BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.-1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN Purwokerto, 13 Juni 2015

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

ANALISIS PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KEBAKKRAMAT TAHUN 1998 DAN TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

EVALUASI SOSIAL EKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIMO KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KECENDERUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DI KOTA SALATIGA TAHUN 1999 DAN 2003 SKRIPSI

ANALISIS PERTUMBUHAN PENDUDUK DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2001 DAN 2005

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN KEBAKKRAMAT KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 1996 DAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

2014 ANALISIS LOKASI SEKOLAH DI KECAMATAN PARONGPONG KAB. BANDUNG BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERKEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO ANTARA TAHUN 2008 DAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG PERMUKIMAN DALAM PEMENUHAN PERUMAHAN UNTUK MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUMAS

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang penelitian ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB I PEDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

ARAHAN PEMANFAATAN KEMBALI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH (Studi Kasus: TPA Putri Cempo, Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

BAB 2 KETENTUAN UMUM

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB IV GAMBARAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan data dipersiapkan dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan dan ciri perjuangan nasional dengan mengkaji dan memperhitungkan implikasinya dalam berbagai aspek kehidupan nasional baik di bidang ekonomi, politik, pemerintahan, sosial, budaya, maupun pertahanan keamanan. Pembangunan ini akan berhasil mencapai sasaran apabila pembangunan memperhatikan sumber daya yang ada. Kegagalan suatu pembangunan disebabkan kurangnya informasi tentang kondisi keseragaman dan situasi dari sasaran pembangunan. Keberhasilan pembangunan desa memerlukan suatu strategi pembangunan desa yang mampu mencakup berbagai aspek permasalahan yang berkaitan dengan serangkaian strategi dan kriteria pembangunan desa yang lebih realistik. Oleh karena itu, perencanaan bottom up dipandang sebagai salah satu alat untuk mewujudkan pembangunan yang berlandaskan pada aspirasi-aspirasi dari tingkat bawah untuk menuju ke atas. Adapun kunci dari keberhasilan perencanaan bottom up yaitu partisipasi masyarakat dalam tahap-tahap pembangunan (Conyer, 1991). Pertumbuhan ekonomi yang pesat selama ini biasanya dianggap sebagai indikator pembangunan yang utama. Adanya ketidakpuasan dengan penggunaan pertumbuhan yang diukur dengan laporan nasional sebagai tolak ukur. Selain itu, kesejahteraan yang terdiri dari konsumsi, pembangunan manusia dan kelestarian lingkungan, serta kualitas distribusi dan stabilitas mereka juga patut untuk diperhitungkan. Pertumbuhan pendapatan perkapita dan perbaikan kesejahteraan seringkali berkaitan, namun terkadang tidak demikian (Tomas, 2000). Keserasian dan optimalisasi pemanfaatan ruang diperlukan untuk menghindari terjadinya ketimpangan wilayah dalam hal tingkat pertumbuhan dan perkembangan antara daerah dan dalam hal pendapatan dan kemakmuran. Pemanfaatan ruang tanpa disertai perencanaan tata ruang mengakibatkan terjadinya perkembangan yang pesat di satu daerah, sementara di daerah yang lain 1

