SINTESIS BaTiO 3 DARI BaCl 2 DAN TiCl 4 DENGAN METODE HIDROTERMAL DWI PUTRI UTAMI

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN NANOMAGNETIT SEBAGAI PENYEDIA UNSUR HARA NITROGEN PADA TANAMAN JAGUNG ILFA NURAISYAH SIREGAR

1. Departemen Fisika, Fakultas FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424

ADSORPTIVITAS CAMPURAN KAOLIN-LIMBAH PADAT TAPIOKA TERMODIFIKASI SURFAKTAN HEKSADESILTRIMETILAMONIUM BROMIDA DAN TWEEN 80 TERHADAP CIBACRON RED

OPTIMASI EKSTRAKSI IOTA KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH Eucheuma spinosum WINDA ANDARINA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MIKROSKOPIK BaTiO 3 DENGAN METODE SOL-GEL SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Disusun oleh : ARI WISNUGROHO NIM. M

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN BARIUM TITANAT (BaTiO 3 ) DENGAN MENGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis)

4 Hasil dan Pembahasan

Pembuatan Ba 0,8 Sr 0,2 TiO 3 menggunakan Metode Co-precipitation dengan Variasi Suhu Sintering

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

SYNTHESIS THIN LAYER ZnO-TiO 2 PHOTOCATALYSTS SOL GEL METHOD USING THE PEG (Polyethylene Glycol) AS SOLVENTS SCIENTIFIC ARTICLE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

Bab III Metoda Penelitian

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 YANG DISINTESIS DENGAN METODE REAKSI PADATAN

SINTESIS OKSIDA LOGAM AURIVILLIUS SrBi 4 Ti 4 O 15 MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL DAN PENENTUAN SIFAT FEROELEKTRIKNYA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

Bab III Metodologi Penelitian

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MESOPORI SILIKA DARI SEKAM PADI DENGAN METODE KALSINASI SKRIPSI MARS BRONSON SIBURIAN

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

Bab 3 Metodologi Penelitian

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BARIUM TITANAT DENGAN MODIFIKASI METODE LTDS (LOW TEMPERATURE DIRECT SYNTHESIS) AGUS SAPUTRA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

SINTESIS PARTIKEL NANO BARIUM TITANAT MENGGUNAKAN METODE PROSES PREKURSOR DENGAN PULP MERANG SEBAGAI TEMPLAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

POLA PELEPASAN UREA DARI SUPERABSORBEN KOPOLIMER ONGGOK-POLIAKRILAMIDA DENGAN BERBAGAI DERAJAT TAUT-SILANG PERTIWI UMUL JANNAH

KARAKTERISASI DIFFRAKSI SINAR-X (XRD) MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM TITANAT (BaTiO 3 )

LAJU MINERALISASI N-NH 4 + DAN N-NO 3 - TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

3 Metodologi Penelitian

Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SONOKIMIA

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE

Perbandingan Stabilitas Lapisan Hidrofobik Pada Substrat Kaca Dengan Metode Sol-Gel Berbasis Water-glass dan Senyawa Alkoksida

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Keberadaan Unsur Logam Ni, Pb, Cr dan Cd Pada Hasil Zeolitisasi Abu Terbang Dengan Larutan NaOH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

BAHAN DAN METODE. Prosedur Penelitian

SINTESIS POLIMER SUPERABSORBEN ONGGOK TAPIOKA-AKRILAMIDA: PENGARUH KONSENTRASI MONOMER DAN INISIATOR MUHAMMAD IRVAN SAESARIO

SINTESIS BaTiO 3 DARI CAMPURAN Ba(OH) 2 DAN TiO 2 DENGAN TAMBAHAN PbO HERMAN HADIWIJAYA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MAGNESIUM OKSIDA (MgO) DENGAN VARIASI MASSA PEG-6000

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

SINTESIS DAN STRUKTUR KRISTAL BAHAN LaMnO 3 DAN La 0,7 Er 0,3 MnO 3 PEROVSKITE SKRIPSI

Bab 4 Data dan Analisis

BAB III METODOLOGI III.1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X PEMAKAIAN MICROWAVE UNTUK OPTIMASI PEMBUATAN ZEOLIT SINTETIS DARI ABU SEKAM PADI

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH KERAJINAN TULANG SAPI SKRIPSI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI GLYCYRRHIZAE RADIX

SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI METODE SOL-GEL ANORGANIK

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

Transkripsi:

SINTESIS BaTiO 3 DARI BaCl 2 DAN TiCl 4 DENGAN METODE HIDROTERMAL DWI PUTRI UTAMI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

