BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohetivitas, kecepatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Farmakologi Dimenhidrinat (mabuk perjalanan) mabuk perjalanan dan muntah karena kehamilan. Berdasarkan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke Tujuan Pemberian Obat Dalam Bentuk Kapsul

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRATIKUM PENGUJIAN MUTU FISIK TABLET UJI DISOLUSI TABLET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikut gejalanya. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB 3: UJI SEDIAAN OBAT

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

UJI DISOLUSI CHLORPHENIRAMINE MALEAT SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata. Karbonat dan zat lain yang cocok.

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

Zat Urine Rambut Darah. Alkohol 6-24 jam Hingga 90 hari jam. Amfetamin (kecuali met) 1-3 hari Hingga 90 hari 12 jam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

BAB III METODE PENELITIAN

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VII/71 mendefinisikan bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan

Suspensi. ALUMiNII HYDROXYDUM COLLOIDALE. Aluminium Hidroksida Koloidal. Alukol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 193/KabB.VII/71 memberikan defenisi berikut untuk obat : Obat ialah suatu

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

Spektrofotometri uv & vis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia. Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan dan bila dosisnya kecil tidak akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1991). Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri, lebih sering merupakan suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat yang bukan obat yang bermanfaat untuk kegunaan farmasi. Bentuk-bentuk sediaan yang dapat digunakan beragam. Bentuk yang populer adalah tablet, kapsul, kaplet, suspense dan berbagai larutan sediaan farmasi (Ansel, 1989). 2.2 Kaplet Kaplet merupakan tablet berbentuk kapsul yang berisi bahan obat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan secara oral dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa dan lapisanlapisan dalam berbagai jenis (Ansel, 1989).

Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (Ditjen POM, 1995). 2.3 Kualitas Kaplet Syarat-syarat kaplet menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah sebagai berikut: 1. Keseragaman ukuran. 2. Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sepertiga kali tablet. 3. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan. Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet yang cukup mewakili keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya Farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet. 4. Waktu hancur Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan per oral, kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masingmasing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna

5. Disolusi Disolusi adalah suatu proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi didalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada cara pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat. 6. Penetapan kadar zat aktif Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi. 2.4 Infeksi Infeksi dapat dikatakan terjadi apabila mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh menyebabkan berbagai gangguan fisiologis normal tubuh, sehingga timbul penyakit infeksi. Salah satu infeksi tersebut adalah infeksi kulit (Wattimena, et al., 1991). Infeksi kulit dapat dibagi menjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Infeksi jammur merupakan penyebab penyakit kulit paling umum di Amerika Serikat. Selama beberapa tahun terakhir yang banyak obat anti jamur topical dan oral yang telah dikembangkan. Diantaranya adalah Griseofulvin (Goodman dan Gilman, 2007). 2.5 Griseofulvin Menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah sebagai berikut: Rumus molekul : C 17 H 17 ClO 6 Berat molekul : 352,77 Kelarutan : tidak larut dalam air

2.5.1 Indikasi Griseofulvin memberikan hasil yang baik terhadap penyakit jamur dikulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh jamur yang sensitif. Gejala pada kulit akan berkurang dalam 48-96 jam setelah pengobatan dengan griseofulvin. Sedangkan penyembuhan sempurna baru terjadi setelah beberapa minggu. Biakan jamur menjadi negatif dalam 1-2 minggu tetapi pengobatan sebaiknya dilanjutkan sampai 3-4 minggu. Infeksi pada telapak tangan dan telapak kaki lebih lambat bereaksi, karena biakan negatif selama 2-4 minggu dan pengobatan membutuhkan waktu sekitar 48 minggu. Infeksi kuku tangan membutuhkan waktu 4-6 bulan sedangkan infeksi kuku kaki membutuhkan waktu 6-12 bulan (Gan, et al., 2007). Secara garis besar penyakit yang disebabkan oleh jamur atau yang biasa disebut mikosis pada manusia dibagi atas 5 kelas yaitu mikosis superfisialis, mikosis kulit, mikosis subkutan, mikosis sistemik dan mikosis oportunistik. Griseofulvin termasuk ke dalam mikosis superfisialis yang melibatkan kulit tetapi juga dapat menembus kulit. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur yang terutama mengenai lapisan kulit, rambut dan kuku (Widyasari, 2006). 2.5.2 Farmakologi Berdasarkan mekanisme kerjanya obat ini berakumulasi didaerah yang terinfeksi, disintesis kembali dalam jaringan yang mengandung keratin sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur terganggu. Tetapi harus dilanjutkan sampai jaringan normal menggantikan jaringan yang terinfeksi dan biasanya membutuhkan waktu beberapa minggu sampai bulan. Berdasarkan farmakokinetiknya, griseofulvin terdistribusi baik ke jaringan keratin yang terinfeks, karena itu obat ini cocok untuk pengobatan infeksi dermatofitik. Konsentrasinya dalam jaringan lain dan cairan tubuh lebih rendah. Efek samping griseofulvin yang biasa terjadi adalah alergi dengan gejala seperti ruam kulit, sakit kepala, letih, insomnia, bingung dan juga dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, keluhan lambung dan diare (Azwar, 1995). 2.6 Uji Disolusi Disolusi adalah suatu proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu medium. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui

seberapa banyak persentasi zat aktif dalam obat yang terabsorbsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan degradasi sediaan, merupakan sebagian dari factor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan (Ditjen POM, 1995). 2.6.1 Alat untuk uji disolusi Uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu : 1. Alat 1 (Tipe keranjang) Alat terdiri dari wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah 37 o ± 5 o C selama pengujian berlangsung dan juga menjaga agar gerakan air dalam penangas air halus dan tetap. Bagaian dari alat, termasuk lingkaran tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau gerakan signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 116 mm dan kapasitas minimal 1000 ml. pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan satu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Satu alat pengatur kecepatan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi (Ditjen POM, 1995).

2. Alat 2 (Tipe dayung) Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertical wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Dauan dan batang logam yang merupakan suatu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut yang inert dan sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen POM, 1995). 2.6.2 Media Disolusi 1. Air suling Air suling adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Air ini digunakan untuk pembuatan sediaan-sediaan dan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet. 2. Larutan ionik Larutan ionik terutama banyak digunakan untuk menyesuaikan ph organ tubuh. Natrium laurel sulfat adalah campuran natrium alkil sulfat. Kandungan campuran natrium klorida dan natrium sulfat tidak lebih dari 8,0%. 2.6.3 Spektrofotometri Spektofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spectrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut diabsorbsi. Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat

pengurai cahaya seperti prisma. Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca dapat digunakan tetapi untuk pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca dapat digunakan tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang digunakan berbentuk persegi. Kita harus menggunakan kuvet untuk pelarut organic (Khopkar, 2008). Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Jika penetapan kadar atau pengujian dengan menggunakan baku pembanding, yaitu dilakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding sesuai petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari baku pembanding sesuai petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari bahan uji. Kemudian lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibaut dari baku pembanding sesuai petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari bahan uji. Kemudian lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet. Kuvet atau sel yang dimaksud, diisi larutan uji dan cairan pelarut. Toleransi tebal kuvet yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm (Ditjen POM, 1995).