2 masih dalam kondisi terbelakang. Adanya perkembangan yang tidak seimbang ini telah menyebabkan tekanan penduduk pada kota-kota besar semakin intensif dan permasalahan yang dihadapi semakin kompleks terutama dalam penyediaan prasarana perkotaan (Muljadi, dalam Hardjanti, 2000). Yunus (1987) mengatakan bahwa pengembangan perkotaan adalah suatu usaha yang dijalankan manusia untuk mengelola proses perubahan yang terjadi di dalam daerah perkotaan dan untuk mencapai suatu keseimbangan lingkungan yang harmonis. Pertumbuhan dan perkembangan kota secara langsung akan menyebabkan terjadinya pemekaran kota yang berdampak pada perubahan fungsi lahan di daerah sekitarnya. Kecamatan Ngemplak merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Boyolali, memiliki peran sebagai jembatan penghubung yang menghubungkan wilayah desa-desa disekitarnya dengan Kota Surakarta sebagai kota besar. Pembangunan yang dilaksanakan di kota ini baik pembangunan fasilitas fisik maupun ekonomi, di satu sisi akan dapat memenuhi atau mendekatkan fasilitas kepada penduduk desa di sekitarnya, sedangkan di sisi yang lain keberadaan dan pembangunan fasilitas ini akan dapat mendorong perkembangan sosial dan perkembangan ekonomi penduduk Ngemplak. Kecamatan Ngemplak terdiri dari 12 desa dengan luas wilayah 38.5270 Km 2 dan berada pada ketinggian kurang lebih 150 m dpal. Batas-batas wilayah: sebelah utara Kecamatan Nogosari, sebelah timur Kabupaten Karanganyar dan Kotamadya Surakarta, sebelah selatan Kabupaten Karanganyar, sebelah barat Kecamatan Sambi. Berdasarkan data monografi tahun 2004, Kecamatan Ngemplak mempunyai jumlah penduduk sebanyak 66.759 jiwa yang terdiri dari penduduk wanita sebesar 33.991 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki sebesar 32.768 jiwa. Pada tahun 2008, jumlah penduduk kecamatan Ngemplak menjadi 69.235 jiwa. Perubahan bentuk penggunaan lahan pada dasarnya adalah berubahnya bentuk penggunaan lahan dari penggunaan lahan persawahan menjadi pemukiman, perusahaan dan penggunaan lainnya. Penggunaan lahan di daerah penelitian berdasarkan data dari Kecamatan Ngemplak dalam rangka tahun 2004

3 dan 2008 secara umum dibagi menjadi dua yaitu penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Adapun besarnya perubahan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 1. Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004 dan 2008. No Bentuk Tahun 2004 Tahun 2008 Perubahan penggunaan Luas (Ha) Persen Luas (Ha) Persen Lahan 1. Tanah sawah 1.564,56 40,60 1.551,46 40,26-13,1 2 Tanah Kering 2.288,06 59,40 2.301,16 59,74 13,1 Jumlah 3852.70 100% 3852.70 100% 13,1 ha Sumber : Monografi Kecamatan 2004 dan 2008 Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa perubahan penggunaan lahan terbesar adalah dari tanah sawah menjadi bangunan/pekarangan. Lahan kering tahun 2004 menempat area seluas 2.288,06 Ha sedangkan pada tahun 2008 berkembang menjadi seluas seluas 2.301,16 Ha yang berarti mengalami kenaikan sebesar 13,1 Ha. Terjadinya peningkatan penggunaan lahan yang besar pada sektor perumahan ini menunjukkan bahwa kecamatan Ngemplak mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, terutama kebutuhan akan perumahan. Dalam perencanaan pembangunan kedudukan kota kecamatan mempunyai peranan penting. Kota kecamatan merupakan pusat pelayanan bagi desa di wilayah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan masing-masing kecamatan dimana faktor yang mempengaruhi fungsi kecamatan dalam tingkat tertentu terhadap kecamatan yang lain. Perkembangan kecamatan yang tinggi menyebabkan tekanan yang besar dari penduduk terhadap lahan yang ada. Perkembangan kecamatan ini akan mempengaruhi adanya perubahan-perubahan dalam berbagai aspek sosial dan ekonomi. berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan mengangkat penelitian tentang perkembangan kecamatan di kecamatan Kartasura dengan judul :

4 ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2004 DAN 2008. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perubahan perkembangan keruangan wilayah Kecamatan Ngemplak antara tahun 2004 dan 2008? 2. Bagaimana variasi perkembangan wilayah di Kecamatan Ngemplak antara tahun 2004 dan 2008 secara keruangan? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perkembangan fisik keruangan di Kecamatan Ngemplak tahun 2004 dan 2008. 2. Mengetahui variasi perkembangan wilayah yaitu perkembangan kependudukan, perkembangan fisik wilayah, dan perkembangan sosial ekonomi di Kecamatan Ngemplak tahun 2004 dan 2008 secara keruangan. Indikator perkembangan kependudukan mencakup tinggi rendahnya pertumbuhan penduduk, dan kepadatan penduduk. Indikator perkembangan fisik wilayah mencakup kondisi jalan dan penggunaan lahan. Indikator perkembangan sosial ekonomi mencakup sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana perekonomian. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut: 1. Sebagai syarat untuk melengkapi studi tingkat sarjana di Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi kebijaksanaan pembangunan kecamatan di daerah penelitian.

