Dian Ayu Natalia. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

dokumen-dokumen yang mirip
Reni Rasyita Sari Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata kunci: hasil belajar, model pembelajaran Think-Pair-Share

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH

Desra Putri Devi. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang dialami langsung oleh siswa. Nana Sudjana. (2008:22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Dovan Julinur Rahsyaputra Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MATERI AKTIVITAS EKONOMI MELALUI MODEL MAKE A MATCH DI KELAS IV SDN II ARYOJEDING KABUPATEN TULUNGAGUNG

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL MAKE A MATCH DI KELAS 4 SDN SELOKAJANG 3 KABUPATEN BLITAR ARTIKEL

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT

Dita Agnes Dekasari Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

JURNAL SKRIPSI TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI. Oleh : Aditya Surya Pratama K PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

Merisa Aria Utama. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Shinta Arwidya Pendidikan Sosiologi Antropologi,Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta

MEIDITA CAHYANINGTYAS K

Lathifatus Sa adah 1 Soewalni Soekirno 2 dan Anggit Grahito Wicaksono 3 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Esty Setyarsih Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan kurikulum yang berlaku, karena kurikulum merupakan syarat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata kunci : Penerapan, Berbasis Masalah (problem based learning), Hasil Belajar, Sosiologi

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah

PENERAPAN KOMBINASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TWO STAY TWO STRAY

Alumnus S1 Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan

AGUNG SUPRIYANTO A Dibawah Bimbingan: Drs. Sumanto

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE THINK PAIR SHARE PADA MATERI TURUNAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

Singgih Bayu Pamungkas Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hesti Yunitasari Universitas PGRI Yogyakarta

Anna Revi Nurutami Universitas PGRI Yogyakarta

Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kenampakan Alam Dan Sosial Budaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

oleh : YOGI RAHAYU NPM : P

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Michael Ricy Sambora Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENJAGA KEUTUHAN NKRI MENGGUNAKAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW. Parjimin

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif, Make A Match, pretasi belajar.

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS IV JURNAL OLEH

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 1, Tahun 2012 Yolanda Dian Nur Megawati & Annisa Ratna Sari Halaman

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2013, hlm Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Strategi & Desain Pengembangan Sistem

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI KEPUTUSAN BERSAMA MENGGUNAKAN MODEL THINK PAIR AND SHARE

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

Eti Rahmawati. Program studi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ratih Rahmawati Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNINGUNTUKMENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI SISWA KELASX-9 SMA NEGERI EBAKKRAMAT TAHUN PELAJARAN

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TGT PADA STANDAR KOMPETENSI PERBAIKAN SISTEM PENGAPIAN SISWA KELAS XI TKR 3 SMK NEGERI 6 PURWOREJO TAHUN AJARAN

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Pendidikan Akuntansi

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

Sriwinda Mana a, Bonifasius Saneba, dan Anthonius Palimbong

commit 1to user BAB 1 PENDAHULUAN

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar.

LINDA ROSETA RISTIYANI K

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

UPAYA PENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI MELALUI PEMBELAJARAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVIII/November 2014

Jumiah Abd. Rasul, Jamaludin, dan Hasdin. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup, kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda

I. PENDAHULUAN. kehidupan sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang.

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Purhandayani SMP Teuku Umar Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tindakan kelas atau PTK (Classroom Action Research), dimana

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian dilakukan dalam 2 (dua) siklus. Setiap siklus terdiri dari tiga kali

METODE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG KELILING DAN LUAS SEGITIGA MELALUI PEMBELAJARAN PEER TEACHING

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar. Menurut Ahmadi (2002 : 45) Hasil belajar adalah hasil yang dicapai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian tindakan kelas atau PTK (Classroom Action Research). Reason &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH DI SMAN 1 MEDAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia dan memegang peranan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Sistem pendidikan nasional di era globalisasi seperti saat ini menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

Transkripsi:

