BAB II LANDASAN TEORI. menyampaikan atau menyalurkan barang dari produsen ke konsumen atau pemakai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB 2 Landasan Teori

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Kata kunci : distribusi, order fulfillment, lot sizing, distribution requirement planning, peramalan

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

Bab 1. Pendahuluan. Keadaan perekonomian di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANDASAN TEORI

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

BAB II LANDASAN TEORI. yang ada pada perusahaan ini. Pembahasan pada bagian ini dimulai dari landasan

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal,

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

Penerapan Material Requirement Planning (MRP) dengan Mempertimbangkan Lot Sizing dalam Pengendalian Bahan Baku pada PT. Phapros, Tbk.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh konsumen sehingga produk tersebut tiba sesuai dengan waktu yang telah

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II DASAR TEORI. Manajemen pengadaan tersebut merupakan fungsi manajerial yang sangat

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 ( ) ISSN:

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER QUANTITY PROBABILISTIC MODEL

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 4269

Ekonomi & Bisnis Manajemen

Perencanaan Persediaan Bahan Baku dengan Metode Heuristik Silver Meal dan Part Period Balacing (Studi Kasus: PT. Mega Andalan Kalasan)

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi 2.1.1 Saluran Distribusi Saluran distribusi yaitu saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyampaikan atau menyalurkan barang dari produsen ke konsumen atau pemakai industri. Suatu perusahaan menghasilkan produk dengan harapan dapat dibeli oleh konsumen, agar produknya mudah didapatkan maka perusahaan harus menyediakan produknya pada tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh konsumen. Untuk itu, perusahaan perlu membentuk jaringan saluran distribusi yang tepat terarah. Fungsi utama penyaluran distribusi, yaitu : a. Menciptakan faedah (utility), baik faedah waktu (time utility), faedah tempat (place utility), faedah kepemilikan (possesion utility). b. Mengumpulkan, menyelaraskan dan menyebarkan produk dari produsen ke konsumen. Mereka melaksanakan (fungsi concentration) produk-produk yang dihasilkan oleh para produsen, kemudian menyiapkan, menggolongkan dan menyajikan produk-produk tersebut dalam jumlah dan jenis yang diinginkan konsumen (fungsi uqualization), dan akhirnya menyebarkan ke konsumen (fungsi despertion). (Pujawan,I Nyoman.Supply Chain Management. 2005) 5

2.1.2 Konsep Dasar Sistem Distribusi Distribusi dari barang mengacu hubungan yang ada diantara titik produksi dan pelanggan akhir, yang terdiri dari beberapa macam inventory yang harus dikelola. Obyek dari manajemen persediaan distibusi adalah menempatkan distribusi dengan tempat dan waktu yang tepat dengan biaya yang sesuai sehingga dapat mencapai tingkat yang diinginkan oleh pelanggan (forgaty, dkk. 1991) Menurut Vincent Gaspersz (2001) tujuan dari manajemen distribusi inventori adalah memperoleh inventori dalam tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, spesifikasi kualitas yang tepat, serta ongkos yang memadai. Tujuan tersebut untuk mencapai tingkat pelayanan pelanggan (Customer Service Level) yang diinginkan dibawah tingkat biaya yangtelah ditetapkan. Keputusan-keputusan distribusi akan mempengaruhi : 1. Fasilitas 2. Transportasi 3. Inventasi inventori 4. Frekuensi kehabisan stok (Stockout) 5. Proses Manufaktur (Manufacturing) 6. Komunikasi dan pemrosesan data Tujuan dari sistem distribusi dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu : 1. Pelayanan pelanggan Waktu tunggu penyerahan menjadi tepat (timely delivery lead time) Pengamanan terhadap ketidakpastian permintaan. Memberikan bermacam barang yang diperlukan. 6

7 2. Efisiensi Ongkos tranportasi minimum. Tingkat produksi dari pengisian pesanan. Ukuran dan lokasi penyimpanan. Akutrsi data inventori. 3. Investasi inventori Stok pengaman yang diperlukan minimum. Kuantitas pesanan untuk mengendalikan cycle stock menjadi optimal. Strategi dan kebijakan distribusi adalah bagian yang terintegrasi dengan strategi perusahaan. Keputusan yang dibuat oleh bagian perusahaan, masalah keuangan dan produksi haruslah saling berkait, sehingga keputusan yang diambil suatu bagian berpengaruh pada bagian lain. (Pujawan,I Nyoman.Supply Chain Management. 2005) 2.1.3 Sistem Distribusi Banyak Eselon Pada sistem ini terdapat satu atau lebih tempat penyimpanan antara pabrik sampai gudang. Ada beberapa alasan mengapa suatu perusahaan menerapkan sistem seperti ini, yaitu : 1. Pesanan pelanggan akan lebih cepat bisa dipenuhi bila gudang diusahakan sedekat mungkin dekat dengan lokasi pelanggan. 2. Ongkos-ongkos transportasi akan lebih hemat karena jarak pengangkutan akan bisa dipersingkat. 3. Pelanggan lebih yakin akan mendapatkan apa yang diinginkan pada toko atau gudang distribusi yang lebih dekat dibandingkan apabila harus pergi ke pusat distribusi yang lebih dekat letaknya.

