BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 3 TINJAUAN TEMA. 3.2 Latar belakang permasalahan Tema

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

BAB IV: KONSEP Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,


2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR PERANCANGAN STASIUN TERPADU MANGGARAI JAKARTA SELATAN CONTEXTUAL ARCHITECTURE

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Peran Transportasi. (Studi Kasus: Stasiun KA Patukan, Gamping, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengerjakan, atau melakukan sesuatu.

BAB II LANDASAN TEORI

PEREMAJAAN KAWASAN BERDASARKAN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT PADA STASIUN RAWA BUNTU TANGERANG SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6

SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB II TINJAUAN OBJEK

ARSITEKTUR KONTEKSTUAL SEBAGAI SOLUSI PERANCANGAN KAWASAN STASIUN TERPADU MANGGARAI JAKARTA SELATAN

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRAKSI PENDAHULUAN 1

BSD INTERMODAL TRANSPORT FACILITY M. BARRY BUDI PRIMA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL RANCANGAN

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial,

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema.

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

Menurut buku Kementrian Perhubungan Ditjen Perkeretaapian. (2011:h.6), dijelaskan secara umum sejarah perkertaapian yaitu

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang)

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

PERANCANGAN MIXED-USE SHOPPING MALL DAN OFFICE DI KAWASAN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) BINJAI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

yang lebih luas1 Dari sarana transportasi udara tersebut, komunikasi dengan bangsa lain

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V KONSEP DASAR. Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Kepanjen Educaion. Prinsip-prinsip tema Arsitektur Perilaku

SHOPPING CENTER DI KAWASAN MONORAIL INTERCHANGE KARET, JAKARTA PUSAT Penekanan Desain Konsep Arsitektur Renzo Piano

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB VI KONSEP RANCANGAN

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA. Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judul laporan tugas akhir yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan dan didefinisikan sebagai berikut : Peremajaan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang menyeluruh terhadap kawasan tersebut. (Dirjen PU/2001) Stasiun Stasiun kereta api adalah tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Standar pelayanan minimal di stasiun kereta api paling sedikit terdapat (PM 9/2011): a. informasi yang jelas dan mudah dibaca mengenai: nama dan nomor kereta api; jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api; tarif kereta api; stasiun kereta api pemberangkatan, stasiun kereta api pemberhentian, dan stasiun kereta api tujuan; kelas pelayanan; dan peta jaringan jalur kereta api; b. loket; c. ruang tunggu, tempat ibadah, toilet, dan tempat parkir; d. kemudahan naik/turun penumpang; e. fasilitas penyandang cacat dan kesehatan; dan f. fasilitas keselamatan dan keamanan Transit Oriented Development Pada tahun 1992, kota San Diego mengumumkan Transit Oriented Development Design Guidelines yang terkenal yang diketahui sebagai TOD. Pedoman ini muncul dari City s Mobility Planning Program yang bertujuan untuk memindahkan manusia sebaik memindahkan mobil. TOD diartikan sebagai sebuah komunitas mixed-use dengan rata-rata jarak berjalan kaki dari pemberhentian transit dan area pusat komersial. Desain, konfigurasi dan campuran fungsi ditekankan pada lingkungan pedestrian terpadu dan memperkuat penggunaan transportasi publik. Campuran perumahan, retail, perkantoran, ruang terbuka dan prasarana publik dengan jarak berjalan kaki yang nyaman dalam TOD, membuat penduduk dan karyawan nyaman untuk melakukan perjalanan dengan transit, sepeda atau berjalan 17

18 kaki sebaik menggunakan mobil. Semua TOD memiliki sebuah pusat area komersial yang memberikan penduduk dan karyawan kesempatan untuk berjalan atau bersepeda dalam mendapatkan kebutuhan dasar dan layanan mereka. (Corbett 1993) Gambar 3. Skema Ilustrasi Konsep Transit Oriented Development Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2015 Gambar 4. Area Olahan Transit Oriented Development Sumber : www.asla.org/2010awards/537, diakses pada 7 Maret 2015