ABSTRAK DWI PUTRI UTAMI. Sintesis BaTiO 3 dari BaCl 2 dan TiCl 4 dengan Metode Hidrotermal. Dibimbing oleh IRMA H. SUPARTO dan AGUS SAPUTRA. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, peralatan elektronik semakin berkembang. Salah satu komponen penyusun peralatan elektronik adalah kapasitor. Salah satu bahan penyusun kapasitor, ialah barium titanat (BaTiO 3 ). Penelitian ini bertujuan mensintesis dan mencirikan BaTiO 3 dari campuran BaCl 2 dan TiCl 4 dengan mengamati perubahan suhu dan tahapan reaksi. Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu sintesis BaTiO 3 dengan metode hidrotermal, perubahan tahapan reaksi, perubahan ph, dan membandingkan hasil sintesis menggunakan metode nonhidrotermal, serta pencirian dengan difraksi sinar-x (XRD). Berdasarkan hasil XRD, sintesis BaTiO 3 menggunakan metode hidrotermal (T = 120-150 o C), perubahan tahapan reaksi, dan perubahan ph belum bisa menghasilkan BaTiO 3 murni. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya intensitas BaTiO 3 yang terbentuk serta masih terdapatnya pengotor lain berupa TiO 2, seperti pada metode nonhidrotermal (T = 600 o C). ABSTRACT DWI PUTRI UTAMI. Synthesis and Characterization of BaTiO 3 from BaCl 2 and TiCl 4 by Hydrothermal Method. Supervised by IRMA H. SUPARTO and AGUS SAPUTRA Increasing technology has lead to proliferating electronic equipments. One component of electronic equipment is capacitor, which can be made of barium titanate (BaTiO 3 ). This study aims to synthesize and to characterize BaTiO 3 from a mixture of BaCl 2 and TiCl 4 by observing changes in temperature and the stage of the reaction. This study was carried out in several stages, i.e synthesis of BaTiO 3 by hydrothermal method, changes in the reaction steps, changes in ph, compared the results by nonhydrothermal method and characterization by X-ray diffraction (XRD). Based on XRD results, synthesis of BaTiO 3, using the method of hydrothermal (T = 120-150 C), changes in the reaction steps, also in ph, had not been able to produced pure BaTiO 3. It can be seen from low intensity of BaTiO 3 and presence of other impurities in the form of TiO 2 as can be found in all methods including non-hydrothermal method (T = 600 C).

SINTESIS BaTiO 3 DENGAN METODE HIDROTERMAL DARI BaCl 2 DAN TiCl 4 SERTA KARAKTERISASINYA DWI PUTRI UTAMI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul : Sintesis BaTiO 3 dari BaCl 2 dan TiCl 4 dengan Metode Hidrotermal Nama : Dwi Putri Utami NIM : G44070057 Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. dr. Irma H Suparto, MS Agus Saputra, SSi, MSi NIP 19581123 198603 NIP 19761101 2005011002 Diketahui Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002 Tanggal lulus :

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sintesis BaTiO 3 dari BaCl 2 dan TiCl 4 dengan metode hidrotermal. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya. Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Dr. dr. Irma H Suparto, MS dan Bapak Agus Saputra, SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, dorongan, masukan, serta doa selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pak Sawal, Pak Mul, Pak Caca, Mba Nurul para staf laboran Laboratorium Kimia Anorganik atas bantuan selama penelitian. Terimakasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Almarhum Ayah, Ibu, kakak, adik atas doa dan kasih sayangnya. Juga ucapkan terima kasih kepada Putu Lilik, Mega, Cusna, Dian, Nina, Annisa, Octa, Nosen, Kak Karin, dan Prestiana yang telah membantu memberi masukan, serta Jamil atas saran, semangat dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, November 2011 Dwi Putri Utami

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1989 dari ayah Saban Karto Utomo dan Ibu Mardianingsih, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2007, penulis lulus dari SMA Negeri 27 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, pernah menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2009 sampai 2011. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Kimia TPB privat dan bimbingan belajar Avogadro dari tahun 2008 sampai 2010. Selain itu, mengajar pada bimbingan belajar PRIMAGAMA untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Kimia. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) di IMASIKA (Ikatan Mahasiswa Kimia) pada tahun 2009/2010. Bulan Juli-Agustus 2010, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta dengan judul Validasi Injeksi Levofloksasin Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Penulis mengikuti Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2011 dengan judul Ekstrak Etanol Daun Bambu (Dendrocalamus asper) yang Berpotensi Menurunkan Kadar Asam Urat.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN... 1 METODE... 1 Alat dan Bahan... 1 Lingkup Kerja... 1 Pembuatan Larutan Ti(OH) 4 dan BaCl 2... 1 Pembuatan Larutan BaTiO 3 dengan Metode Hidrotermal... 1 Perubahan Tahapan Reaksi... 2 Peningkatan ph... 2 Metode Non Hidrotermal... 2 Karakterisasi dengan XRD... 2 HASIL... 2 Metode Hidrotermal... 2 Perubahan Tahapan Reaksi... 2 Peningkatan ph... 3 Metode Non Hidrotermal... 3 PEMBAHASAN... 3 SIMPULAN DAN SARAN... 5 Simpulan... 5 Saran... 5 DAFTAR PUSTAKA... 5 LAMPIRAN... 7

