EKSLUSI DAN INKLUSI PADA RUBRIK METROPOLITAN HARIAN KOMPAS: ANALISIS WACANA KRITIS BERDASARKAN SUDUT PANDANG THEO VAN LEEUWEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

REPRESENTASI SOSOK TENAGA KERJA WANITA (TKW) INDONESIA DALAM WACANA BERITA PADA HARIAN UMUM UTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Muhammad Nazir dalam bukunya "Metode Penelitian", menyatakan bahwa. terus-menerus untuk memecahkan masalah.

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB VI PENUTUP. penelitian yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

BAB 1 PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi, memudahkan setiap orang mendapat beragam

BAB III METODE PENELITIAN

WACANA LENGSERNYA MUHAMMAD MURSI DARI JABATAN PRESIDEN MESIR DALAM SURAT KABAR REPUBLIKA DAN KOMPAS (ANALISIS WACANA KRITIS MODEL THEO VAN LEEUWEEN)

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI Jln. Prof. KH. Zainal Abidin Fikry KM 3,5 Palembang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PENUTUP. Dari analisis berita di atas yang disiarkan oleh Metro Tv tentang aksi klaim yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

Yunisa Oktavia dan Frangky Silitonga. Implementasi Analisis...Halaman Volume 1, No. 2, September 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS WACANA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Informasi yang disajikan oleh media massa dimanfaatkan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Proses Komunikasi dalam Masyarakat

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kita melihat dari sisi pandang seorang penikmat sastra tulis. Cerpen ataupun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit


EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

Oleh: Putri Budi Winarti 1 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB VI PENUTUP. Bertolak dari fokus kajian penelitian dan hasil analisis serta interpretasi peneliti,

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Beberapa hal yang dapat dijelaskan dalam metodologi penelitian ini di antara lain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan pada akhirnya informasi yang disampaikan oleh media, harus dipahami dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUA A. Latar Belakang Penelitian Bayu Hendrawan, 2014

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB III METODE PENELITIAN

Bagan 3.1 Desain Penelitian

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

Transkripsi:

EKSLUSI DAN INKLUSI PADA RUBRIK METROPOLITAN HARIAN KOMPAS: ANALISIS WACANA KRITIS BERDASARKAN SUDUT PANDANG THEO VAN LEEUWEN Harry Andheska Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, 29111, Indonesia surel: harry.andheska@gmail.com ABSTRACT The use of critical theory as a means of measurement in this study due to the issue of Kereta Rel Listrik (KRL) frequently breaking the rules by climbing to the roof of the train. This study basically emphasizes the point of attention on the figure of KRL passengers as someone who always marginalized in social life. This study is a qualitative approach and content analysis method. The study was also limited to just one text message contained in one metropolitan section on Haian Compass. Discourse analysis model used is a model of Theo Van Leuween with the aim to detect and investigate how the passengers sitting on the roof of KRL marginalized position in a discourse. The research found that there are two types of exclusion that is done, ie passivation and nominalization; whereas the inclusion of three types, namely differentiation, abstraction, and identification. Limitations in this study due to study factors that focus on just one text message. Keywords: Exclusion and Inclusion, Critical Discourse, Theo Van Leeuwen ABSTRAK Penggunaan teori kritis sebagai alat pengkajian dalam penelitian ini disebabkan oleh adanya persoalan tentang penumpang kereta rel listrik (KRL) yang sering melanggar aturan dengan menaiki atap kereta tersebut. Penelitian ini pada dasarnya lebih menekankan titik perhatiannya pada sosok penumpang KRL sebagai sosok yang senantiasa termajinalkan dalam kehidupan sosial. Kajian ini merupakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Kajian ini juga terbatas hanya pada satu teks berita yang dimuat dalam satu rubrik metropolitan pada haian Kompas. Model analisis wacana yang digunakan adalah model Theo Van Leuween dengan tujuan untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana para penumpang yang duduk di atap KRL dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat dua jenis eksklusi yang dilakukan, yakni pasivasi dan nominalisasi; sedangkan inklusi ada tiga 51

