BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan.

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan komitmen yang dibentuk antara seorang pria dan

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugastugas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan adalah komitmen yang bersifat emosional dan legal antara dua orang untuk berbagi kedekatan secara fisik dan emosi, berbagi tugas-tugas serta sumbersumber ekonomi. Menurut Hurlock (1994) perkawinan adalah salah satu bentuk lembaga sosial yang penting dan tidak akan pernah berakhir. Selain itu, Berhm (dalam Rini, 2007) menyatakan bahwa perkawinan merupakan ekspresi akhir dari suatu hubungan yang mendalam dimana dua individu berikrar di depan umum didasarkan pada keinginan untuk menetapkan hubungan sepanjang hidupnya. Pada hakikatnya perkawinan adalah penyatuan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Perkawinan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan seksual, hak membesarkan anak secara legal dan membangun suatu divisi pekerjaan dengan pasangan. Idealnya perkawinan menawarkan intimasi, komitmen, persahabatan, kasih sayang, pemuasan seksual, pendampingan, dan peluang bagi pertumbuhan emosional, serta sumber identitas dan kepercayaan 1

2 diri yang baru (Gardiner dkk.;myers, dalam Papalia, Olds, dan Feldman,2008).Setiap individu tentunya menginginkan perkawinan yang sukses dan berlangsung hanya sekali dalam seumur hidup. Salah satu faktoryang dapat mempengaruhi stabilitas perkawinan adalah kepuasan perkawinan (Jorgensen dan Gaudy, 1980). Karney dan Bradbury (1995) mengatakanbahwa semakin tinggi kepuasan perkawinan yang dirasakan pasangan suami istri, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk terus bersama. Sebaliknya pasangan yang tidak merasakan kepuasan dalam perkawinannya cenderung memiliki keinginan untuk berpisah (Lavenson, Carstensen, Gottman, 1993). Spanier dan Cole (dalam Prasetya, 2007) mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai evaluasi subjektif mengenai perasaan seseorang atas pasangannya, atas perkawinannya dan atas hubungannya dengan pasangannya. Menurut Bradbury, Fincham, dan Beach(2000) kepuasan perkawinan adalah refleksi dari perasaan positif yang dirasakan pasangan lebih banyak daripada perasaan negatif terhadap hubungan mereka sehingga pernikahan dapat terus bertahan.bahr, Chappell, dan Leigh (1983) memandang bahwa kepuasan perkawinan dapat dirasakan oleh pasangan suami istri apabila kebutuhan, harapan, dan keinginandapat terpenuhi dalam perkawinan mereka. Apabila seseorang merasa puas terhadap pernikahan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya.

3 Kepuasan merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sebuah perkawinan karena bila seseorang merasa puas dengan perkawinan yang dijalaninya, maka dapat berpengaruh pada cara pendangnya terhadap diri sendiri, lingkungan, maupun masa depan, juga terhadap kesehatan mental dan fisiknya (Pujiastuti dan Retnowati, 2004) sehingga memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk mengalami depresi (Wishman dalam Day, 2009). Penelitian dari Dush, Taylor dan Kroeger (2008) juga menguatkan betapa pentingnya kepuasan perkawinan karena kepuasan perkawinan berkaitan erat dengan kesejahteraan psikologis serta diyakini sebagai sumber utama dalam kebahagiaan hidup seseorang (Rahmani, Khoei dan Gholi, 2009). Sebaliknya ketidakpuasan dalam perkawinan dapat menyebabkan munculnya berbagai konflik yang dapat membuat seseorang menderita secara lahir dan batin dan pada akhirnya membuat pasangan suami istri memutuskan untuk bercerai (Indrijati & Afni, 2011). Pasangan suami istri yang merasakan ketidakpuasan dalam perkawinannya biasanya sering mengalami perselisihan, banyak terlibat dalam pertengkaran, saling tidak mempedulikan satu sama lain sehingga hubungan menjadi dingin dan hambar, serta tidak dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan psikologis bagi keluarganya (Putri, 2010). Ketidakpuasan dalam perkawinan dirasakan oleh subjek yang berinisial O (49 tahun) yang peneliti wawacara sebelumnya. O mengatakan bahwa meskipun tidak sampai memutuskan untuk bercerai, namun O merasa tidak puas dengan perkawinannya karena menurut O suaminya bukan merupakan sosok ideal seperti