5 3. Sebagai bahan literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya khususnya penelitian yang mencakup tentang perkembangan kecamatan. 1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala muka bumi, baik yang fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi dan regional untuk keberhasilan pembangunan (Hermawan, 2009). Studi geografi berhubungan erat dengan aspek kehidupan, manusia, lingkungan dan pembangunan. Pembangunan yang dimaksud di sini adalah pembangunan desa. Salah satu yang menjadi masalah pembangunan desa adalah faktor apa yang mempengaruhi perbedaan tingkat pembangunan (Mubyarto dan Sartono K, 1998). Perwilayahan adalah usaha membagi-bagi permukaan bumi tertentu untuk tujuan tertentu pula. Pembagian dapat berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu seperti administratif, politis, ekonomis, sosial, kultural, fisik, geografi, dan sebagainya. Perwilayahan di Indonesia berhubungan erat dengan pemerataan pembangunan dan mendasarkan pembagiannya pada sumber daya lokal sehingga prioritas pembangunan dapat dirancang dan dikelola dengan sebaik-baiknya (Yunus, 1991). Dalam geografi terpadu (Integrated Geographic) setidaknya terdapat tiga pendekatan sebagai cara untuk memahami suatu fenomena, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hermawan (2009) ketiga pendekatan itu adalah: 1. Pendekatan keruangan (spatial approach) yaitu pendekatan berdasarkan prinsip penyebaran, interrelasi, dan deskripsi. Bagian dari pendekatan keruangan, adalah pendekatan topik, pendekatan aktifitas manusia, dan pendekatan regional.. 2. Pendekatan ekologi (ecological approach) yaitu mempelajari interaksi antara manusia dengan lingkungannya kemudian dipelajari keterkaitannya.

6 3. Pendekatan kompleks (regional complex approach) wilayah yaitu merupakan kombinasi antara pendekatan keruangan dan pendekatan ekologi. Melihat wilayah tertentu dengan konsep areal differentiation, yaitu suatu anggapan bahwa interaksi wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lain. Oleh karena itu terdapat permintaan dan penawaran antara daerah. Pada analisa ini, diperhatikan pula penyebaran fenomena tertentu dan interaksi antara variabel manusia dengan lingkungan untuk kemudian dipelajari keterkaitannya. Dalam hubungannya dengan analisa kompleks wilayah ini, ramalan wilayah (regional forecasting) merupakan aspek-aspek dalam analisa tersebut (Bintarto dan Surastopo, 1979). Dalam teori tempat sentral ini menuntut adanya hierarki, yang berarti juga hierarki permukiman yang ada. Sitohang (1977) menyebutkan bahwa suatu sistem pusat yang hierarkis dapat menghindarkan duplikasi dan pemborosan. Sistem hierarki adalah suatu cara yang relatif efisien untuk pengadministrasian dan pengalokasian sumber daya di suatu daerah, memudahkan terwujudnya manfaat-manfaat yang ditimbulkan oleh keuntungan-keuntungan skala. Bintarto (1984) berpendapat bahwa pembentukan hierarki yang jelas antar permukiman akan membantu pertumbuhan dan perkembangan daerah pedesaan dan juga memperbesar tingkat kemudahan penduduk desa dalam mendapatkan pelayanan akan kebutuhan barang dan jasa dalam usaha pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan mereka. Kota-kota menengah dan kota kecil diharapkan dapat menjadi suatu Central Places bagi daerah pedesaan disekitarnya. Wilayah kota dengan permukiman terbesar dalam suatu wilayah akan menyediakan barang dan pelayanan yang paling besar jumlahnya dan paling banyak macamnya. Sedangkan wilayah yang paling besar jumlah permukiman terkecil, akan menyediakan barang dan pelayanan yang paling sedikit jumlah serta terbatas macamnya.

