UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

METODOLOGI PENELITIAN

Perancangan Modul Pengering Ikan Putaran Rak Vertikal Berbasis Mikrokontroller

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

PEMBUATAN PROTOTIPE ALAT SOLAR DRYER BERBASIS TENAGA SURYA HYBRID SISTEM PORTABLE

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

PENGENTASAN KEMISKINAN KELOMPOK NELAYAN PANTAI CAROCOK KECAMATAN IV JURAI, PAINAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN USAHA TEPUNG IKAN

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar

BAB I PENDAHULUAN. atau Arecaceae dan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU DODOL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii

UJI KINERJA RUMAH KACA PENGERING DENGAN BANTUAN SEL SURYA SEBAGAI PENGGERAK KI PAS. Oieh : Ame Srima Tarigan F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

JENIS-JENIS PENGERINGAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN. ISSN : ; e-issn

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KEMIRINGAN KOLEKTOR SURYA SATU LALUAN TERHADAP WAKTU PROSES PENGERINGAN

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta)

DESAIN SISTEM KONTROL PENGERING SURYA DAN HEATER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan

Iklim Perubahan iklim

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas)

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

KOMPARASI WAKTU PENGERINGAN AWAL GREEN BODY HASIL CETAK KERAMIK DENGAN SISTEM ALAMIAH dan SISTEM VENTILASI PADA PT X BALARAJA - BANTEN

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING ENERGI SURYA EFEK RUMAH KACA (ERK) DENGAN MENGGUNAKAN PEMANAS TAMBAHAN UNTUK PENGERINGAN BIJI KAKAO.

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PASCA PANEN BAWANG MERAH

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET ABSTRAK Diini Fithriani *), Luthfi Assadad dan Zaenal Arifin **) Telah dilakukan uji perfomansi terhadap alat pengering rumput laut tipe kombinasi tenaga surya dan panas dari tungku berbahan bakar briket. Tujuan uji perfomansi adalah untuk mengetahui kelayakan teknis dari pemanfaatan alat pengering tersebut. Uji perfomansi dilakukan menggunakan 129,8 kg rumput laut Euchema cotonii dengan dua kali ulangan. Proses pengeringan dilakukan dengan penggantungan rumput laut laut pada sore hari dan rumput laut diinapkan semalam dengan kondisi plastik penutup yang dilipat setengah, yang dimaksudkan agar energi yang diperlukan untuk mengeringkan rumput laut tidak terlalu besar. Kemudian pada keesokan harinya tungku, kipas dan exhaust fan mulai dinyalakan hingga rumput laut kering. Hasil uji coba menunjukkan bahwa untuk mengeringkan rumput laut dengan kadar air awal 88,79 % sampai mencapai kadar air 13 % memerlukan waktu optimal operasional tungku selama 9 jam, dengan suhu ruang pengering berkisar antara 29,3-55 0 C dan RH 27% - 89%. Uji coba pengeringan ini menghasilkan rendemen rumput laut kering rata-rata 19,12 kg dengan konsumsi briket untuk bahan bakar tungku rata- rata 17,5 kg. Kata kunci : alat pengering, pengeringan, rumput laut, briket PENDAHULUAN Pemilihan mesin pengering sejak lama dilakukan sebagai suatu seni dari pada sebagai ilmu, serta lebih bergantung pada pengalaman sebelumnya yang direkomendasikan penjual. Dengan semakin berkembang, menyebar dan rumitnya teknologi pengeringan, pemilihan mesin pengering menjadi semakin sulit dan memberatkan bagi mereka yang bukan pakar dan tidak faham akan jenis-jenis peralatan serta keunggulankerugiannya. Kondisi ini semakin dipersulit oleh adanya kebutuhan untuk mencapai spesifikasi mutu yang lebih ketat, produksi yang lebih tinggi, biaya energi yang lebih tinggi dan peraturan lingkungan yang semakin ketat. Sebagai pengganti ahli pengeringan, telah ada beberapa usaha untuk mengembangkan sistem pakar yang dapat digunakan oleh para awam, meskipun belum sepenuhnya berhasil. Dengan demikian, para perekayasa yang bertanggung-jawab terhadap pemilihan mesin pengering, atau lebih tepat suatu sistem pengeringan, perlu lebih tanggap terhadap apa yang tersedia di pasar, apa yang menjadi kriteria kunci dalam proses pemilihan, dan karenanya dapat membuat beberapa kemungkinan pilihan sebagai pembanding sebelum mendatangi pedagang perlatan tersebut. Usaha dan waktu yang layak perlu disediakan untuk hal tersebut karena pemilihan yang tidak tepat bisa menyebabkan kerugian yang sangat besar (Mujumdar, 2001). Rumput laut di Indonesia mempunyai peranan penting dalam perdagangan ekspor dunia karena di perairan Indonesia banyak terdapat berbagai jenis rumput laut. Sebelum diekspor rumput laut diproses dulu dengan cara dikeringkan untuk mempermudah proses transportasi. Batas kadar air untuk ekspor dunia adalah 33-38 % setelah proses pengeringan (Sutanto, 2007). Proses pengeringan yang sering dilakukan oleh nelayan/ pengolah rumput laut adalah pengeringan tradisional. Pengeringan dilakukan dengan menjemur produk selama ± 3 hari jika cuaca cerah dan membalik-baliknya sebanyak 4 5 kali agar pengeringan merata. Permasalahan yang saat ini dihadapi oleh petani rumput laut adalah teknik pengeringan yang layak digunakan oleh petani. Sebagai upaya menghasilkan alat pengering rumput laut tepat guna, Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan terus melakukan penelitian mengenai alat pengering rumput laut. Pada penelitian ini, tipe pengering yang dipilih untuk dikembangkan adalah alat pengering rumput laut dengan sistem efek rumah kaca yang dikombinasikan dengan tungku biomassa. Komponen utama alat pengering tipe efek rumah kaca ini adalah suatu bangunan yang dinding dan atapnya terbuat dari lapisan transparan (kaca). Lapisan transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan radiasi gelombang panjang yang dihasilkan tersekat keluar sehingga mengakibatkan suhu didalam bangunan lebih tinggi dari suhu lingkungan. Efek inilah yang dikenal dengan efek rumah kaca. *) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan **) Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan. Email : diini_fithriani@yahoo.com 147