8 Gudang-gudang cabang biasanya menyimpan produk akhir maupun suku cadang. Gudang akhir ini sering dikenal dengan Pusat Distribusi (Distribution Center, atau DC) dan gudang yang melayani sejumlah gudang regional (Regional Distribution Center atau RDC). Pabrik WC DC 1 DC 2 DC 3 WC = Warehouse Center (Gudang Pusat) DC = Distribution Center (Pusat Distribusi) Gambar 2.1 Sistem Distribusi 2 Eselon Gambar 2.1 menunjukkan sistem distribusi dengan 2 eselon. Produk dibuat di pabrik, disimpan pada gudang pusat pemasok, dan pusat-pusat distribusi dipasok dari gudang pusat ini. Pesanan pelanggan akan masuk dan dipenuhi dari tiap-tiap pusat distribusi. Pabrik WC DC 1 DC 2 DC 3 R1 R2 R3 R1 R2 R3 R1 R2 R3 WC = Warehouse Center (Gudang Pusat) DC = Distribution Center (Pusat Distribusi) R = Retail (Toko Eceran) Gambar 2.2 Sistem Distribusi 3 Eselon

9 Sistem distribusi 3 eselon ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pada sistem ini pihak pembuat (pabrik memiliki toko-toko eceran (retail store). Barang-barang yang dibuat dipabrik disimpan pada gudang pusat pemasok. Gudang pusat ini memasok pusat-pusat distribusi dan setiap pusat distribusi akan melayani toko-toko eceran. Banyak variasi yang bisa dibuat dalam merancang sistem distribusi. Misalnya dengan menggunakan pusat distribusi metropolitan. Toko-toko pada sistem ini memamerkan produk-produk yang akan ditawarkan. Para konsumen akan datang secara langsung ke toko ini. Bila ada pesanan maka toko akan mengirimkan berita ke pusat distribusi dan barang yang dipesan akan langsung dikirimkan dari pusat distribusi. Pada sistem yang lain mungkin juga perusahaan mengirimkan produk-produk yang belum dikemas ke pusat distribusi. Kemasan ini akan dibeli secara desentralisasi oleh masing-masing pusat distribusi dari pemasok lokal. Beberapa pengerjaan akhir kadang-kadang juga dilakukan pada pusat distribusi. Perencanaan sistem distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, ukuran dan nilai produk, tingkat keusangan dan kerusakan fisik dari produk, jarak transportasi, tarif transportasi, frekuensi pengiriman yang dibutuhkan, dan sebagainya. Penggunaan alat-alat transportasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertimbangan tingkat pelayanan, ongkos tranportasi, dan ongkos-ongkos operasional juga termasuk dalam kriteria keputusan pemilihan alat-alat transportasi yang akan digunakan. (http://www.google.co.id/) 2.2 Manajemen Persediaan Persediaan merupakan asset yang sangat mahal yang dapat digantikan oleh asset yang lebih murah yaitu informasi. Untuk menggantikannya, informasi haruslah tepat

10 waktu, akurat, andal, dan konsisten. Jika ini terjadi, maka akan tersimpan lebih sedikit persediaan, mengurangi biaya dan mengirimkan produk lebih cepat ke pelanggan. Sasaran manajemen persediaan adalah menggantikan asset yang sangat mahal yang disebut persediaan menjadi asset yang lebih murah yang disebut informasi. Manajemen persediaan menjawab pertanyaan berapa banyak persediaan yang perlu dicadangkan untuk mengatasi fluktuasi peramalan, permintaan pelanggan dan pengiriman pemasok. Alasan utama perlunya manajemen persediaan adalah untuk : 1. Memaksimalkan pelayanan pada pelanggan. Semakin akurat peramalan penjualan setiap produk, maka akan semakin kecil kesalahan peramalan, dan sedikit persediaan yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat pelayanan tertentu. Dengan menyimpan lebih sedikit persediaan, kapasitas mesin yang diperlukan untuk menghasilkan produk akan terpakai lebih baik. Persediaan tidak akan sebelum dibutuhkan, sehingga mencagah kesalahan menentukan kapasitas mesin terlalu cepat. 2. Memaksimalkan efisiensi pembelian dan produksi Bebagai barang dapat saja dibeli dalam jumlah yang lebih besar ketimbang yang dibutuhkan untuk mencapai efisiensi pembelian atau transportasi. Jika barang dibeli dengan alas an ini maka akan timbul persediaan. Meskipun demikian, bias ditetapkan kesepakatan yang disebut order pembelian berdasarkan volume. Dengan kesepakatan ini, diskon akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume pada saat yang sama ditetapkan kapan pengiriman perlu dilakukan. 3. Memaksimalkan profit Profit dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan pendapatan atau menurunkan biaya. Salah satu cara adalah melakukan manajemen persediaan yang tepat.