7 Kota-kota menengah dan kecil yang sudah ada harus senantiasa diusahakan supaya dapat berkembang dan menjalankan fungsinya dengan baik untuk menghindari terjadinya polarisasi keruangan. Polarisasi keruangan diperlihatkan oleh banyak negara yang sedang berkembang sebagai akibat pemusatan pembangunan di kota-kota dan metropolitan, yang pada akhirnya menyebabkan kecilnya Trickle Down Effect. Menurut Rondinelli (1983) sistem kota-kota menengah yang terpadu, kota-kota kecil dan pusat-pusat yang tersebar lebih luas dan semakin merata, akan membantu mengurangi perbedaan wilayah antara desa dan kota. Rondinellit mengatakan kota-kota menengah dan kota-kota sekunder diperlukan untuk menjembatani dan menghubungkan kota besar metropolitan dengan kota-kota kecil dan daerah pedesaan. Sistem kota-kota menengah yang lebih kecil dengan jaringan pelayanan pedesaan dan dengan kota-kota pasar dapat membuat kontribusi yang penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi secara meluas dan distribusi pendapatan yang berimbang. Kota-kota besar dan metropolitan memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Hal ini menimbulkan permasalahan yang serius dalam hal pemenuhan kebutuhan akan perumahan, air bersih, air minum, polusi, limbah, pengadaan pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan lapangan kerja. Selain itu, kota besar dan metropolitan merupakan daerah dengan konsentrasi sumber daya nasional, fasilitas-fasilitas pelayanan publik banyak terdapat di daerah ini dibandingkan dengan daerah-daerah lain, sehingga fasilitas terbesar ini hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk negara. Menurut Yunus (2005), dampak perkembangan kota dapat berlangsung dalam dua arah yaitu perkembangan Spasial Sentrifugal Konsentris dan perkembangan Spasial Sentripetal. Perkembangan area kekotaan yang terjadi di sisi luar daerah kekotaan yang telah terbangun dan menyatu dengannya secara kompak. Perkembangan sentrifugal akan mempengaruhi daerah pinggiran kota yang berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan biotik, abiotik dan spasial itu sendiri. Perkembangan spasial sentripetal adalah suatu proses penambahan bangunan-bangunan kekotaan

8 yang terjadi di bagian dalam kota. Proses ini terjadi pada lahan-lahan yang masih kosong di bagian dalam kota baik berupa lahan yang terletak di antara bangunan-bangunan yang sudah ada maupun pada lahan terbuka lainnya. Harjanti (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Perkembangan Wilayah Kecamatan Kartasura Antara Tahun 1985-1995 bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan sosial ekonomi di Kecamatan Kartasura dalam kurun waktu 10 tahun. Penelitian ini menggunakan analisis data sekunder, dimana diketahui bahwa dalam kurun waktu 10 tahun tersebut, Kecamatan Kartasura mengalami banyak peningkatan meliputi sektor industri, perdagangan dan keberadaan fasilitas sosial ekonomi. Peningkatan ini terkait erat dengan lokasi wilayah kecamatan ini yang sangat strategis yaitu berada pada daerah pertemuan jalur transportasi yang menghubungkan Surakarta dengan kota-kota besar seperti Yogyakata dan Semarang, yang berdampak pada kemudahan lalu lintas barang dan jasa yang mendorong tumbuhnya ekonomi wilayah. Edwin Arif (2005) melakukan penelitian mengenai kecenderungan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Blora dengan judul penelitian Analisa Geografi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Blora Tahun 1998-2002. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi antara kecamatan di Kabupaten Blora dan mengetahui faktor yang paling berpengaruh pada pola pertumbuhan ekonomi antara wilayah. Metode penelitian yang digunakan adalah analisa data sekunder. Hasil penelitian yaitu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Blora masih menunjukkan adanya kecenderungan Backwash, atau pertumbuhan ekonomi wilayah inti masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang dicapai wilayah pinggiran, dan faktor yang paling berpengaruh terhadap pola pertumbuhan wilayah tersebut adalah pengaruh dari sektor pertanian.

