15 Penanganan telur yang dilakukan oleh para pedagang di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat tidak menyimpan telur dengan pendinginan. Semua peda

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Mikroorganisme

Mutu karkas dan daging ayam

JUMLAH TOTAL MIKROORGANISME PADA TELUR AYAM DAN BEBEK YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DI WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ELLANGGA EKO SURYO NUGROHO

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

bahan baku es balok yang aman digunakan dalam pengawetan atau sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

Telur ayam konsumsi SNI 3926:2008

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

JUMLAH CEMARAN MIKROBA PADA TELUR AYAM RAS YANG DIJUAL DI SWALAYAN DAERAH DARUSSALAM KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

sikap food Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

Kontaminasi Pada Pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

I. PENDAHULUAN. karena mengandung gizi yang tinggi, rasanya yang manis, enak, tekstur yang lembut.

JIMVET. 01(4): (2017) ISSN :

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

POPULASI BAKTERI PADA TELUR AYAM LEGHORN SETELAH PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

JUMLAH TOTAL BAKTERI DAN COLIFORM DALAM AIR SUSU SAPI SEGAR PADA PEDAGANG PENGECER DI KOTA SEMARANG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

PENURUNAN TOTAL KOLONI BAKTERI DAGING AYAM PEDAGING

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ayam jantan ras White Cornish dari Inggris dengan ayam betina dari ras

BAB X PENGAWASAN MUTU

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

KEAMANAN MENGKONSUMSI SATE KAMBING DITINJAU DARI ASPEK PEMANASAN DAN TINGKAT CEMARAN MIKROBA DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR CHAIDIR TAUFIK

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Dr. Ir. Sutrisno, MAgr Ir. Abu Bakar, MS

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013.

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

CEMARAN MIKROBA PADA MAKANAN OLAHAN ASAL TERNAK

ANALISIS MIKROBIOLOGI BEBERAPA SUSU KEDELAI TANPA MEREK YANG BEREDAR DI KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN.

METODE Lokasi dan Waktu Materi

Y ij = µ + B i + ε ij

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

BAKTERI YANG MENCEMARI SUSU SEGAR, SUSU PASTEURISASI DAN CARA PENGENDALIANNYA Oleh: Dewi Hernawati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

Cemaran Mikroba Berdasarkan Angka Lempeng Total dan Angka Paling Mungkin Koliform pada Minuman Air Tebu (Saccharum officinarum) di Kota Pontianak

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JUMLAH CEMARAN Escherichia coli PADA DAGING AYAM BROILER DI PASAR RUKOH, BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

SNI Standar Nasional Indonesia. Susu pasteurisasi. Badan Standardisasi Nasional ICS

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

PENDAHULUAN Latar Belakang

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Pedagang, Tempat Penjualan, dan Penanganan Telur Data kuesioner mencakup pendidikan pedagang, lama waktu, jenis pemasok, lama waktu telur di tempat penjualan, cara penanganan telur, dan penyuluhan tentang penanganan telur. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para pedagang telur di pasar-pasar Provinsi Jawa Barat sangat beragam mulai dari tidak sekolah (3.5%), SD sederajat (31%), SMP sederajat (31%), SMA sederajat (31%) dan Perguruan tinggi (3.5%). Tingkat pendidikan para pedagang telur ini dapat mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan tentang pelaksanaan higiene dan sanitasi yang baik pada telur. Menurut hasil kuesioner sebesar (77%) pemasok telur di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat adalah pemasok tetap. Di pasar tradisional Kabupaten Bogor dan Purwakarta semua pedagang telur menerima pasokan telur dari pemasok tetap (100%), sedangkan beberapa pedagang di pasar Kabupaten Cianjur, Indramayu, dan Kota Cirebon masih menerima dari pemasok tidak tetap (20-40%). Upaya pelaksanaan kontrol pada telur yang dijual di pasar-pasar tradisional sangat dipengaruhi oleh pasokan telur dari pemasok tetap. Lama waktu penjualan telur di setiap kios di kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat berbeda-beda. Rata-rata waktu terlama telur habis terjual terdapat pada Kabupaten Bogor dengan waktu 9.6 hari dan rata-rata waktu tercepat telur habis terjual terdapat pada Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta dengan masing-masing waktu 1 hari (Tabel 6). Tabel 6 Pengamatan lama waktu penjualan telur di pasar tradisional kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Rata-rata lama telur habis terjual (hari) Terlama Tercepat Rata-rata Kabupaten Cianjur 2.4 1 1.2 Kabupaten Indramayu 2.8 1.6 1.8 Kabupaten Bogor 9.6 4.2 7.6 Kota Cirebon 2.6 1.2 1.8 Kabupaten Purwakarta 7 1 3.6