19 Menurut Peter Calthorpe (1993), dalam buku The Next American Metropolis, mendefinisikan TOD sebagai mixed-use community within an average 2,000-foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TODs mix residential, retail, office, open space, and Public uses in a walkable environment, making it convenient for residents and employees to travel by transit, bicycle, foot, or car. Berdasarkan skema ilustrasi tersebut, objek desain TOD dapat dikatakan sebagai sebuah kawasan yang memiliki berbagai fungsi penunjang di dalamnya, seperti fungsi hunian, ruang terbuka, area komersial serta kantor atau tempat bekerja. Kawasan TOD juga terkoneksi dengan area transit dari transportasi massal. Selain itu, keseluruhan fungsi lahan tersebut berada dalam jarak dengan radius 2.000 kaki dari pusat transit. Menurut Peter Calthorpe, perencanaan kawasan TOD memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: mengorganisasikan pertumbuhan dalam level regional menjadi lebih kompak dan transit supportive menempatkan komersial, permukiman, perkantoran, dan fasilitas umumsosial dalam jarak tempuh berjalan kaki dari stasiun transit menciptakan jaringan jalan yang ramah pejalan kaki yang menghubungkan berbagai tujuan perjalanan lokal menyediakan permukiman dengan tipe, kepadatan dan biaya yang bervariasi melestarikan habitat dan ruang terbuka dengan kualitas tinggi membuat ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan dan kegiatan masyarakat mendorong penggunaan lahan dan redevelopment sepanjang koridor transit Menurut Perda Kota Tangerang Selatan Nomor 15 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2031 pasal 11, menyatakan untuk mengembangkan sistem Transit Oriented Development dilakukan melalui strategi: a. Menjaga fungsi dan hirarki jalan; b. Meningkatkan kapasitas jaringan jalan melalui pembangunan dan pelebaran jalan, pengelolaan lalu lintas serta menghilangkan gangguan sisi jalan; c. Memprioritaskan pengembangkan sistem angkutan umum massal yang terpadu;

20 d. Menyediakan fasilitas parkir yang memadai dan terpadu dengan pusat-pusat kegiatan; e. Membangun sistem park and ride; f. Mengembangkan sistem terminal dalam kota serta membangun terminal di batas Kota; dan g. Mengoptimalkan pengendalian dan penyelenggaraan sistem transportasi Kota. Kawasan adalah daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti tempat tinggal, pertokoan, industri, dan sebagainya (Alwi, 2002). Berdasarkan terminologi di atas, judul laporan tugas akhir Peremajaan Kawasan berdasarkan Transit Oriented Development pada Stasiun Rawa Buntu Tangerang Selatan ini memiliki arti sebagai berikut: perbaikan terhadap fasilitas dan juga fungsi ruang yang terdapat pada Stasiun Rawa Buntu dengan mengedepankan akses untuk pejalan kaki atau pengguna bis sehingga menciptakan suatu kawasan transit terpadu pada kawasan Tangerang Selatan. 2.2 Tinjauan umum Laporan tugas akhir ini menggunakan tinjauan umum untuk mendukung penelitian. Teori yang digunakan adalah : 2.2.1 Tata guna lahan Sekarang ini, pola tata guna lahan pada saat ini seperti ironi, karena penggunaan lahan, air, unsur hara, dan berbagai energi yang tak terbarukan secara berlebih, menjadikan keadaan yang tidak berkelanjutan (Daniel E. Williams, 2007). Tata guna lahan memegang peranan penting dalam keberhasilan perancangan kota berkelanjutan dan bertujuan untuk efisiensi energi dan sumber daya alam, mengurangi biaya, serta mencapai keragaman ekonomi dan sosial. Beberapa perencanaan guna lahan dalam upaya perancangan kota berkelanjutan dijelaskan lebih lanjut dalam antara lain (Wunas, 2011): Multi fungsi lahan, Pemanfaatan lahan dengan lebih kompak atau padat, Integrasi antara tata guna lahan dengan infrastruktur, Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil, Penyediaan ruang terbuka yang lebih banyak.

21 Lebih jauh lagi, yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara bentuk kota yang berkelanjutan dengan tata guna lahan, tidak hanya berpusat pada satu bangunan saja. Pemikiran akan pentingnya hal ini memberikan pandangan yang lebih luas lagi memunculkan pengembang estate, yang mana banyak di antara mereka melihat bahwa nilai ekonomi tercipta paling baik pada daerah kota dan sekitarnya, dimana system urban untuk pendidikan, kesehatan, transportasi, dan air sudah permanen pada tempatnya, dimana ketidakadilan dalam akses ini dirasakan. (Krieger & Saunders, 2009) Efisiensi dapat dicapai dengan pencocokan jenis penggunaan lahan dengan areal tertentu yang akan menghasilkan manfaat terbesar. Salah satu syarat terpenting dari perencanaan tata guna lahan adalah bahwa jenis dan sebaran penggunaan lahan juga harus diterima secara sosial oleh komunitas di wilayah perencanaan. Sasaran kesetaraan atau ekuitas, penerimaan, dan preferensi adalah dalam bentuk capaian yang bersifat sosial dan kebersamaan, misalnya ketahanan pangan, ketenagakerjaan, dan keamanan pendapatan, pengurangan ketimpangan wilayah atau kelompok, persamaan hak, dan lain-lain. Penggunaan lahan yang berkelanjutan adalah penggunaan lahan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan pada saat yang sama, dapat mengkonservasi sumber daya alam untuk generasi mendatang. Alasan utamanya adalah bahwa tata guna lahan, baik yang terjadi secara alami maupun rekayasa dan direncanakan melalui suatu konsep perencanaan yang matang, akan berlaku satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: Tata guna lahan sebagai sumber dampak, Tata guna lahan sebagai penerima dampak, Tata guna lahan sebagai pencegah dampak, Tata guna lahan (rencana) sebagai wahana penanggulangan dampak. Perkembangna tata guna lahan, dikembangkan secara berkala dengan merendahkan batas antara produsen dan konsumen lahan degan cara sebagai berikut (Tiesdell & Adams, 2011): Melalui regulasi, pengembang harus mengembangkan kawasan ke kawasan yang memiliki kualitas yang lebih baik.