11 4. Meminimalkan investasi persediaan Persediaan akan mengikat uang yang seharusnya dapat digunakan perusahaan untuk berbagai hal lain dalam bisnis. Persediaan yang berlebihan dapat menciptakan aliran kas negative, dan hal ini harus dihindarkan. Hal ini menyebabkan bagian keuangan berusaha menjaga persediaan serendah mungkin. Persediaan dapat dikategorikan menjadi 5 tipe dasar, yaitu : 1. Bahan baku Bahan baku mencakup semua komponen dan bahan yang dibeli untuk menghasilkan produk akhir. Persedian jenis ini menambah nilai produk saat diproses menjadisubrakit, rakitan dan akhirnya menjadi produk yang siap dikirimkan. 2. Barang setengah jadi Barang setengah jadi merupakan persediaan dalam proses dirakit menjadi produk skhir. Bahan baku dikeluarkan dari gudang dan dipindah ke tempat kerja. Karyawan (tenaga kerja langsung) dan atau mesin digunakan untuk menambah nilainya dengan cara memproses seluruh komponen menjadi subrakitan, rakitan dan kemudian menjadi produk akhir. Komponen-komponen ini dapat disimpan kembali sementara waktu hingga diambil untuk kegunaan lebih lanjut dalam proses produksi. Dalam kondisi ini, kompoenen tersebut dikatakan sebagai rakitan semi jadi (barang setengah jadi). 3. Barang jadi Barang jadi merupakan persediaan yang siap dikirim ke pusat distribusi, pengecer, distributor atau langsung ke pelanggan.

12 4. Persediaan distribusi Persediaan distribusi disimpan pada titik atau lokasi yang sedekat mungkin dengan pelanggan. Titik distribusi bias saja dimiliki dan dioperasikan secara terpisah. 5. Barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi Sebagian besar perusahaan menyimpan barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi. Persediaan ini sering kali berbiaya rendah dan termasuk alat tulis kantor serta barang-barang untuk operasional dan pelayanan. Persediaan dilakukan karena adanya permintaan, dimana permintaan ada 2 macam, yaitu permintaan independen (independent demand) dan permintaan dependen (dependent demand). Permintaan independen merupakan metode untuk mengelola produk yang permintaannya dipengaruhi oleh permintaan pelanggan atau permintaan pihak diluar kendali perusahaan. Dapat juga diartikan sebagai permintaan untuk semua item yang terjadi secara terpisah tanpa terkait dengan permintaan untuk item lain. Metode ini digunakan untuk perusahaan pengecer, distributor dan manufaktur. Contoh independent demand adalah permintaan untuk produk akhir, parts, atau produk yang digunakan untuk pengujian produk itu, dan suku cadang untuk pemeliharaan. Sedangkan permintaan dependen adalah permintaan atas semua komponen yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan independen atau dapat juga diartikan sebagai permintaan untuk suatu item yang terkait dengan permintaan untuk item yang lain. Sebagai contoh, item-item yang ada dalam struktur produk (Bill Of Material /BOM) untuk membentuk produk akhir. (http://www.google.co.id/)

13 2.3 Manajemen Persediaan Distribusi Manajemen persediaan logistik meliputi kegiatan menperoleh material, memindahkan material melalui lingkungan manufaktur (manufaktur produk) dan distribusi. Logistic dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning) Serangkaian kegiatan untuk memenuhi pelanggan serta menerima dan menyimpan barang dengan biaya serendah mungkin. 2. Perencanaan sumber daya distribusi (Distribution Resource Planning) Melanjutkan perencanaan kebutuhan distribusi kea rah perencanaan sumber daya penting yang terkandung dalam sistem distribusi : ruang gudang, tenaga kerja, biaya angkutan. 3. Persediaan distribusi meliputi semua persediaan dimanapun dalam sistem distribusi. Sistem distribusi dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 1. Sistem Tarik (Pull System) Sistem Pull adalah suatu sistem dimana operasi (produksi, pengadaan, pemindahan material, distribusi, produk, dan sebagainya) terjadi sebagai respon atau tanda atau isyarat yang diberikan oleh pemakai pada eselon yang lebih rendah dari sistem (distribusi). Tujuan sistem ini adalah untuk membeli, menerima, memindahkan, membuat dengan tepat apa yang dibutuhkan, kapan dibutuhkan, dan agar tidak terjadi penyimpanan atas item yang tidak dibutuhkan. Walaupun sistem Pull lebih tua namun sampai saat ini masih tetap diaplikasikan secara luas. Pusat distribusi meramalkan permintaan pada kawasan geografi yang dilayani, menentukan, kapan, dan berapa banyak harus memesan, dan meminta pengiriman dari gudang pusat pemasok sebagai layaknya pemasok lepas. Pesanan

14 dikeluarkan tanpa mempertimbangkan persediaan atau kebutuhan pusat distribusi yang lain. Gudang pusat tidak akan mendapat informasi baik tentang tingkat persediaan maupun permintaan pada pusat distribusi. Gudang pusat akan memperlakukan permintaan-permintaan dari pusat distribusi seperti layaknya permintaan konsumen. Dari data-data permintaan inilah nantinya gudang pusat akan menentukan rencana pengiriman maupun persediaan pengaman. Sistem Pull ini bisa dioperasikan secara manual dan tidak membutuhkan banyak komunikasi karena pertukaran informasi dari gudang pusat ke pusat distribusi memang tidak banyak. Namun pada sistem ini akan terjadi amplifikasi permintaan customer pada pusat distribusi sebelum sampai pada gudang pusat. Lebih dari itu, pusat-pusat distribusi biasanya memesan untuk kebutuhan beberapa minggu sehingga cukup ekonomis dipandang dari biaya transportasi. Hal ini mengakibatkan pada saat-saat tertentu tidak ada permintaan dari pusat distribusi ke gudang pusat dan pada saat-saat yang lain mungkin permintaan dari beberapa pusat distribusi akan datang sekaligus sehingga gudang pusat harus menyiapkan persediaan penganan yang cukup besar dan tetap akan menghadapi kemungkinan kekurangan stok. Model-model persediaan yang termasuk dalam sistem tarik ini adalah : a. Sistem titik pemesanan kembali (Re-Order Poin) Merupakan cara pemesanan yang dilakukan bila persediaan yang ada telah mencapai titik tertentu. Pusat distribusi pada tingkat yang lebih rendah menghitung kebutuhannya dan kemudian memesan pada pusat distribusi yang lebih tinggi apabila persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali atau Re-Order Point (ROP). Gudang cabang meminta barang ke gudang pusat bila jumlah persediaan di gudang cabang mencapai jumlah tertentu.