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kristal hasil sintesis dari BaCl 2 dan TiCl 4... 2 2 Pola difraksi BaTiO 3 T = 120-150 o C metode hidrotermal... 2 3 Pola difraksi struktur kristal T = 120 o C perubahan tahapan reaksi... 3 4 Pola difraksi struktur kristal T = 600 o C metode non hidrotermal... 3 5 Pola difraksi struktur kristal T = 150 o C peningkatan ph... 3 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian semua tahapan dan perubahan tahapan reaksi... 8 2 Contoh perhiyungan pembuatan larutan Ti(OH) 4 dan BaTiO 3... 10 3 Data JCPDS... 11 4 Pola difraksi standar BaTiO 3 dan TiO 2... 12 5 Pola difraksi BaTiO 3 pada T = 120-150 o C dengan metode hidrotermal. 13 6 Pola difraksi BaTiO 3 menggunakan perubahan tahapan reaksi... 15 7 Pola difraksi BaTiO 3 menggunakan metode non hidrotermal... 16 8 Pola difraksi BaTiO 3 dengan peningkatan ph... 17

PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, peralatan elektronik semakin berkembang. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan konsumen akan peralatan yang semakin canggih. Salah satu komponen penyusun peralatan elektronik adalah kapasitor. Kapasitor memiliki sifat menyimpan energi listrik/muatan listrik, serta memiliki banyak kegunaan diantaranya adalah untuk menghindari terjadinya loncatan listrik pada rangkaian-rangkaian yang mengandung kumparan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai penyusun kapasitor adalah barium titanat (BaTiO 3 ) (Hamonangan 2009). BaTiO 3 yang memiliki struktur tetragonal dan berukuran lebih kecil, baik digunakan sebagai dielektrik (Wahyudi 2007). BaTiO 3 dapat digunakan sebagai penyusun kapasitor karena memiliki sifat dielektrik yang baik. Awalnya, BaTiO 3 dapat disintesis dengan mereaksikan TiO 2 dan BaCO 3 pada suhu tinggi (Boulous et al. 2005) sekitar 1200 o C (Deshpande et al. 2005). Sintesis dengan suhu tinggi pada skala besar membutuhkan biaya produksi yang cukup besar. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menggunakan metode hidrotermal yang dapat mengurangi biaya produksi (Sun et al. 2006). Metode sintesis ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain menghasilkan partikel dengan kristanilitas tinggi, menggunakan suhu rendah untuk reaksi, kemurnian tinggi, serta distribusi ukuran partikel yang homogen (Lee et al. 2000). Selain itu, metode hidrotermal juga dapat menghasilkan kristal yang berukuran nanometer (nm) (Moon & Cho 2007). Sintesis BaTiO 3 yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya menggunakan Ba(OH) 2.8H 2 O dan TiO 2 dengan metode hidrotermal (Retnantiti 2010). Akan tetapi, hasil sintesis tersebut masih terdapat kekurangan, diantaranya menghasilkan endapan BaCO 3 dan ukuran partikel yang tidak homogen (masih terdapat bentuk tetragonal dan kubik), sifat dielektrik yang kurang baik serta menggunakan suhu yang tinggi. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi dengan menggunakan bahan baku sintesis, yaitu BaCl 2 dan TiCl 4 menggunakan metode hidrotermal dengan mengamati perubahan pada suhu, dan perubahan ph. Penelitian ini, BaCl 2 menggantikan Ba(OH) 2.8H 2 O dan TiO 2 dengan TiCl 4. Jika dibandingkan dengan Ba(OH) 2.8H 2 O, BaCl 2 memiliki nilai kelarutan yang lebih besar sehingga diharapkan akan menghasilkan BaTiO 3 dengan ukuran yang lebih seragam serta nilai konstanta dielektrik tinggi. Hasil sintesis BaTiO 3 selanjutnya dikarakterisasi dengan difraksi sinar-x (X-ray difraction). Difraksi sinar-x berfungsi mengidentifikasi fasa kristalin (Girolami et al. 1999). Diharapkan dengan adanya perubahan pada bahan baku dapat menghasilkan kristal BaTiO 3 dengan intensitas yang lebih tinggi. METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, pengaduk magnetik, tanur, oven, alat hidrotermal, alat-alat kaca, cawan porselen, dan difraksi sinar-x Shimadzu XRD-7000. Bahan-bahan yang digunakan adalah BaCl 2. H 2 O, TiCl 4, HCl, NH 4 OH pekat, dan air bebas ion. Lingkup Kerja Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama adalah sintesis BaTiO 3 dengan bahan baku BaCl 2 dan TiCl 4 menggunakan metode hidrotermal, non hidrotermal, perubahan tahapan reaksi, dan perubahan ph. Tahap kedua adalah hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan XRD (Lampiran 1). Pembuatan Larutan Ti(OH) 4 dan BaCl 2 BaCl 2 sebagai sumber ion Ba 2+ dan TiCl 4 sebagai sumber ion Ti 4+. Rasio mol Ba terhadap Ti (Ba/Ti) dibuat satu (Lee et al. 2000). Pembuatan larutan Ti(OH) 4. Larutan Ti(OH) 4 dapat dibuat dengan mereaksikan TiCl 4 dan NH 4 OH pekat. Sebanyak 0,03 mol TiCl 4 dan 0,12 mol NH 4 OH pekat masingmasing dilarutkan ke dalam 100 ml air bebas ion. Untuk pembuatan larutan BaCl 2, yaitu ditimbang 4,4460 g BaCl 2 (Lampiran 2) dilarutkan ke dalam 15 ml air bebas ion dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik sampai homogen. Pembuatan BaTiO 3 dengan Metode Hidrotermal Larutan TiCl 4 (50 ml) ditambahkan dengan 10,60 ml NH 4 OH pekat setelah terjadi perubahan larutan menjadi berwarna putih, kemudian ditambahkan dengan larutan BaCl 2. Ketiga larutan tersebut diaduk sampai homogen dengan bantuan pengaduk magnetik. Pengadukan dilakukan selama 2 jam pada