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Dian Ayu Natalia Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Dian Ayu Natalia. K8411022. PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Juni 2015. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi pada siswa XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta yang terdiri dari 32 siswa. Sumber data utama berasal dari guru dan siswa. Teknik utama yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah observasi dan tes, sedangkan teknik pendukung menggunakan wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta. Berdasarkan hasil dari tahap pratindakan, siklus I, dan siklus II selalu mengalami peningkatan. Pada tahap pratindakan, rata-rata kelas pada kompetensi kognitif sebesar 2,82 naik menjadi 3,36 pada siklus I, kemudian naik lagi menjadi 3,38 pada siklus II. Sedangkan dilihat dari ketuntasan belajarnya, pada saat pra tindakan sebesar 23,33% naik menjadi 84,38% pada siklus I, kemudian naik lagi menjadi 90,62% pada siklus II. Pada kompetensi afektif, ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 87,5% lalu naik menjadi 90,62% pada siklus II. Pada kompetensi psikomotorik, rata-rata kelas mencapai 3,17 pada siklus I kemudian naik menjadi 3,31 pada siklus II dengan persentase ketuntasan belajar tetap yaitu sebesar 96,87%. Simpulan penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015. Kata Kunci : Penelitian Tindakan Kelas, Think Pair Share (TPS), Hasil Belajar.

PENDAHULUAN Setiap individu yang baru dilahirkan pada dasarnya memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut tidak bisa langsung berfungsi sebagaimana mestinya. Manusia perlu dididik agar potensi yang ada di dalam dirinya dapat berkembang seoptimal mungkin. Oleh sebab itu, pendidikan menjadi sesuatu yang esensial bagi manusia bahkan pendidikan menjadi suatu kebutuhan yang akan terus ada sepanjang kehidupan manusia. Hal tersebut sesuai dengan simpulan Driyarkara bahwa pendidikan merupakan sebuah gejala atau fenomena universal yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dimana ada kehidupan manusia disitulah pasti terdapat pendidikan (Siswoyo, 2011: 1). Mengenai hakikat pendidikan, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memberikan definisi sebagai berikut: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Undang-undang tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan memang sengaja diciptakan oleh manusia untuk mengembangkan setiap potensi yang dibawa sejak lahir sehingga mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Potensi tersebut tidak hanya berkaitan dengan aspek kognitif saja, melainkan juga aspek emosional, spiritual, dan sosial. Dengan demikian, melalui pendidikan diharapkan setiap individu mampu menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang berpengetahuan, berakhlak mulia, berkepribadian baik seperti yang diharapkan masyarakat, bangsa, dan Negara. Dalam rangka mengubah individu menjadi manusia seutuhnya, kita mengenal tiga lingkungan pendidikan yaitu pendidikan di keluarga (informal), sekolah (formal) dan masyarakat (non formal).

Merujuk pada pendidikan formal yang proses pendidikannya diselenggarakan di sekolah dan lazim diistilahkan dengan pembelajaran. Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran pastinya tidak terlepas dari kurikulum. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa kurikulum menempati posisi yang vital dalam penyelenggarakan pembelajaran yaitu sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada tanggal 15 Juli 2013 kurikulum pendidikan Indonesia resmi diganti dari KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) ke Kurikulum 2013. SMA Negeri 5 Surakarta merupakan salah satu sekolah yang menganut kurikulum 2013. Salah satu karakteristik kurikulum 2013 ialah digunakannya pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran yang meliputi kegiatan Mengamati- Menanya- Mengeksplorasi- Mengasosiasikan- Mengomunikasikan (5M). Kegiatan 5M ini merepresentasikan prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga dapat mengembangkan potensinya secara aktif. Selain itu, dalam kurikulum 2013 penilaian hasil belajar siswa meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal tersebut sesuai dengan tema kurikulum 2013 yaitu menghasilkan insan Indonesia yang: produktif, kreatif, inovatif, afektif; melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2014: 99). Sehubungan dengan itu, guru dituntut untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan bermakna bagi siswa melalui pendekatan saintifik. Namun dalam kenyataannya seringkali guru masih mengalami kesulitan untuk mewujudkan hal tersebut. Artinya guru belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien

sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan. Hal tersebut juga terjadi pada guru sosiologi kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta ketika melaksanakan proses pembelajaran di kelas XI IIS 4. Berdasarkan observasi yang dilakukan dalam proses pembelajaran sosiologi di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta, peneliti menemukan beberapa permasalahan yaitu: 1) Kondisi kelas seringkali tidak kondusif saat 10 menit pertama jam pelajaran sosiologi dimulai. Siswa masih ramai sendiri ketika guru masuk. Mereka belum menyiapkan buku catatan maupun LKS di mejanya. Bahkan dari antara mereka juga ada yang belum masuk kelas. Hal ini membuat jam pelajaran sosiologi menjadi tidak efektif sebagaimana mestinya; 2) Pengajaran yang dilakukan guru masih didominasi dengan metode ceramah. Guru menayangkan poin- poin materi pelajaran melalui slide powerpoint kemudian menjelaskannya kepada siswa. Guru biasanya menyelingi penyampaian materi dengan melakukan tanya jawab kepada siswa secara personal dengan cara memanggil nama siswa tersebut. Sehingga tidak tampak interaksi belajar antarsiswa dalam satu kelas saat proses pembelajaran; 3) Guru terlalu berpusat di depan kelas, artinya guru jarang sekali berjalan berkeliling untuk mendekati meja siswa satu persatu. Ternyata hal ini menyebabkan siswa yang duduk di bangku barisan belakang merasa lebih bebas dan cenderung melakukan aktivitasaktivitas yang seharusnya tidak dilakukan pada saat jam pelajaran; 4) Guru kurang tegas menegur siswa yang tidak tertib dalam kegiatan pembelajaran; 5) Minat siswa terhadap mata pelajaran sosiologi juga cenderung rendah. Hal ini tampak dari jumlah pertanyaan yang diajukan atau siswa yang mau menjawab pertanyaan guru sesuai dengan kesadarannya masih minim. Selain itu, selama observasi peneliti juga menemui bahwa sebagian besar siswa mengerjakan tugas rumah sosiologi di sekolah sebelum jam pelajaran sosiologi dimulai.

Beberapa permasalahan yang terjadi di dalam proses pembelajaran tersebut nampaknya juga berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil tes kognitif pra tindakan dengan materi Konflik, Kekerasan, dan Upaya Penyelesaiannya, diperoleh rata-rata kelas sebesar 2,82 sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) Sosiologi pada Kompetensi Dasar tersebut adalah 3,00 sesuai skala penilaian kurikulum 2013. Artinya, rata-rata kelas XI IIS 4 masih berada di bawah KKM yang sudah ditetapkan. Kemudian dilihat dari persentase ketuntasan belajar siswa, jumlah siswa yang dikategorikan tuntas yaitu sebesar 23,33% atau 7 siswa yang berhasil memperoleh nilai 3 sedangkan 76,67% sisanya atau sebanyak 23 siswa belum mencapai KKM. Beberapa permasalahan tersebut di atas menggambarkan bahwa proses pembelajaran yang diciptakan oleh guru belum mampu menggali potensi siswa secara maksimal. Salah satu cara untuk menggali potensi siswa adalah dengan menerapkan prinsip student centered learning, artinya kegiatan pembelajaran dipusatkan ke siswa sedangkan guru berperan sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator belajar. Dalam prinsip student centered learning, siswa dituntut aktif untuk menemukan sendiri pengetahuannya, bekerja untuk memecahkan masalah, dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri. Dalam kata lain, siswa menjadi subjek belajar. Prinsip ini sesuai dengan teori belajar konstruktivistik menurut Trianto (2007) yang menyatakan: Teori konstruktivistik menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (hlm. 13).