15 b. Sistem pemesanan secara periodic Merupakan salah satu pemesanan dengan interval waktu antara pemesanan tetap, misalnya mingguan, bulanan atau tahunan. Jumlah pemesanan bervariasi tergantung pada permintaan, sehingga tidak memperhatikan kondisi persediaan yang ada. Fixed order interval dari gudang cabang, safety stock di gudang lebih banyak karena adanya fluktuasi demand pada periode yang fixed. c. Sistem titik pemesanan ganda Pada sistem ini gudang pusat menerima laporan kapan persediaan gudang daerah mencapai titik pemesanan kembali ditambah permintaan normal selama waktu tenggang. d. Sistem pengganti penjualan (sales replacement system) Pada sistem gudang menentukan persediaan setiap item secara periodic berdasarkan permintaan local. Setiap produk terjual dilaporkan ke gudang pusat. Gudang pusat mengirim barang ke gudang cabang sejumlah yang terjual. 2. Sistem Dorong (Push System) Sistem dorong adalah suatu sistem di mana operasi-operasi di atas terjadinya sebagai respon atas jadwal yang telah dibuat sebelumnya tanpa harus mempertimbangkan status nyata dari operasi tersebut. Tujuan sistem ini adalah untuk menjaga konsistensi jadwal yang telah dibuat. Pada sistem dorong, keputusan-keputusan pengiriman ditentukan pada eselon yang lebih tinggi. Informasi yang berkaitan dengan permintaan dan tingkat persediaan pada eselon yang lebih rendah harus sering kali dikirim pada eselon yang lebih tinggi. Ini berarti keputusan pemgiriman ke eselon yang lebih rendah, dibuat pada eselon yang lebih tinggi. Lebih dari itu, pada sistem push ini harus dilakukan peramalan pada eselon

16 yang lebih tinggi sehingga kuantitas dan waktu pengiriman bisa direncanakan pada suatu periode perencanaan tertentu. Sistem dorong yang paling umum adalah perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning/ DRP). Seperti halnya proses MRP, DRP menggunakan teknik titik pemesanan kembali berbasis waktu untuk mencerminkan permintaan dan rencana pesan yang akan dating disemua tingkatan sistem distribusi. Perencanaan dan pengendalian persediaan distribusi dengan sistem dorong, titik kendsali pusat seperti pabrik menetapkan jumlah persediaan yang akan diterima setiap pusat distribusi. Sistem dorong layak digunakan apabila transmisi dan pemrosesan data dalam volume yang besar bisa dilakukan dengan relative mudah. Perusahaan-perusahaan yang memiliki ratusan pusat distribusi harus mengendalikan sistem distribusi dengan telekomunikasi dan sistem komputer. Salah satu keunggulan sistem dorong adalah pengurangan persediaan pada gudang pusat karena MPS dan pengiriman bisa diselaraskan. Jumlah yang direncanakan dikirim akan segera dikirim begitu jumlah proses produksinya selesai. Sistem dorong hanya akan memberikan keunggulan apabila perusahaan dapat membuat produk berdasarkan ramalan permintaan yang akurat. Perusahaan yang tidak bisa membuat ramalan permintaan yang akurat dan rasional tidak akan bisa berharap banyak untuk memperoleh kelebihan dari sistem dorong disbanding sistem tarik. (Forgarty, Donald.1991.Production and Inventory Management)

17 2.4 Perencanaan Kebutuhan Distribusi 2.4.1 Sistem Order Point Pada sistem Pull, masing-masing pusat distribusi akan mengevaluasi ketersediaan setiap item secara periodic. Apabila persediaan item-item tertentu berada pada atau kurang dari order point yang ditentukan maka pusat distribusi yang bersangkutan yang akan memesan item tersebut untuk dikirim dari gudang pusat. Penetapan order point harus mempertahankan permintaan selama lead time maupun persediaan pengaman. Besarnya pesanan mungkin juga harus mengikuti suatu aturan EOQ yang didasarkan pada kriteria biaya-biaya penyimpanan dan transportasi. 2.4.2 Sistem Base Stock Sistem ini menggabungkan ciri yang terdapat pada sistem pull maupun sistem push. Keunggulan yang mendasarkan pada sistem base stock dibandingkan dengan sistem order point adalah bahwa suplai pada gudang pusat didasarkan pada permintaan customer pada pusat-pusat distribusi. Variasi permintaan selalu lebih kecil dari pada yang terjadi pada order point karena terhindar dari proses amplikasi pada pusat distribusi. Aturan dasar sistem base stock dapat diurutkan sebagai berikut : 1. Informasi tentang permintaan maupun persediaan dikirim dari jaringan distribusi pada eselon yang lebih rendah ke eselon yang lebih tinggi dengan frekuensi tinggi. 2. Base stock dihitung tersendiri untuk masing-masing item pada tiap eselon distribusi. Perhitungan ini didasarkan pada persediaan yang harus disimpan pada eselon tersebut dan eselon yng dibawahnya.

