ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

PENELITIAN MUTU GENETIK SAPI ONGOLE DAN BRAHMAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR

ESTIMASI KETERSEDIAAN BIBIT SAPI POTONG DI PULAU SUMATERA

Estimasi Output Sapi Potong di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

ESTIMASI OUTPUT BABI DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI OUTPUT ESTIMATION OF PIG IN TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BANGSA-BANGSA KAMBING DI DESA KARANG ENDAH KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN POPULASI DAN POTENSI KERBAU MOA DI PULAU MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

Estimasi Output Sapi Potong di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

ESTIMASI POTENSI DAN KINERJA SAPI BALI DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

NATURAL INCRESAE SAPI BALI DI WILAYAH INSTALASI POPULASI DASAR PROPINSI BALI

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

Key words : DAS Progo, Beef cattle, The potency of area

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ESTIMASI DINAMIKA POPULASI DAN PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DI KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

RISET UNGGULAN DAERAH

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

Estimasi Output Sapi Potong di Lahan Pasang Surut Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

ESTIMASI DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI DI KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN, PROPINSI PAPUA

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

Analisis Investasi Usahatani Pembibitan Sapi Peranakan Limousine di Kabupaten Sleman

Dinamika Populasi dan Produktivitas Sapi Madura di Wilayah Konservasi Pulau Sapudi

PERTAMBAHAN ALAMIAH DAN DISTRIBUSI ANGKA KELAHIRAN SAPI BALI DI KOTA BAUBAU

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

Pengamatan Sifat-sifat yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi pada Sapi Bali di Kota Mataram

PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DI DESA CANDEN KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL

Analisis Sensitivitas Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT DI DAERAH PERTANIAN LAHAN KERING

POTENSI DAN KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGGEMUKAN SAPI POTONG

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

ANALISIS PROFFITABILITAS USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

STUDI UJI PERFORMANS TERNAK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU, SULAWESI SELATAN (PRELIMINARY STUDY) Abstrak

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

J. M. Tatipikalawan dan S. Ch. Hehanussa Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN JAWA TENGAH TAHUN 2014

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

IDENTIFIKASI POLA PERKAWINAN SAPI POTONG DI WILAYAH SENTRA PERBIBITAN DAN PENGEMBANGAN

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

EVALUASI POTENSI WILAYAH KECAMATAN WATES UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DENGAN POLA INTEGRATED FARMING

Kontribusi Usahatani Padi dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

SKRIPSI EVALUASI PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICE SAPI POTONG DI UPT BALAI KAJI TERAP PETERNAKAN SRI PULAU KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

Transkripsi:

