqah ad-dauliyyah]. Kemudian pembahasan tentang tema-tema hukum internal, seperti masalah-masalah hukum perdata [al-ahwal asy-syakhshiyyah] dan harta warisan, perkaraperkara sipil, pidana dan perdata. Sesungguhnya, pencermatan terhadap ide mengenai penerapan Al-Mawarid Edisi XIV Tahun 2005 287

syari ah dalam berbagai persoalan seperti pidana, perdata, dan lain sebagainya, telah membukakan sebuah kenyataan bahwa syari ah itu tidak mungkin diterapkan jauh dari prinsip-prinsip dasarnya. Prinsip dasar Syari ah yang pertama dan paling penting adalah penerapan syari ah harus didahului dengan tegaknya masyarakat yang adil, utama,dan bertakwa. Syari ah bukanlah kaidah-kaidah dan hukuman-hukuman tetapi ia merupakan sebagaimana terdahulu sebuah situasi umum yang menguasai masyarakat dan satu spirit yang menembus inti segala sesuatu. Sebuah ranah yang mulia yang mengatur setiap individu dan setiap perbuatan, di mana setiap individu masyarakat hidup dengan jiwa-jiwa yang penuh dengan rasa cinta, hati mereka mendenyutkan kebenaran, dan relasi antar individu berjalan dengan penuh kasih sayang dan rasa saling tolong-menolong. Selama hal-hal tersebut belum terwujud, selama spirit belum mendahului teksnya, selama jiwa belum melampaui lafal, selama makna yang ada belum melampaui huruf-hurufnya, selama keadilan, keutamaan dan ketakwaan belum menjadi prinsip dalam masalah tuntutan,kesaksian dan hukum; selama semua itu belum terealisir, maka penerapan syari ah tersebut berarti penggunaan hukum-hukum syari ah untuk tujuan yang tidak sesuai dengan syari ah, mengarahkan agama demi tujuan yang tidak ada kaitannya dengan agama, meletakkan perangkat-perangkatnya dalam tangan yang menggunakan tujuan-tujuan pribadinya. Secara hakiki, hal itu tidak bermaksud menjunjung tinggi kebenaran, memperjuangkan agama, dan mengedepankan kemanusiaan. Masyarakat yang adil, utama dan takwa adalah masyarakat yang dapat menerapkan syari ah, merekalah yang mampu menjunjung tinggi kebenaran dan merekalah yang dapat memberikan petunjuk kepada manusia. Penerapan syari ah harus didahului oleh terwujudnya masyarakat seperti ini. Pada dasarnya perbaikan harus dimulai dari seluruh perspektif dan meliputi setiap ruang. Pemerintah harus melakukannya, masyarakat harus bangkit dan setiap individu harus menyerukannya. Semua harus melakukannya secara bersamaan dan dalam satu jalur yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan masyarakat, Hanya saja hal itu merupakan harapan yang mustahil dapat direalisasikan, karena kesepakatan berbagai unsur dalam satu tujuan dan mengumpulkan mereka dalam satu jalan bukanlah sesuatu yang mungkin terjadi dimana di dalamnya muncul perpecahan dan sikap-sikap egois. Sudah saatnya revolusi kemanusiaan, kebangkitan spiritual, pembaruan keagamaan, dan penerapan syari ah yang tepat dimulai. Semua itu bergantung dengan munculnya spirit besar yang dikuatkan oleh pertolongan, diberkati oleh manusia, dan sesuai dengan fitrah kemanusiaannya, sehingga hal itu menjadi bentuk yang berkeadilan bagi setiap perselisihan, kekuatan yang menyeluruh bagi setiap tujuan dan kebangkitan yang dapat menyatukan setiap barisan. 288 Al-Mawarid Edisi XIV Tahun 2005