Untuk itu lapisan rumah kaca yang merupakan lapisan transparan memerlukan bahan yang mempunyai daya tembus (transmisivity) yang tinggi dengan daya serap (absorbsivity) dan daya pantul (reflectivity) yang rendah sehingga menyebabakan efek pemanasan setinggi mungkin (Abdullah 2003). Pengering efek rumah kaca mampu menurunkan kelembaban udara lingkungan sampai pada tingkat kelembaban tertentu oleh karena adanya pemanasan udara lingkungan yang masuk ke bangunan pengering (Purnama, 2010). Menurut Handoyo et. al.(2006) waktu proses pengeringan dengan pengering surya dapat berkurang sebanyak 65% jika dibanding pengeringan tradisional. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan yaitu rumput laut Euchema cotonii, briket dan alat rumput laut tipe kombinasi tenaga surya dan tungku berbahan bakar briket Alat yang digunakan terdiri atas termometer, air flowmeter, higrometer, oven, timbangan, dan texture analyzer. Uji coba Alat Rumput laut ditimbang sebanyak 129,8 kg dan diatur didalam ruang pengering dengan digantung berjajar sesuai rak yang sudah tersedia, kemudian plastik penutup dilipat setengah dan dibiarkan hingga pagi. Sebagai kontrol pada saat yang sama rumput laut juga digantung di luar. Pada keesokan harinya sekitar pukul 8.00 wib tungku berbahan bakar briket, kipas dan exhaust fan mulai dinyalakan dan dioperasikan hingga rumput laut kering. Selama proses pengeringan berlangsung suhu, rh dan kecepatan udara diukur setiap satu jam sekali dan briket ditimbang setiap kali diumpankan ke dalam tungku. Uji mutu produk Produk rumput laut yang telah dikeringkan ditimbang massa akhirnya dan dianalisis dengan parameter pengujian berupa kadar air, dan ketidakmurniannya. Mutu rumput laut yang dihasilkan dibandingkan dengan rumput laut yang dijemur matahari. HASIL DAN BAHASAN Uji performansi alat pengering rumput laut tipe kombinasi tenaga surya dan panas dari tungku berbahan bakar briket dilakukan menggunakan rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan berat 129,8 kg. Rumput laut basah memiliki kadar air 88,79 %. Bahan bakar yang digunakan selama proses pengeringan adalah 17,5 kg briket. Dalam penelitian ini pengeringan dengan alat terdiri atas dua tahap. Tahap pertama pada pukul 17.00 WIB rumput diatur didalam ruang pengering, kemudian plastik penutup dilipat setengah dan dibiarkan hingga keesokan hari. Tahapan ini dimaksudkan agar kadar air pada rumput laut dapat berkurang dengan adanya gravitasi. Plastik yang dilipat setengah dimaksudkan untuk mengalirkan udara dari luar kedalam ruang pengering dan membantu menurunkan kadar air. Tahap kedua pada pukul 8.00 wib tungku, kipas dan exhaust fan mulai dinyalakan hingga rumput laut kering. Membagi proses pengeringan dalam dua tahap merupakan suatu ide yang dimaksudkan untuk efisiensi bahan bakar. Dan proses ini mampu meningkatkan laju penurunan bobot dibandingkan pengeringan tanpa alat (Tabel 1). Unjuk kerja alat pada percobaan ini diukur berdasarkan suhu, kelembaban, laju pengeringan. Suhu di dalam ruang pengering dan lingkungan diukur menggunakan alat thermo-hygrometer. Tabel 1.Penurunan bobot pada metode pengeringan yang berbeda Metode pengeringan Pengeringan tanpa alat Pengeringan dengan alat dengan metode modifikasi Penurunan bobot antara pukul 17.00-8.00 (kg) 1,86 kg/jam 2,5 kg/ jam 148