Berdasarkan refleksi bersama atas masalah yang ditemukan dalam pembelajaran sosiologi di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta, peneliti dan guru kolaborator bersepakat untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan dalam suatu kelompok kecil yang beranggotakan 2 sampai dengan 6 orang. Dalam kelompok tersebut siswa harus saling mendukung untuk dapat mendapatkan sukses bersama sehingga di antara mereka tercipta rasa saling ketergantungan yang positif dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Selain itu, model pembelajaran kooperatif juga mampu memberikan suasana belajar yang berbeda jika dibandingkan dengan pembelajaran model ceramah. Hal ini dikarenakan pembelajaran kooperatif akan menuntut siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak hanya sekedar duduk diam menerima informasi atau pengetahuan dari guru. Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe antara lain Jigsaw, Think Pair Share, Number Heads Together, Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make A Match, Listening Team I, Inside-Outside Circle, Bamboo Dancing, Point- Counter-Point, The Power Of Two dan Listening Team II (Suprijono, 2012: 89-101). Dari berbagai tipe pembelajaran kooperatif yang ada, peneliti dan guru kolaborator memilih pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Tipe ini merupakan pembelajaran kooperatif yang berorientasi pada teori belajar konstruktivistik. Pada model ini siswa dituntut untuk menemukan atau membangun konsepnya sendiri terlebih dahulu (tahap think). Baru kemudian mereka diberi waktu untuk diskusi berpasangan dengan teman sebangkunya (tahap pair) dan dilanjutkan dengan presentasi dari masing-masing kelompok (tahap share). Think Pair Share (TPS) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif yang lainnya yaitu memungkinkan siswa untuk berpikir secara individual maupun kelompok,

waktu yang digunakan untuk pembentukan kelompok lebih singkat, meningkatkan partisipasi dan tanggungjawab, cocok diterapkan di semua mata pelajaran, serta mengasah keterampilan sosial. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti dan guru kolaborator mengadakan penelitian tindakan kelas yang berjudul "PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015. METODE PENELITIAN Tempat yang digunakan dalam penelitian adalah kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IIS 4 yang berjumlah 32 siswa. Pada kelas tersebut ditemukan beberapa permasalahan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari observasi, tes, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif artinya peneliti menyampaikan hasil peneltiian menggunakan deskripsi yang jelas tentang proses dan hasil belajar sosiologi di kelas tersebut. Data utama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah proses dan hasil belajar siswa yang meliputi kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar sosiologi siswa setelah penerapan tindakan. Indikator capaian dalam penelitian adalah suatu acuan yang digunakan untuk mengetahui apakah target penelitian sudah tercapai atau belum. Berikut adalah indikator capaian dalam PTK ini:

Variabel yang diukur Hasil Belajar Kognitif Hasil Belajar Afektif Hasil Belajar Psikomotor Target Capaian Rata-rata kelas 3 dengan ketuntasan belajar 80% Ketuntasan belajar 90% Rata-rata kelas 3 dengan ketuntasan belajar 90% Cara Mengukur Dihitung berdasarkan nilai siswa setelah mengerjakan soal tes evaluasi tiap siklus Dihitung berdasarkan observasi selama pembelajaran berlangsung Dihitung berdasarkan observasi ketika siswa berdiskusi dan presentasi Keberhasilan dalam penelitian ini jika dilihat dari kompetensi kognitif harus melebihi target capaian yakni rata-rata kelas 3 dengan ketuntasan belajar 80%. Pada kompetensi afektif, siswa dikategorikan tuntas jika mendapat predikat minimal baik dan ketuntasan belajar diharapkan melebihi 90%. Pada kompetensi psikomotorik, rata-rata kelas diharapkan 3 dengan ketuntasan belajar 90%. SIKLUS I Perencanaan Siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Hasil dalam tahap perencanaan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, bahan diskusi, materi ajar, serta lembar observasi guru dan siswa. Pelaksanaan Pada siklus I ini, penelitian dilaksanakan pada tanggal 19, 26, dan 28 Maret 2015. Setiap pertemuan dilaksanakan selama 2 x 45 menit. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Observasi Berdasarkan hasil tes evaluasi pada siklus I, rata-rata kelas XI IIS 4 adalah 3,36 dengan ketuntasan belajar sebesar 84,38%. Pada kompetensi afektif, rata-rata kelas mencapai 3,24 dengan ketuntasan belajar 87,5%. Terakhir pada kompetensi psikomotorik, rata-rata kelas adalah 3,17 dengan ketuntasan belajar sebesar 96,87%.

