BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal

BAB 4 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan pengamatan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

Stadium klinik karsinoma serviks uteri menurut sistem FIGO 2000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

HUBUNGAN PENURUNAN KADAR SQUAMOUS CELL CARCINOMA ANTIGEN DENGAN RESPON RADIASI HISTOPATOLOGIS PADA KARSINOMA EPIDERMOID SERVIKS UTERI STADIUM LANJUT

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

PENILAIAN RESPON KLINIS DAN KADAR SCC KEMOTERAPI KOMBINASI PACLITAXEL CARBOPLATIN PADA KARSINOMA SERVIKS STADIUM LANJUT

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

Penatalaksanaan Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan Selama 5 Tahun (1 Januari 1996 s.d.

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

PERBEDAAN KADAR CARCINOEMBRYONIC ANTIGEN (CEA) SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI PADA PASIEN DENGAN KARSINOMA KOLOREKTAL ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB I PENDAHULUAN. bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

Artikel Penelitian. Rini Noviyani 1, Ketut Suwiyoga 2, Intan Puspa 1, Nyoman Budiana 2, Ketut Tunas 3 1

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia tahun 2010 menunjukan, kasus rawat

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB III METODE PENELITIAN

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG TAHUN 2010 JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan yang sering dijumpai pada wanita. Di

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tahun didiagnosa sekitar kasus kanker payudara baru dan

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis yang banyak juga mempunyai sifat-sifat dari berbagai penyakit lainnya yang sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk keselamatan klien (Soemitro & Aksan, 2012). mammae (Masdalina Pane, 2005).

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB 4 HASIL PENELITIAN. sedang-berat yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Rerata umur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUMOR MARKER PADA KANKER GINEKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. kejadian kanker kulit sekitar 3,5 juta kasus pertahun, dimana basal cell carcinoma merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kanker Testis. Seberapa tinggi kasus kanker testis dan bagaimana kelangsungan hidup pasiennya?

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di Indonesia. Penyakit ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai pada wanita dan lebih dari 90% karsinoma serviks uteri merupakan jenis karsinoma sel skuamosa atau epidermoid 1. Di Amerika Serikat karsinoma serviks menempati urutan ketiga dari semua kanker ginekologi, di mana pada tahun 1994 ditemukan lebih kurang 15.000 kasus baru, sedangkan di negara berkembang karsinoma serviks menempati urutan pertama 2. Pada dasarnya pengobatan karsinoma epidermoid serviks uteri yang selama ini dilakukan di Indonesia sudah cukup maju dan memadai. Di RS. dr. Kariadi Semarang pengobatan pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut adalah radioterapi dan kemoterapi. Mengingat syarat pemberian kemoterapi yang harus dipenuhi termasuk tingginya biaya yang diperlukan, banyak penderita yang mendapat pengobatan dengan metode radioterapi. Sebagaimana tumor ganas pada umumnya, karsinoma epidermoid serviks uteri juga menunjukkan kesulitan dalam mencapai hasil pengobatan yang optimal dengan metode radioterapi. Keterbatasan pengobatan ini dapat dilihat dari kegagalan pengobatan atau berulangnya penyakit setelah pengobatan pertama. Diperkirakan 1/3 kasus akan mengalami residif dan 20% penderita gagal diobati 3. Banyak penelitian yang

2 menghubungkan keterbatasan hasil pengobatan ini dengan luas penyebaran penyakit (stadium klinik), perangai histopatologis dan teknik serta dosis radiasi. Pada kasuskasus dengan stadium klinik, perangai histopatologis serta prosedur radioterapi yang sama, masih terlihat perbedaan hasil pengobatan pada masing-masing kasus, sehingga diperlukan suatu pengawasan lain yang dapat mengidentifikasi kasus - kasus dengan risiko tinggi terhadap kegagalan radioterapi. Satu segi yang masih belum dikembangkan secara menyeluruh yaitu cara-cara pengawasan penderita selama pengobatan dilakukan dan setelah pengobatan dihentikan. Tujuan sistem pengawasan ini antara lain untuk mengetahui respon pengobatan, yang salah satu caranya dengan melihat respon radiasi histopatologis (RRH), sehingga dapat menentukan prognosis. Selain cara pengawasan tersebut di atas, adalah pengawasan secara biokimiawi dan imunologik, dengan prinsip bahwa sel kanker dapat menghasilkan suatu zat atau bahan yang ditemukan di dalam plasma, atau cairan tubuh lainnya 4,5. Zat atau bahan ini ternyata kemudian dihasilkan pula oleh jaringan penyokongnya, serta kemudian dapat digolongkan khas atau tidak khas untuk kanker tersebut. Dikenal berbagai macam perubahan ataupun ditemukan berbagai macam zat pada penderita kanker yang dikelompokkan sebagai petanda tumor (tumour marker). Salah satu yang banyak diteliti adalah kelompok antigen tumor. Pada sel sehat selalu ditemukan apa yang disebut sebagai normal transplantation antigens yang terletak pada permukaan sel atau membran sel 4,6. Antigen inilah yang menggambarkan atau merefleksikan spesifitas setiap individu. Apabila sel berubah menjadi sel ganas akibat perubahan aparat genetik karena mutasi pada kanker, maka terjadi perubahan pada