suhu ruang. Setelah larutan homogen, larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 120 sampai dengan 150 o C (dengan kisaran suhu 10 o C) selama 7 jam dan dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 o C (Sahoo et al. 2007 ). Perubahan Tahapan Reaksi Larutan TiCl 4 (50 ml) ditambahkan dengan larutan BaCl 2 dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik. Saat proses pengadukan ditambahkan sedikit demi sedikit NH 4 OH pekat sebanyak 10,60 ml. Ketiga larutan tersebut diaduk selama 2 jam sampai homogen. Setelah larutan bercampur sempurna larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 120 o C selama 7 jam yang selanjutnya dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 o C (Sahoo et al. 2007 ). Peningkatan ph Larutan TiCl 4 (50 ml) ditambahkan NH 4 OH pekat berlebih hingga 20 ml. Setelah terjadi perubahan larutan menjadi berwarna putih, kemudian ditambahkan dengan larutan BaCl 2. Ketiga larutan tersebut diaduk selama 2 jam sampai homogen dengan bantuan pengaduk magnetik. Setelah homogen, larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 150 o C selama 7 jam kemudian dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 o C (Sahoo et al. 2007 ). Metode Non Hidrotermal Prosedur sama seperti sintesis BaTiO 3 menggunakan metode hidrotermal, namun tidak menggunakan radas hidrotermal melainkan menggunakan tanur (T=600 o C) pada saat proses sintesis BaTiO 3. Karakterisasi dengan XRD Serbuk kristal BaTiO 3 yang terbentuk pada seluruh tahapan reaksi, dianalisis lebih lanjut dengan dilakukan karakterisasi menggunakan XRD. Sebelumnya sampel dimasukkan ke dalam pelat dan dipadatkan sampai tidak terdapat rongga. Setelah sampel siap, selanjutnya pelat dimasukkan ke dalam XRD. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan data XRD JCPDS (Joint Comitee of Powder Difraction Standar). HASIL Sintesis dari BaCl 2 dan TiCl 4 dengan metode hidrotermal dan non hidrotermal menghasilkan kristal berwarna putih, halus permukaannya, dan tidak larut dalam air yang diduga BaTiO 3 (Gambar 1). Gambar 1 Kristal hasil sintesis dari BaCl 2 dan TiCl 4. Metode Hidrotermal Karakterisasi pada berbagai suhu (T= 120-150 C) dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Pola difraksi struktur kristal barium titanat pada suhu a) 120 o C, b) 130 o C, c) 140 o C, dan d) 150 o C menggunakan metode hidrotermal. Gambar tersebut menunjukkan bentuk difraktogram dengan intensitas puncak yang hampir sama (intensitas rendah). Namun pada keempat suhu perlakuan, tampak pola difraksi menunjukkan kecenderungan intensitas puncak meningkat pada 2 sudut 30. Perubahan Tahapan Reaksi Suhu metode hidrotermal yang dipilih untuk uji perubahan tahap reaksi pencampuran adalah pada suhu 120 o C, karena menghasilkan puncak-puncak dengan intensitas tinggi jika dibandingkan dengan ketiga difraktogram lainnya. Hasil