18 Secara periodik masing-masing eselon mengeluarkan pesanan yang besarnya adalah nilai base stock dikurangi jumlah dari posisi persediaan yang dimiliki pada semua eselon yang berada di bawahnya. (Forgarty, Donald.1991.Production and Inventory Management) 2.4.3 Distribution Requirement Planning (DRP) Persediaan produk oleh banyak perusahaan dianggap sangat perlu. Hal ini dikarenakan adanya fluktuasi permintaan sehingga menyebabkan kehilangan penjualan. Salah satu cara yang dapat menyelesaikan masalah pengendalian persediaan adalah perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning / DOP). Dalam hal ini DRP menyediakan informasi yang dibutuhkan distribusi dan manajemen manufaktur untuk mengefektifkan alokasi persediaan dan kapasitas produksi sehingga pelayanan konsumen dapat ditingkatkan Perencanaan kebutuhan distribusi yang dikenal dengan nama DRP (Distribution Requirement Planning) adalah metode yang mengikuti sistem dorong. Informasi persediaan maupun permintaan mungkin harus dikirim setiap hari dari lokasi distribusi yang eselonnya lebih rendah ke eselon yang lebih tinggi. Pesanan dijadwalkan sesuai dengan ramalan permintaan, bukan dari permintaan aktual..sistem DRP dimaksudkan untuk mengaitkan proses produksi kepada tingkatan persediaan yang lain, kenudian turun dalam saluran distribusi. Konsep DRP merupakan turunan konsep sistem MRP yang diterapkan untuk permasalahan distribusi, dimana perhitungan-perhitungan DRP juga menggunakan metode Time Phased sebagaimana MRP. Penggunaan DRP ini dapat dilakukan tanpa harus memperhitungkan sampai tahap manufakturnya.

19 2.5 Distribution Requirement Planning ( DRP) 2.5.1 Pengertian Distribution Requirement Planning (DRP) Persediaan barang merupakan hal yang penting bagi perusahaan, sehinga bila terjadi kesalahan dalam pengelolaan barang akan menyebabkan peningkatan biaya dalam perusahaan dan adanya kemungkinan kehilangan penjualan dikarenakan kehabisan barang. Salah satu cara yang dapat menyelesaikan masalah pengendalian persediaan adalah perencanaan kebutuhan distribusi atau yang biasa dikenal dengan Distribution Requirement Planning (DRP). Menurut Buffa ang Sharin K. (1996), DRP adalah perluasan dari Material Requirement Planning (MRP) yang digunakan dalam merencanakan kebutuhan distribusi untuk berbagai gudang pusat, regional dan cabang. Sedangkan Forgaty dkk berpendapat bahwa DRP menyatakan rencana produksi dan distribusi dengan mempertimbangkan rencana perubahan persediaan pada semua tingkatan distribusi. Kunci keberhasilan dari Distribution Requirement Planning ini terletak pada kemampuan perusahaan untuk melakukan peramalan terhadap kebutuhan barang dagangan, penentuan waktu senggang dan jumlah barang yang dipesan sebagai rencana kebutuhan di masa yang akan datang sehingga tingkat persediaan barang dagangan dapat diturunkan. (http://www.google.co.id/) 2.5.2 Struktur Perencanaan Pengiriman Distribusi Konsep Distribution Requirement Planning (DRP) mengikuti konsep Material Requirement Planning (MRP), sehingga perhitungannya pun analog dengan perhitungan MRP. DRP merupakan aplikasi MRP untuk distrubusi persediaan. Dalam

20 DRP hubungan diantara titik distribusi ditunjukkan oleh Bill of Distribution (BOD), yang dalam MRP disebut dengan Bill of Material (BOM). Hubungan ketergantungan antara setiap mata rantai distribusi bersifat hierarki di mana jadwal induk pengadaan barang tidak hanya mensyaratkan adanya pasokan dari semua semua titik distribusi tetapi juga memperhitungkan waktu tenggang untuk semua titik distribusi tersebut. Lokasi manufacturing (Pabrik) Titik Distribusi Regional Titik Distribusi Regional Titik Distribusi Area Titik Distribusi Area Titik Distribusi Area Titik Distribusi Area Titik Distribusi Titik Distribusi Titik Distribusi Titik Distribusi Gambar 2.3 Struktur Jaringan Distribusi (Bill of Distribution) Bill of Distribution terdiri dari empat elemen utama yang dapat dilihat seperti gambar di atas, antara lain : 1. Titik distribusi paling rendah (retail). Lokasi retail biasnya dekat dengan pelanggan agar tingkat pelayanannya baik dan memberikan ongkos transportasi yang rendah. 2. Titik distribusi area (Sub Distributor). Titik inisecara langsung memasok titik distribusi paling rendah. 3. Titik distribusi pusat (Central Distribution). Titik ini secara langsung memasok titik distribusi area. 4. Titik manufacturing (Factory)