3 membran sel, dan terbentuk antigen baru. Terbentuknya antigen baru tersebut, tubuh akan mengenalnya sebagai antigen asing. Sebagai kelanjutannya terjadilah respon imun tubuh dalam bentuk reaksi penolakan 6. Secara hipotetik kadar petanda tumor sebanding dengan masa tumor atau populasi sel kanker. Mempelajari petanda tumor pada sekelompok penderita karsinoma serviks uteri yang kebanyakan berjenis sel epidermoid dapat meningkatkan ketelitian pengelolaan penderita selama pengobatan dilakukan dan setelah pengobatan dihentikan. Beberapa petanda tumor seperti Carcinoembryonic Antigen (CEA), Carcino Antigen-125 (Ca-125) telah diteliti pada kanker serviks, namun manfaatnya masih terbatas, yang disebabkan antara lain karena kedua petanda tumor tersebut tidak berasal dari kanker serviks. Penelitian petanda tumor yang sering dilakukan pada karsinoma epidermoid serviks uteri dalam menilai aktivitas sel-sel kanker adalah squamous cell carcinoma antigen (SCC antigen). Seperti pada petanda tumor lain, SCC antigen tidak spesifik, namun jika dibandingkan dengan petanda tumor CEA dan Ca-125, SCC antigen lebih spesifik dan sensitif untuk karsinoma epidermoid serviks uteri. Salah satu penyebabnya adalah karena SCC antigen dikenal langsung dari kanker serviks yang ditemukan dalam sitoplasma karsinoma epidermoid serviks uteri, serta adanya peningkatan kadar SCC antigen dalam serum yang sesuai dengan luas kanker berdasarkan stadium klinik 5,6. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai sensitivitas dan spesifisitas SCC antigen masih bervariasi 6. Dari kenyataan di atas, petanda tumor ini dipakai untuk pengamatan lanjut.

4 Masih sangat sedikit laporan tentang petanda tumor SCC antigen ini dalam pengelolaan karsinoma epidermoid serviks uteri. Tidak spesifiknya petanda tumor ini, maka untuk pemakaian di klinik perlu ditetapkan nilai batas (cut off point) yang berkaitan dengan perangai biologi kanker yang diteliti. Pada suatu penelitian diketahui kadar SCC antigen pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri tergantung stadium klinis, yaitu pada stadium 0: 0-16% penderita dengan nilai kadar 0,8-2,2 ng/ml (rerata 1,0 ng/ml), stadium I: 29-34% penderita dengan kadar 0,9-6,0 ng/ml (rerata 1,9 ng/ml), stadium II: 59-64% penderita dengan kadar 0,5-17,6 ng/ml (rerata 3,5 ng/ml), stadium III: 85-86% penderita dengan kadar 0,5-80,4 ng/ml (rerata 11,6 ng/ml), stadium IV: 80-86% penderita dengan kadar 1,2-69,3 ng/ml (rerata 13,6 ng/ml) dengan nilai batas normal 2,5 ng/ml 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin lanjutnya stadium klinik, maka semakin meningkat pula kadar SCC antigen, terutama pada hampir semua karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut, namun tidak pada jenis adenokarsinoma 5-7. Nilai SCC antigen juga berhubungan dengan derajat diferensiasi sel kanker. Ada kecenderungan dengan semakin buruknya derajat diferensiasi, mempunyai hubungan dengan semakin tingginya kadar SCC antigen 7. Tinggi rendahnya kadar SCC antigen memberikan gambaran aktivitas diferensiasi sel dan jenis sel kanker, sehingga respon pengobatan radiasi yang akan diberikan dapat diperkirakan dengan mengetahui kadar SCC antigen 7. Pada pengamatan serial sebelum dan setelah terapi, kadar SCC antigen berkaitan dengan respon pengobatan dan perjalanan penyakit 7.

5 Penerapan sistem pengawasan dengan menggunakan petanda tumor SCC antigen pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yang mendapat terapi radiasi sampai saat ini masih belum banyak dilakukan. Kenyataan adanya perbedaan kadar SCC antigen sebelum dan setelah terapi, maka perlu ditelaah respon pengobatan berdasarkan kadar SCC antigen sebelum (pra) dan setelah (pasca) terapi radiasi, dan hubungan kadar SCC antigen dengan RRH pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. 1.2 Permasalahan penelitian Berdasarkan uraian diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah : - Apakah terdapat penurunan kadar SCC antigen pasca terapi radiasi pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut. - Apakah terdapat hubungan antara kadar SCC antigen pra dan pasca terapi radiasi dengan RRH pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut. - Apakah kadar SCC antigen pra atau pasca terapi radiasi dapat digunakan untuk memprediksi respon radiasi histopatologis (RRH). 1.3 Keaslian penelitian Penelitian mengenai pemeriksaan kadar petanda tumor, khususnya SCC antigen pada karsinoma serviks uteri telah dilakukan di luar negeri maupun di dalam negeri.