difraktogram untuk perubahan tahapan reaksi dapat dilihat pada Gambar 3. * Metode non hidrotermal Hasil difraktogram untuk metode non hidrotermal dilakukan pada suhu 600 C terlihat pada Gambar 5. * * * * * * Gambar 3 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 120 C dengan perubahan tahapan reaksi. (*TiO 2 ) ( BaTiO 3 ) ( Senyawa yang belum diketahui). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat beberapa puncak dengan intensitas 50, yaitu disekitar 16 o, 23 o, 30 o, 37 o, 40 o, 44 o, dan 68 o, sedangkan intensitas pada 32 o mencapai 175. Peningkatan ph Hasil difraktogram hasil sintesis metode hidrotermal dengan peningkatan ph pada suhu 150 C dapat dilihat pada Gambar 4. * * Gambar 4 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 150 C dengan perubahan ph menggunakan metode hidrotermal (*TiO 2 ) ( BaTiO 3 ) ( Senyawa yang belum diketahui). Hasil XRD tersebut menunjukkan beberapa puncak dengan intensitas 50 disekitar 20, 27, dan 44, sedangkan untuk 2 pada sudut 16, 31, dan 36 dengan intensitas 60. Intensitas tertinggi pada 100 dihasilkan pada sudut 32. Gambar 5 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 600 C menggunakan metode non hidrotermal. Pada Gambar 5 terlihat, beberapa puncak dengan intensitas disekitar 50, yaitu disekitar 38, 48, 53, dan 55, sedangkan intensitas tertinggi dihasilkan pada 2 sudut 25. PEMBAHASAN Sintesis BaTiO 3 menggunakan bahan baku BaCl 2 dan TiCl 4 dengan metode hidrotermal menghasilkan kristal berwarna putih, dengan permukaan halus, dan tidak larut dalam air. Kristal tersebut kemudian dianalisis dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan berbeda satu sama lainnya. Tahap awal sintesis menggunakan suhu 120 sampai dengan 150 o C dihasilkan difraktogram yang hampir sama, yaitu menghasilkan pola difraksi dengan banyak puncak dan intensitas yang rendah. Kondisi ini sudah menunjukkan terbentuk BaTiO 3, namun intensitas yang dihasilkan masih terlalu rendah. Hal ini dapat dilihat puncakpuncak yang mirip dengan data JCPDS. Namun dari keempat perlakuan suhu, intensitas yang lebih tinggi dihasilkan pada suhu 120 o C. Berdasarkan hasil ini maka pada suhu 120 o C, dibuat perubahan dalam tahapan reaksi untuk mensintesis BaTiO 3 yang diharapkan dapat menghasilkan puncak BaTiO 3 dengan intensitas yang lebih tinggi. Perubahan tahapan reaksi, yaitu dengan mereaksikan TiCl 4 dengan BaCl 2 terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan dengan penambahan NH 4 OH pekat. Pencampuran ini bertujuan agar reaksi yang terjadi adalah reaksi antar ion-ion Ti 4+, Ba 2+ dan OH - sesuai dengan persamaan reaksi berikut:

4 TiCl 4 + BaCl 2 + NH 4 OH BaTiO 3 Ti 4+ +Ba 2+ +OH - BaTiO 3 Hasil reaksi antar ion-ion Ti 4+, Ba 2+ dan OH - dapat dilihat pada difraktogram sebelumnya (perubahan tahapan reaksi). Hasil difraktogram pada hasil perubahan tahapan reaksi menunjukkan puncak-puncak dengan intensitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya (pemanasan pada suhu 120-150 o C). Akan tetapi, selain puncak-puncak untuk BaTiO 3 juga terdapat puncak-puncak pengotor berupa TiO 2 dan senyawa yang belum diketahui. Intensitas yang spesifik untuk BaTiO3 sekitar 22 masih rendah jika dibandingkan dengan TiO 2 yang dihasilkan pada 2 sekitar 30, 32, dan 37 dengan intensitas tertinggi pada 32 mencapai 175. Selain pengotor berupa TiO 2, juga masih terdapat pengotor yang belum diketahui di sekitar sudut 16, 39, dan 58. Adanya puncak-puncak TiO 2 diduga telah terbentuknya TiO 2 pada saat mereaksikan TiCl 4 dengan air bebas ion dan HCl pekat. TiCl 4 yang ditambahkan tetes demi tetes kedalam air bebas ion (T = 0 o C) akan langsung menghasilkan endapan putih TiO 2. Ketika ditambahkan HCl pekat ke dalam larutan, maka HCl akan bereaksi dengan TiO 2 membentuk senyawa intermediet TiOCl 2. Larutan yang telah homogen disimpan ke dalam suhu ± 2 C (lemari es) sampai larutan berubah warna, dari putih menjadi bening atau tak berwarna. Penyimpanan larutan pada suhu sekitar 2 C dapat menstabilkan senyawa TiOCl 2 dalam beberapa hari. Hal ini sesuai dengan Holleman & Wiberg (2001) yang menyatakan bahwa senyawa TiOCl 2 stabil pada suhu di bawah 4 C dan akan berubah menjadi TiO 2 pada suhu 40 C atau suhu kamar setelah 24 jam. Masih terdapatnya pengotor berupa TiO 2 maka dilakukan proses sintesis kembali dengan meingkatkan nilai ph menjadi 13 menggunakan metode hidrotermal pada suhu 150 o C. Hasil keempat difraktogram tidak menghasilkan difraktogram yang cukup baik, maka dipilih suhu yang paling tinggi, yaitu 150 o C. Sesuai pernyataan Saputra (2010), bahwa semakin tinggi suhu maka sumber energi untuk memutus ikatan Ba dan Cl pada BaCl 2, serta juga dapat membantu difusi ion Ba 2+ masuk ke struktur Ti(OH) 4. Pada tahapan ini, NH 4 OH pekat dibuat berlebih. Hal ini dimaksudkan untuk menaikkan nilai ph sampai dengan 13. Karena menurut Lee et al. (2003), ph larutan berhubungan langsung dengan reaktivitas ion Ba 2+ dan pembentukan kristal BaTiO 3 hanya dapat terjadi jika ph lebih dari 13. Akan tetapi, ph larutan tidak bisa mencapai 13 hanya mencapai ph 11. Hal ini diduga karena sifat NH 4 OH yang merupakan basa lemah sehingga larutan TiOCl 2 yang bersifat sangat asam (ph=1) ketika ditambahkan larutan NH 4 OH pekat (ph=10) menghasilkan larutan dengan keadaan yang tidak terlalu basa (mendekati ph normal). ph yang tidak sesuai menyebabkan reaktivitas ion Ba 2+ rendah sehingga endapan putih yang diperoleh bukanlah BaTiO 3 melainkan TiO 2 (Saputra 2010). Berdasarkan penelitian Saputra (2010), larutan KOH dapat meningkatkan ph menjadi 13. Hal ini juga dapat dilihat dari sifat KOH yang merupakan basa kuat sehingga dapat menghasilkan larutan dengan keadaan basa (menjauhi ph normal). Reaksi yang terjadi adalah: TiCl 4 + 2H 2 O TiO 2 + HCl [TiO 2 + HCl TiOCl 2 ] TiOCl 2 + NH 4 OH Ti(OH) 4 + BaCl 2 Ti(OH) 4 + NH 4 Cl (eksoterm) BaTiO 3 + 2HCl + 2H 2 O Berdasarkan reaksi diatas diduga proses perubahan TiCl 4 menjadi Ti(OH) 4 terjadi dua tahap atau tidak langsung menjadi senyawa TiOCl 2, tetapi melewati proses pembentukan TiO 2. Hal ini dapat dilihat pada pola difraksi dengan peningkatan ph menggunakan metode hidrotermal pada suhu 150 o C yang masih terdapat puncak-puncak yang mirip dengan TiO 2. Walaupun pada tahapan ini intensitas dari TiO 2 menurun 50 dari 175 menjadi 125 dan intensitas dari BaTiO 3 meningkat dari 50 menjadi 70. Hal ini diduga larutan NH 4 OH pekat yang digunakan tidak dapat membantu proses pelarutan TiO 2 menjadi Ti(OH) x 4-x, sehingga ketika TiO 2 bereaksi dengan BaCl 2 maka tidak menghasilkan BaTiO 3 yang murni. Berbeda dengan KOH, menurut Lee et al. (2003), KOH memiliki beberapa peranan dalam proses sintesis, yaitu dapat membantu proses pelarutan TiO 2 menjadi Ti(OH) x 4-x dan meningkatkan ph larutan. Masih terdapatnya pengotor berupa TiO 2 dan senyawa lain, maka dilakukan perubahan dalam proses sintesis menggunakan metode non hidrotermal pada suhu 600 o C. Dengan