21 Biasanya perusahaan mendistribusikan pabriknya secara geografis di setiap wilayah strategi untuk memberikan pelayanan lebih baik kepada distribusi pusat. Pada Gambar 2.3 keterkaitan antara distributor regional, sub distributor (titik distributor area), dan retail dimana retail memesan barang dari sub distributor memesan kepada distributor. Masing-masing cabang memiliki kebebasan untuk meramalkan kebutuhan barang dagangannyadan diharapkan mampu untuk menyusun rencana kebutuhannya untuk beberapa periode ke depan. Masing-masing retail yang telah meramalkan kebutuhannya akan dijadikan kebutuhan kotor di setiap sub distributor. Kemudian rencana dari setiap distributor akanmenjadi kebutuhan dari distributor dan kebutuhan bersih dari distributor akan menjadi jadwal produksi bagi pabrik. Jarak antara retail dengan pihaksub distributor mengakibatkan adanya waktu tunggu (lead time) di setiap mata rantai distribusi (Bill of distribution), mata rantai distribusi tersebut harus memiliki standar kuantitas pemesanan, tingkat persediaan (ketika tiba waktu pemesanan). (http://www.google.co.id/) 2.5.3 Prosedur Perhitungan Distribution Requirement Planning (DRP) Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan penjualan pada tingkat retail, dari hasil peramalan penjualan pada tingkat retail, dari hasil peramalan penjualan yang diperoleh kemudian dihitung kebutuhan bersih untuk tingkat retail dimana kebutuhan bersih ini akan menjadi planned order release. Planned order adalah selisih peramalan dengan persediaan di tengah periode sebelumnya. Planned order release pada tingkat retail akan menjadi kebutuhan kotor pada tingkat retail akan menjadi kebutuhan kotor pada tingkat distribusi di atasnya.

22 Menurut Vollman (1994) untuk menyelesaikan perhitungan Distribution Requirement Planning, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menentukan kebutuhan bersih. Besar kebutuhan bersih adalah selisih kebutuhan kotor dengan persediaan yang ada di tangan. 2. Menentukan jumlah persediaan. 3. Penentuan jumlah pesanan di setiap jaringan distribusi. Penentuan jumlah pesanan di setiap jaringan distribusi berdasarkan pada kebutuhan bersih. Sistem penentuan jumlah pesanan yang biasa digunakan diantaranya adalah model Lot for Lot dan EOQ. 4. Menentukan Bill of distribution dan kebutuhan kotor disetiap jaringan distribusi. Jaringan distribusi dimana BoD ditentukan berdasarkan struktur jaringan distribusi, sedangkan ebutuhan kotor untuk setiap jaringan distribusi ditentukan berdasarkan planned order release jaringan distribusi. 5. Menentukan dasar pemesanan. Penentuan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan. Dipengaruhi oleh rencana penerimaan (planned order receipt) dan tenggang waktu pemesanan kembali (Lead Time). 2.5.4 Asumsi Perencanaan Kebutuhan Distribusi Asumsi yang dapat digunakan dalam mengoperasikan metode perencanaan kebutuhan produksi adalah sebagai berikut : 1. Lama waktu pemesanan (lead time) untuk setiap Bill of distribution (BoD) diketahui.

23 2. Jumlah persediaan, persediaan pada setiap Bill of distribution harus dikontrol dalam arti setiap transaksi yang terjadi harus dicatat kerana dapat menyebabkan perubahan pada setiap persediaan. 3. Pada setiap periode penjualan, semua barang dagangan harus tersedia. Pengadaan dan pemakaian persediaan bersifat diskrit artinya pengadaan bang mampu memenuhi perencanaan penjualan pada periode penjualan. Forgarty, Donald.1991.Production and Inventory Management) 2.5.5 Masukan Perencanaan Kebutuhan Distribusi Menurut Tersine R.J 1991 masukan untuk kebutuhan distribusi antara lain : 1. Rencana Induk Penjualan Merupakan pernyataan tentang berapa banyak barang yang akan dijual dalam suatu periode. Penentuan rencana induk penjualan didasari atas hasil peramalan yang telah dilakukan. 2. Catatan Persediaan Merupakan catatan yang berisi informasi tentang persediaan yang dimiliki, lead time, rencana kedatangan barang, ukurang pemesanan dan sebagainya. Catatan persediaan harus diperbarui sesuai dengan kondisi persediaan, seluruh transaksi yang terjadi harus dicata karena dapat menyebabkan perubahan status persediaan. 3. Struktur Jaringan Pemasaran Merupakan gambaran tentang kondisi jaringan suatu usaha. Dari struktur jaringan pemasaran ini dapat diketahui berapa banyak pengecer dan sub distribusi yang dimiliki, tingkatan dan hubungan keterkaitan antara retail, subdistributor dan distributor.