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Potency Analysis of Feeders Beef Cattle at Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) SUMADI, WARTOMO HARDJOSUBROTO dan NONO NGADIYONO Fakultas Peternakan,Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta ABSTRACT This Reaserch was conducted to potency analysis af feeders beef cattle of Daerah Istimewa Yogyakarta. This research using survey method, in four destricts (Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul, and Sleman), including 1 farmers as respondents. This research was done from June to September 200. The variables observed were composition, reproduction and mortality of the animals. The results showed that composition of calfs 27,16 ±,0%: youngs 20,2 ± 7,76 % and adults 52,2 ± 9,27%. The average age at first mating of heifers and first calving were 22,67 ± 0,76% and 2,9 ± 1,29 months. The weaning age, period of first mating after calving and calving interval were 5,96 ± 0,6;,0 ± 0,5 and,17 ± 0,70 months. S/C were 2,06 ± 0,. The calving rate was 61,9 ± 1,60 % from adult females or 26,20 ± 5,16% from total population. Sex ratio was 52,5 ± 12,0% and 7,7 ± 12,0%. The dams were kept up to 9,6 ± 1,6 years or until 6,7 ± 0,7 time calvings. The mortality rate population 0,0 ± 0,9%. Natural increase 25,1 ± 51,9%; Net replacemant rate 197,19 ± 91,29% and composition of feeders beef cattle 12,62% (7,2% males and 5,05 females) and adult cattles (culling) 12,6% (6,17% males and,6 females) with out put total 25,25% from population. Key words: Beef cattle feeders, DIY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sapi potong bakalan di wilayah Propinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang akan dihitung melalui teori pemuliaan ternak. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi empat kabupaten (Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul dan Sleman), mencakup 1 peternak sebagai responden. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni September 200. Variabel yang diamati meliputi komposisi, reproduksi dan kematian sapi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa komposisi sapi potong pedet 27,16 ±,0%; muda 20,2 ± 7,76% dan dewasa 52,2 ± 9,27%. Umur sapi betina pertama dikawinkan dan induk pertama adalah 22,67 ± 0,76 bulan dan 2,9 ± 1,29 bulan. Ratarata umur penyapihan, perkawinan setelah beranak dan jarak beranak adalah 5,96 ± 0,6 bulan;,0 ± 0,5 bulan dan,71 ± 0,70 bulan. S/C sebesar 2,06 ± 0,. Tingkat kelahiran adalah 61,9 ± 1,60% dari populasi. Perbandingan pedet jantan dan betina sebesar 52,5 ± 12,0% dan 7,7 ± 12,0%. Induk dipelihara sampi umur 9,6 ± 1,6 tahun atau sampai beranak 6,7 ± 0,7 kali. Kematian terhadap populasi sebesar 0,0 ± 0,9%. Natural Increase 25,1 ± 51,9%, Net Replacemen rate 197,19 ± 91,29% dan komposisi potensi sapi potong,sapi muda 12,62 % dan sapi tua afkir 12,6% dari populasi. Potensi sapi potong bakalan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200, sapi muda 12,62 % (7,2% jantan dan 5,0% betina) dan sapi tua fakir 12,6 %(6,17% jantan dan 6,6 betina) dengan total keluran 25,25% dari populasi. Kata kunci: Sapi potong bakalan, DIY PENDAHULUAN Sapi potong merupakan ternak ruminansia besar yang menjadi salah satu aset nasional di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang cukup besar potensinya untuk dikembangkan. Disamping itu sapi potong mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat dan sebagai penghasil daging peringkat tertinggi sehingga merupakan potensi yang sangat penting untuk dikembangkan. 10