Refleksi Pada kompetensi afektif, ketuntasan belajar baru 87,5%, artinya belum mencapai target penelitian yaitu 90%. Berdasarkan hasil refleksi antara guru dan peneliti, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Guru harus lebih memahami alur model pembelajaran Think Pair Share sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan RPP. 2. Guru perlu memberikan intermezzo agar suasana belajar terkesan tidak kaku. 3. Guru sebaiknya menggunakan media pembelajaran yang berbeda lagi agar siswa tidak merasa jenuh. SIKLUS II Perencanaan Setelah mengetahui kelebihan dan kekurangan pelaksanaan siklus I melalui kegiatan refleksi bersama guru kolaborator, maka perlu dilaksanakan siklus berikutnya. Siklus II direncanakan akan dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan. Pada tahap ini, guru dan peneliti mempersiapkan RPP, materi, dan bahan diskusi berupa cuplikan film. Pelaksanaan Awalnya siklus II direncanakan akan dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan, namun karena materi pada siklus II merupakan materi baru dalam kurikulum 2013 guru perlu menambah satu kali pertemuan untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada siswa. Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 2, 4, 9, dan 11 April 2015. Pertemuan pertama, ketiga, dan keempat dilaksanakan selama 2 x 45 menit sedangkan pada pertemuan kedua selama 1 x 45 menit. Observasi Berdasarkan hasil tes evaluasi yang dilakukan pada akhir siklus II, diperoleh hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pada kompetensi kognitif, rata-rata kelas pada siklus I adalah 3,36 naik menjadi 3,38 pada siklus II dengan ketutasan belajar sebesar 84,38% menjadi 90,62%. Pada kompetensi afektif, ketuntasan belajar yang semula sebesar 87,5% pada siklus I naik menjadi

90,62% pada siklus II. Pada kompetensi psikomotorik, rata-rata kelas yang semula 3,17 pada siklus I naik menjadi 3,31 pada siklus II dengan ketuntasan belajar tetap yaitu 96,87%. Refleksi Menurut indikator capaian, pada siklus II sudah melebihi target yaitu rata-rata kelas kompetensi kognitif dan psikomotorik > 3 dan ketuntasan belajar kompetensi afektif telah mencapai 90,62%. Berdasarkan refleksi tersebut, peneliti dan guru sepakat untuk menghentikan penelitian. Kekurangan-kekurangan yang muncul di siklus I sudah diperbaiki di siklus II ini. REVIEW LITERATUR Pembelajaran merujuk pada suatu kegiatan guru dalam menfasilitasi siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dalam kata lain, siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dalam kegiatan pembelajaran. Berkaitan dengan definisi pembelajaran, Sugihartono, dkk. dalam Irham & Novan (2013) menyatakan, pembelajaran sebagai suatu upaya yang dilakukan pendidik atau guru secara sengaja dengan tujuan menyampaikan ilmu pengetahuan, dengan cara mengorganisasikan dan menciptakan suatu sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal (hlm. 131) Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembelajaran adalah suatu upaya guru dalam mengoordinasi lingkungan belajar dengan sebaik mungkin melalui berbagi metode agar siswa dapat belajar dengan maksimal. Selanjutnya Artz dan Newman dalam Huda (2013: 32) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai small group of learners working together as a team to solve problem, complete a task, or accomplish a common goal, yang berarti bahwa pembelajaran kooperatif adalah kelompok belajar kecil yang bekerjasama sebagai sebuah tim untuk

memecahkan permasalahan, melengkapi tugas, atau mencapai suatu tujuan bersama. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Think Pair Share (TPS). Sesuai dengan namanya, pembelajaran kooperatif dengan tipe ini diawali dengan tahap berpikir secara individual (think), tahap berpasangan dengan rekan sebangku untuk menyuusn suatu konsensus jawaban (pair), dan tahap berbagi di muka kelas dengan cara mempresentasikan hasil diskusi (share). Beberapa kelebihan TPS menurut Huda (2013:136) yaitu: 1) memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain; 2) mengoptimalkan partisipasi siswa, memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain; dan 4) bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Dalam penelitian ini peneliti mengambil fokus pada hasil belajar. Hasil belajar merupakan kemampuankemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar disini menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu hasil belajarnya pun akan menyangkut ketiga aspek tersebut. Hal ini sesuai dengan simpulan Bloom, bahwa secara garis besar hasil belajar itu diklasifikasikan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik (Sudjana, 2011:22). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan indikator capaian yang telah ditetapkan dalam penelitian, hasil penelitian dinyatakan berhasil. Berikut adalah hasil capaian penelitian mulai dari tahap pra tindakan, siklus I, dan siklus II: 1. Kompetensi Kognitif Kriteria Pra Tindakan Siklus I Siklus II Tuntas 23,33% 84,38% 90,62% Jumlah 7 27 29 Tidak Tuntas 76,67% 15,62% 9,38% Jumlah 23 5 3 Rata-rata 2,82 3,36 3,38