6 Penelitian di Hong Kong (1990) mendapatkan kadar SCC antigen meningkat dengan semakin lanjutnya stadium penderita karsinoma epidermoid serviks uteri. Pada 60% penderita dengan kadar SCC antigen yang tetap tinggi, ditemukan tumor viabel pada biopsi serviks setelah radioterapi 8. Di Taiwan (1998) mendapatkan kadar SCC antigen setelah radioterapi lebih dari 10 ng/ml merupakan faktor prediksi untuk prognosis yang buruk pada penderita karsinoma serviks uteri. Kadar yang tetap tinggi setelah radioterapi ini merupakan faktor prediksi yang kuat dari kegagalan terapi 9. Sebuah penelitian retrospektif di Jerman (2000), mendapatkan kadar serum SCC antigen sebelum radioterapi dan kemoterapi meningkat pada 60% penderita karsinoma serviks uteri dengan nilai batas 2,5 ng/ml. Kadar SCC antigen ini berkaitan dengan stadium tumor. Setelah radioterapi dan kemoterapi didapatkan 98% penderita mengalami remisi komplet dan 87% remisi parsial dengan kadar serum dibawah nilai batas 10. Hasil penelitian di Jepang (2003), didapatkan bahwa penurunan kadar SCC antigen menjadi normal (nilai batas 1,5 ng/ml) setelah radioterapi dan kemoterapi berhubungan secara bermakna dengan respon komplit pada penderita karsinoma serviks uteri. Pada kadar SCC antigen 5-30 ng/ml sebelum radioterapi dan kemoterapi, lebih dari 70% mengalami penurunan kadar SCC antigen dalam 4 minggu dan berhubungan bermakna dengan respon komplit 11. Di Semarang pada tahun 2001 pernah dilakukan penelitian mengenai peran SCC dalam evaluasi keberhasilan terapi karsinoma serviks uteri pada 21 penderita stadium

7 III yang mendapat pengelolaan dengan radioterapi dan kemoterapi. Pada penelitian tersebut didapatkan 66,7% penderita terjadi penurunan kadar SCC dengan nilai sensitivitas 57,1 % dan nilai spesifisitas 47,6 % 12. Penelitian mengenai pemeriksaan kadar SCC antigen pra dan pasca terapi radiasi pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut dan hubungannya dengan respon radiasi histopatologis belum pernah dilakukan di RS. dr. Kariadi Semarang. Penelitian Tahun Tempat Hasil Ngan HY dkk 1990 Hongkong 60% penderita dengan kadar SCC antigen yang tetap tinggi, ditemukan tumor viabel pada biopsi serviks setelah radioterapi. Hong JH dkk 1998 Taiwan Kadar SCC antigen > 10ng/ml setelah radioterapi merupakan faktor prediksi untuk prognosis yg buruk. Micke O dkk 2000 Jerman Setelah radioterapi dan kemoterapi, 98% penderita remisi komplet dan 87% remisi parsial dengan kadar SCC antigen dibawah nilai batas. Ohno T dkk 2003 Jepang Penurunan kadar SCC antigen menjadi normal setelah radioterapi dan kemoterapi. Iskandar TM, Suprijono 2001 Semarang 66,7% penderita terjadi penurunan kadar SCC antigen setelah radioterapi dan kemoterapi.

8 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum Untuk membuktikan bahwa kadar SCC antigen pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengevaluasi kemajuan terapi. 1.4.2 Tujuan khusus - Untuk membuktikan adanya penurunan kadar SCC antigen pasca terapi radiasi pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut. - Untuk menganalisis hubungan antara kadar SCC antigen pra dan pasca terapi radiasi dengan RRH pada penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut. - Untuk menetapkan nilai batas (cut off point) kadar SCC antigen pra dan pasca terapi radiasi yang dapat digunakan sebagai prediktor RRH jelek. 1.5 Manfaat penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi tentang petanda tumor, khususnya SCC antigen dalam mengetahui prognosis penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yang hanya mendapat terapi radiasi dengan mengetahui perubahan kadarnya pada pra dan pasca terapi radiasi dan hubungannya dengan respon radiasi histopatologis, serta sekaligus mendapatkan cut off point kadar SCC antigen pra dan pasca terapi radiasi yang dapat dipakai untuk menentukan suatu respon radiasi menjadi jelek.