merubah bahan baku Ba(OH) 2 dengan BaCl 2 diharapkan dapat menaikkan ion Ba 2+ menjadi lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari kelarutan BaCl 2 yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ba(OH) 2. Ion-ion Ba 2+, Ti 4+, dan OH - akan terikat secara langsung membentuk BaTiO 3. Namun pada kenyataannya ion Ti 4+ telah berubah menjadi TiO 2, sehingga ketika di reaksikan dengan ion Ba 2+ dan OH - tidak akan terbentuk BaTiO 3. Hal ini dapat dilihat dari pola difraksi yang seluruhnya spesifik untuk TiO 2. Hal ini dapat dilihat dari puncak-puncak yang mirip dengan standar dan data JCPDS untuk TiO 2. Ketika larutan dicuci menggunakan air bebas ion diduga ion Ba 2+ yang terdapat pada larutan terlepas, sehingga hanya TiO 2 yang tersisa di dalam larutan. TiO 2 yang terbentuk dapat dilihat dari pola difraksi yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Hadiwijaya (2010) puncak-puncak untuk TiO 2 dapat diperkecil intensitasnya dengan cara menaikkan suhu hingga mencapai 1000 o C, namun pada penelitian tersebut menggunakan metode sol gel untuk mensintesis BaTiO 3. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, BaTiO 3 dapat disintesis menggunakan BaCl 2 dan TiCl 4 dengan metode hidrotermal. Namun, berdasarkan hasil XRD, intensitas yang dihasilkan untuk BaTiO 3 tidak terlalu tinggi dan kristal yang dihasilkan tidak murni. Masih terdapat pengotor berupa TiO 2 dan pengotor lain yang belum diketahui. Modifikasi sintesis dengan meningkatkan ph dapat menurunkan intensitas TiO 2 dan meningkatkan intensitas dari BaTiO 3. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran, yaitu perlu dilakukan pengadukan lebih lama, peningkatan ph menggunakan basa kuat, dan waktu yang lebih lama dalam proses sintesis. DAFTAR PUSTAKA Boulos M, Fritsch SG, Mathieu F, Durand B, Lebey T, Bley V. 2005. Hydrothermal synthesis of nanosized BaTiO 3 powders and dielectric properties of corresponding ceramics. Solid State Ionics 176: 1301-1309. Desphande SB, Godbole PD, Khollam YB, Potdar HS. 2005. Characterization of Barium Titanate: BaTiO 3 (BT) Ceramics Prepared from Sol-Gel Derived BT Powders. Journal of Electroceramics 15: 103-108. Girolami GS, Rauchfuss TB, Angelici RJ. 1999. Synthesis and Technique in Inorganic Chemistry. USA.: University Science Book. Holleman AF, Wiberg E. 2001. Inorganic Chemistry. Acad. Press. San Diego. Hadiwijaya H. 2010. Sintesis BaTiO 3 dari Campuran Ba(OH) 2 dan TiO 2 dengan Tambahan PbO [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hamonangan A. 2009. Kapasitor-Prinsip Dasar dan Spesifikasi Elektriknya. [terhubung berkala]. http://electroniclab.com. [11 Feb 2010]. Lee JH, Won CW, Kim TS. 2000. Characteristic of BaTiO 3 powders synthesized by hidrothermal process. Materials Science 35: 4271-4274. Lee SK, Park TJ, Choi GJ, Koo KK, Kim SW. 2003. Effect of KOH/BaTi and Ba/Ti ratios on synthesis of BaTiO 3 powder by corecipitation/hydrothermal reaction. Materials Chemistry and Physics 82: 742-749. Moon SM, Cho NH. 2007. Investigation of phase distribution in nanoscale BaTiO3 powders prepared by hydrothermal synthesis. Journal of Electroceramics DOI 10.1007/s10832-007-9323-z. Retnantiti MD. 2010. Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Barium Titanat (BaTiO 3 ) [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sahoo T, Tripathy SK, Mohapatra M, Anand S, Das RP. 2007. X-ray diffraction and microstructural studies on hydrothermally synthesized cubic barium titanate from