22 Melalui tujuan yang berdampak positif, pengembang mengkalkulasi bahwa secara finansial, itu baik dan bermanfaat untuk mendukung kualitas hidup yang lebih baik. Melalui pendekatan normatif, pengembang berkeinginan untuk menghadirkan kualitas hidup yang lebih baik. 2.2.2 Sistem Transit Hirarki dari transportasi publik sendiri menurut klasifikasi transit adalah sebagai berikut (Meyer & Miller, 2000): Sistem transit regional, memilki cara transit yang memiliki frekuensi yang padat dan cepat untuk bepergian ke pusat kota, pusat kawasan, area perindustrian, dan fasilitas untuk berpindah moda transportasi. Sistem ini terdiri dari lima tipe pelayanan yang secara berkala dan memiliki waktu keberangkatan yang tidak lebih dari 15 menit, system ini meliputi Light Rail Transit, Commuter Rail, kereta cepat, bis dengan keberangkatan berkala, bis daerah, dan mobil dalam kota. Sistem trasnsit komunitas, lebih berfokus pada aksesibilitas dan informasi keberangkatan, jadi pergerakan yang cepat, bukanlah pokok dari system ini. Servis pada system ini berupa angkutan bis komunitas, minibus, paratransit, dan park&ride. Sistem transportasi antar kota, memberikan kesempatan untuk mobilitas antar kota. Servis yang termasuk dalam system ini adalah kereta api penumpang, bis antar kota, dan terminal transit antar moda transportasi maupun titik perpindahan. Sistem transit khusus untuk populasi berkebutuhan khusus, menciptakan transit khusus untuk anak sekolahan, lansia, orang yang kurang mampu, orang difabel, dan beberapa penumpang yang berkebutuhan khusus. 2.3 Tinjauan khusus Laporan tugas akhir ini menggunakan tinjauan umum untuk mendukung penelitian. Teori yang digunakan adalah : 2.3.1 Aksesibilitas Aksesibilitas adalah kemampuan untuk mendapatkan akses masuk pada area atau tempat yang istimewa. Aksesibilitas juga merupakan faktor utama dalam penilaian suatu lahan adalah ketika lahan tersebut dapat diakses oleh banyak pengunjung dari berbagai daerah yang potensial, menjadikan lahan tersebut layak

23 untuk dikembangkan, sehingga meningkatkan nilai dari lahan tersebut. Aksesibilitas memerlukan kemampuan untuk berpindah dari sistim transportasi ke fasilitas lainnya yang menjadi pendukung dalam suatu sistem trasnportasi. Lebih jauh lagi, aksesibilitas meliputi juga akses untuk parkir kendaraan, tempat pemberhentian untuk publik yang melakukan transit, dan zona penurunan dan pengangkutan barang. (P.Roess, Prassas, & McShane, 2011). Tingkat aksesibilitas suatu wilayah dapat diukur oleh beberapa variabel. Variabel-variabel tersebut menurut Parlindungan (2010) antara lain ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan. Selain itu, pengaturan tata guna lahan juga mempengaruhi tingkat akses. Perencanaan yang mengintegrasikan tata guna lahan dan transportasi merupakan kunci untuk meminimalisasi jarak perjalanan serta meningkatkan aksesibilitas menuju fasilitasfasilitas (Moughtin, 2005: 48). 2.3.2 Mixed of use Mixed of use adalah solusi untuk memperkecil tingkat mobilitas dan jarak mobilitas publik, yaitu dengan pencampuran kegiatan antara residen (perumahan), kantor, toko di dalam satu kawasan yang sama (Thomas, 2003) Memisahkan area industri dari area hunian dan komersil memiliki tujuan yang baik yaitu agar limbah dari industri tidak mencemarkan kedua area tersebut. Namun saat ini terjadi peningkatan pemilihan terhadap pencampuran land-use hunian, komersil, dan tempat bekerja yang saling melengkapi (Keeler, 2010). Mix of use dapat diterapkan secara horisontal dan vertikal. Secara horisontal sebagai contohnya dimana bangunan-bangunan hunian berada di samping area komersil. Secara vertikal berarti dalam satu bangunan terdapat berbagai macam fungsi, misalnya lantai dasar digunakan sebagai toko dan lantai atas digunakan sebagai hunian (Keeler, 2010). 2.3.3 Organisasi bentuk dan ruang Pengaturan bentuk yang beragam, dapat memanipulasi kepadatan da nisi dari ruang, dimana bagian padat dan kosong mengakibatkan kualitas visual dalam mendefinisikan ruang (Ching, 2007). Keputusan mengenai jenis organisasi yang harus digunakan dalam situasi khusus akan tergantung pada : Kebutuhan atas program bangunan, seperti pendekatan fungsional, persyaratan ukuran, klasifikasi hirarki ruang-ruang dan syarat-syarat pencapaian, pencahayaan atau pemandangan.

