BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

Perang Solferino. Komite Internasional. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. A. Sejarah Gerakan

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

STATUS DAN PERKEMBANGAN PERAN ICRC SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL S K R I P S I SHADRINANINGRUM S. Bagian Hukum Internasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Merah/Bulan Sabit Merah Internasional

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sumber Hk.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

BAB II ASPEK HUKUM LAMBANG PALANG MERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

TINJAUAN YURIDIS KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 TERHADAP NEGARA-NEGARA YANG BERPERANG MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

JURNAL PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENYEBARLUASAN PENGETAHUAN KONVENSI-KONVENSI JENEWA 1949 OLEH INDONESIA KEPADA SELURUH PENDUDUK INDONESIA

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto

INDONESIA MEMBUTUHKAN UNDANG-UNDANG KEPALANGMERAHAN

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG KEPALANGMERAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

2 KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH (ICRC) Didirikan oleh lima warga negara Swiss pada tahun 1863 yaitu (Henry Dunant, Guillaume-Henri Dufour, Gustave

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PRINSIP MARTENS CLAUSE DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran merupakan suatu sistem kaidah yang berisikan patokan perilaku pada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ICRC. lahir tanggal 8 Mei 1828 di Jenewa. Ayahnya bernama Jean Jacques Dunant,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban

Ditetapkan oleh: Musyawarah Nasional XIX Palang Merah Indonesia di Jakarta tanggal Desember 2009

KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA. Oleh : Dentria Cahya Sudarsa*

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara dalam hukum internasional disebut sebagai subyek hukum utama

PERLINDUNGAN ANAK YANG DITANGKAP OLEH MILITER ASING DI NEGARA KONFLIK

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika dalam hubungan internasional. Dampak positif dari dinamika hubungan internasional berupa kerjasama antar negara, tetapi terkadang menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa perang. Perang terjadi akibat tidak dicapainya suatu titik temu antara berbagai kepentingan dan tujuan yang berbeda tersebut. Perang, sebagai jalan terakhir yang diambil akibat buntunya upaya kerjasama antar negara memang sering kali tidak dapat dihindari. Ada kalanya suatu perang dapat juga memunculkan kepentingan para pihak yang terlibat didalamnya. Tetapi satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa perang selalu akan meminta banyak korban, baik harta benda maupun jiwa manusia, yang secara langsung atau tidak langsung terlibat didalamnya. Korban perang, tanpa memandang apakah ia berstatus penduduk sipil atatu prajurit angkatan bersenjata (peserta perang) jelas merupakan pihak yang paling menderita sebagai akibat dari pecahnya suatu peperangan. Dua medan pertempuran yang amat terkenal pada abad ke-19 ialah perang KRIM dan perang SOLFERINO dan tercatat sebagai perang yang sangat

menyeramkan 1. Sebagai saksi mata yang pernah melihat secara langsung jatuhnya korban korban akibat kekejaman perang pada tahun 1859 di Solferino (kota kecil yang terletak di daerah daratan rendah provinsi Lambordi, paling utara Italia, kira kira 9 km di Selatan danau Garda), Jean Henry Dunant, seorang warga negara Swiss, tergerak hatinya untuk menolong dan meringankan penderitaan para korban perang. Dibantu oleh beberapa orang rekannya, ia mendirikan sebuah komite yang tujuan utamanya adalah membantu korban perang, yang saat ini dikenal dengan International Committee of the Red Cross (ICRC). ICRC secara resmi didirikan pada tanggal 22 Juli 1864. Pendirian Komite ini berawal dari pemikiran Dunant, bahwa harus ada suatu lembaga yang bertanggung jawab dalam membantu para korban perang, baik penduduk sipil maupun militer. Lembaga ini harus netral, dalam arti tidak memihak kepada salah satu negara yang terlibat dalam suatu perang, sehingga dapat memberikan pertolongan bagi para korban perang secarfa efektif dan efisien. Ide dan cita cita Henry Dunant lebih membuka mata masyarakat internasional akan pentingnya kehadiran suatu lembaga kepalangmerahan di negara negara lain. Sejak itu semakin banyak negara negara yang mendirikan perhimpunan perhimpunan palang merah nasionalnya masing masing, untuk membantu para korban bencana alam dan melaksanakan kegiatan medis. Pada tahun 1919, perhimpunan perhimpunan palang merah nasional ini bergabung dalam League of the Red Cross yang bertujuan untuk mengkoordinasikan kegiatan 1 H.Umar Mu in, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional & Perhimpunan Palang Merah Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, halaman. 3