15 Penanganan telur yang dilakukan oleh para pedagang di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat tidak menyimpan telur dengan pendinginan. Semua pedagang telur (100%) menyimpan telur pada suhu kamar. Lamanya penyimpanan dapat menjadi faktor pemicu terjadinya kontaminasi pada telur. Menurut Standar Nasional Indonesia [SNI 3926:2008] tentang Telur Ayam Konsumsi, telur ayam paling lama disimpan pada suhu kamar maksimal 14 hari, dengan kelembaban antara 80-90%. Penyuluhan tentang penanganan telur yang baik adalah solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan para pedagang telur di pasar tradisional. Menurut hasil dari kuesioner hanya 2 dari 35 pedagang telur yang pernah menerima penyuluhan yaitu pedagang di Kabupaten Bogor. Jumlah Total Mikroorganisme pada Telur Ayam dan Bebek Pemeriksaan yang dilakukan terhadap 25 sampel telur ayam dan 10 sampel telur bebek adalah pemeriksaan jumlah total mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah total mikroorganisme telur ayam di Provinsi Jawa Barat adalah 1.3 x 10 5 dengan nilai maksimum 6.8 x 10 5 di Kota Cirebon dan nilai minimum sebesar 1.2 x 10 1 di Kabupaten Cianjur. Hasil yang diperoleh untuk rataan pada jumlah total mikroorganisme telur bebek di Provinsi Jawa Barat adalah 1.4 x 10 4 dengan nilai 2.8 x 10 4 untuk Kota Cirebon dan 1.2 x 10 3 untuk Kabupaten Indramayu. Hasil rataan jumlah total mikroorganisme pada telur ayam dan telur bebek yang dijual di pasar-pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7 Pemeriksaan jumlah total mikroorganisme pada telur ayam di Provinsi Jawa Barat No. Telur Ayam () 1 Kabupaten Purwakarta 1.2 x 10 2 2 Kabupaten Bogor 2.0 x 10 1 3 Kabupaten Cianjur 1.2 x 10 1 4 Kota Cirebon 6.8 x 10 5 5 Kabupaten Indramayu 2.9 x 10 2

16 Tabel 8 Pemeriksaan jumlah total mikroorganisme pada telur bebek di Provinsi Jawa Barat No. Telur Bebek () 1 Kota Cirebon 2.8 x 10 4 2 Kabupaten Indramayu 1.2 x 10 3 Berdasarkan hasil di atas, terlihat bahwa jumlah total mikroorganisme di setiap kabupaten/kota berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor misalnya : 1. Perbedaan kondisi sanitasi peternakan yang merupakan sumber telur ayam maupun bebek. 2. Perbedaan kondisi sanitasi pasar tradisional di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat. 3. Perbedaan penerapan higiene personal dari setiap pedagang telur ayam maupun bebek. Jumlah total mikroorganisme pada telur ayam dan bebek di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat setelah dibandingkan dengan syarat mutu mikrobiologis (SNI 3926:2008 tentang Telur Ayam Konsumsi) pada Tabel 9, ternyata ditemukan 1 dari 25 sampel telur ayam (4%) melebihi dari yang ditetapkan oleh SNI yaitu telur ayam yang berasal dari kota Cirebon sebesar 3.4 x 10 6 (Tabel 10) dan ditemukan 1 dari 10 sampel telur bebek (10%) yang jumlah total mikroorganismenya melebihi dari yang ditetapkan oleh SNI yaitu telur bebek yang berasal dari Kota Cirebon sebesar 1.2 x 10 5 (Tabel 11). Tabel 9 Persyaratan mutu mikrobiologis isi telur ayam konsumsi (SNI 3926:2008) No. Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Total Plate Count Maksimum 1x10 5 2 Coliform Maksimum 1x10 2 3 Staphylococcus aureus Maksimum 1x10 2 4 Salmonella sp. Per 25 Negatif 5 Eschericia coli MPN/ml Maksimum 5x10 1