6 TiO 2 -Ba(OH) 2 -H 2 O system. Journal of Materials Letters 61: 1323-1327. Saputra A. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Barium Titanat dengan Modifikasi Metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis) [Tesis]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sun W, Liu W, Li J. 2006. Effects of chloride ions on hydrothermal synthesis of tetragonal BaTiO 3 by microwave heating and conventional heating. Journal of Power Technology 166: 55-59. Wahyudi AFN. 2007. Barium Titanat. [terhubung berkala]. http://www. wordpress.com [10 Feb 2011].

LAMPIRAN

8 Lampiran 1 Diagram alir penelitian semua tahapan dan perubahan tahapan reaksi a. Diagram alir untuk semua tahapan TiCl 4(aq) (Lee 2000) NH 4 OH (aq) (Lee 2000) Larutan Ti(OH) 4(aq), Larutan BaCl 2(aq), Larutan Metode Non hidrotermal T= 600 o C selama 3 jam Metode Hidrotermal 120-150 o C selama 7 jam (Boulos et al 2005) Didekantasi dan dioven T = 100 o C Peningkatan ph (NH 4 OH berlebih) T= 150 o C selama 7 XRD

9 Lanjutan Lampiran 1 b. Diagram alir penelitian menggunakan perubahan tahapan reaksi TiCl 4(aq) (sumber Ti 4+ ) BaCl 2 (aq) (sumber Ba 2+ ) Larutan NH 4 OH (aq) (Sumber OH- ) Larutan BaTiO 3(aq), Metode Hidrotermal 120 o C selama7 jam (Boulos et al 2005) Serbuk BaTiO 3 Didekantasi dan dioven T = 100 o C XRD

10 Lampiran 2 Contoh perhitungan pembuatan larutan Ti(OH) 4 dan BaTiO 3 a. Pembuatan larutan Ti(OH) 4 TiCl 4 + 4NH 4 OH Ti(OH) 4 + 4NH 4 Cl m = 0.0182 mol 0.072 mol - - r = 0.0182 mol 0.072 mol 0.0182 mol 0.0182 mol s = - - 0.0182 mol 0.0182 mol b. Pembuatan larutan BaTiO 3 BaCl 2 + Ti(OH) 4 BaTiO 3 + 2HCl + H 2 O m = 0.0182 mol 0.0182 mol - - - r = 0.0182 mol 0.0182 mol 0.0182 mol 0.0182 mol 0.0182 mol s = - - 0.0182 mol 0.0182mol 0.0182 mol c. Mol TiCl 4 2 ml TiCl 4 = ml x Mr = 2 x 189,71 = 3.456 g Mol TiCl 4 = g/mr = 3.456 g/189.71 = 0.0182 d. Mol NH 4 OH = 0.0182 mol x 4 = 0.072 e. Rasio Ti : Ba = 1 : 1 Ti(OH) 4 : BaCl 2 0.082 mol : 0.082 mol g BaCl 2 = mol x Mr = 0,082 x 244.28 = 4.4459 g