4 yang diharapkannya. O mengaku sering terlibat pertengkaran dengan suaminya karena hal-hal yang sepele. Selain itu O juga merasa suaminya kurang peduli dan kurang perhatian kepadanya sehingga hubungan mereka terasa hambar. Hal ini membuat O merasa tidak bahagia bahkan sering merasa iri jika melihat sosok suami yang sangat hangat kepada istri dan keluarganya, karena dulu sebelum menikah O mengharapkan mendapatkan suami yang penyayang, romantis, dan penuh kehangatan. Ketidakpuasan dalam perkawinan juga dirasakan oleh subjek yang berinisial M (35 tahun). M mengaku merasakan ketidakpuasan dalam perkawinannya karena menurut M ia tidak puas dengan kondisi perkawinannya. Istri M adalah seorang wanita karir yang bekerja di salah satu bank pemerintah. Hampir setiap hari istrinya pulang pukul 08.00 malam dengan alasan banyak pekerjaan kantor yang harus diselesaikan. Kesibukan di kantor membuat sang istri tidak dapat menjalankan perannya sebagai seorang istri dengan baik, M terbiasa untuk sarapan dan makan siang di luar dan untuk makan malam istrinya hanya memasak seadanya bahkan terkadang M yang harus menyiapkan makan malam karena melihat istrinya begitu kelelahan saat tiba di rumah. Kondisi seperti ini membuat M merasa perkawinannya tidak ideal karena menurutnya seharusnya istrinya lebih mementingkan keluarga daripada pekerjaan, padahal M sudah berkali-kali meminta istrinya untuk berhenti bekerja dan fokus mengurus keluarga.

5 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan, antara lain adanya kesamaan minat, nilai dan pandangan hidup, serta karakteristik kepribadian dari masing-masing pasangan (Shackelford, Besser, dan Goetz, 2008), latar belakang ekonomi keluarga (Ratra dan Kaur, 2004), tingkat pendidikan individu (Vaijayanthimala, Kumari, dan Panda, 2004), kehadiran anak (Twenge, Campbell, dan Foster, 2003), pola interaksi dengan pasangan (Larson dan Holman dalam Nuzullia, 2007), serta kepuasan seksual (Rahmani, Khoei, dan Gholi, 2009). Myers (dalam Desmita, 2010) menjelaskan bahwa ikatan perkawinan akan lebih menyenangkan dan langgeng apabila didasarkan pada persamaan minat dan nilai, saling berbagi perasaan dan dukungan, serta keterbukaan diri secara intim. Selain itu lamanya usia perkawinan juga dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan. Menurut siklus kehidupan keluarga yang dikemukakan oleh Duvall (dalam Bledsoe, 1991), dua tahun pertama masa perkawinan merupakan tahapan married couple atau tahapan dimana pasangan suami istri baru memulai kehidupan perkawinan. Menurut Klagsburg (dalam Aqmalia, 2006) ada beberapa karakteristik yang menggambarkan kepuasan perkawinan pada pasangan suami istri, antara lain pasangan dapat saling menerima satu sama lain, pasangan dapat hidup dengan kekurangan pada pasangannya ataupun kekurangan dalam perkawinannya, pasangan meyakini perkawinan sebagai hal permanen, pasangan