9 1.6 Kerangka Penelitian Perkembangan suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu dapat diamati dari berbagai aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, perkembangan pembangunan fasilitas yang ada bahkan dapat dilihat dari kacamata budaya. Dalam penelitian ini, Kecamatan Ngemplak dilihat perkembangannya dari sudut pandang sosial, ekonomi, dan perkembangan demografi penduduknya selama kurun waktu dari tahun 2004 dan tahun 2008. Kecamatan Ngemplak sebagai suatu lokasi yang memiliki dimensi spasial, didalamnya bermukim penduduk dengan segala karakteristik dan aktivitas yang beragam. Seiring dengan perubahan waktu, perubahan yang terjadi dapat menuju ke arah positif maupun negatif. Perubahan ini dapat diamati dengan cara membandingkan data-data satistik pada tahun 2004 dan tahun 2008 maupun dengan melihat keadaan di lapangan secara langsung. Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian Kondisi Kecamatan Ngemplak Tahun 2004 Faktor fisik: - Penggunaan lahan - Sarana ekonomi dan sosial - Jalan Faktor non fisik: - Pertumbuhan penduduk - Kepadatan penduduk Kondisi Kecamatan Ngemplak Tahun 2008 Faktor fisik: - Penggunaan lahan - Sarana ekonomi dan sosial - Jalan Faktor non fisik: - Pertumbuhan penduduk - Kepadatan penduduk Perkembangan Wilayah Kecamatan Ngemplak Tahun 2004 dan 2008 Tingkat perkembangan wilayah Sumber : Penulis, 2011

10 1.7 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data sekunder dan survei lapangan. Langkah-langkah penelitian yaitu: 1.1 Penentuan Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Secara administrasi Kecamatan Ngemplak memiliki 12 desa. Pemilihan lokasi Kecamatan Ngemplak sebagai daerah penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Kecamatan Ngemplak selain sebagai Kota Kecamatan, Ngemplak juga merupakan pusat pertumbuhan yang lokasinya berada dekat dengan Kota Surakarta. b. Fasilitas-fasilitas sosial ekonomi yang berada di kota ini tidak hanya memenuhi kebutuhan penduduk setempat namun juga dimanfaatkan oleh penduduk dari luar Kecamatan Ngemplak. 1.2 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didukung dengan observasi dan survei lapangan. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi dan catatan statistik, baik dari kantor pemerintah desa, kecamatan maupun kabupaten dan instansi terkait. Data-data tersebut meliputi karakteristik fisik dan non fisik Kecamatan Ngemplak selama kurun waktu 5 tahun dari tahun 2004 dan tahun 2008. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1.5 Jenis Data dan Sumber Data Penelitian No Jenis data Sumber data 1 Lokasi penelitian meliputi : letak, luas, batas dan luas wilayah Kecamatan dalam angka 2 Kondisi fisik wilayah meliputi : BPS, BAPPEDA, BPN iklim, tanah, air, topografi dan penggunaan lahan 3 Kondisi sosial penduduk meliputi : Kecamatan dalam angka jumlah, kepadatan dan komposisi Kecamatan Ngemplak tahun penduduk 2004 dan tahun 2008.

11 4 Sarana dan prasarana sosial ekonomi Kecamatan dalam angka Kecamatan Ngemplak tahun 2004 dan tahun 2008, BPS, BAPPEDA dan DPU No Jenis Data Sumber Data 5 Arah dan kebijakan pembangunan Kecamatan Ngemplak BAPPEDA (Buku rencana tata ruang wilayah Kecamatan Ngemplak tahun 1991/1992 tahun 2010/2011 6 Peta-peta penunjang penelitian BPN dan BAPPEDA Sumber : Penulis, 2011 1.3 Variabel Penelitian Pengukuran variabel merupakan kegiatan untuk menentukan nilai suatu unsur penelitian (Huisman, 1987). Adapun variabel perkembangan wilayah dalam penelitian ini adalah : a) Kependudukan : - Pertumbuhan penduduk < 0,5% (rendah) Skor : 1 0,5 1% (sedang) Skor : 2 > 1% (tinggi) Skor : 3 - Jumlah penduduk Jumlah penduduk Tinggi Skor : 3 Jumlah penduduk Sedang Skor : 2 Jumlah penduduk Rendah Skor : 1 - Kepadatan penduduk <500 jiwa/km 2 (jarang) Skor : 1 500-1000 jiwa/km 2 (sedang) Skor : 2 >1000 jiwa/km 2 (padat) Skor : 3 b) Sarana Fisik Wilayah : - Kondisi jalan : Jalan tanah : Skor 1 Jalan diperkeras : Skor 2 Jalan Aspal : Skor 3