jenis, yakni diferensiasi, abstraksi, dan identifikasi. Keterbatasan dalam kajian ini disebabkan karena faktor kajian yang hanya terfokus pada satu teks berita. Kata Kunci: Eksklusi dan Inklusi, Wacana Kritis, Theo Van Leeuwen PENDAHULUAN Media massa merupakan salah satu media yang menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai sosial di masyarakat. Pernyataan tersebut sejalan dengan salah satu dari lima fungsi yang dimiliki media massa dalam kehidupan masyarakat, yaitu pengawasan, penafsiran, keterkaitan, penyebaran nilai, dan hiburan. Dari seluruh fungsi tersebut, fungsi penyebaran nilai/fungsi sosial merupakan fungsi paling utama dan menunjukkan kekuatan media massa dalam mempengaruhi masyarakat. Melalui fungsi sosial itu, media dapat mewariskan norma-norma atau nilainilai tertentu kepada masyarakat. Berdasarkan pandangan yang lebih mendalam mengenai hubungan bahasa dan media massa dalam perkembangan kehidupan sosial ini, terlihat bahwa bahasa sebagai unsur pokok dalam informasi di media massa menjadi sentral peranannya dalam menyebarkan ideologi kelompok supaya terhegemoni dalam struktur kemasyarakatan yang luas. Bahasa menjadi senjata terselubung yang dipergunakan oleh pihak yang memiliki kekuasaan untuk menekan pihak yang mengalami ketimpangan sosial. Bahasa dan media menjadi dua kekuatan yang membangun realitas. Realitas tersebut terwujud untuk kepentingan pusat-pusat otoritas tertentu yang kemudian 52

terjalin dengan kepentingan kebertahanan media itu sendiri. Dalam ilmu bahasa, terdapat salah satu cabang yang menitikberatkan perhatian dan kajiannya terhadap bahasa dalam kehidupan sosial, yaitu analisis wacana. Namun, bidang analisis wacana ini belum banyak disentuh oleh ahli linguistik. Istilah analisis wacana memiliki pengertian yang sangat beragam, kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks. Oleh karena itu, analisis itu tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa yang tidak terikat pada tujuan atau fungsi yang dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia (Sobur, 2001:48). Dari perspektif komunikasi, analisis wacana sebagai salah satu mengingat istilah ini digunakan di pilihan yang digunakan untuk isi berbagai bidang ilmu seperti sosial, politik, psikologi, komunikasi, dan lain-lain, Di bidang bahasa, analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Secara spesifik, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan hanya terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian media. Melalui analisis wacana, kita akan mengetahui bagaimana isi teks media, dan mengetahui bagaimana pesan itu disampaikan kepada kita melalui frase, kalimat, metafora, dan lainnya. Eriyanto (2001) menambahkan bahwa dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. Dari pengertian tersebut, terlihat bahwa 53

ilmu bahasa dan ilmu komunikasi saling berkaitan dalam kajian analisis wacana ini, mengingat seluruh teks yang dikaji sebagai isi media massa tersebut berwujud bahasa. Pusat kajian wacana bersifat emansipatoris, yakni berpihak kepada mereka yang terpinggirkan, termajinalkan, dan tidak diberikan kesempatan bersuara baik atas dasar ras, warna kulit, agama, gender, atau kelas sosial. Wacana lebih mengkritisi terhadap ketimpanganketimpangan yang terjadi di masyarakat. Karakteristik analisis wacana ini di antaranya adalah melihat teks sebagai bentuk dari interaksi. Sebuah wacana dapat dilihat bukan hanya sebagai bentuk pernyataan, tetapi juga dapat dilihat sebagai bentuk pernyataan, tuduhan, atau ancaman. Wacana dapat digunakan untuk mendelegitimasi, mendiskriminasi, atau memarjinalisasi seseorang, kelompok, atau gagasan tertentu di dalam media massa. Salah satu wujud ketimpangan-ketimpangan sosial yang sering menjadi sorotan di media massa dewasa ini adalah ketimpanganketimpangan sosial yang menimpa para penumpang kereta api di Indonesia. Tak jarang media massa menyuguhkan pemberitaan tentang kasus yang dialami mereka. Bagaimana representasi yang dijalankan oleh media massa terhadap para penumpang tersebut melalui bahasa di media massa adalah salah satu pertanyaan yang melatarbelakangi penelitian analisis wacana dengan pendekatan kritis ini. Dalam praktiknya, pendekatan kritis ini sering digunakan oleh kelompok-kelompok yang mengalami marginalisasi kepentingan di masyarakat. Hardiman dalam (Sunarto, 2001:20) menambahkan bahwa konsep kunci 54