6 saling mempercayai satu sama lain, pasangan saling membutuhkan satu sama lain, serta pasangan menikmati kebersamaan dengan pasangannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Meeks, Hendrick, dan Hendrick (dalam Billeter, 2002) serta Waring dan Chelune (dalam Tubbs dan Moss, 2000), salah satu faktor yang dapat membangun kepuasan perkawinan adalah selfdisclosure atau pengungkapan diri. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Oluwole (200 8) yang menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara keterbukaan diri dengan kepuasan dalam berhubungan pada pasangan yang telah menikah. Pengungkapan diri merupakan salah satu kunci utama dalam komunikasi yang dapat membantu pasangan suami istri dalam membangun kepuasan perkawinan. Pengungkapan diriadalah penyampaian informasi penting tentang diri sendiri kepada orang lain (Stephan & Stephan, 1985). M enurut DeVito (2011 ) pengungkapan diri adalah penyampaian informasi yang biasanya tidak akan diungkapkan oleh individu dan individu akan secara aktif menjaga kerahasiaannya. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri ini harus dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan, atau dengan kata lain segala informasi yang disampaikan kepada pasangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pengungkapan diri merupakan komunikasi dua arah yang cenderung timbal balik. Ini merupakan suatu proses pertukaran yang dapat dan sering kali

7 mendorong pengungkapan diri yang lebih besar lagi dari pihak lainnya serta menimbulkan perasaan yang lebih positif di antara keduanya ( Tubbs dan Moss, 2000).Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jourard (Tubbs dan Moss, 2000) bahwa bila seseorang mengungkapkan sesuatu tentang dirinya pada orang lain, ia cenderung memunculkan tingkat keterbukaan balasan pada orang yang kedua. Menurut Johnson (dalam Gainau, 2009) pengungkapan diri dapat menciptakan kepercayaan, kepedulian, komitmen, pemahaman dan penerimaan diri, serta pertumbuhan pribadi dan juga persahabatan. Pengungkapan diri membuat pasangan suami istri dapat saling mengenal secara pribadi, mengetahui sikap dan pendapat pasangannya, serta dapat saling melengkapi. Informasi yang didapat dalam pengungkapan diri akan menghasilkan pemahaman sehingga individu berada pada posisi yang lebih baik untuk memperkirakan bagaimana pasangan akan berperilaku, nilai-nilai apa yang diyakini, atau apa yang mungkin dirasakan pasangan dalam situasi tertentu.individu juga membutuhkan pasangan untuk dapat melengkapi kebutuhannya dan individu perlu mengungkapkan diri agar pasangan dapat mengetahui kebutuhan atau keinginan individu. Hal ini menjelaskan bahwa pasangan suami isteri dapat saling memenuhi kebutuhan atau keinginan melalui pengungkapan diri serta mampu mempererat hubungan mereka (Knapp dan Vangelisti, 1992). Semakin banyak informasi yang didapat individu melalui pengungkapan diri membuat pemahaman individu terhadap pasangan menjadi lebih baik.

8 Semakin baik suatu hubungan maka individu semakin terbuka untuk mengungkapkan dirinya sehingga semakin benar persepsi individu tentang pasangan dan tentang dirinya. Individu tidak akan dapat memahami pasangan dengan benar jika pasangan tidak mau mengungkapkan bagaimana perasaan dan pikirannya. Selain itu, persepsi individu tentang pasangan akan terganggu bila pasangan tidak mengungkapkan diri (Jalaludin, 2008 ). Bradford, Feneey, dan Campbell (dalam Day, 2009) mengatakan tingkat pengungkapan diri yang rendah dapat membuat pasangan merasa cemas akan hubungannya. Pengungkapan diri yang mendapat respon positif berupa simpati dari pasangan membuat individu merasa dimengerti, diakui, dan dipedulikan oleh pasangan. Perasaan positif yang dirasakan individu mendorong individu untuk mengulangi perilaku pengungkapan diri. Dalam keadaan seperti ini, pengungkapan diri membuat individu dan pasangan dapat semakin saling mengenal serta memiliki kesempatan untuk membentuk keakraban. Pengungkapan diri menjadi komponen untuk membentuk keakraban yang diharapkan (Gardiner dkk.;myers, dalam Papalia, Olds, dan Feldman,2008). Pasangan suami istri yang dapat lebih jujur dan terbuka mengenai dirinya dalam komunikasi dengan pasangan akan dapat meningkatkan kepuasan perkawinannya, karena membuat pasangan lebih memahami mengenai perkawinannya dan membuat hubungan tersebut lebih kokoh terhadap stressor yang datang (Fitzpatrick dalam Rini, 2007). Sprecher dan Hendrick (dalam Day, 2009) menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan diri yang