12 - Penggunaan Lahan : Pekarangan : Skor 3 Tegal/kebun : Skor 2 Lain-lain : Skor 1 c) Sarana Sosial Ekonomi : - Sarana Pendidikan : SLTA : Skor 3 SLTP : Skor 2 SD : Skor 1 - Sarana Kesehatan : Puskesmas : Skor 3 Polindes : Skor 2 Posyandu : Skor 1 - Sarana perekonomian : Pasar : Skor 3 Toko Kelontong : Skor 2 Warung : Skor 1 1.4 Analisa data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif dengan unit analisis terkecil wilayah Desa. Analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu metode analisis yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan atau suatu fenomena dengan mendasarkan pada data yang bersifat kuantitatif atau angka-angka yang telah dihitung/diukur (Arikunto, 1993). Analisis deskriptif berfungsi menjelaskan fenomena dan permasalahan yang dikaji dalam penelitian dan memperkuat analisis kuantitatif. Perbedaan perkembangan wilayah setiap desa di daerah penelitian dapat diketahui dengan melakukan skoring variabel untuk setiap wilayah desa, penjumlahan skor, klasifikasi dan pembuatan rangking skor untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah rendah, sedang, dan tinggi untuk

13 setiap desa yang ada di daerah penelitian. Skoring variabel merupakan pemberian skor pada setiap variabel berdasarkan asumsi yang digunakan. Skoring pada variabel jumlah penduduk dilakukan dengan cara mengklasifikasikan jumlah penduduk tiap desa, kemudian dibagi menjadi tiga kelas yaitu jumlah penduduk tinggi, sedang, dan rendah. Skoring jumlah penduduk dapat dirumuskan sebagai berikut : kelas = nilai tertinggi nilai terendah 3 Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui dan menjelaskan kriteria perkembangan wilayah dalam penelitian ini yaitu dengan cara membuat tingkatan skor untuk kependudukan dan sosial ekonomi. Perhitungan dan analisa data dapat dipermudah dengan membagi nilai total perkembangan wilayah pada masing-masing wilayah desa di intervalkan menjadi 3 kelas yaitu : Kelas interval I : Perkembangan Rendah Kelas interval II : Perkembangan Sedang Kelas interval III : Perkembangan Tinggi 1.8 Batasan Operasional a. Aksesibilitas adalah derajat kemudahan untuk menjangkau suatu lokasi dari berbagai arah. (Harjanti, 2000). b. Analisis keruangan adalah mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifatsifat penting (Hagget, 1972). c. Fasilitas sosial ekonomi adalah kemudahan-kemudahan bagi penduduk untuk memperoleh fasilitas berupa perumahan, kelembagaan, penerangan, air bersih, kesehatan, pendidikan, rekreasi, transportasi dan pusat perbelanjaan (Bintarto, 1983). d. Kota adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bukan bernafkahkan bukan dari sector pertanian. Kota dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan seperti bangunan yang besar bagi pemerintahan, rumah sakit, sekolah, alun-alun dan taman yang luas

14 serta jalan yang beraspal dan lebar. (Dickinson, 1992 dalam Istana, M 2002). e. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. (UU Tentang penataan Ruang, pasal 1) f. Pembangunan adalah kegiatan yang terus menerus dilaksanakan mencakup sektor pemerintahan maupun sektor masyarakat, diatur dan dilaksanakan dalam suatu ruang dalam usaha untuk menuju kemajuan dan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya besifat peningkatan, Pemanfaatan sumber daya serta pemenuhan berbagai kebutuhan (Peornomodisi, 1981). g. Penggunaan lahan adalah segala campur tangan manusia baik secara permanen atau siklus terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan (Ngadiono & Suwandhi, 1978). h. Perkembangan adalah suatu kondisi terjadinya perubahan variabelvariabel penelitian sejalan dengan waktu. Variabel tersebut meliputi sarana dan prasarana sosial dasar, ekonomi, dan sosial pendukung yang menjadi bertambah atau berkurang (Susanto, 1990). i. Wilayah adalah bagian dari permukaan bumi yang dibatasi oleh batasbatas tertentu (Harjanti, 2000).