24 4. Pesanan-pesanan Akan memberitahukan tentang berapa banyak setiap item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock-on-hand. 5. Kebutuhan-kebutuhan (Tersine,RJ. 1994. Principles of Inventory and Material Management) 2.5.6 Proses Perencanaan Distribusi Proses perhitungan Distribution Requirement Planning (DRP) menggunakan logika yang hampir sama dengan Material Requirement Planning (MRP). Sehingga langkah yang dilakukan pun sama dengan langkah MRP. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih) Kebutuhan Bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus Jadwal Penerimaan (SR) minus Persediaan Ditangan (OH). 2. Lotting (Penentuan Ukuran Lot) Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Terdapat 9 metode yang dapat digunakan untuk langkah ini. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot- for Lot (L-4-L). 3. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan) Langkah ini bertujuan agar kebutuhan komponen dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan memperhitungkan lead time pengadaan komponen tersebut. 4. Implosion Langkah ini perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat mata rantai diatasnya (dub distributor, distributor). Kebutuhan bersih atau planned order release retail (cabang)

25 didapat dari peramalan penjualan periode yang lalu. Kebutuhan kotor untuk tingkat atasnya didapat dari kebutuhan bersih tingkat jaringan distribusi jaringan dibawahnya. (Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta) 2.5.7 Kebijakan Ukuran Lot 1. Fixed Order Quantity (FOQ) FOQ merupakan alasan MRP untuk penambahan model pesanan yang serupa untuk kebutuhan bersihnya untuk interval tertentu. Ini menyerupai metode interval tertentu dalam pesanan. Intinya jumlah pemesanannya tetap. 2. Economic Order Quantity (EOQ) EOQ adalah teknik cost trade off yang ditempatkan untuk meminimasi ongkos total pada setiap jumlah perdagangan ongkos angkut dan ongkos pesan pada setiap periodenya. Dalam EOQ telah ditentukan titik order untuk memenuhi penggunaan selama waktu yang dipergunakan untuk memesan produk (lead time), yaitu suatu order untuk suatu kuantisasi tertentu yang ditentukan akan dipesan pada saat itu. (Elwood S. Buffa. Hal. 12) Asumsi-asumsi EOQ : a. Demand diketahui dan cenderung konstan; b. Lead time diketahui dan cenderung konstan; c. Instantanously : setelah memesan barang, barang diantar sesuai pesanan dan harus langsung dibayar. (Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta)

26 3. Period Order Quantity (POQ) Sama halnya dengan EOQ, tetapi teknik ini menunjukkan jumlah biaya periode pemesanan dibandingkan dengan jumlah pemesanan pada unit-unitnya. Hasilnya adalah fixed order interval atau fixed order size. POQ menentukan sejumlah periode permintaan, POQ merupakan improvisasi dari EOQ karena mengijinkan lot sizes bermacam-macam. (Richard J. Tersine. Hal. 180) 4. Lot for Lot (L4L) Dalam metode ini, permintaan mempengaruhi ukuran lot, spesifiknya ukuran lot dihasilkan untuk suatu periode dibandingkan dengan permintaan bersih untuk periode tersebut. Dengan tidak adanya batching pada lot ukuran besar, permintaan menjadi sering. Sementara kemungkinan ini mengakibatkan biaya proses tinggi, inventori rendah. (Richard J. Schonberger daan Edward M Knod JR. Hal. 404-405) Metode LFL merupakan metode yang paling sederhana diantara semua metode. Setiap pemesanan dijadwalkan untuk setiap periode dimana ada permintaan yang diminta. Metode LFL tidak memperhatikan biaya pesan dan melibatkan ukuran pesanan yang berbeda (trade off statis). Oleh karena itu, pendekatan ini menghilangkan biaya simpan, karena hanya ada nol inventory setiap akhir periode. (Richard J. Tersine. Hal. 180) 5. Least Unit Cost (LUC) Secara heuristik LUC sama dengan LTC / SMA kecuali LTC merata-ratakan biaya per periode sedangkan LUC merata-ratakan biaya per unit pesanan. Jika suatu

27 pesanan dimulai pada periode pertama dan menutupi persediaan pada akhir periode T, maka biaya total per unit : k T 1 k 1 T k T C Ph k 1 Rk TRC (T ). (2.1) Rk 1 Rk Dimana C = Biaya pesan h = Biaya simpan P = Unit purchase cost TRC (T) = Biaya total per T periode T = Waktu persediaan replenishment setiap periode Rk = Permintaan di periode k (Richard J. Tersine. Hal. 188-189) 6. Least Total Cost (LTC) Edward Silver dan Harlan Meal mengembangkan algoritma heuristic lot sizing yang berdasarkan periode biaya terakhir. Heuristic ini menentukan biaya rata-rata per periode sebagai suatu periode dimana pesanan replenishment meningkat. Jika suatu pemesanan dimulai pada periode pertama dan menutupi persediaan sampai akhir T periode, jadi total biaya per periode : TRC(T ) T C Ph k T 1 T k 1 Rk.. (2.2) Dimana : C = Biaya pesan h = biaya simpan P = unit purchase cost TRC (T) = biaya total per T periode

28 T = Waktu persediaan replenishment setiap periode Rk = permintaan di periode k (Richard J. Tersine. Hal. 186-187) 7. Fixed Period Requirement (FPR) Tidak terpengaruh dengan trade off (trade off statis), dan menetapkan satu periode yang tetap 8. Algoritma Wagner Within (AWW) Model ini merupakan model pemrograman dinamis yang menambahkan beberapa kompleksitas kepada perhitungan ukuran lot. Prosedur ini mengasumsikan jangka waktu yang tidak pasti. (Barry Render dan Jay Heizer. Hal. 370) Suatu prosedur yang mempunyai solusi dari suatu masalah dengan proses yang berulang-ulang (repetitive process). AWW terdiri dari solusi yang optimum untuk menentukan ukuran pemesanan yang dinamik dengan horizon yang terbatas. Metode ini menggunakan beberapa teorema untuk menyederhanakan perhitungan, teorema tersebut terdiri dari : 1. Hitung matrik total variabel cost untuk semua kemungkinan permintaan alternatif untuk horizon waktu yang terdiri dari N periode. Variabel cost total termasuk biaya pesan dan biaya simpan. e Zce C hp Q ce Q ci. (2.3) i c untuk 1 c e N