9 dilakukan individu dalam sebuah hubungan maka semakin besar pula kecenderungan mereka untuk bertahan dalam hubungan tersebut.sebaliknya pasangan suami istri yang tidak jujur dan tidak terbuka dalam komunikasi dengan pasangan dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam perkawinan karena dapat menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang memicu konflik yang pada akhirnya berujung pada perceraian. Berdasarkan penjelasan ini peneliti tertarik untuk mengetahui kontribusi pengungkapan diri pada kepuasan perkawinan pada pasangan suami istri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena yang dijelaskan pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana hubungan antara pengungkapan diri dengan kepuasan perkawinan. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bagaimana hubungan antara pengungkapan diri dengan kepuasan perkawinan. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengungkapan diri dan kepuasan perkawinan telah banyak dilakukan baik oleh peneliti dari dunia internasional maupun peneliti dari Indonesia. Namun penelitian yang bertujuan untuk melihat korelasi maupun kontribusi pengungkapan diri terhadap kepuasan perkawinan masih sangat sedikit dilakukan. Salah satu penelitian yang berhasil mengungkap kontribusi

10 pengungkapan diri terhadap kepuasan perkawinan adalah penelitian yang dilakukan oleh Oluwole (200 8) pada wanita di Nigeria. Oluwole menemukan bahwa pengungkapan diri, sexual self-efficacy, dan spiritualitas berkorelasi positif terhadap kepuasan perkawinan pada wanita Nigeria. Selanjutnya Putri (2010) berhasil menemukan hubungan yang positif antara pengungkapan diri dengan kepuasan perkawinan pada istri yang bermukim di kota Semarang. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Davidson, Balswick, dan Halverson (1983) juga menemukan bahwa pengungkapan diri yang afektif berhubungan positif dengan kepuasan perkawinan pada pasangan suami istri di Texas, Amerika Serikat. Romdhon dan Wahyuningsih (2013) juga menemukan bahwa pengungkapan diri berkorelasi positif dengan kepuasan perkawinan dengan intimasi sebagai mediatornya. Selain itu beberapa penelitian juga dilakukan oleh peneliti untuk melihat kontribusi pengungkapan diri terhadap penyesuaian perkawinan dan kebahagiaan perkawinan.rini (2009) berhasil mengungkap bahwa pengungkap an diri berkorelasi positif terhadap penyesuaian perkawinan pada pasangan suami istri yang tinggal terpisah. Rini (2007) meneliti hubungan antara keterbukaan diri dengan kebahagiaan perkawinan pada pria dewasa awal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterbukaan diri berpengaruh secara signifikan terhadap kebahagiaan perkawinan pada pria dewasa awal yang tinggal di Jakarta. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, tampaknya belum banyak penelitian yang mencoba

11 untuk mencari peran pengungkapan diri terhadap kepuasan perkawinan di Indonesia, khususnya di kota Pekanbaru. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapatmemperkaya dan mengembangkan khazanah informasi tentang pengungkapan diri dan kepuasan perkawinan, serta hubungan pengungkapan diri dengan kepuasan perkawinan yang diharapkan dapat berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya dalam bidang psikologi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasangan suami istri, calon pengantin yang akan menikah, serta konselor perkawinan untuk dapat memahamiperan pengungkapkan diri terhadap kepuasan perkawinan.