perhimpunan perhimpunan palang merah nasional. Sejak tahun 1991, Liga ini berganti nama menjadi Federation of Red Cross and Red Crescent Societies. ICRC, Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, dan Perhimpunan Palang Merah Nasional bergabung dalam satu wadah yang dikenal dengan nama Internasional Red Cross and Red Crescent Movement. Gerakan ini bekerja menangani masalah masalah kemanusiaan dan hak asasi manusia, terutama dalam upaya pemberian bantuan bagi korban perang, bencana alam, dan keadaan darurat lainnya. Dalam perkembangan setelah ICRC didirikan, kenyataan menunjukkan bahwa keberadaan ICRC sebagai salah satu lembaga netral yang bergerak dibidang humaniter semakin dibutuhkan oleh masyarakat internasional. ICRC memiliki peran yang besar dalam upaya memberikan bantuan dan pertolongan bagi korban korban pertikian bersenjata, baik yang terjadi di dalam wilayah suatu negara maupun dalam konflik antar negara. Hal ini terlihat dengan diberikannya mandat oleh masyarakat internasional kepada ICRC untuk menjalankan fungsi dan peranannya terutama dalam lingkup hukum humaniter. Fungsi dan peranan ICRC selain tercantum dalam Statuta ICRC juga terdapat dalam empat buah Konvensi Jenewa 1949 dan dua buah Protokol Tambahannya, yang perumusannya didukung secara aktif oleh ICRC. Dalam bukunya, Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa ICRC yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri (unik) dalam sejarah hukum internasional. ICRC adalah subyek hukum internasional (yang terbatas)

lahir karena sejarah, walaupun kemudian kedudukannya (statusnya) itu kemudian diperkuat dalam perjanjian-perjanjian, dan kemudian dalam konvensi-konvensi Palang Merah (sekarang Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang). Sekarang ICRC secara umum diakui sebagai organisai internasional yang memiliki subyek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas 2. 2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan pertimbangan pentingnya diketahui secara jelas mengenai keistimewaan status ICRC serta fungsi dan perannya sebagai suatu subjek hukum internasional yang memiliki kapasitas yang terbatas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimana status dan kedudukan ICRC sebagai subyek hukum internasional yang terbatas? 2. Bagaimana fungsi dan perkembangan peran ICRC sebagai subyek hukum internasional dalam perjalanan sejarahnya? 3. Bagaimana keberadaan dan kegiatan ICRC di Indonesia? 2 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I : Bagian Umum, cet.4, Bina Cipta, Bandung, 1982, halaman. 94

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Tujuan penulisan Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana status ICRC sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan Status ICRC pada khususnya dan hukum humaniter serta hukum internasional publik pada umumnya. 2. Manfaat penulisan Untuk lebih memahami lagi kegiatan yang dilakukan ICRC di seluruh tempat di dunia yang sedang menghadapi konflik internasional dan non internasional maupun terjadinya suatu bencana alam. 4. KEASLIAN PENULISAN Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh Penulis, selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU, maka penulis ingin mengangkat suatu materi dari bagian Hukum Internasional mengenai STATUS DAN PERKEMBANGAN PERAN ICRC SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL. Dalam proses pengajuan judul skripsi ini penulis harus mendaftarkan terlebih dahulu tersebut kebagian Hukum Internasional dan telah diperiksa pada arsip yang ada sehingga judul yang diangkat oleh penulis dinyatakan disetujui oleh bagian Hukum Internasional pada tanggal 17 Mei 2010.