17 Tabel 10 Jumlah total mikroorganisme pada setiap sampel telur ayam di 5 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Telur Ayam (butir ke-) 1 2 3 4 5 Kabupaten 20 10 10 10 10 Cianjur Kabupaten 40 300 1 000 100 10 Indramayu Kabupaten 10 10 10 60 10 Bogor Kota Cirebon 100 3 400 000 1 000 10 3 600 Kabupaten Purwakarta 13 15 14 290 310 Tabel 11 Jumlah total mikroorganisme pada setiap sampel telur bebek di 2 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Telur Bebek (butir ke-) 1 2 3 4 5 Kota Cirebon 22 000 120 000 150 110 100 Kabupaten Indramayu 10 80 10 6 000 100 Tabel 12 Tingkat jumlah total mikroorganisme pada telur ayam dan bebek (%) di Provinsi Jawa Barat No. Tidak Sesuai dengan SNI 3926:2008 Telur ayam (butir) Telur bebek (butir) 1. Kabupaten Cianjur 0/5-2. Kabupaten Indramayu 0/5 0/5 3. Kabupaten Bogor 0/5-4. Kota Cirebon 1/5 1/5 5. Kabupaten Purwakarta 0/5-1/25 (4 %) 1/10 (10 %) Gambaran Pedagang Telur dengan Jumlah Total Mikroorganisme pada Telur yang Dijual Menurut hasil penelitian terdapat 2 dari 35 sampel telur yang mempunyai jumlah mikroorganisme di atas standar SNI 3926:2008 yaitu sampel telur ayam

18 dan bebek yang berasal dari Kota Cirebon dengan hasil masing-masing adalah 3.4 x 10 6 dan 1.2 x 10 5. Setelah dikorelasikan dengan data kuesioner, kedua pedagang yang menjual telur tersebut memiliki tingkat pendidikan yang sama yaitu pada tingkat SMP dan salah satu dari pedagang tersebut membeli telur dari pemasok tidak tetap. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan pedagang dengan jumlah mikroorganisme pada telur yang dijualnya, ternyata tingkat pendidikan pedagang tidak berpengaruh terhadap jumlah mikroorganisme pada telur yang dijual. Hal ini dapat dilihat dari jumlah mikroorganisme yang terdapat pada telur yang dijual oleh pedagang yang tidak sekolah dengan pedagang yang memiliki tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi. Jumlah mikroorganisme dari telur yang dijual oleh kedua pedagang tersebut masing-masing adalah 1.0 x 10 1 cfu/ ml dan 6.0 x 10 1. Menurut hasil kuesioner, lama waktu penjualan telur tercepat terdapat di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta, sedangkan yang terlama terdapat di Kabupaten Bogor. Jika dibandingkan dengan jumlah total mikroorganismenya ternyata rataan jumlah total mikroorganisme pada daerah tersebut masih di bawah standar SNI 3926:2008. Rataan jumlah total mikroorganisme di Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Bogor berturut-turut adalah 1.2 x 10 1, 1.2 x 10 2, dan 2.0 x 10 1. Dilihat dari hasil kuesioner terdapat 2 dari 35 pedagang telur yang sudah mendapatkan penyuluhan tentang penanganan telur yang baik. Kedua pedagang tersebut adalah pedagang telur ayam dari pasar tradisional di Kabupaten Bogor. Jumlah mikroorganisme pada telur yang dijual oleh kedua pedagang tersebut sebesar 1.0 x 10 1. Hal ini merupakan hasil jumlah mikroorganisme yang terendah dari hasil penelitian. Penyuluhan terhadap pedagang telur tentang penanganan telur yang baik berarti cukup efektif untuk menekan kontaminasi mikroorganisme selama masa penjualan.