Potensi atau out put dari masingmasing wilayah penghasil sapi potong di Indonesia, itu penting karena dapat diketahui kemampuan riel dalam menyediakan sapi potong sesuai kebutuhan pasar. Disamping itu juga dapat dibuat peta potensi wilayah sapi potong di Indonesia dan dapat digunakan sebagai dasar peningkatan produktivitasnya. Produktivitas seekor ternak merupakan gabungan sifat produksi dan reproduksi dari ternak tersebut dalam kurun waktu tertentu, serta dipengaruhi oleh genetik, lingkungan dan interaksi genetik dan lingkungan (LASELY, 197 dan HARDJOSUBROTO, 199). TAMASZERWSKA et al. (199) menyatakan bahwa aspek produksi seekor ternak tidak dapat dipisahkan dari reproduksi ternak yang bersangkutan, dan tanpa berlangsungnya reproduksi tidak akan terjadi produksi. Sifatsifat reproduksi pada sapi potong yang mempunyai nilai ekonomi penting antara lain: umur pubertas dan perkawinan pertama, siklus estrus, S/C, jarak beranak, perkawinan pertama setelah beranak, lama digunakan dalam breeding dan umur penyapihan pedet (LASLEY, 191; HARDJOSUBROTO, 199). TRIKESEWO et al. (199) menyatakan bahwa yang termasuk dalam komponen produktivitas sapi potong adalah jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf crop), boboy setahunan (yearling), bobot potong dan pertambahan bobot badan. Produktivitas sapi potong dari suatu wilayah dapat dinyatakan sebagai output atau potensi suatu wilayah yang terdiri atas jantan dan betina afkir ditmbah jantan dan betina muda sisa pengganti. Potensi wilayah dalam menghasilkan sapi potong dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi ternaknya dan ketersediaan pakannya. Berdasakan ternaknya yang terpenting adalah sifat reproduksinya. Disamping itu tinjauan potensi wilayah dari segi pemuliaan yang utama adalah berapa lama sapi potong digunakan dalam pembiakan. Hal ini menjadi penting Karena fakta tersebut secara langsung mempengaruhi jumlah ternak pengganti (Replacemant Stock) yang dibutuhakan untuk mengganti populasi ternak yang dikeluarkan dan kelebihan ternak pengganti tersebut dapat digunakan sebagai bakalan untuk bibit maupun digemukan. Sapi tua (afkir) yang dikeluarkan dari breeding dapat juga digemukkan tetapi kwalitasnya tidak sebaik sapi muda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi potensi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menghasilkan sapi potong, baik berupa ternak potong bibit, bakalan maupun sapi afkir yang dihitung melalui pendekatan teori pemuliaan (breeding teori). Dengan pengamatan ini diharapkan: (1) Dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat program peningkatan produktivitas, khususnya potensi sapi potong bakalan di Daerah Istimewa Yogyakarta; (2) sebagai dasar pengendalian pengeluaran sapi potong di Daearah Istimewa Yogyakarta; dan () sebagai indikator untuk melihat perkembangan populasi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi dan waktu MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kabupaten yakni Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul dan Sleman di Propinsi DIY. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni September 200, terhadap peternak yang memiliki sapi potong sebagai responden beserta ternaknya. Data sekunder dari instansi terkait. Metode Penelitian ini menggunakan metode survei dengan dibantu kuesioner dan observasi. Setiap kabupaten sampel diplih kecamatan dan desa yang sesuai dengan kegiatan penelitian, dengan total responden sebanyak 1 orang (dipilih secara quota sampling). Pengamatan meliputi identitas ternak dan peternaknya. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif, kualitatif dan kuantitatif. Pola pemuliaan sapi potong digunakan untuk mengestimasi kebutuhan ternak pengganti (replacement stock) dan komposisi ternak disurvei. Natural Increase (NI) dihitung dari selisih jumlah kelahiran dan kematian sapi per tahun dan hasil pengurangan NI dengan kebutuhan ternak pengganti merupakan potensi wilayah atau keluaran (out put) berupa sapi hidup yang terdiri atas sapi jantan tua, betina tua dan sisa pengganti yang dapat digunakan sebagai bakalan (jantan dan betina). HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Identitas responden Identitas responden pada tahun 200 dari empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, bahwa ratarata umur peternak masih dalam kisaran umur produktif (51,69 ± 1,9 tahun) dan pengalaman beternak cukup lama (19,2 ± 2, tahun). Tingkat pendidikan peternak masih relatif rendah yaitu tidak sekolah (7,67 ± 1,5%) dan SD (56,7 ± 5,52%). Pekerjaan utama peternak umumnya petani (65,22 ± 11,57%) dan tujuan utama pemeliharaan untuk menghasilkan keturunan 70,52 ± 2,59% dan untuk tabungan 25,7 ± 2,1%. Komposisi sapi potong Komposisi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200 dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah pedet 27,16 ±,0%, sapi muda 20,2 Tabel 1. Identitas responden Peubah Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman Umur peternak (th) 9,02 5,62 52,1 51,79 51,69 ± 1,9 Pengalaman beternak (th) 22,27 21,0 16,27 17,55 19,2 ± 2, Pendidikan (%): Tidak sekolah SD SLTP SMU PT 6,66 55 21,67 1,67 5, 21,10 1,90 6,67 65 9 16 2 16,0 5,0 16,17 11 7,67 ± 6,5 56,7 ± 5,52 16,9 ± 5,,2 ±,27, ± 2,29 Pekerjaan utama (%): Petani Wiraswasta PNS Pensiunan Buruh TNI/POLRI 71,67 20 5, 72,22 6,67 6,67 12,22 2,22 10 7 1 69 10,5 1,5 65,22 ± 11,57 10,17 ± 7,0 6,5 ± 2,6 1,22 ± 1,5 16,06 ±,1 0,1 ± 1,05 Tujuan utama pemeliharaan (%): Keturunan (breeding) Tabungan 100 2,22 55,56 70 19 69, 2,57 70,52 ± 2,59 25,7 ± 2,1 Penggemukan 2,22 9 1,59,2 ±,9 Pupuk Tenaga kerja Luas lahan (m 2 ): Tegalan Pekarangan Sawah 69,6 55 76,9 1227,69 1110 2 200,50 2579,0 ± 95,06,75 ± 775,0 16,0 ± 1001,79 Lahan hijauan yang 60,77 69,69 272,50 ditanami rumput 7,70 ± 26,0 x ± s 12

± 7,76% dan sapi dewasa 52,2 ± 9,27%. Perbandingan sapi jantan dan betina sebesar 0,7 ±,65% dan 69,6 ±,65%. Populasi betina dewasa cukup tinggi (5,12 ± 5,7%), hal ini sesuai dengan tujuan pemeliharaan untuk menghasilkan keturunan. jantan dewasa relatif rendah, sebab sapi jantan yang dipelihara untuk digemukkan bukan untuk sapi pejantan, karena perkawinan sapi sebagian besar menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Sleman dan Gunung Kidul total jantan relatif tinggi dibanding kabupaten lain, hal ini diduga disebabkan banyaknya penggemukan sapi rakyat. Ratarata kepemilikan sapi potong Rata rata kepemilikan sapi potong per responden di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200, dapat dilihat pada Tabel. Pada Tabel menunjukan pemilikan sapi potong per peternak di Daerah Istimewa Yogyakarta ratarata 2,90 ± 0,96 ekor atau 2,09 ± 0,61 UT. Hal ini artinya peternak memiliki sapi potong setara 2 ekor dewasa. yang relatif kecil ini diduga disebabkan terbatasnya lahan untuk mencari rumput (pakan), terbatasnya tenaga kerja keluarga disamping keterbatasan modal. Ratarata pemilikan per responden di Sleman dan Kulonprogo relatif tinggi dibanding kabupaten lainnya, hal ini diduga disebabkan daya dukung lahan, modal dan sosial ekonomi masyarakat yang berbeda. Pengelolaan dan biologi reproduksi Pengelolaan dan biologi reproduksi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200 dapat dilihat pada Tabel. Pada Tabel menunjukan bahwa para peternak mengawinkan sapi pertama kali pada jantan dan betina pada umur 2,2 ± 0,1 bulan dan 22,67 ± 0,76 bulan. Cara kawin sebesar 79,5 ± 19,70% dengan IB, dan pengenalan tandatanda birahi sebesar 62,67 ± 21,% baik sekali. Batas umur pemeliharaan pada sapi jantan, ± 1,10 tahun dan betina 9,6 ± 1,60 tahun dan selama dipelihara betina (induk) ratarata beranak 6,7 ± 0,7 kali serta ratarata umur sapih 5,96 ± 0,6 bulan. Pada kabupaten Sleman 100% IB, hal ini disebabkan sarana dan prasarana yang memadai dan kesadaran masyarakat yang tinggi tentang IB. Tabel 2. Komposisi sapi potong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 200 Komposisi Pedet (%) Muda (%) Dewasa (%) Total (%) Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman x ± s 1,1, 2,7 1,25 1,1 1, 2,20 7,95 0,,59 66,1 1,7 7,5 22,26 2,0,07 17,7,22 52,05 60,27 25,5 7,65,2 1, 0,07 9,7 10, 19,52 5,6,92 50, 0,06 69,9 12,0 12,2 27,5 6,96 6, 1,29 1,29 5,7 5,6 2,7 67,5 1,7 ± 1,7 1, ±,92 27,16 ±,0 9,25 ± 6,66 11,17 ±,1 20,2 ± 7,76 7,29 ±,69 5,12 ± 5,76 52,2 ± 9,27 0,7 ±,65 69,9 ±,65 Pedet 0 10 bulan; Muda >10 2; Dewasa >2 bulan atau sudah kawin dan beranak 1