Suhu Suhu dalam ruang pengering berkisar antara 29,3 sampai 55 0 C, Suhu terendah terjadi ketika bahan dimasukan ke dalam alat pengering yaitu pada pukul 17.00. Ketika tungku mulai dioperasikan yaitu pukul 8.00 suhu beranjak naik dan pada 1 jam pertama sudah mencapai 44,3 0 C lebih tinggi 10,4 C dibandingkan suhu udara luar yang pada saat yang sama mencapai 33,9 0 C. Menurut Aslan (1999) pengeringan dengan menggunakan oven di negara maju dilakukan pada suhu 60 0 C. Sedangkan menurut Anggaradireja (2000) suhu maksimum untuk pengeringan rumput laut adalah 70 0 C. Dari grafik suhu dan waktu terlihat bahwa suhu tidak konstan namun mengalami fluktuasi dalam kisaran 3-5 o C. Penurunan suhu disebabkan karena pengumpan bahan bakar sudah berkurang dan iradiasi matahari yang tidak konstan. Bahan bakar yaitu briket ditambahkan ketika pukul 8.00 WIB, 11.00 WIB, 14.00 WIB dan dan 17.00 WIB. Pengaruh penurunan suhu karena berkurangnya pengumpan bahan bakar dapat diketahui dengan peningkatan suhu setelah diberi tambahan briket yaitu pada pukul 11.00 WIB dan 14.00 WIB. Kelembaban relatif Gambar 1. Hubungan waktu saat pengeringan dan suhu Kelembaban relatif dalam ruang pengering berkisar antara 27 % - 89 %. Pada percobaan pengeringan ini kelembaban relatif (RH) udara dijaga dengan menggunakan saluran udara masuk dan saluran udara keluar serta adanya exhaust fan yang terpasang pada posisi saluran udara keluar. Exhaust fan digunakan untuk membantu sirkulasi udara dan mempercepat. laju aliran udara di dalam ruang pengering. Kelembaban udara tertinggi terdapat pada pukul 5.00 WIB hal ini selaras dengan paling tingginya suhu pada waktu tersebut. Menurut Nelwan (1997), semakin tinggi suhu maka kelembaban relatif akan turun, sedangkan tekanan uap jenuhnya akan naik dan sebaliknya. Kelembaban relatif (RH) berpengaruh terhadap pemindahan cairan atau uap air dari dalam bahan ke permukaan bahan, serta menentukan besarnya tingkat kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di sekitar permukaan bahan Laju Pengeringan Gambar 2. Hubungan waktu saat pengeringan dan RH Laju pengeringan yang diperoleh pada uji perfomansi ini adalah sebanyak 0,13-12,19 % bk /jam. Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa pola laju pengeringan pada awalnyameningkat kemudian perlahan lahan menurun. 149