11 Lampiran 3 Data JCPDS a. Barium titanat 5-626 I d 2d Sin 2 1.5404 100 2.838 5.676 0.2713883 15.7469 31.4938 1.5404 100 2.825 5.65 0.2726372 15.8212 31.6424 1.5404 46 2.134 4.268 0.3609185 21.1566 42.3132 1.5404 37 1.997 3.994 0.3856785 22.6859 45.3718 1.5404 35 1.634 3.268 0.4713586 28.1225 56.245 1.5404 25 3.99 7.98 0.1930326 11.1298 22.2596 1.5404 12 4.03 8.06 0.1911166 11.018 22.036 b. Titanium dioksida 10-63 I d 2d Sin 2 1.5404 100 1.704 3.408 0.451994 26.8718 53.7436 1.5404 60 2.572 5.144 0.299456 17.4249 34.8498 1.5404 50 2.712 5.424 0.283997 16.4989 32.9978 c. Titanium dioksida 16-617 I d 2d Sin 2 1.5404 100 3.512 7.024 0.219305 12.6682 25.3364 1.5404 90 2.9 5.8 0.265586 15.4018 30.8036 1.5404 80 3.465 6.93 0.22228 12.843 25.686 d. Titanium dioksida 21-1272 I d 2d Sin 2 1.5404 100 3.52 7.07 0.218807 12.639 25.278 1.5404 35 1.892 3.784 0.407082 24.0217 48.0434 1.5404 20 2.378 4.756 0.323886 18.8981 37.7962 1.5404 20 1.6999 3.3998 0.453085 26.9418 53.8836 1.5404 20 1.6665 3.333 0.462166 27.527 55.054 e. Titanium 21-1726 I d 2d Sin 2 1.5404 100 3.247 6.494 0.237204 13.7215 27.443 1.5404 60 1.6874 3.3748 0.456442 27.1578 54.3156 1.5404 50 2.487 4.974 0.30969 18.0405 36.081

12 Lampiran 4 Pola difraksi standar BaTiO 3 dan TiO 2 a. Pola difraksi standar BaTiO 3 b. Pola difraksi standar TiO 2

13 Lampiran 5 Pola difraksi BaTiO 3 pada T=120-150 o C dengan metode hidrotermal a. Pola difraksi BaTiO 3 hasil sintesis pada T=120 o C selama 7 jam 2-Theta d(a) I% FWHM 16.278 5.441 77 0.220 17.977 4.930 77 0.177 20.066 4.422 85 0.180 24.392 3.646 54 0.150 26.244 3.396 62 0.800 26.354 3.379 69 0.100 27.906 3.195 62 0.190 30.319 2.946 62 0.700 30.772 2.903 100 0.132 35.279 2.542 69 0.150 37.342 2.406 54 0.100 b. Pola difraksi BaTiO 3 hasil sintesis pada suhu 130 o C selama 7 jam 2-Theta d(a) I% FWHM 27.213 3.274 78 0.800 27.542 3.236 100 0.120 27.778 3.209 78 0.073 28.980 3.079 78 0.160 29.769 2.998 89 0.140 30.107 2.966 100 0.197

14 Lanjutan Lampiran 5 c. Pola difraksi BaTiO 3 hasil sintesis pada suhu 140 o C selama 7 jam 2-Theta d(a) I% FWHM 29.049 3.071 86 0.571 30.275 2.949 71 0.073 31.558 2.833 100 0.068 44.066 2.053 79 0.045 46.275 1.960 86 0.050 d. Pola difraksi BaTiO 3 hasil sintesis pada suhu 150 o C selama 7 jam 2-Theta d(a) I% FWHM 16.262 5.446 73 0.200 25.244 3.525 100 0.177 27.462 3.245 64 0.080 29.087 3.067 73 0.160 30.359 2.942 82 0.160

15 Lampiran 6 Pola difraksi BaTiO 3 menggunakan perubahan tahapan reaksi Pola difraksi BaTiO 3 hasil sintesis pada T=120 o C selama 7 jam 2-Theta d(a) I% FWHM 16.022 5.527 16 0.200 16.216 5.462 19 0.268 19.766 4.488 13 0.140 20.066 4.422 13 0.240 22.945 3.873 22 0.141 29.095 3.066 12 0.11 30.554 2.923 13 0.152 30.736 2.906 17 0.143 32.664 2.740 100 0.181 33.086 2.705 12 0.100 35.224 2.546 13 0.140 37.302 2.409 16 0.165 39.976 2.254 15 0.230 43.334 2.086 13 0.150 46.855 1.940 13 0.123 58.260 1.582 19 0.181

16 Lampiran 7 Pola difraksi BaTiO 3 menggunakan metode non hidrotermal Pola difraksi BaTiO 3 hasil sintesis pada suhu 600 o C selama 3 jam 2-Theta d(a) I% FWHM 25.277 3.521 100 0.644 37.882 2.373 25 0.460 47.976 1.895 28 0.660 54.044 1.695 20 0.720 55.004 1.668 18 0.660

17 Lampiran 8 Pola difraksi BaTiO 3 menggunakan perubahan ph g. Pola difraksi BaTiO 3 hasil sintesis pada T=150 o C selama 7 jam 2-Theta d(a) I% FWHM 16.293 5.435 65 0.177 17.992 4.926 35 0.173 19.806 4.479 24 0.140 20.076 4.200 47 0.150 22.966 3.870 21 0.174 24.367 3.649 30 0.120 25.044 3.553 21 0.116 26.326 3.383 38 0.155 30.350 2.943 38 0.115 32.701 2.736 100 0.134 33.044 2.708 36 0.134 35.267 2.543 53 0.186 35.567 2.522 21 0.107 37.314 2.408 24 0.157 43.392 2.084 30 0.193