Kemuliaan-kemuliaan hakiki agama harus dimunculkan dari prinsipprinsip hakiki syari ah dan hendaknya prinsip-prinsip ini dijadikan sebagai pijakan yang kokoh dan metode yang lurus. Berikut ini adalah dasar-dasar hakiki syari ah: Pertama, Syari ah adalah mtode yang mengarahkan pada kemajuan, berproses dengan selalu menciptakan hukum-hukum tanpa membekukan hukum itu sendiri. Syari ah adalah sebuah spirit yang berkelanjutan dalam menciptakan aturan-aturan baru, melakukan pembaruan-pembaruan dan interpretasi-interpretasi modern tetapi ia tidak akan membeku selamanyake dalam aturan, penerapan, atau interpretasi. Kedua,Syari ah adalah sebuah gerak langkah -yang selalu- dinamis yang membawa manusia pada tujuan-tujuan yang benar dan orientasiorientasi yang mulia, supaya mereka tidak terjebak ke dalam teks, terkoyak dalam lafal, dan tercerai beraikan dalam ungkapan. Ketiga, pandangan yang sahih dalam penerapan syari ah adalah pemahaman yang tepat atas pengertian syari ah itu sendiri, yaitu bahwa syari ah merupakan metode, spirit, dan motor penggerak dan dengan demikian ia memproyeksikan metode dan melindungi spirit serta memfungsikan motor penggerak tersebut demi kemaslahatan manusia dan tujuan-tujuan yang diwujudkan oleh agama- tanpa mengabaikan metode dalam memutuskan hukum, mematikan spirit dalam teks dan atau menyembunyikan motor penggerak dalam penerapan [syari ah]. Keempat, penerapan syari ah Islam berarti bahwa tersebarnya rahmat dalam setiap hukum, terrealisasikannya rahmat dalam setiap aturan, penerapan, dan interpretasi dan hendaknya kerahmatan itu menjadi prinsip dasar dalam teks, lafal dan ungkapan. Rahmat diartikan sebagai upaya untuk memudahkan manusia, melindungi kepentingan umum, memberikan keseimbangan di antara hak-hak, melakukan tinjauan untuk melihat keadaan-keadaan suatu masa dan tidak memberatkan kepada orang-orang mukmin. Kelima, syari ah Islam dan metode Al-Qur an hanya ditujukan kepada manusia. Teks diciptakan untuk manusia dan manusia tidak diciptakan untuk teks. Terpasungnya manusia dalam teks, spirit dalam lafal dan kehidupan dalam aturan-aturan, merupakan sesuatu yang asing dari kebiasaan, dan hal itu bertentangan dengan spirit Islam yang mengedepankan nilai-nilai yang tertinggi dalam setiap pergerakan dan pembaruan. Dari berbagai uraian yang mendalam sangat terasa pandangan penulis yang mendukung upaya pembaruan-pembaruan dan interpretasi-interpretasi modern. Syari ah menurut paradigma penulis adalah spirit yang menembus inti segala sesuatu, yang berkelanjutan dalam menciptakan aturan-aturan baru dan sebuah gerak langkah dinamis yang selalu membawa manusia pada tujuan-tujuan yang benar dan orientasi-orientasi yang mulia supaya manusia tidak terjebak ke dalam teks, terkoyak dalam lafal,dan tenggelam Al-Mawarid Edisi XIV Tahun 2005 289

dalam ungkapan. Melalui buku ini, penulis memberi peringatan kepada para pembaca, agar tidak mencampur adukkan pemahaman antara syari ah dan fiqih. Karena tindakan ini akan membawa kerancuan, yang memiliki pengaruh yang besar di masa sekarang dan masa-masa yang akan datang, terutama dalam berijtihad. atas persoalan-persoalan kontemporer yang semakin kompleks. Bahaya paling dekat dan jelas menurut penulis adalah adanya sakralisasi fiqih, selama masih ada anggapan salah yang meyakini bahwa fiqih adalah syari ah. Selama fiqih dianggap sebagai wadah bagi madzhab-madzhab, pendapat-pendapat, dan hasil ijtihad yang seringkali saling bertentangan antara satu sama lain maka akan muncul kerancuan saat mengundang-undangkan fiqih dan menerapkannya. Lebih-lebih yang terjadi justru pengalienasian masa sekarang dari rangkaian sejarah, tradisi kemanusiaan, dan kemajuan peradaban. Secara umum buku ini memang mampu memberikan gambaran cukup menyeluruh mengenai Syari ah substantive yang dapat dijadikan dasar untuk berijtihad. Oleh karena itu buku ini bukan saja layak dibaca oleh para mahasiswa, namun juga penting untuk unsur legislative, akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat yang tertarik untuk mempelajari syari ah. [Rahmani Timorita Yulianti] 290 Al-Mawarid Edisi XIV Tahun 2005