Working Paper MENGANDALKAN BUKTI. Pembelajaran dari Kementerian Lingkungan, Pangan dan Urusan Pedesaan (DEFRA) Inggris

dokumen-dokumen yang mirip
WORKING PAPER 10. Pelajaran untuk Membangun dan Mengelola Basis Bukti untuk Kebijakan

LPF 2 LANGKAH 2 MEMAHAMI KONSEP RENCANA STRATEGIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kebijakan Manajemen Risiko

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

1. MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PENGADILAN

CARA MEMBUAT PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bergulirnya era reformasi sejak tahun 1998 membawa pula angin

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER- 01 /M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

DAFTAR ISI CHAPTER 5

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat sebagai lingkungan eksternal, ada hubungan timbale balik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PETUNJUK PELAKSANAAN EVALUASI ATAS IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Permintaan Aplikasi Hibah (Request for Applications) Knowledge Sector Initiative. Untuk. Judul Kegiatan: Skema Hibah Pengetahuan Lokal

BAB 1 PENDAHULUAN. laporan keuangan dimana profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk

KERJA RENCANA REVIEW T A H U N

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) senantiasa harus dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dana pensiun dapat dilihat dari tingkat pencapaian tujuan nya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan

Temuan temuan penting dari Penelitian xq FranklinCovey

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

MANAGEMENT SUMMARY CHAPTER 7 DECISION MAKING

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Penyelenggaraan organisasi pemerintahan haruslah selaras dengan tujuan

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

Forum Dialog Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

Term of Reference Hibah Inovasi Data untuk Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. gelombang krisis ekonomi di dunia, bahkan berhasil menjadi negara yang meningkat di

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indon

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

PROFIL PUSAT KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat perkembangan yang saat ini terjadi dimana era globalisasi telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

STANDAR MUTU PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. meraih keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Untuk mengoptimalkan inovasi,

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan pemakai laporan keuangan mengharapkan agar auditor dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Term of Reference. Pengkaji Sistem Perencanaan dan Penganggaran Terpadu Program Riset IPTEK. I. Gambaran umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Strategi sanitasi kabupaten bintan Tahun anggaran Latar Belakang

EVALUASI KELEMBAGAAN SETJEN DAN BKD

STANDAR ISI PENELITIAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

Tata Kelola E-learning (E-learning Governance)

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Pada awalnya bisnis dibangun dengan paradigma single bottom line

BAB I PENDAHULUAN. negara kepada pihak luar maupun pihak di dalam negara itu sendiri.

Implementasi Manajemen Risiko dalam kerangka SPIP. Tri Wibowo, Msi, CA, CPMA

PEDOMAN PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (KA-ANDAL)

Keberlangsungan Piramida Target:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

2017, No Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indo

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN RISIKO

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

2017, No Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden

I. PENDAHULUAN. Organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar oleh

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

TENTANG TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi yang menyangkut

Transkripsi:

Working Paper MENGANDALKAN BUKTI Pembelajaran dari Kementerian Lingkungan, Pangan dan Urusan Pedesaan (DEFRA) Inggris

FOKUS UTAMA D EFRA telah menerapkan sebuah pendekatan sistematis guna meningkatkan kemampuan mencari dan memanfaatkan bukti sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan. Mengapa Bukti adalah Dasar Penting Bagi Penyusunan Kebijakan? Perumusan kebijakan untuk penanganan krisis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila di tahun 1990an dan epidemik Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada tahun 000an tidak didukung oleh bukti yang memadai sehingga kebijakan tersebut tidak efisien dan efektif. Penyakit Sapi Gila & Penyakit Kuku & Mulut APA LANGKAH DEFRA BERIKUTNYA? Pada tahun 004, DEFRA menerapkan Strategi Investasi Berbasis Bukti (Evidence Investment Strategy_EIS). Strategi ini merupakan inovasi untuk mendapatkan pemahaman kebutuhan bagi pemerintah dalam menerapkan pendekatan Kebijakan berdasarkan Bukti. EIS telah dilaksanakan tiga tahap: 006 010 (tahap pertama), 010-01 (tahap kedua), dan 014-018 (tahap ketiga). 1... Apakah De inisi Bukti? Bukti telah didefinisikan sebagai informasi yang dapat dipercaya dan bersifat akurat yang dapat digunakan DEFRA untuk mendukung keputusan yang tepat dalam mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kebijakan. Bukti tersebut disampaikan oleh sumber-sumber eksternal dan internal, dan termasuk analisis informasi yang berasal dari kementerian sendiri maupun ahli dari luar. Ini termasuk fakta, risiko, ketidakpastian, ambiguitas, dan analisis batas terhadap pengetahuan menyangkut situasi saat ini dan masa depan, dan kelangsungan pilihan alternatif untuk mencari solusi inovatif di masa depan. Bukti dan Pemrosesan Bukti Bukti yang Baik Bukti yang Buruk Penggunaan yang Baik Penggunaan yang Buruk Kualitas pemrosesan bukti juga sama pentingnya dengan kualitas bukti itu sendiri