2. Kompetensi Afektif Kriteria Siklus I Siklus II Tuntas 87,5% 90,62% Jumlah 28 29 Tidak Tuntas 12,5% 9,38% Jumlah 4 3 Rata-rata 3,24 3,56 3. Kompetensi Psikomotorik Kriteria Siklus I Siklus II Tuntas 96,87% 96,87% Jumlah 31 31 Tidak Tuntas 9,38% 9,38% Jumlah 1 1 Rata-rata 3,17 3,31 Jadi, setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share hasil belajar siswa kelas XI IIS 4 SMA N 5 Surakarta mengalami peningkatan dibandingkan ketika tahap pra tindakan. Hasil belajar tersebut meliputi kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemudian dilihat dari segi proses, siswa menjadi lebih berani dan percaya diri menyampaikan pendapatnya. Suasana belajar juga menjadi lebih menyenangkan karena siswa dapat melakukan interaksi belajar dengan rekan sebayanya. Selain itu, bahan diskusi yang dibuat bervariasi juga tidak membuat siswa merasa jenuh. Sedangkan dari segi guru, mobilitas guru di kelas menjadi lebih besar karena beliau harus memonitor dan membimbing setiap kelompok TPS yang ada. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus pertama dilakukan dalam tiga kali pertemuan sedangkan siklus kedua dilakukan sebanyak empat kali pertemuan. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksaan tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian yang dilakukan selama siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

mampu meningkatkan hasil belajar sosiologi pada siswa XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari hasil rata-rata nilai sosiologi pada tes evaluasi tiap akhir siklus. Berdasarkan hasil dari tahap pratindakan, siklus I, dan siklus II selalu mengalami peningkatan. Pada tahap pratindakan, rata-rata kelas pada kompetensi kognitif sebesar 2,82 naik menjadi 3,36 pada siklus I, kemudian naik lagi menjadi 3,38 pada siklus II. Sedangkan dilihat dari ketuntasan belajarnya, pada saat pra tindakan sebesar 23,33% naik menjadi 84,38% pada siklus I, kemudian naik lagi menjadi 90,62% pada siklus II. Pada kompetensi afektif, ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 87,5% lalu naik menjadi 90,62% pada siklus II. Pada kompetensi psikomotorik, rata-rata kelas mencapai 3,17 pada siklus I kemudian naik menjadi 3,31 pada siklus II dengan persentase ketuntasan belajar tetap yaitu sebesar 96,87%. Saran Peneliti memberikan saran untuk beberapa pihak sebagai berikut: 1. Bagi Guru a. Guru sebaiknya mempelajari variasi model pembelajaran dan menerapkannya di kelas sehingga siswa merasa tidak jenuh dan semakin tertarik untuk belajar. b. Guru sebaiknya lebih bersikap tegas kepada siswa yang kurang tertib di kelas. 2. Bagi Siswa a. Siswa hendaknya lebih percaya diri ketika mengajukan maupun menjawab pertanyaan yang berasal dari guru dan siswa lain di kelas. b. Siswa sebaiknya lebih aktif untuk mencari sumber belajar lain dan tidak hanya bergantung pada materi yang disampaikan oleh guru. 3. Bagi Sekolah a. Sekolah sebaiknya memfasilitasi guru yang akan meningkatkan profesionalitasnya melalui penelitian tindakan kelas. b. Sekolah hendaknya memberikan penghargaan dan

apresiasi bagi guru yang berprestasi sehingga memacu semangat guru untuk terus berkembang. c. Sekolah perlu mengadakan seminar tentang variasi model pembelajaran yang inovatif agar guru-guru dapat menerapkannya di kelas. DAFTAR PUSTAKA Huda, Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Irham, Muhamad dan Novan Ardy Wiyani. (2013). Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Mulyasa, H.E. (2014). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya Siswoyo, Dwi dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suprijono, Agus. (2012). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)