Tabel. Kepemilikan sapi potong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 200 Komposisi Pedet : (ek) : (ek) Muda : (ek) : (ek) Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman x ± s 1 9 2 12 2,00 ± 11,2,5 10,75 9,75 7 2,00 ± 2,2 12 22 7 109 27,25 ± 12,5 5,5 9,5 9,25 27,25 6,1 ±,1 25 7 2 16 72 1,0 ±,7,2 1, 9,6,2 10, ± 5,02 1 26 10 25,75 ± 1, 02 6 26,,6 9 57 1,25 ± 9,0 Dewasa : (ek) : (ek) 52 52 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 105 105 72 72 2 2 1,0 ± 12,19 1,0 ± 12,19 106,1 ± 1,29 106,0 ± 1,29 : (ek) : (ek) Total: (ek) Responden Kepemilikan ternak/responden (ek) 6 22,5 2 61 7,95 21 1,5 77, 179 10,1 75 7,6 6 12,25 272 17,20 65 50,25 10,0 ± 1,72 6, ± 10,5,75 ± 57,21 127,06 ± 50,29 12 292 256 21 907 226,75 ± 70,,5 222,5 17,25 170,5 655,5 16,6 ± 5,29 60 90 100 6 1 2,90 ± 0, 69 2,1,2 2,56,67 11,60 2,90 ± 0,69 1,9 1,7 1,7 2,71,6 2,09 ± 0,61 Pedet = 0,25 UT Muda = 0,6 UT Dewasa = 1 UT Umur induk beranak pertama 2,9 ± 1,29 bulan, perkawinan pertama setelah beranak,0 ± 0,5 bulan dan S/C sebesar 2,06. Lama induk digunakan sebagai bibit 7,19 ± 1,66 tahun dan jarak beranak,71 ± 0,70 bulan, tingkat kelahiran terhadap jumlah induk dan jumlah populasi sebesar 61,9 ± 1,60% dan 26,20 ± 5,16% dan perbandingan kelahiran pedet jantan dan betina sebesar 52,5 ± 12,0% dan 7,7 ± 12,0%. Secara umum pengelola dan biologi reproduksi sapi potong di DIY relatif baik serta pada semua kabupaten relatif sama. 1

Tabel. Pengelolan dan biologi reproduksi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 200 Peubah Pengelolaan reproduksi: Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman Umur pertama kali dikawinkan (bulan): 2,60 22,21 2,2 2,1 2,2 22,7 29,0 22,0 2,2 ± 0,1 22,67 ± 0,76 Cara kawin (%): IB Alami Campuran 5 52, 2,6 2,6 0,2 16, 100 79,5 ± 19,70 6,70 ± 11,7 1,5 ± 9,9 Pengenalan tanda birahi (%): Kurang Sedang Baik Baik sekali, 6,67 11,67 7, 6,67 52,22 2,11 7 6 7,1, 7,7,25 1,6 ± 1, 6,0 ± 0,9 29,0 ± 2,95 62,67 ± 21, Batas umur pemeliharaan (tahun):,0 9,70 7,0, 10, 6,22 5,1 10,5 6,56,1 7,1 6,00,59 ± 0,2 9,6 ± 1,60 6,7 ± 0,7 Frekuensi beranak (kali) Umur penyapihan (bulan) 6,5 5,6 6,2 5,57 5,96 ± 0,6 Biologi reproduksi: Umur induk beranak pertama 1,0,69,12 2, 2,9 ± 1,29 (bulan) Perkawinan pertama setelah,22 5,10,6 5,20,0 ± 0,5 beranak (bulan) S/C 2,06 2,02 2,27 1,90 2,06 ± 0, Jarak beranak (bulan),71,65 1, 16,60,71 ± 0,70 Lama induk digunakan sebagai 7,5,0,1,71 7,19 ± 1,66 bibit (tahun) Tingkat kelahiran (%): Terhadap jumlah induk 56,00 55,1 2,5 5,17 61,9 ± 1,60 sampel Terhadap jumlah populasi sampel 2,6 25,97,5 21,5 26,20 ± 5,16 Kelahiran pedet (%): 0, 59,52 70,11 29,9 5,06 5,52 6, 5,52 x ± s 52,5 ± 12,0 7,7 ± 12,0 Mutasi sapi potong Mutasi sapi potong diwilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200 dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5 menunjukan bahwa ratarata jumlah sapi yang masuk terhadap sampel populasi 5,59 ± 5,56% dan yang keluar 26,70 ± 1,10%. Alasan pengeluaran sapi tersebut sebesar 79, ± 11,9% adalah dijual. Berdasarkan hal ini di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta banyak sapi yang keluar daripada masuk, dengan