29 Dimana : Z ce C = Variabel total cost di periode c melalui jadwal pemesanan e = Biaya pesan h = Biaya simpan P = unit purchase cost Q e ce R k k c Rk = Permintaan pada periode k 2. Hitung f e meminimasi kemungkinan biaya pada periode 1 sampai e. Algoritma dimulai dengan fo = 0 dan menghitung f1, f2,, f N setiap pemesanan. F e = Min (Z ce + f c-1 ). (2.4) untuk c = 1, 2,, e 3. Permintaan final yang tersedia pada periode w melalui N f N = Z wn + f w-1. (2.5) Pesanan tertentu sampai pesanan akhir pada periode v melalui w-1 f w-1 = Z vw-1 + f V-1. (2.6) Pesanan pertama pada periode 1 melalui u 1 f u-1 = Z 1 u-1 + f c. (2.7) (Richard J. Tersine. Hal. 182-183)

30 9. Part Period Balancing (PPB) Secara heuristik merupakan pendekatan pengukuran lot dengan menentukan ukuran pesanan dengan menyeimbangkan biaya pesanan dan biaya simpan. hp T k 1 K 1 Rk C. (2.8) T k 1 K 1 Rk C Ph. (2.9) Dimana : C = biaya pesan per periode h = biaya simpan fraksi per part periode Ph = biaya simpan per part period C Ph EPP Economic part period T k 1 k 1 Rk APP Acumulated part period PPB menghitung APP sebagai jumlah periode yang pesanan replenishment meningkat. Jika APP pertama lebih dari EPP, maka menunjukkan pemesanan yang dilakukan untuk periode tersebut. Langkah-langkah : 1. Hitung periode pemesanan tentative dengan menggunakan PPB. 2. Lihat permintaan yang berada pada periode berikutnya ( Metode Look ahead ) : Jika permintaan periode berikutnya T + 2 lebih dari atau sama dengan nilai part period T + 1, periode pesanan maju ke periode selanjutnya.

31 R TR. (2.10) T 2 T 1 Metode look ahead ini terus diulang sampai suatu periode gagal. (Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta) 2.5.8 Biaya-biaya dalam kebijakan ukuran lot. Dalam sistem pemesanan maupun sistem persediaan, semua pengeluaran dan kerugian yang timbul akibat adanya persediaan disebut biaya persediaan. Biaya sistem ini terdiri dari : 1. Biaya Pembelian (Purchase Cost) Biaya pembelian yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, di mana besarnya biaya ini tergantung pada jumlah dan harga barang yang dibeli dan harga per unit barang yang dibeli tergantun pada ukuran pembelian atau dinamakan Quantity Discount. 2. Biaya Pemesanan (Order Cost/ Setup Cost) Biaya yang berasal dari pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (Setup Cost) apabila item diproduksi di dalam perusahaan (biaya membuat daftar permintaan, menganalisa supplier, membuat pesanan pembelian, penerimaan bahan, inspeksi bahan, dan pelaksanaan proses transaksi). 3. Biaya Penyimpanan (Carriying Cost/ Holding Cost) Biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupan investasi sarana fisik atau menyimpan persediaan (biaya modal, pajak asuransi, pemindahan persediaan, kekurangan dan semua biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan).

32 4. Biaya Kekurangan Persediaan (Stockout Cost) Biaya kekurangan persediaan akan terjadi apabila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan. Biaya ini suatu bentuk kerugian perusahaan karena kehilangan kesempatan penjualan atau kesempatan mendapatkan keuntunan atau dapat diukur dari kuantitas barang yang tidak dapat dipenuhi, waktu pemenuhan, maupun biaya pengadaan darurat. (Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta) 2.6 Stock Pengaman dalam Distribusi Stock pengaman dalam DRP digunakan untuk mengantisipasi ketidakpastian permintaan relative terhadap ramalan-ramalan yang dibuat. Ketidakpastian ini paling mungkin terjadi apabila permintaan benar-benar independen pada pusat-pusat distribusi yang secara langsung melayani pelanggan. Sedangkan keadaan permintaan yang ditempatkan pada intermediate distribution center adalah dependent demand sehingga seharusnya dapat diperkirakan. Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian permintaan dan penawaran adalah mengkombinasikan data yang menunjukkan rata-rata permintaan selama suatu rata-rata lead time dan membangun distribusi probabilitas tunggal. Hal ini akan menghasilkan ukuran variansi yang lebih besar, namum dapat diterapkan sebagaimana perhitungan dalam keadaan normal untuk menentukan stok pengaman guna mencapai tingkat pelayanan yang diinginkan, yaitu : SS Di mana: z Lt SS = Safety Stock Z = Service Level

33 δ = Standar Deviasi Permintaan Lt = Lead Time (Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta)