Vol. 3 No. 1 (214) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 26-3 PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMAN 1 BATANG ANAI Fadhila El Husna 1), Fitrani Dwina 2), Dewi Murni 3) 1) FMIPA UNP, email: fadhilaelhusna@ymail.com 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract The mathematical concept understanding is a basic knowledge to achieve the higher mathematical abilities. In fact, mathematical concept understanding of students in class X of Senior High School 1 Batang Anai in academic year 213/214 was still low because of the strategy which was used by teacher was not enough to develop their thinking proccess. One of attempt to solve this problem is by applying Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, and Transferring (REACT) strategy. The purpose of this research is to find out whether mathematical concept understanding of students who learn by using REACT strategy is better than students who learn by using conventional learning. This research type is quasi experiment with Static Group Design. The result of this research indicates that mathematical concept understanding of students who learn by using REACT strategy is better than students who learn by using conventional learning. Keywords Mathematical concept understanding, REACT strategy PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu mengenai strukturstruktur dan hubungannya. Konsep dalam matematika bersifat hierarkis sehingga ketidakpahaman terhadap suatu konsep akan mengakibatkan kesulitan dalam memahami konsep selanjutnya. Pemahaman terhadap konsep merupakan kemampuan dasar untuk mancapai kemampuan matematis yang lebih tinggi seperti penalaran, koneksi, komunikasi, representasi, dan pemecahan masalah. Berdasarkan [1], salah satu kemampuan yang diharapkan dari siswa pada pembelajaran matematika yaitu kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Oleh sebab itu, kemampuan pemahaman konsep merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Kemampuan pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa untuk dapat mengerti konsep yang diajarkan guru [5]. Kemampuan pemahaman konsep ditunjukkan dengan kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep yang telah dipelajari dengan kata-kata sendiri. Dalam [8] diuraikan indikator kemampuan pemahaman konsep matematika yaitu mampu: (1) menyatakan ulang sebuah konsep; (2) mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya; (3) memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep; (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; (5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep; (6) menggunakan dan tertentu; dan (7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada siswa kelas X SMAN 1 Batang Anai tanggal 26 Agustus sampai dengan 2 Oktober 213, terlihat bahwa pembelajaran matematika dimulai dengan membahas definisi, lalu menjelaskan kepada siswa rumus-rumus yang terkait dengan topik tersebut, diikuti dengan membahas contohcontoh soal, dan diakhiri dengan meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan. Guru sudah berusaha untuk mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran, namun hasilnya masih belum optimal. Masih banyak siswa yang kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pendekatan yang digunakan guru juga kurang memberikan akses bagi siswa untuk mengembangkan proses berpikirnya, siswa cenderung mengikuti langkahlangkah, aturan-aturan, atau contoh-contoh yang diberikan guru. Oleh sebab itu, siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan konsep yang telah dimilikinya ketika siswa diberikan suatu masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata karena siswa cenderung mengingat atau menghafal konsep maupun prosedur penyelesaian soal-soal matematika. Hal ini menunjukkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa masih rendah. Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang rendah mengakibatkan hasil belajar matematika siswa juga rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian tengah semester 1 mata pelajaran matematika siswa kelas X SMAN 1 Batang Anai tahun pelajaran 213/214 yang menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan sekolah yaitu 26
Vol. 3 No. 1 (214) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 26-3 sebesar 75, secara umum masih kurang dari 2%. Untuk itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, salah satunya yaitu strategi Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring atau disebut juga strategi REACT. Strategi REACT merupakan salah satu strategi pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari [6]. Materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan siswa mengakibatkan pembelajaran akan lebih bermakna dan menyenangkan. Dalam [6] dinyatakan bahwa strategi REACT terdiri atas lima komponen, yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring. 1. Relating (menghubungkan), belajar dalam suatu konteks pengalaman hidup yang nyata atau pengetahuan awal siswa [6]. Dengan kata lain, relating adalah belajar dikaitkan dengan konteks yang dikenal siswa. 2. Experiencing (mengalami), belajar berupa kegiatan siswa untuk berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan, dan menciptakan hal baru dari yang sudah dipelajarinya [4]. 3. Applying (mengaplikasi), belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya. Pada applying, siswa bisa mengetahui dan memahami aplikasi dari konsep matematika tersebut dalam pemecahan masalah di dunia nyata [2]. 4. Cooperating (bekerja sama), belajar dengan konteks saling berbagi, merespon, dan berkomunikasi dengan pelajar lainnya [6]. 5. Transferring (proses transfer ilmu), belajar dengan menekankan pada penggunaan pengetahuan dalam konteks atau situasi baru [6]. Strategi REACT diyakini dapat membantu guru dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa karena pada pembelajaran dengan strategi REACT siswa tidak sekedar menghafal rumus, tetapi siswalah yang mengkonstruksi pengetahuannya dengan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konteks yang dikenali siswa dan ikut aktif dalam menemukan konsep yang dipelajari sehingga pembelajaran lebih bermakna. Pada strategi REACT, siswa juga diberikan kesempatan untuk menggunakan konsep yang diperoleh dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa lebih merasakan manfaat dari materi yang dipelajari dan untuk kemudian dapat menerapkan konsep yang telah dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional? Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah kemampuan pemahaman konsep strategi REACT lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hipotesis penelitian ini adalah kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Indikator kemampuan pemahaman konsep yang diamati dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam: (1) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; (2) menggunakan dan tertentu; dan (3) mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Pemilihan indikator-indikator tersebut disesuaikan dengan karakteristik materi yang diteliti. Pada [7] dinyatakan bahwa setiap indikator kemampuan pemahaman konsep berlaku tidak saling tergantung, namun antar indikator dapat dikombinasikan. Dengan demikian, dapat disusun suatu instrumen yang hanya melatih dan mengukur kemampuan siswa dalam menyatakan ulang sebuah konsep, namun dapat pula disusun suatu instrumen yang melatih dan mengukur kemampuan siswa dalam menyatakan ulang sebuah konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen untuk melihat perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi REACT dan pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Static Group Design dimana dalam rancangan ini perlakuan berupa strategi REACT diberikan pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional [3]. Bagan rancangan penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL 1 RANCANGAN PENELITIAN STATIC GROUP DESIGN Kelas Sampel Treatment Posttest X O - O Keterangan: X = Penerapan strategi REACT O = Tes akhir berupa tes kemampuan pemahaman konsep matematika Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 1 Batang Anai Tahun Pelajaran 213/214 yang terdiri dari sembilan kelas. Setelah dilakukan beberapa prosedur penarikan sampel berupa uji kesamaan rata-rata terhadap data nilai ujian tengah semester I mata 27
Vol. 3 No. 1 (214) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 26-3 pelajaran matematika siswa kelas X SMAN 1 Batang Anai Tahun Pelajaran 213/214, pemilihan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Kelas yang terpilih sebagai kelas sampel yaitu kelas X 8 sebagai kelas eksperimen dan kelas X 4 sebagai kelas kontrol. Variabel dalam penelitian ini yaitu kemampuan pemahaman konsep matematika sebagai variabel terikat dan strategi REACT sebagai variabel bebas. Data pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu berupa skor kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang dilihat dari hasil tes kemampuan pemahaman konsep matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan data sekunder yaitu berupa data tentang jumlah siswa yang menjadi populasi penelitian dan data hasil ujian tengah semester I mata pelajaran matematika siswa kelas X SMAN 1 Batang Anai Tahun Pelajaran 213/214. Prosedur penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemahaman konsep matematika yang disusun berdasarkan indikator kemampuan pemahaman konsep matematika yang diamati dalam penelitian ini dan bentuk soalnya adalah soal uraian. Materi yang diujikan berupa materi yang diberikan selama penelitian berlangsung, yaitu Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat. Sebelum tes diberikan kepada kelas sampel, dilakukan pengujian terhadap soal tes dengan tujuan agar soal tes mempunyai kualitas yang baik. Hasil uji coba tes dianalisis untuk mengidentifikasikan soal-soal yang dipakai, direvisi, atau dibuang. Berdasarkan analisis hasil uji coba soal tes diperoleh bahwa semua soal uji coba tes dapat digunakan sebagai soal tes kemampuan pemahaman konsep matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikan. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas variansi sampel yang masing-masing dilakukan dengan uji Anderson-Darling dan uji F. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus uji t. Semua pengujian dilakukan dengan bantuan software minitab. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan strategi Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring (REACT) dapat memberikan pengaruh baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada kelas sampel yang menunjukkan adanya perbedaan. Hasil tes kemampuan pemahaman konsep matematika siswa disajikan pada Tabel 2. TABEL 2 HASIL TES KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA Keterangan Kelas Jumlah Siswa 29 31 Nilai Tertinggi 1 96,43 Nilai Terendah 28,57 21,43 Rata-rata 73,4 63,25 Simpangan Baku 18,55 19,93 Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa kelas eksperimen mempunyai rata-rata yang lebih tinggi daripada kelas kontrol. Simpangan baku kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol yang menunjukkan bahwa nilai pada kelas eksperimen lebih seragam dari pada kelas kontrol. Data tes kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 3. TABEL 3 KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA UNTUK SETIAP INDIKATOR Persentase Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator a Indikator b Indikator c E K E K E K 6,9 7,53 5,17 19,36 1,73 17,74 1 5,75 1,75 18,97 3,22 1,73 16,13 2 6,9 1,75 27,59 24,2 25,86 19,36 3 32,18 3,11 24,14 33,87 15,52 16,13 4 48,28 4,86 24,14 19,36 55,17 3,65 Ratarata 3,9 2,86 2,43 2,31 3,21 2,26 Keterangan: a : Indikator menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis b : Indikator menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu c : Indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah K : Kelas eksperimen E : Kelas kontrol Rata-rata skor indikator pada Tabel 3 dapat disajikan dalam bentuk diagram berikut. 4 3 2 1 Gambar 1. Grafik Rata-rata Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa untuk Setiap Indikator Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen untuk ketiga indikator lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. 28
1 2 3 4 Vol. 3 No. 1 (214) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 26-3 Rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematika untuk indikator menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis (indikator a) pada siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Perbandingan persentase siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam memperoleh setiap skor untuk indikator kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis ini dapat dilihat pada Gambar 2. 6 4 2 Gambar 2. Grafik Perbandingan Persentase Siswa Kelas Sampel dalam Memperoleh Setiap untuk Indikator a Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih banyak memperoleh skor yang superior dan memuaskan dengan sedikit kekurangan daripada skor yang lainnya. Namun, dalam memperoleh skor yang superior dan memuaskan dengan sedikit kekurangan tersebut, siswa kelas eksperimen lebih unggul daripada siswa kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena pada kelas eksperimen yang pembelajarannya dengan strategi REACT, siswa dilatih untuk menyajikan bentuk representasi matematis atau model matematika dari permasalahan yang relevan dengan materi atau konsep yang akan diajarkan dengan mengaitkan materi yang diajarkan dengan konteks yang dikenal siswa sehingga siswa tertarik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan pengetahuan awal yang dimilikinya. Rata-rata skor indikator kemampuan pemahaman konsep matematika untuk indikator menggunakan dan tertentu (indikator b) pada siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol, walaupun hanya berbeda sedikit. Perbandingan persentase siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam memperoleh setiap skor untuk indikator menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu dapat dilihat pada Gambar 3. 4 3 2 1 Gambar 3. Grafik Perbandingan Persentase Siswa Kelas Sampel dalam Memperoleh Setiap untuk Indikator b Pada Gambar 3 terlihat bahwa siswa kelas eksperimen lebih banyak memperoleh skor yang superior dan cukup memuaskan dengan banyak kekurangan daripada kelas kontrol, namun siswa kelas kontrol lebih banyak memperoleh skor yang memuaskan dengan sedikit kekurangan dibandingkan kelas eksperimen. Hal ini diduga karena pada pembelajaran dengan strategi REACT, siswa dibiasakan untuk mempelajari sendiri terlebih dahulu suatu konsep atau prosedur secara diskusi dan kemudian memahaminya sehingga siswa mampu menggunakan konsep atau prosedur tersebut dalam menyelesaikan soal dengan benar dan tepat. Pada [6] dinyatakan bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Namun, pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mendiskusikan terlebih dahulu konsep atau prosedur yang dipelajari tidak terlalu mempengaruhi kemampuan sebagian siswa dalam menggunakan prosedur yang tepat dan benar karena siswa kurang memahami konsep atau prosedur yang didiskusikannya dalam kelompok. Akibatnya masih ada siswa yang menghafal prosedur penyelesaian soal dan melakukan kesalahan dalam menggunakan prosedur untuk menentukan penyelesaian soal sehingga terjadi kekeliruan dalam menyimpulkan konsep atau penyelesaian yang diminta pada soal. Berbeda dengan indikator a dan b yang hanya memiliki perbedaan yang relatif kecil antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol, rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematika untuk indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah (indikator c) pada siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Perbandingan persentase siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam memperoleh setiap skor untuk indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah dapat dilihat pada Gambar 4. 