untuk memahami teori kritis ini adalah kritik. Kritik merupakan suatu program bagi mahzab Frankfrut untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emasipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik-kritik mereka diarahkan pada berbagai bidang kehidupan masyarakat modern seperti seni, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sosial, budaya terutama pada bidang yang di dalamnya telah diselubungi ideologi-ideologi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu sekaligus mengasingkan manusia individual yang ada di dalamnya. Dalam menerapkan analisis wacana berparadigma kritis (Critical Discourse Analysis), ada beberapa tokoh yang terkenal sebagai pelopor teori ini dan mengusung model penelitiannya masing-masing, antara lain: Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Teun A. Van Dijk, dan Norman Fairclough. Salah satu model analisis wacana yang digunakan untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana adalah analisis wacana dengan model Theo Van Leuween. (Eriyanto, 2001:171). Theo Van Leuween membuat suatu model analisis yang bisa digunakan untuk melihat bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial tersebut digambarkan di dalam media, dan bagaimana suatu kelompok yang tidak mempunyai akses menjadi pihak yang terusmenerus dimarginalkan, Menurut Van Leuween, pemarjinalan kelompok sosial tertentu dapat dilihat berdasarkan kehadiran kelompok tersebut dalam sebuah wacana. Ada yang dikeluarkan dalam pembicaraan 55

(eksklusi) dan ada yang dihadirkan dalam pembicaraan (inklusi) (Eriyanto, 2001:173). Secara khusus Theo Van Pemarjinalan tersebut dapat dilihat dari dihadirkan atau tidak dihadirkannya/dikeluarkannya suatu kelompok atau seseorang ini dalam teks. Leeuwen mengungkapkan bahwa bahasa adalah cerminan ideologi sehingga dengan mempelajari bahasa yang tercermin dalam teks, ideologi dapat dibongkar. Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana ini untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Pendapat tersebut mengacu kepada wacana dan kekuasaan. Menurut Eriyanto (2001:171) bahwa kekuasaan bukan hanya beroperasi lewat jalur-jalur formal, hukum dan institusi negara dengan kekuasaan melarang dan METODOLOGI Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2002:2) penelitian yang bersifat kualitatif itu menunjukkan pada segi alamiah yang dipertentangkan dengan kuatum atau jumlah. Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan metode analisis isi (content analysis). Menurut Bungin (2003:84) bahwa content analysis adalah yang paling menghukum, tetapi juga beroperasi abstrak untuk menganalisis data lewat serangkaian wacana untuk mendefinisikan suatu kelompok sebagai tidak benar atau buruk. kualitatif. Metode analisis isi digunakan saat menganalisis wacana berita yang merepresentasikan 56

penumpang KRL di dalamnya. Penentuan metode analisis isi ini didasarkan pada sifat sumber data yang hermeneutis-fenomenologis dan sifat ideografis data. Objek penelitian ini adalah media massa harian umum Kompas. Data dari penelitian ini dibatasi hanya pada tulisan berita yang berjudul Penumpang di Atap KRL Dirazia yang terbit pada hari Rabu, 11 Mei 2011. Berita ini dimuat dalam rubrik Metropolitan. Alasan pemilihan berita ini karena di dalamnya terdapat kasus yang terjadi di ibu kota yang secara kasat mata sarat dengan nuansa politis. Berita ini lebih menonjol dalam memberikan gambaran terhadap masalah utama dari penelitian ini dan menunjang kepada tujuan penelitian. PEMBAHASAN Dari analisis data yang dilakukan, terlihat secara jelas bahwa penulis memihak kepada kelompok kaum elit. Kaum elit di sini diartikan sebagai kalangan pejabat yang bernaung di bawah PT KAI. Selain itu, juga ditemukan adanya pihak yang dimarjinalkan. Yang berposisi sebagai pihak yang termarjinalkan, yakni kalangan masyarakat menengah ke bawah yang kesehariannya menggunakan jasa PT KAI dalam melakukan berbagai aktivitas. A. Eksklusi Eksklusi adalah suatu isu sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya eksklusi adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor sosial tertentu tidak dilibatkan dalam suatu proses pembicaraan atau wacana. (Eriyanto, 2001:173). Penghilangan aktor sosial ini memiliki tujuan tertentu. Menurut Van 57

