I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang.

V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nawacita Joko Widodo dan Jusuf Kalla tahun tentang

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan para

INDUSTRI.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian. karena sektor ini akan banyak menyerap tenaga kerja.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan, UMKM juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang akan mengalami pertumbuhan lebih lambat dari pada yang. tumpuan harapan bagi pembangunan (Purnama, 2013).

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

BAB III DISKRIPSI LEMBAGA. A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar


BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan krisis global pada tahun Kementrian Koperasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan benteng penyelamat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nia Nurlina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

PENGEMBANGAN USAHA PEREMPUAN BAGI KESEJAHTERAAN KELUARGA MELALUI KEWIRAUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

I. PENDAHULUAN. et al. (2002), sistem agribisnis adalah rangkaian dari berbagai subsistem mulai

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional baik di bidang ekonomi maupun sosial, termasuk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. harapan untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di lingkup Indonesia, akan tetapi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN MODAL DASAR PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata. Dalam

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI JAWA TENGAH

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

Statistik KATA PENGANTAR

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi usaha kecil dalam perekonomian Indonesia menjadi semakin penting terutama setelah krisis melanda Indonesia. Kelompok usaha kecil pada saat krisis ekonomi dipandang telah menunjukkan kekuatan dan potensi sesungguhnya dalam hal daya tahan menghadapi guncangan maupun dalam hal peranannya sebagai salah satu motor penggerak ekonomi yang penting (Widyaningrum, 2003). Terdapat beberapa argumen yang memperkuat dukungan terhadap pentingnya penguatan usaha kecil. Pertama, banyak usaha kecil-mikro terbukti lebih tahan dalam menghadapi krisis daripada banyak usaha besar. Hasil studi monitoring yang dilaksanakan pada tahun 1999 oleh AKATIGA dan The Asia Foundation menunjukkan bahwa dari 800 responden usaha kecil yang diambil di empat propinsi, 33 persen diantaranya menunjukkan penurunan, 28 persen menunjukkan kenaikan atau 39 persennya turun namun menyimpan potensi naik (AKATIGA dan The Asia Foundation, 1999). Antara tahun 2000 2003 jumlah unit usaha kecil secara nasional mengalami pertumbuhan sebesar 9,46 persen, usaha menengah sebesar 13,46 persen dan usaha besar 13,68 persen ( Kementrian KUKM, 2004). Kedua, unit usaha kecil telah mampu menjadi sarana pemerataan kesejahteraan rakyat. Usaha-usaha kecil menyerap tenaga kerja yang besar dengan jumlahnya yang besar serta sifatnya yang umumnya padat karya. Usaha mikro, kecil dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45 persen tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode 2000 2003, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang. Pada sisi lain, usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang selama periode 2000 2003 (Kementrian KUKM, 2005). Ketiga, di dalam kondisi krisis usaha dan investasi yang masih berjalan dengan baik adalah investasi pada usaha-usaha yang berskala kecil. Perluasan

2 produk pasar ekspor yang mungkin dilakukan, seperti pada komoditas garmen, agribisnis, serta pengolahan hasil hutan, merupakan produk-produk yang pengerjaannya banyak melibatkan dan dilakukan oleh pelaku usaha kecil (Widyaningrum, 2003). Produk Domestik Bruto yang disumbangkan oleh sektor usaha kecil antara tahun 1997 2003 mengalami pertumbuhan sebesar 7,06 persen, sementara usaha menengah mengalami penurunan 3,25 persen dan usaha besar mengalami pertumbuhan 0,91 persen dari pertumbuhan total sebesar 2,59 persen. Dalam kurun waktu antara tahun 2001-2004, usaha kecil menyumbangkan PDB non migas rata-rata 46 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usaha menengah yang hanya menyumbang 17,27 persen dan usaha besar sebesar 36,73 persen ( Kementrian KUKM, 2004). Dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,86 persen di tahun 2004 hanya 0,84 persen saja yang berasal dari Usaha Menengah. Sebaliknya walaupun akselerasi pertumbuhan kelompok Usaha Kecil dan Besar tidak secepat Usaha Menengah, namun dengan peranannya yang cukup besar dalam penciptaan nilai tambah nasional, sumbangan kedua kelompok usaha ini menjadi cukup tinggi. Pada tahun 2004 sumbangan Usaha Kecil dan Besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sama besarnya yaitu 2,01 persen (Kementrian KUKM, 2005). Pada tahun 2004 jumlah usaha kecil di kabupaten Pemalang adalah 6.723 unit atau 99,72 persen dari keseluruhan unit usaha yang ada. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha kecil 39.557 orang atau 92,8 persen. Persentase investasi usaha kecil sebesar 96,05 persen dan persentase produksi 83,67 persen (BPS Kabupaten Pemalang, 2004). Secara rinci Industri kecil di Kabupaten Pemalang sektor Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan berjumlah 3.831 unit dengan menyerap tenaga kerja 10.488 orang. Sektor Industri Elektronika, Tekstil dan Aneka berjumlah 2.284 unit dengan menyerap tenaga kerja 15.352 orang. Sektor Industri Logam dan perekayasaan berjumlah 608 unit dan menyerap tenaga kerja 1.176 orang. Sehingga secara keseluruhan berjumlah 6.723 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja 27.940 orang (Diperindagkop Kab Pemalang, 2004). Kontribusi industri mikro dalam hal penyerapan tenaga kerja tersebut merupakan suatu hal yang sangat berarti di tengah kondisi perekonomian nasional dewasa ini yang telah mengakibatkan PHK yang tidak sedikit. Pada industri besar di Kabupaten Pemalang, antara