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 Gambar 4. Grafik Perbandingan Persentase Siswa Kelas Sampel dalam Memperoleh Setiap untuk Indikator c Pada Gambar 4 terlihat bahwa siswa pada kelas eksperimen lebih banyak memperoleh skor yang sangat memuaskan dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah daripada siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan 29
Vol. 3 No. 1 (214) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 26-3 masalah siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Penyebabnya diduga karena pembelajaran dengan strategi REACT pada kelas eksperimen dimulai dengan mengajukan suatu permasalahan atau konteks yang relevan dengan materi yang diajarkan dan dikenali oleh siswa sehingga siswa lebih tertarik dan termotivasi dalam belajar matematika. Ketertarikan ini akan mendorong siswa untuk menemukan dan membangun konsep berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya sehingga siswa paham bagaimana konsep tersebut digunakan dalam pemecahan masalah di kehidupan nyata. Sebagaimana dinyatakan [6] bahwa pemanduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum pernah dihadapi. Akibatnya ketika siswa diberikan suatu permasalahan yang relevan dengan konsep yang dipelajari, siswa dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis data tes akhir diperoleh bahwa rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep strategi REACT lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep strategi REACT lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Penerapan strategi REACT dalam pembelajaran matematika dapat melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematikanya. Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran dengan strategi REACT siswa dituntut untuk memahami konsep berdasarkan permasalahan yang diberikan guru dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Vygotsky dalam [6] menyatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep tersebut berada dalam daerah perkembangan terdekat (Zone of Proximal Development (ZPD)) siswa. Pembelajaran tidak hanya berupa pemberian konsep dari guru, tetapi siswalah yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya dengan bimbingan guru. Materi pelajaran menjadi lebih berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan konsep di dalam proses pembelajarannya. Siswa menggunakan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru yang untuk selanjutya siswa memanfaatkan pemahamannya terhadap pengetahuan tersebut dalam berbagai konteks untuk menyelesaikan masalah dunia nyata baik secara individual maupun kelompok. Selama penelitian berlangsung ditemukan beberapa kendala terutama mengenai waktu. Alokasi waktu yang telah direncanakan tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama pada tahap experiencing dan cooperating. Alokasi waktu yang disediakan untuk tahap experiencing dan cooperating tidak mencukupi bagi siswa sehingga berpengaruh terhadap alokasi waktu untuk kegiatan selanjutnya. Selain itu, pemilihan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas tidak dapat dilakukan secara acak untuk semua kelompok karena masih ada kelompok yang belum menyelesaikan hasil diskusinya sehingga pemilihan kelompok secara acak dilakukan antara kelompok yang telah menyelesaikan hasil diskusinya. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikan dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvesional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada guru bidang studi matematika untuk dapat menjadikan strategi REACT sebagai salah satu variasi dalam menggunakan strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. DAFTAR RUJUKAN [1] BSNP. 26. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. [2] Cord. 1999. Teaching Mathematics Contextually. Texas: CORD Communications. [3] Seniati, L., Yulianto, A., dan Setiadi, B.N. 211. Psikologi. Jakarta: Indeks. [4] Suprijono, Agus. 21. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar. [5] Susanto, Ahmad. 213. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana. [6] Trianto. 21. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. [7] Wardhani, Sri. 21. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika di SMA/MTs. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. [8]. 28. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. 3