Atas dasar pemeriksaan pada bagian hukum internasional khususnya Fakultas Hukum USU pada umumnya, keaslian penulisan yang penulis tuangkan dapat dipertanggung jawabkan. 5. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut hukum perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Atau sama tuanya dengan perang itu sendiri. Umumnya aturan-aturan tentang perang itu termuat dalam aturan tingkah laku, moral dan agama. Aturanaturan ini antara lain terdapat dalam ajaran agama Budha, Konfusius, Yahudi, Kristen dan Islam. Bahkan pada masa 3000 1500 ketentuan ketentuan ini sudah ada pada bangsa Sumeria, Babilonia dan Mesir Kuno. Dalam peradaban bangsa Romawi dikenal konsep perang yang adil (just war) 3. Pada abad ke 18 Jean Jacques Rosseau dalam bukunya The Social Contract mengajarkan bahwa perang harus berlandaskan pada moral. Konsep ini kemudian menjadi landasan bagi Hukum Humaniter Internasional. Pada abad ke 19 landasan moral ini dibangun oleh Henry Dunant, yang merupakan initiator organisasi Palang Merah, yang kemudian berhasil menyusun Konvensi Jenewa I tahun 1864. Di Amerika Serikat, pada saat yang hampir bersamaan telah memiliki Code Lieber atau Instructions for Government of Armies of the United States yang dipublikasi tahun 1863. 3 Arlina Permanasari dkk. Pengantar Hukum Humaniter. Penerbit ICRC, Jakarta, 1999, halaman. 1

Konvensi Jenewa 1864, yaitu Konvensi bagi Perbaikan Keadaan Tentara yang Luka di Medan Perang Darat, merupakan Konvensi yang menjadi perintis Konvensi-Konvensi Jenewa berikutnya yang mengatur tentang Perlindungan Korban Perang. Pada masa-masa berikutnya kemudian perkembangan hukum humaniter Internasional dilakukan melalui traktat-traktat yang ditandatangani negara-negara. Misalnya Hukum Den Haag 1899 dan 1907 yang merupakan serangkaian, Konvensi dan Deklarasi yang mengatur tentang alat dan cara berperang, terdapat juga Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur mengenai perlindungan terhadap korban perang. Konvensi Jenewa ini kemudian dilengkapi dengan Protokol Tambahan 1977. Prinsip atau Asas Pembedaan (Distinction Principle) merupakan suatu asas penting dalam Hukum Humaniter Internasional. Prinsip ini membedakan penduduk dari suatu negara yang sedang berperang dalam dua golongan yaitu : Kombatan (Combatant) dan Penduduk Sipil (Civilian). 4 Apabila seorang kombatan jatuh ketangan musuh, maka ia akan diperlakukan sebagai tawanan perang. Berkaitan dengan prinsip pembedaan dan perlakuan tawanan perang ini maka penting diketahui bagaimana mengenai status dan perlakuan yang ditujukan kepada mata-mata (spy) dan tentara bayaran (mercenary) serta kombatan yang tidak sah (unlawful combatant) apabila mereka jatuh ke tangan musuh. 4 Ibid., halaman.2

Di dalam Konvensi-konvensi Jenewa 1949 terdapat apa yang dikenal dengan istilah ketentuan-ketentuan yang bersamaan (common articles), yaitu ketentuan yang fundamental dan sangat penting sehingga diulang berkali-kali dalam setiap Konvensi dalam pasal yang sama, atau bunyi yang sama, atau bunyi yang hampir sama. Ada beberapa hal yang diatur dalam common articles ini antara lain mengenai penghormatan Konvensi, sengketa bersenjata non internasional, protected persons, pengawasan pelaksanaan Konvensi, pelanggaran berat dan sanksinya, serta mengenai penyebarluasan Konvensi. Hukum Humaniter Internasional membedakan dua jenis pertikaian bersenjata, yaitu sengketa bersenjata yang bersifat internasional dan yang bersifat non internasional. Jika pertikaian bersenjata itu melibatkan dua negara atau lebih maka disebut pertikaian bersenjata yang bersifat internasional atau international armed conflicts. Pengertian international armed conflict ini kemudian diperluas oleh Protokol 1 tahun 1977 yang juga mengkategorikan CAR conflicts sebagai international armed conflict. Pertikaian bersenjata yang terjadi di dalam wilayah sebuah Negara disebut pertikaian bersenjata yang bersifat internal atau yang bukan bersifat internasional (non-international armed conflict atau internal armed conflict). Ketentuan mengenai non-international armed conflict ini diatur dalam pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II tahun 1977. Dalam situasi-situasi tertentu dapat juga suatu non-international armed conflict berubah menjadi international