3 tahun 2002 2004 telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 770 orang karyawan. Pemberlakuan otonomi daerah yang bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi nasional dan global telah menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan program otonomi daerah, pendekatan pembangunan ekonomi lokal (local economic development) selayaknya diarahkan pada peningkatan dan pemanfaatan unsurunsur lokal (indigenous) yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sosio kultural, dan lokasi strategis pembangunan daerah. Dengan pendekatan ini diharapkan daerah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara mandiri didasarkan pada keuntungan kompetitif dan keuntungan komparatif (Syaukat, 2006). Kabupaten Pemalang menaruh perhatian serius terhadap usaha mikrokecil yang berada di wilayahnya. Hal tersebut tercermin dalam salah satu misinya untuk : Memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi daerah, terutama pengusaha mikro, menengah dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan yang berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kabupaten Pemalang mempunyai sentra industri mikro konveksi di wilayah kecamatan Ulujami dan kecamatan Comal. Kelurahan Purwoharjo yang terletak di Kecamatan Comal merupakan salah satu lokasi sentra usaha mikro konveksi tersebut. Berdasarkan hasil pemetaan sosial di wilayah Kelurahan Purwoharjo, di lokasi ini terdapat beberapa aktivitas usaha ekonomi produktif. Aktivitas tersebut antara lain : industri mikro pakaian jadi (konveksi) di wilayah RW 9 (dusun Serdadi) berjumlah 154 unit, industri mikro kue semprong sejumlah 20 unit di RT 05 RW 03 (dusun Posongan) yang sudah berlangsung secara turun temurun dan di RW 04 dan RW 06 (dusun Balutan) dulu terkenal dengan kerajinan kurungan ayam dari bambu namun sekarang tinggal 3 orang pengusaha yang masih menekuni karena harga jual rendah dan pemasarannya semakin susah. Dari ketiga jenis usaha kecil tersebut yang sudah pernah mendapatkan pembinaan dan bantuan Diperindagkop Kabupaten Pemalang

4 adalah industri mikro kue semprong dan konveksi (Waluyo, 2005). Apabila dibandingkan dengan 2 jenis usaha kecil lainnya, industri mikro konveksi mempunyai populasi ter banyak dan lebih prospektif. Pembinaan kepada industri mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo sudah dimulai sebelum otonomi daerah melalui KIK, KUK, KMKP dan program Bapak Angkat-mitra usaha BUMN. Setelah pelaksanaan otonomi daerah, pembinaan dari Diperindagkop Kabupaten Pemalang, antara lain adalah sosialisasi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan bantuan pendaftaran hak merk industri mikro pada tahun anggaran 2002 2004 serta sosialisasi Peraturan Daerah No 18 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri pada tahun 2003. Hasil pendataan industri oleh Diperindagkop Kabupaten Pemalang pada Tahun Anggaran 2004 menunjukkan bahwa di Kelurahan Purwoharjo terdapat 88 unit industri mikro yang sudah memiliki TDI dengan tenaga kerja 1053 Orang dan 66 unit industri mikro yang tidak memiliki TDI dengan tenaga kerja 443 Orang. Jadi secara keseluruhan berjumlah 154 industri mikro (Diperindagkop Kab. Pemalang, 2004). Usaha kecil di Kabupaten Pemalang tidak jauh berbeda kondisinya dengan ditempat lain pada umumnya, sebagaimana hasil berbagai studi dalam pengembangan usaha kecil di Indonesia yang menunjukkan bahwa usaha kecil mengalami kelemahan hampir di seluruh aspek, seperti pengadaan bahan baku, teknik produksi, manajemen, permodalan, pemasaran dan sumber daya manusia (Usman,1997). 1.2 Rumusan Masalah Usaha mikro konveksi dapat berjalan baik dan berkembang bila didukung oleh kepemilikan modal yang memadai untuk pengadaan bahan baku dan biaya produksi yang cukup dan kontinyu. Liedholm dalam Haryadi dkk (1998) menyampaikan bahwa perbedaan dalam tahap perkembangan usaha berimplikasi terhadap kebutuhan permodalan. Usaha-usaha yang berada dalam tahap rintisan memiliki kebutuhan modal untuk investasi. Pada tahap perkembangan selanjutnya, kebutuhan modal berkembang menjadi kebutuhan akan modal kerja. Tahap akumulasi modal membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan skala usaha. Berdasarkan hasil observasi, industri mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo berada dalam tahap rintisan dan berkembang.

5 Artinya pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo membutuhkan modal untuk investasi (pembelian alat produksi) dan modal kerja. Usaha mikro konveksi merupakan industri pengolahan yaitu mengolah bahan baku berupa kain menjadi barang jadi (celana pendek, celana kolor dan seragam sekolah). Salah satu permasalahan dalam usaha ini adalah masalah pengadaan bahan baku. Bahan baku kain perlu segera diproses menggunakan alat produksi yang dimiliki. Teknologi / alat produksi berupa mesin jahit, mesin obras dan peralatan lain yang dimiliki mempengaruhi kapasitas produksi usaha mikro konveksi. Peralatan tersebut harus dioperasikan oleh sumberdaya manusia (tenaga kerja) yang terampil dalam jumlah yang cukup untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan jumlah yang cukup guna memenuhi permintaan pasar. Produk yang dihasilkan perlu segera dipasarkan untuk memperoleh keuntungan melalui jaringan pemasaran dan sistem pemasaran yang berlaku. Hampir menjadi ciri umum bahwa produk usaha kecil diproduksi terutama untuk mengisi pasar lokal domestik. Istilah pasar domestik merujuk pada pasar lokal, pasar regional (di luar provinsi tempat usaha kecil berada) dan pasar nasional (Haryadi, 1998). Pemasaran produk yang baik memerlukan informasi pasar yang tepat. Untuk dapat mengembangkan usaha mikro diperlukan perluasan jaringan pemasaran. Selain jaringan pemasaran juga diperlukan jaringan kerja sama dalam hal pengadaan bahan baku, permodalan dan informasi pasar yang meliputi informasi mode dan harga. Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam kajian ini mencoba mencari jawaban atas masalah-masalah berikut : 1. Seberapa jauh pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo dihadapkan pada permasalahan permodalan, akses bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama dan pemasaran serta sumberdaya manusia? 2. Bagaimana upaya yang diperlukan untuk mengembangkan usaha mikro konveksi tersebut?

6 1.3 Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi permasalahan usaha mikro konveksi dalam hal permodalan, akses bahan baku, akses teknologi, jaringan kerja sama dan pemasaran serta sumberdaya manusia. 2. Menyusun rancangan program pengembangan usaha mikro konveksi secara partisipatif 1.4 Kegunaan Kajian Kajian ini berguna untuk memahami fenomena yang ada dalam kegiatan usaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo dan menganalisisnya dalam upaya merumuskan konsep pengembangan usaha mikro tersebut secara partisipatif. Kegunaan bagi pengguna, dalam hal ini bagi pengusaha mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo adalah untuk memberi alternatif rancangan pengembangan usaha mereka secara partisipatif. Bagi Pemda Kabupaten Pemalang khususnya Diperindagkop Kabupaten Pemalang adalah memberikan alternatif pendekatan dan strategi dalam intervensi pengembangan Industri mikro konveksi di Kelurahan Purwoharjo maupun pembinaan industri mikro yang lain.