TAHAP PERTAMA - EIS 006-010 D EFRA tidak memiliki basis ilmu sosial yang kuat seperti dalam penanganan kasus BSE dan PMK. Karena itu, EIS tahap pertama melibatkan berbagai perspektif lintas ilmu seperti ekonomi, alam, sosial dan statistik. Tahap ini berhasil mencatat bahwa ruang lingkup bukti lebih luas dari penelitian. Keterlibatan dan pengetahuan masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya merupakan bagian dari dasar bukti. Tiga langkah yang dilalui EIS pada tahap pertama: 1 Menyusun beberapa bukti/pengetahuan yang dibutuhkan untuk masing-masing pencapaian strategis. Mengkaji alokasi anggaran penelitian untuk memastikan hal tersebut mendukung prioritas strategis DEFRA. Merangkum beberapa bukti yang dibutuhkan kemudian diserahkan kepada para pemangku kepentingan. Evidence Summary Pernyataan bukti disusun melalui serangkaian diskusi dan lokakarya, kemudian tim penasehat kebijakan dan pengetahuan menetapkan beberapa hal: 1 Hasil-hasil strategis dan semua target yang terkait. Hasil-hasil untuk suatu kebijakan yang bersifat individual. Bukti dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menghasilkan setiap capaian, dan untuk mengelompokkan kebutuhan tersebut dengan tepat. 4 Bagaimana kumpulan kebutuhan akan bukti tersebut diprioritaskan dan apa saja manfaat/ nilainya bagi DEFRA. 5 Sumber daya apa saja yang diperlukan untuk mendanai beberapa kebutuhan akan bukti tersebut. Tahap ini mengidentifikasi tentang pentingnya penggunaan jenis bukti yang berbeda dan tidak hanya riset ilmiah, misal: peneliti opini dan sosial, analisis lintas ilmu, dan penelitian pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta teknis.

TAHAP KEDUA 010-01 D i tahap ini para peneliti yang berasal dari ilmu sosial semakin dilibatkan sehingga berhasil memberi kejelasan tentang prioritas yang lebih fokus pada risiko dan ketidakpastian pada bukti awal. Beberapa langkah penting yang telah dilakukan adalah: A B EIS secara eksplisit dikaitkan dengan proses perencanaan DEFRA. Setiap rencana kerja merinci empat sampai lima kebijakan dan semua bukti pendukung yang dibutuhkan. Ada pengertian yang lebih jelas tentang bagaimana menyertakan bukti ke dalam kebijakan. Sebelum EIS pertama, anggaran ilmu pengetahuan dan anggaran kebijakan dipisahkan. Di tahap ini, EIS membedakan dua jenis kebijakan, yaitu: a) kebijakan yang matang dengan dasar bukti yang baik yang hanya perlu diperbaharui; dan b) bidang kebijakan baru dimana usaha dan kerja keras dibutuhkan untuk menyatukan bukti yang ada sekaligus memperoleh bukti-bukti yang baru. Penggabungan anggaran bukti (penelitian) dengan anggaran program kebijakan berguna untuk meningkatkan fleksibilitas bagi bidang yang didanai. Kebijakan juga harus mencakup disiplin ilmu-ilmu lain; termasuk berbagai jenis bukti yang sebelumnya belum diberi bobot yang cukup, meliputi: Ilmu Ekonomi Penelitian Sosial Ilmu Alam (Termasuk Teknik dan Teknologi) Statistik 15% 0% 55%