armed conflict. Hal yang terakhir ini disebut dengan internationalized internal armed conflict. Ditengah-tengah konflik internal muncul ICRC dengan hak dan kewajibannya serta pertanggungannya. Salah satu prinsip penting dalam hukum humaniter adalah prinsip perlindungan. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh hukum humaniter kepada mereka yang terlibat dalam pertempuran secara garis besar dibedakan atas dua hal. Pertama, kepada kombatan diberikan perlindungan dan status sebagai tawanan perang, dan yang kedua kepada penduduk sipil ditetapkan larangan untuk menjadikan mereka sebagai sasaran serangan. 6. METODE PENULISAN Agar suatu penulisan mempunyai suatu manfaat, maka penulis merasa perlu adanya suatu metode tertentu yang dipakai didalam pengumpulan data guna mencapai tujuan dari penulisan itu sendiri. Di dalam penulisan skripsi ini penulis memakai metode pengumpulan data yang bersumber dari media massa yang mengangkat permasalahan khusus mengenai hal-hal yang menyangkut ICRC itu sendiri. Dengan menggunakan suatu metode penggabungan data-data yang telah diperoleh melalui metode Library Research, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang tidak secara langsung terjun ke lapangan atau ke objek penelitian melainkan dengan mengadakan pencatatan,

penelusuran buku, dokumen, majalah, surat kabar, internet dan tulisan-tulisan lain yang ada hubungannya dengan objek penelitian 5. Maka dengan demikian diharapkan metode penggabungan pengumpulan data ini dapat membantu penulis dalam memahami permasalahan yang diangkat, dan menjadi landasan pemikiran penulis dalam menganalisa permasalahan tersebut. Diharapkan tujuan untuk mendapatkan kebenaran akan jawaban yang sesungguhnya dari permasalahan yang telah penulis angkat dalam skripsi ini dapat tercapai dengan baik. 7. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman isi Skripsi ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai gambaran dari keseluruhan skripsi ini yang disusun secara bertahap, yaitu bab demi bab. Namun secara menyeluruh merupakan suatu kesatuan yang berkesinambungan. terdiri dari : Adapun sistematika dari penulisan skripsi ini disusun dalam bab-bab yang BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang penulisan skripsi ini, permasalahan yang diangkat, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, dan akhirnya ditutup dengan sistematika penulisan skripsi ini. 5 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitiaqn Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, halaman. 114

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG ICRC Bab ini menguraikan tentang aspek aspek yang berkaitan dengan ICRC. Bab ini terdiri dari empat bagian yang dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai ICRC, antara lain yaitu sejarah kelahiran ICRC, struktur organisasi ICRC, tujuan, prinsip-prinsip dasar, peranan ICRC. BAB III : STATUS ICRC DALAM HUKUM INTERNASIONAL Dalam bab ini menguraikan tentang pengertian dan jenis jenis subyek hukum internasional (dengan menitikberatkan pembahasan pada Organisasi Internasional), status ICRC sebagai subyek hukum internasional, serta pengakuan atas status ICRC sebagai subyek hukum internasional. BAB IV : FUNGSI DAN PERKEMBANGAN PERAN ICRC DALAM PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER Dalam bab ini diuraikan dan dibahas mengenai fungsi dan peranan ICRC sebagaimana yang telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977, pelaksanaan fungsi dan peranan ICRC tersebut dalam masa dewasa ini, serta keberadaan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan ICRC di Indonesia.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN B ab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang menguraikan kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi dan memberikan saran-saran yang dianggap perlu sehubungan dengan permasalahan didalam perkembangan peran ICRC ini.