selisih 21,11%. Sapi yang keluar di Gunung Kidul 2,% dan Sleman,%, hal ini relatif tinggi dibandingkan kabupaten lainnya dan diduga disebabkan relatif tinggi kegiatan bisnis sapi potong di dua kabupaten tersebut. Pemeliharaan sapi potong Sistem pemeliharaan sapi potong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan, kebersihan ternak dan penggunaan pupuk kandang, relatif sudah baik dan bervariasi pada setiap kabupaten sesuai dengan kondisi lahan, sistem usahatani dan sosial ekonomi masyarakat. Natural increase (NI) dan net replacement rate (NRR) Perhitungan NI dan NRR di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200 dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ratarata NI sebesar 25,1 ± 5,9% yang berasal dari persentase kelahiran terhadap sampel populasi dikurangi persentase kematian ternak terhadap sampel populasi. Selanjutnya berdasarkan nilai NI dan dengan menggunakan teori pemuliaan diperoleh NRR sebesar 197,19 ± 91,29%. Hal ini berarti pada tahun 200, di DIY tersedia ternak pengganti sebesar 197,19% dari kebutuhan. NRR pada kabupaten bervariasi, hal ini tergantung jumlah kelahiran, kematian dan perbandingan jantan dan betina pedet yang lahir. Tabel 5. Mutasi sapi potong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 200 Keterangan Masuk (ekor): Pedet : Muda : Dewasa: Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman 2 6 1 1 x ± s 2,00 ± 1, 0,50 ± 1,00 1,75 ± 1,50 1,50 ±,00 1,50 ±,00 2,00 ± 2,0 19 6 9,50 ± 6,66 sapi masuk terhadap sampel populasi (%) 1,7 2,05,52 2,90 5,59 ± 5,56 Keluar (ekor): Pedet : Muda : Dewasa: 10 1 21 2 7 5 1 7 6 1 9 6 5 5 1,00 ± 5,5 7,75 ± 2,6 5,25 ± 2,22,25 ± 2,22,00 ±,0 9,00 ±,2 5 5 6,00 ± 6,7 sapi masuk terhadap sample populasi (%) 2, 1,7 17,5, 26,70 ± 1,10 Alasan (%) Mati Jual Beli Potong Digaduhkan Adat 1,2 6,6 27,27 7,27,67 6,1,16 2,0 7 19 92 2,6 ±,0 79, ± 11,9 1,10 ± 12,,61 ±,1 0,51 ± 1,02 16

Tabel 6. Pemeliharaan sapi potong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 200 Keterangan Sistem pemeliharaan sapi (%) Dikandang saja Dikandang dan dilepas Frekuensi pemberian pakan (kali/hari) Pedet Muda Dewasa Frekuensi pemberian minum (kali/hari) Pedet Muda Dewasa Kebersihan ternak (kali/hari) Memandikan ternak Kebersihan kandang Penanganan kotoran (%) Diolah Tidak diolah Penggunaan pupuk (%) Digunakan sendiri Dijual Campuran Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman, 11,67 2,20 1,7 1,7 1,9 1,9 1,9 1,00 1,00 100 100 5,56 6, 1,9 1,9 1,9 1,00 1,0 10 90 96,67 1,11 2,22 19 1 1,9 1,9 1,9 1,00 1,0 12 59 26 52,50 7,50 2,06 2,06 2,06 1,26 1,26 1,26 0, 0,1 1,5 1,5 60,2 25, 1, x ± s,5 51, 2,0 ± 0,1 1,95 ± 0,0 1,95 ± 0,0 1,0 ± 0,6 1,0 ± 0,6 1,0 ± 0,6 0, ± 0, 0,0 ± 0, 50, ± 6,67 9,12 ± 6,67 79,00 ± 22, 10,6 ± 12,09 10,6 ± 12,02 Jenis pakan yang diberikan terdiri dari: rumput potong, rumput lapangan, leugeuminosa, limbah pertanian (jerami padi, bekatul, dedak) dan limbah industri (ampas tahu) Tabel 7. Perhitungan NI dan NRR di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200 Keterangan Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman sampel (ekor) 17 292 256 21 92 dewasa (%) 7,95 52,05,92 5,57 5,12 ± 5,76 Kelahiran pedet (%) Terhadap induk 56 55,1 25,97 2,5,5 5,17 21,5 61,9 ± 1,60 26,20 ± 5,16 Terhadap sampel 2,6 Kematian ternak (%) 1,6 0 0 1,7 0,0 ± 0,9 NI umur 1 tahun (%) 22,0 25,97,5 19,0 25,1 ± 5,9 Ramalan anak betina hidup umur 2 1,1 7,76,70 10,62 11,76 ±, tahun (%) tua yang dikeluarkan dari, 6, 5,5,2 6,1 ± 1,7 breeding per tahun (%) Kebutuhan sapi betina pengganti,90 6, 5,5,97 6,6 ± 1,79 per tahun/umur 2 tahun) NRR 26,16 120,50 2,91 116,17 197,19 ± 91,29 x ± s 17

