BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Ringkasan Evaluasi atas implementasi sistem pengukuran kinerja di organisasi sektor publik semakin mendesak untuk diterapkan guna mendukung pencapaian cita-cita good governance. Dengan karakteristik yang berbeda dengan sektor privat, yang mana orientasi sektor publik lebih bersifat non kuantitatif serta banyaknya elemen yang terlibat menyebabkan pengukuran kinerja di sektor publik mengalami banyak kendala. Namun demikian sesuai amanah reformasi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, berbagai upaya untuk mewujudkan tujuan Negara, pengukuran kinerja harus terus dilakukan. Seperangkat aturan telah disiapkan oleh pemerintah dimulai dari diterbitkannya Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), dan terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Aturan ini diterbitkan untuk menjadi pedoman dalam rangka kewajiban pemerintah untuk mempertangggungjawabkan amanah rakyat yang telah dititipkan kepada aparatur Negara. Salah satu upaya untuk menjamin terselenggaranya pemerintahan yang bersih adalah dengan difungsikannya pengawasan. Pengawasan ditingkat daerah dilakukan oleh Inspektorat yang berperan sebagai APIP. Agar mencapai hasil pengawasan yang optimal, maka setiap temuan hasil pengawasan yang berupa 74
75 saran dan rekomendasi harus ditindaklanjuti oleh pimpinan obyek pemeriksaan secara konsisten dan bertanggung jawab. Dalam rangka meyakinkan bahwa rekomendasi telah ditindaklanjuti oleh obrik inilah kegiatan pemantauan TLHP memiliki peranan penting. Tanpa pemantauan TLHP kegiatan pengawasan hanya sebatas rutinitas dalam kegiatan pemerintahan. Lokus penelitian ini adalah Inspektorat Kabupaten Purworejo yang memiliki peran sebagai APIP di Kabupaten Purworejo. Sasaran dipilih karena berdasar laporan Larwasda 2014 diketahui bahwa jumlah tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan Aparat Pengawas Inspektorat Kabupaten Purworejo dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Data tersebut mengindikasikan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh Inspektorat kepada SKPD di Kabupaten Purworejo belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengukuran kinerja kegiatan pemantauan TLHP Inspektorat Kabupaten Purworejo, yang dilakukan dengan metode studi kasus. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan mengevaluasi implementasi sistem pengukuran kinerja kegiatan pemantauan TLHP dengan merujuk Permenpan dan RB Nomor 12 Tahun 2015 dan melakukan analisis indikator dengan menggunakan model logika, setelah itu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dalam rangka penyelesaian rekomendasi TLHP dari Aparat Pengawas Inspektorat Kabupaten Purworejo. Dengan cara ini diharapkan dapat menghasilkan penilaian yang obyektif untuk perbaikan kegiatan pemantauan TLHP Inspektorat Kabupaten Purworejo.
76 5.2. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Inspektorat Kabupaten Purworejo telah melakukan suatu sistem pengukuran kinerja kegiatan namun penilaian tersebut belum sesuai dengan yang tercantum dalam Permenpan dan RB Nomor 12 tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah. Penyusunan dan penerapan sistem pengukuran kinerja masih sebatas pada upaya melaksanakan kewajiban untuk melaporan kinerja yang terinci setiap kegiatan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk LKjIP Inspektorat Kabupaten Purworejo 2014. 2. Indikator kinerja kegiatan belum mendukung kinerja Inspektorat Purworejo. Kesimpulan ini diambil dari adanya ketidakselarasan indikator kinerja kegiatan yang disampaikan dalam dokumen Penerapan Kinerja (PK) dengan LKjIP 2014 Inspektorat Kabupaten Purworejo. 3. Hasil evaluasi berdasarkan model logika, indikator kinerja kegiatan yang diterapkan masih berorientasi pada aktivitas dan belum berorientasi pada hasil yang bermanfaat bagi obyek pemantauan. 4. Dalam penelitian ini terbukti mekanisme isomorfisma koersif terjadi dalam sistem pengukuran kinerja kegiatan di Inspektorat Kabupaten Purworejo. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan oleh Aparat Pengawas Inspektorat Kabupaten Purworejo, antara lain faktor sumber daya manusia. Sumber Daya Manusia