Leuween, pembaca berita perlu mengkritisi bagaimana masingmasing kelompok itu ditampilkan dalam teks, apakah ada pihak atau aktor yang dengan strategi wacana tertentu hilang dalam teks atau tidak. Ada beberapa strategi bagaimana suatu aktor (seseorang atau kelompok) dikeluarkan dalam pembicaraan. Di antaranya dapat digambarkan berikut ini. Penggunaan strategi eksklusi ditemukan dalam teks berita yang dianalisis. Dari tiga proses eksklusi yang dikemukakan Theo Van Leeuwen dalam teorinya, ditemukan dua proses eksklusi dalam berita ini, yakni pasivasi dan nominalisasi. Dalam berita ini terlihat ada beberapa pelaku yang disamarkan bahkan dikeluarkan dalam pembicaan. Penulis lebih memfokuskan pusat pemberitaanya melawan saat di lakukan penertiban. Jadi, perhatian pembaca seolah-olah ditujukan pada tindakan penumpang tersebut. 1. Pasivasi Eksklusi dengan cara pasivasi ini ditemukan dalam teks berita yang dianalisis. Ada empat bentuk penggambaran pasivasi ini. Cara ini digunakan untuk melindungi pelaku, dalam hal ini untuk melindungi para pejabat yang berwenang di PT KAI sebagai pihak yang dianggap menghegemoni tindakan yang dilakukan penumpang KRL. Proses pasivasi ini tergambar dalam kalimat berikut. (1) Ratusan penumpang kereta rel listrik yang duduk di tempat seharusnya, selasa (10/5), ditertibkan di Stasiu Pasar Minggu, Jakarta Selatan. kepada para penumpang yang 58

(2) Sedikitnya 46 orang ditangkap karena duduk di atas atap karena duduk di atas atap, bergelantungan di pintu, berdiri di antara gerbong, atau di lokomotif. KRL. Dalam keempat kalimat tersebut, sama sekali tidak disinggung siapakah sebenarnya yang melakukan penertiban, siapakah yang melakukan penangkapan, dan siapa yang memberikan sanksi. Pihak yang melakukan penertiban, (3) Dalam persidangan kemarin, ke-46 orang yang tertangkap rata-rata dijatuhi sanksi membayar denda Rp 21.000. penangkapan, dan pemberian sanksi kepada para penumpang dikeluarkan dari pembicaraan. Di dalam berita tersebut, pihak yang melakukan dan penangkapan penertiban hanya (4) Penertiban dilakukan mulai pukul 06.00 hingga pukul 11.00. kemudian diulang pada pukul 16.00 hingga pukul 19.00. Pemilihan bentuk pasif dalam kalimat-kalimat di atas telah mengaburkan siapa sesungguhnya sosok pelaku yang menertibkan, menangkap, serta menjatuhi hukuman bagi para penumpang yang naik ke atap digambarkan sebagai petugas keamanan saja. Padahal, sebagaimana yang diketahui, pihak keamanan tersebut terdiri dari berbagai satuan instansi. Relevan dengan pendapat Eriyanto (2001:174) yang mengatakan bahwa salah satu cara dalam membentuk pasivasi yaitu dengan membuat kalimat dalam bentuk pasif. Lewat pemakaian kalimat pasif ini, aktor dapat tidak hadir dalam teks, sesuatu yang tidak mungkin 59