24 Kondisi-kondisi eksterior dari tapak yang mungkin akan membatasi bentuk atau pertumbuhan organisasi atau yang mungkin merangsang organisasi tersebut untuk mendapatkan gambaran-gambaran tertentu tentang tapaknya dan terpisah dari bentuk-bentuk lainnya. Gambar 5. Organisasi ruang Sumber: remigius.staff.gunadarma.ac.id, diakses 6 Februari 2015 2.3.4 Sirkulasi Alur gerak dapat dibayangkan sebagai benang yang menghubungkan ruangruang pada suatu bangunan atau suatu rangkaian ruang-ruang interior maupun eksterior, bersama-sama (Ching, 2007). Saat kita bergerak dalam waktu melewati rangkaian dari ruang, kita mengalami ruang, dalam relasi darimana kita dan kemana kita. Unsur yang dipertimbangkan pada aspek sirkulasi adalah: Pendekatan/pencapaian, yang dipertimbangkan adalah penampakan dari kejauhan. Area Masuk, dari luar ke dalam. Rangkaian dari pola, merangkai ruang Hubungan antar pola, sudut, titik, dan titik akhir pola. Bentuk dari ruang sirkulasi, koridor, hall, galeri, tangga, dan ruang. Beberapa hal yang akan dibahas terkait sirkulasi adalah unsur-unsur sirkulasi pencapaian bangunan (Ching, 2007): Langsung

Pendekatan yang mengarah langsung ke suatu tempat masuk melalui sebuah jalan lurus yang segaris dengan alur sumbu bangunan. 25 Gambar 6. Pencapaian bangunan secara langsung Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000 Tersamar Pendekatan yang samar-samar meningkatkan efek perspektif pada fasad depan dan bentuk suatu bangunan. Berputar Gambar 7. Pencapaian bangunan secara tersamar Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000 Sebuah jalan berputar memperpanjang urutan pencapaian dan mempertegas bentuk tiga dimensi suatu bangunan sewaktu bergerak mengelilingi tepi bangunan. Gambar 8. Pencapaian bangunan secara berputar Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000 Unsur-unsur dalam konfigurasi jalan, meliputi: Linier Jalan yang lurus, berbentuk lengkung atau berbelok arah, memotong jalan lain, bercabang-cabang, atau membentuk putaran menjadi unsur pengorganisir utama sederet ruang-ruang.

26 Radial Jalan-jalan lurus yang berkembang dari atau berhenti pada sebuah pusat, titik bersama. Spiral Suatu jalan tunggal menerus, yang berasal dari titik pusat, mengelilingi pusat dengan jarak yang berubah. Grid Terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan-kawasan ruang segi empat. Jaringan Jalan-jalan yang menghubungkan titik-titik tertentu di dalam ruang. Komposit Kombinasi dari pola-pola jalan di atas. Bentuk ruang sirkulasi: Tertutup Gambar 9. Konfigurasi jalur Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000 Membentuk galeri umum atau koridor pribadi yang berkaitan dengan ruang-ruang yang dihubungkan melalui pintu-pintu masuk pada dinding. Terbuka pada satu bagian sisinya Membentuk balkon atau galeri yang memberikan kontinuitas visual dan kontinuitas ruang dengan ruang-ruang yang dihubungkannya. Terbuka pada kedua sisinya Membentuk deretan kolom untuk jalan lintas yang menjadi sebuah perluasan fisik dari ruang yang dihubungkannya.

Gambar 10. Tertutup, terbuka pada salah satu sisi, terbuka pada kedua sisi Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000 27

28 2.5 Kerangka Berfikir