77 ini dibedakan menjadi dari sisi tim pemantau TLHP dan dari sisi obyek yang dipantau oleh tim pemantau TLHP Inspektorat. Faktor SDM ini terdiri atas faktor kualitatif yaitu tidak meratanya kompetensi anggota tim pemantau TLHP Inspektorat Kabupaten Purworejo sehingga kurang maksimal dalam melaksanakan pembinaan. Kedua, kurangnya jumlah personel dalam kegiatan pemantauan, dan kurangnya bimbingan teknis bagi tim pemantau TLHP. Sementara itu faktor SDM dari sisi obyek yang dipantau, meliputi kurangnya kompetensi SDM dalam melaksanakan tugas-tugas yang diemban, kedua kurangnya komitmen dari pimpinan obrik untuk menyelesaikan TLHP. Faktor kedua, adalah kurangnya perencanaan penganggaran, dalam hal ini perencanaan anggaran tidak melalui analisis mendalam, dan menggunakan anggaran tahun sebelumnya sebagai tolak ukur. Faktor ketiga, koordinasi dengan pihak internal dalam hal ini antara tim pengawas dan tim pemantau agar terdapat kesamaan persepsi mengenai tindakan yang diperlukan dalam upaya perbaikan yang harus dilakukan oleh obrik. Faktor keempat, koordinasi dengan pihak eksternal berupa kerjasama dengan instansi pembina langsung obyek yang sedang dipantau. Faktor kelima, rekomendasi dari APIP yang memang sulit ditindaklanjuti yang dalam hal ini diperlukan suatu kesepakatan mengenai bentuk dan tata cara penyelesaian rekomendasi antara tim pengawas dengan obrik yang nantinya pelaksanaannya akan diawasi oleh tim pemantau TLHP, dan terakhir faktor reward and punishment. Tanpa adanya mekanisme reward and punishment menyebabkan pihak-pihak yang
78 berkewajiban dalam penyelesaian tindak lanjut menjadi kurang memiliki kesadaran untuk menuntaskan pelaksanaan rekomendasi. 5.3. Rekomendasi Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, rekomendasi yang diberikan yaitu: a. Perlu dilakukan perbaikan sistem perencanaan kinerja kegiatan pemantauan TLHP. Perubahan indikator-indikator merupakan keharusan agar pengukuran kinerja dapat dilakukan secara obyektif dan sesuai dengan yang ditetapkan dalam aturan yaitu berorientasi pada hasil. b. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM yang terlibat dalam pemantauan TLHP, baik dari tim pemantau TLHP maupun dari obrik yang menjadi sasaran kegiatan. Peningkatan kualitas SDM tim pemantau TLHP yaitu dengan melaksanakan bimbingan teknis terkait dengan administrasi pemerintahan, pengawasan, dan keahlian khusus lainnya agar memiliki kemampuan dalam pembinaan penyelesaian TLHP. Peningkatan kuantitas dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi yang membidangi kepegawaian untuk menambah personil di Inspektorat Kabupaten Purworejo. Sedangkan dari sisi obrik peningkatan kuantitas dan kualiatas dapat dilakukan dengan mengadakan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk dilakukan bimbingan teknis tertentu serta melakukan rapat koordinasi di tingkat wilayah. Selain itu perlu dilakukan peningkatan kesadaran arti penting
79 komitmen untuk melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai aparatur Negara. c. Melaksanakan koordinasi baik internal maupun eksternal dengan pihak-pihak yang berkompeten untuk mempercepat upaya penyelesaian TLHP Inspektorat. d. Perlu dilakukan perubahan pola pelaksanaan kegiatan pemantauan TLHP yang semula dilaksanakan tanpa target kinerja menjadi berorientasi pada hasil. e. Diperlukan regulasi khusus yang mengatur tentang mekanisme reward and punishment bagi pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan penyelesaian TLHP Inspektorat. Dengan demikian tujuan pelaksanaan kegiatan tercapai untuk mencapai cita-cita Good Governance. 5.4. Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain: a. Penilaian hanya dilakukan untuk evaluasi kegiatan selama 1 (satu) tahun anggaran, yaitu tahun 2014. b. Penelitian ini belum membandingkan dengan penilaian kinerja tahun-tahun sebelumnya. c. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu kegiatan.