Tabel. Perhitungan komposisi potensi sapi potong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Keterangan Natural increase umur 2 tahun (%) Kebutuhan ternak pengganti (%) Sisa sapi muda (%) Komposisi potensi sapi potong (%) Sapi muda: Sapi dewasa/tua (afkir) Gunung Kidul Kulon Progo Bantul Sleman DIY,9 1, 1,,90 7,61 1,76 7,61,2 1,,90 7,76,2 6,,2 1,96 1,96 1,2,2 6, 17,75,70 16,0 5,5 6, 10,17 16, 10,17 16, 1,60 9,05 10,2 7,55,97 1,50 1,5 1,50 1,5 7,55,97 1,9 ± 5,19 11,76 ±, 25,25,67 ± 7,9 6,6 ± 1,79 10,1 9,1 ± 6,62 5,0 ±,5,11 9,1 ± 6,62 5,0 ±,5,11 1,6 ± 2,9 6,6 ± 1,79 10,1,9 1,1 7,76 17,75,70 9,05 10,2 1,9 ± 5,19 11,76 ±, 25,25 Total 22,0 25,96,5 19,7 25,25 Komposisi potensi sapi potong Estimasi komposisi potensi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 200, dapat dilihat pada Tabel. Tabel menunjukkan bahwa potensi atau output sapi potong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 25,25% dari populasi yang terdiri dari sapi muda sisa pengganti umur 2 tahun sebesar 9,1% jantan dan 5,0% betina, serta sapi tua (afkir) jantan,6% dan betina 6,6%. Potensi berdasarkan kabupaten, adalah Bantul,5%; Kulonprogo 25,96%; Gunung Kidul 22,0% dan Sleman 19,7%. Perbedaan potensi ini diduga disebabkan perbedaan ketersediaan pakan, tatalaksana pemeliharaan, iklim dan sosial ekonomi masyarakatnya. Disamping itu Gunung Kidul dan Sleman merupakan daerah penggemukan sapi potong rakyat. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menghasilkan sapi muda (umur 2 tahun), jantan 9,1% dari populasi yang dapat digunakan sebagai bakalan untuk digunakan, sapi muda (umur 2 tahun) betina 5,0% dari populasi yang dapat digunakan sebagai bibit, sapi dewasa (,1 tahun) jantan,6% dari populasi untuk dipotong dan sapi betina tua (afkir) 6,6% dari populasi untuk dipotong. Total output (potensi) sapi potong di wilayah DIY sebesar 25,25% dari populasi. 1

DAFTAR PUSTAKA HARDJOSUBROTO, W. 199. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. LASLEY, J.F. 191. Beef Cattle Production. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J. 0762. TRIKESOWO, N., SUMADI dan SUYADI. 199. Kebijakan riset di bidang pengembangan dan perbaikan mutu sapi potong dengan teknik ladang ternak dan feedlot. Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Peternakan, Yogyakarta. 19