terjadi dalam kalimat yang berstruktur aktif. Pembentukan kalimat pasif ini berdampak pada pemahaman makna isi berita. Perhatian yang disuguhkan media massa tersebut lebih menekankan pada tindakan buruk para penumpang yang sering menaiki atap KRL. Stategi bahasa dalam pemberitaan tersebut mengakibatkan pembaca menjadi tidak kritis dengan ketidakhadiran pelaku. Berbeda jika digunakan bentuk aktif yang pasti menempatkan posisi aktor/pelaku sebagai subjek yang menjadi pusat perhatian pembaca. Dengan kata lain, pada konstruksi berita ini, tindakan penumpang yang menyalahi aturan tersebut menjadi objek pemberitaan dan eksploitasi media massa. Pemilihan strategi bahasa tersebut dapat disebabkan banyak hal. Pertama, disebabkan memang media massa tersebut ingin menjadikan sosok para penumpang sebagai objek pemberitaan. Kedua, dapat disebabkan pihak media massa memang belum mendapatkan informasi yang akurat mengenai fenomena yang terjadi sesungguhnya; apakah tindakan yang dilakukan oleh para penumpang tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran aturan atau ada hal lain yang tersebunyi di balik hal tersebut. Ketiga, bisa disebabkan pihak media massa memang ingin melindungi PT KAI dari kasus ini maka wartawan sengaja mengaburkan pelaku yang melakukan penertiban dan razia terhadap para penumpang tersebut. 2. Nominalisasi Cara peghilangan pelaku melalui proses nominalisasi hanya ditemukan satu bentuk pada teks yang dianalisis. Proses ini pada dasarnya dilakukan dengan mengubah kelas kata. Kata yang 60

berjenis verba diubah menjadi nomina dengan cara menambahkan imbuhan pe-an. Adapun bentuk nominalisasi ini dapat dilihat sebagai berikut. (5) Sebagian penumpang memprotes penertiban itu. Mereka mengaku nekat duduk di atap karena jumlah KRL yang ada kurang. Penggunaan strategi bahasa melalui nominalisasi juga mengakibatkan hilangnya sosok pelaku/aktor. Berdasarkan keterangan dari Eriyanto (2001:176) bahwa nominalisasi tidak membutuhkan subjek karena nominalisasi pada dasarnya merupakan proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan/kegiatan menjadi kata benda yang bermakna peristiwa. Dalam setiap kegiatan/tindakan selalu terkandung unsur pelaku, tetapi tidak demikian halnya dengan peristiwa atau gejala. Dengan demikian pemberitaan tersebut melepaskan diri dari konteks pelaku, waktu, dan tempat. Dari data di atas, terdapat kata penertiban yang merupakan jenis kata benda. Kata penertiban tersebut sebenarnya berasal dari kata kerja menertibkan. Berdasarkan hal tersebut, siapa aktor yang melakukan penertiban tidak kelihatan. Dalam hal ini seharusnya dihadirkan petugas keamanan sebagai aktor yang melakukan razia kepada para penumpang KRL yang duduk di atas atap. Penggunaan nominalisasi ini menggiring pembaca untuk menjadi tidak kritis. Pembaca menjadi lebih memfokuskan perhatiannya pada tindakan penumpang yang menjadi korban, dan tidak memfokuskan perhatian kepada sosok aktor pelaku. Lambat laun hal ini dapat membangun pola pandang 61

yang buruk terhadap pandangan masyarakat pengguna jasa PT KAI yang memanfaatkan KRL untuk beraktivitas. B. Inklusi Dari wacana teks berita yang dianalisis, sosok penumpang yang duduk di atap KRL direpresentasikan melalui tiga bentuk, yakni: diferensiasi, abstraksi, dan identifikasi. Untuk lebih jelasnya, akan diuraikan berikut ini. 1. Diferensiasi Diferensiasi pada dasarnya merupakan strategi analisis wacana yang mengontraskan kehadiran pihak penghegemoni (pejabat di PT KAI) dan pihak tersubordinasi (penumpang KRL). Melalui pengkontrasan ini, salah satu pihak akan menjadi pihak yang tersudut, dan ada satu pihak lain yang akan menjadi pihak yang dominan dan terpandang. Hal ini terlihat dari data wacana berikut ini. (6) Berbagai upaya pernah dilakukan PT KAI untuk mencegah penumpang naik ke atap kereta, mulai dari memasang kawat di atas atap, penyemprotan penumpang kereta, bahkan sampai dipasangi pagar. Namun, tetap saja ada orang yang naik karena penumpang menjadi lebih kreatif untuk mengakali berbagai hambatan pencegah orang naik ke atas atap. (7) Dari catatan PT KAI, ratarata tiga orang per bulan meninggal karena tersengat listrik saat berada di atap KRL. Bahaya ini masih belum membuat orang jera duduk di atap kereta, terutama KRL ekonomi serta pada jam sibuk di pagi hari dan sore hari. Wacana di atas merupakan bentuk dari stategi wacana eksklusi dengan cara diferensiasi. Di dalam paragraf tersebut dibandingkan antara pihak pejabat PT KAI dengan para penumpang KRL. Penggunaan 62