TAHAP KETIGA 014-018 Tiga langkah utama menjadi hal yang dipertimbangkan: A Menggambarkan kondisi saat ini sebagai fondasi EIS, antara lain: menentukan bukti terdiri dari apa saja, menentukan berapa banyak bukti yang diperoleh dari sumber internal dan eksternal, menentukan berapa banyak bukti di setiap kebijakan, dan mengaitkan pengadaan bukti dengan rencana kerja. Memprioritaskan kebutuhan atas bukti B untuk masa depan, dan menggolongkan bukti menjadi tiga jenis kategori berdasarkan bagaimana bukti itu akan dimanfaatkan (mengingat bahwa beberapa bidang kebijakan akan menggunakan ketiganya secara bersamaan): Kebutuhan akan bukti hukum, dialokasikan dari program untuk lembaga tertentu yang akan melakukan kegiatan monitoring; Bukti hukum 40% dari total anggaran bukti Bukti non-hukum jangka pendek 40% dari total anggaran bukti Kebutuhan bukti non-hukum jangka pendek untuk merespon prioritas kementerian. Ini cenderung melibatkan pendekatan yang lebih terapan dan riset sekunder; dan Kebutuhan bukti non-hukum jangka panjang untuk tujuan yang lebih strategis, bekerjasama dengan Dewan Riset atas dasar penelitian akademis yang lebih mendasar dan pemindaian cakrawala. Bukti non-hukum jangka panjang 0% dari total anggaran bukti Pembagian Anggaran C Mengalokasikan anggaran. Dengan mempertimbangkan berkurangnya anggaran, maka perlu ada wacana apakah DEFRA akan membuat atau membeli bukti? Apakah proses pencarian bukti dikerjakan sendiri atau adanya kerjasama dengan pihak lain? Meneliti Bukti Secara Mandiri Pilihan DEFRA Untuk Mendapatkan Bukti Membeli Bukti Dari Pihak Lain

PEMBELAJARAN Hal-hal yang tidak berubah sejak EIS Pertama: 1 Prinsip-prinsip A. Menempatkan kebijakan sebagai prioritas Pengelolaan dasar bukti menjadi bagian integral dari proses penyusunan kebijakan. B. C. D. Menggunakan definisi yang luas dari bukti yang kuat Bukti dari sisi evaluasi, monitoring, pengawasan, pengetahuan masyarakat/ pemangku kepentingan dan berasal dari berbagai disiplin berbasis penelitian formal. Fokus investasi pada bukti untuk prioritas jangka panjang Membawa manfaat dan nilai dalam jangka panjang dengan membantu mencari peluang, risiko dan ketidakpastian. Mendapatkan pembelajaran/hikmah dari bukti yang ada 4 Pendekatan berbasis seluruh organisasi EIS telah melibatkan seluruh kementerian dalam merencanakan investasi pengetahuan dan bukti. Menghubungkan EIS dengan perencanaan kerja Hubungan yang jelas antara anggaran berbasis pengetahuan dan anggaran program. Belajar dari masing-masing EIS Mempertahankan pegawai yang telah berpengalaman dalam melaksanakan EIS untuk menyempurnakan proses pelaksanaan dan menjaga keberlanjutan. Apa saja yang telah berubah: Penggunaan konsultan luar DEFRA 1 Sumbangan pemikiran di tahap awal EIS dari pihak luar yang akan membantu menyusun rencana dan anggaran ke depan. Kejelasan atas bukti untuk kebijakan Berasal dari data statistik, bukti penelitian, pengetahuan masyarakat/pemangku kepentingan, dan hasil monitoring evaluasi. Isu internal organisasi Memahami penyusunan dan pengelolaan keseimbangan bukti berkualitas tinggi dan dianggap relevan dengan perubahan prioritas kebijakan. Membuat dasar bukti transparan untuk 4 internal dan eksternal Keterbukaan untuk dasar bukti penyusunan kebijakan melalui konsultasi dengan tujuan untuk menentukan tujuan, struktur dan strategi di masa depan. Knowledge Sector Initiative (KSI) merupakan komitmen bersama pemerintah Indonesia dan Australia yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia melalui penerapan kebijakan publik yang lebih berkualitas yang menggunakan penelitian, analisis, dan bukti secara lebih baik.