kalimat Berbagai upaya pernah dilakukan PT KAI untuk mencegah penumpang naik ke atap kereta, mulai dari memasang kawat di atas atap, penyemprotan penumpang kereta, bahkan sampai dipasangi pagar menggiring pembaca pada pemikiran bahwa PT KAI telah melakukan berbagai langkah dalam mengatasi masalah penumpang KRL. Hal ini mengakibatkan PT KAI berada pada posisi yang benar. Pihak PT KAI dikontraskan dengan penumpang KRL yang menjadi pihak yang patut dipersalahkan. Mengacu pada pendapat Eriyanto (2001:179) yang mengatakan bahwa suatu peristiwa atau seorang aktor sosial dapat ditampilkan dalam teks secara mandiri sebagai suatu peristiwa yang unik dan khas, tetapi bisa juga kontras dengan menampilkan peristiwa atau aktor lain dalam teks. Hadirnya peristiwa atau kelompok lain selain yang diberitakan itu, menurut Van Leuween, bisa menjadi penanda yang baik bagaimana suatu kelompok atau peristiwa direpresentasikan dalam teks. Diferensiasiindeferensiasi ini merupakan strategi wacana bagaimana suatu kelompok disudutkan dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang dipandang lebih dominan atau lebih bagus. Akibat proses diferensiasi ini, masalah yang sebenarnya menjadi tertutup. Permasalahan utama dari kasus ini sebenarnya adalah jumlah armada KRL yang terbatas. Kalau armada KRL lengkap dan memenuhi kebutuhan masyarakat, pasti para penumpang tidak akan menumpangi KRL dengan cara menaiki atapnya. Tidak akan mungkin seseorang mau untuk mencelakai dirinya. Masyarakat sesungguhnya menyadari 63

bahwa menaiki atap kereta tersebut sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa. Akan tetapi, mengingat tingkat mobilitas masyarakat yang tinggi dan padat, sedangkan jumlah armada KRL yang terbatas terpaksa masyarakat menaiki atap KRL. Oleh karena itu, tindakan pelanggaran yang dilakukan para penumpang tersendiri bagi pembaca. Efek yang dihasilkan akan dapat mampu mengubah paradigma pembaca. Proses abstraksi ini hampir mirip dengan majas hiperbola. Pembaca dapat saja berubah pandangan dari positif menjadi negatif terhadap suatu objek yang direpresentasikan. Sesuai dengan Eriyanto (2001:181) tersebut seharusnya menjadi mengatakan bahwa makna yang pemikiran yang tersendiri bagi PT KAI untuk ke depannya. Sebagaimana yang diketahui, selama ini PT KAI hanya melakukan tindakan kekerasan kepada masyarakat untuk mengantisipasi masalah ini. PT KAI belum menunjukkan sikap yang tegas untuk memikirkan permasalaha dari segi prasarana terutama dari jumlah armada yang terbatas. 2. Abstraksi Menampilkan aktor secara diterima khalayak akan berbeda karena dengan membuat abstraksi peristiwa atau aktor yang sebetulnya secara kuantitatif berjumlah kecil, dengan abstraksi dikomunikasikan seakan berjumlah banyak. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut. (8) Sarwono termasuk dalam ratusan orang yang berusaha melawan ketika disuruh turun oleh petugas keamanan khusus kereta api. abstrak akan menimbulkan kesan 64

(9) Beberapa penumpang lain, rata-rata adalah laki-laki, sampai dikejar petugas karena terus memaki dan menolak ditertibkan. Berdasarkan kutipan di atas, terihat ada kata ratusan yang digunakan untuk merepresentasikan para penumpang yang melawan petugas keamanan. Kata tersebut seolah-olah menggambarkan citra para penumpang KRL yang buruk. Publik akan menilai bahwa rata-rata secara massal penumpang kereta api tersebut merupakan orang yang tidak taat dengan peraturan. Para penumpang KRL direpresentasikan memiliki pola pemikiran yang kolot dan kuno dan sering melawan kepada petugas keamanan. Begitu juga dengan penggunaan kata rata-rata. Kata tersebut mengasosiasikan yang emosional, suka memaki, dan melawan. Khalayak akan melihat citra buruk kaum laki-laki. Secara tidak langsung, hal ini telah terjadi diskrimasi pemberitaan kepada lakilaki. Dalam peristiwa ini tidak mungkin rasanya si penulis berita tidak tahu dengan jumlah penumpang yang melawan kepada petugas serta siapa-siapa saja penumpang yang menolak untuk ditertibkan. 3. Identifikasi Dalam indentifikasi, proses pendefinisian dilakukan dengan menambahkan anak kalimat sebagai penjelas. Penambahan anak kalimat ini berfungsi untuk meyakinkan pembaca dengan berita yang akan disampaikan. Apabila suatu kelompok digambarkan dengan buruk, maka pembaca pasti akan menerima secara buruk pula. Hal ini mengacu pada pendapat Eriyanto (2001:184) mengatakan bahwa dalam strategi bahwa laki-laki merupakan orang 65

indentifikasi, proses pendefinisian itu dilakukan dengan memberi anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua proposisi, dimana proposisi kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama. Umumnya dihubungkan dengan kata hubung seperti: yang dan dimana. Seperti yang tertera di bawah ini. (10) Lihat saja, di dalam sudah uwel-uwel begitu. Mau pengangan di pintu saja tak cukup. Makanya, duduk di atap, kata Sarwono menuju Tanah Abang, Jakarta Pusat. Penambahan anak kalimat tersebut menunjukkan bahwa Sarwono merupakan seorang pekerja yang hampir setiap hari menggunakan jasa KRL dalam aktivitasnya. Secara tidak langsung teks ini juga menggambarkan bahwa Sarwono setiap harinya menumpangi KRL dengan cara menaiki atapnya. Perhatian pembaca pun hanya difokuskan kepada Sarwono. Pembaca akan menilai Sarwono sebagai sosok yang tidak taat dengan aturan. (37), pekerja asal Depok yang pada Selasa pagi kemarin hendak menuju SIMPULAN Berdasarkan pembahasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari kutipan tersebut terlihat penggunaan identifikasi. Hal itu ditandai dengan anak kalimat yang pada Selasa pagi kemarin hendak tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam teks berita yang berjudul Penumpang di Atap KRL Dirazia terdapat ketimpangan-ketimpangan kepentingan sosial. Penulis berita memperjuangkan kelompok dari PT 66

KAI, sedangkan pihak yang dimarjinalkan adalah para penumpang KRL. Jelas terlihat bahwa terdapat penyalahgunaan kekuasaan atas kasus ini. Pendeskripsian ketiga hal tersebut disesuaikan dengan metode analisis Theo Van Leuween yang ditinjau dalam dua hal, yaitu proses eksklusi (bagaimana sosok pelaku dikeluarkan dalam teks) dan proses inklusi (bagaimana sosok penumpang KRL digambarkan dalam teks. Proses eksklusi yang ditemukan hanya ada dua bagian, yakni pasivasi dan nominalisasi, sedangkan proses inklusi ditemukan ada tiga bagian, yakni diferensiasi, abstraksi, dan identifikasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Harian Umum Kompas merepresentasikan sosok penumpang yang duduk di atap KRL sebagai sosok yang marginal, tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan, tidak taat dengan aturan, suka mencaci, dan melawan kepada para petugas keamanan. Penelitian ini masih bersifat terbatas dalam menjaring data berita yang di dalamnya merepresentasikan sosok penumpang KRL yang bermasalah sehingga penelitian ini belum dapat dijadikan sebagai simpulan akhir mengenai representasi penumpang KRL di media massa, khususnya di Kompas. Penelitian ini hanya dibatasi pada satu teks berita saja. Masih diperlukan data yang lebih lengkap untuk menyempurnakan simpulan yang telah diperoleh. DAFTAR PUSTAKA Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 67

Sunarto, Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakara: LKIS. 68