Hal ini disebabkan karena pada awal pengeringan kadar air masih tinggi, sehingga difusitas air ke permukaan tallus berlangsung cepat. Suhu ruang pengering yang tinggi di awal pengeringan juga menyebabkan laju pengeringan juga semakin tinggi (Wadli, 2010). Pada jam pertama laju pengeringan langsung naik dan berlanjut ke jam kedua. Akan tetapi setelah jam ke dua dan ketiga rata rata laju pengeringan mulai menurun. Hal itu terjadi karena pada jam ke dua dan ke tiga mulai terjadi difusi dari dalam bahan keluar sehingga laju pengeringan agak menurun (Wadli, 2010). Air yang terkandung dalam rumput laut selama proses pengeringan tidak seluruhnya menguap namun sebagian menetes. Menurut Kusumanto (2010) cairan yang menetes pada rumput laut merupakan hasil metabolisme sel dan keluar akibat terjadinya proses plasmolisis selama proses pengeringan. Gambar 3. Hubungan waktu saat pengeringan dan laju pengeringan rumput laut Mutu rumput laut Tabel 2. Mutu rumput laut Mutu Rumput Laut Kadar air (%) Impurities (%) Rumput laut hasil pengeringan alat 13,01 0,7 Rumput laut hasil jemur matahari 23,25 0,14 Standar Rumput laut SNI Maksimum 35 5 Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa kadar air rumput laut yang dikeringkan dengan alat telah memenuhi standar mutu maksimum yang dipersyaratkan oleh Dewan Standarisasi Nasional melalui SNI. Rumput laut kering dengan kadar air 35 % (bb) mempunyai umur simpan dan daya tahan cukup baik terhadap kemungkinan rusaknya bahan oleh mikroorganisme pembusuk. Kadar air rumput laut kering hasil percobaan lebih rendah dibanding kadar air yang dipersyaratkan oleh SNI yaitu 35 %. Dibandingkan dengan mutu rumput laut yang dikeringkan dengan dijemur matahari, rumput laut yang dikeringkan alat lebih rendah kadar airnya pada waktu yang sama dan lebih bersih. Hal ini menunjukan efektifitas alat dalam mengeringkan rumput laut yang lebih cepat dibandingkan jika dijemur dengan matahari langsung. Disamping itu rumput laut yang dikeringkan dengan alat, pengotornya lebih rendah sehingga lebih higenis. KESIMPULAN Hasil uji perfomansi alat pengering rumput laut menunjukkan bahwa untuk mengeringkan rumput laut dengan kadar air awal 88,79 % sampai mencapai kadar air 13 % memerlukan waktu optimal operasional tungku selama 9 jam, dengan suhu ruang pengering berkisar antara 29,3-55 0 C dan RH 27% - 89% dan laju pengeringan 12,19 %bk/jam. Uji coba pengeringan ini menghasilkan rendemen rumput laut kering rata-rata 19,12 kg dengan konsumsi briket untuk bahan bakar tungku rata- rata 17,5 kg Hasil uji perfomansi alat pengering rumput laut juga menunjukkan bahwa metode penyimpanan dengan cara digantung dan plastik dilipat setengah tanpa menyalakan tungku pada pukul 17.00-8.00 cukup efektif mempercepat proses pengeringan. 150

DAFTAR PUSTAKA Anggadireja, J.T. 2010. Rumput Laut. Penebar Swadaya : Jakarta. Aslan,L.M.1999. Budidaya Rumput Laut.Kanisius. Yogyakarta. Abdullah, K. 2003. Fish Drying Using Solar Energy, Lectures and Workshop Exercises on Drying of Agricultural and Marine Products. ASEAN SCIENCER. pp. 159-183. (BSN) Badan Standarisasi Nasional 1998. Standar Mutu Rumput Laut Kering E. Cottonii. BSN. Jakarta Handoyo, E. A., Kristanto, P., dan Alwi, S. 2006. Desain Dan Pengujian Sistem Pengering Ikan Bertenaga Surya. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra. Surabaya. Kusumanto, Dian.2010. Peluang Besar Pupuk Organik Dari Limbah Cair Pasca Panen Rumput Laut. http :/rumput laut indonesia.blogspot.com. Di akses pada 05 Januari 2012. Mujumdar. 2001. Pengeringan Industrial. Alih Bahasa Armansyah H. Tambunan. IPB Press. Bogor. Nelwan LO.1997.Pengeringan Kakao dengan Energi Surya menggunakan Rak Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Wadli.2005. Kajian Pengeringan Rumput Laut Menggunakan Alat Pengering Rumah Kaca. Tesis. Bogor.Institut Pertanian Bogor. Departemen Industri Pertanian. Purnama W. 2010. Kajian Pengering ERK-Hibrid dalam pengeringan Benih Jarak Pagar (Jathropa curcas L.). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. TANYA JAWAB Tanya 1. Apakah keuntungan penggunaan briket dibandingkan tempurung kelapa bukankah tempurung kelapa lebih murah dan mudah didapat? 2. Apakah alah pengering ini sudah dikatakan sempurna atau siap diintrodusikan di masyarakat? Jawab : 1. Keuntungan penggunaan briket : 1. briket tidak meninggalkan tar, 2. Diolah tanpa menggunakan bahan kimia, pada saat digunakan abunya tidak berterbangan dan tidak berasap,3. tidak mengeluarkan bau menyengat / aroma tidak sedap yang dapat mengganggu aktifitas kerja kesehatan maupun lingkungan. 2.Dari hasil analisa kami dilapangan untuk mencapai tahap sempurna alat ini masih perlu penambahan komponen seperti penambahan kanopi di sisi atap untuk mengindari terkena air hujan saat proses penyimpanan modifikasi dilakukan, selain itu rangkaian rak juga perlu ditambah di bagian bawah sehingga kapasitas 200 kg yang diharapkan tercapai, selain itu dari hasil uji aliran udara exhaust fah lebih baik dipindahkan ke bagian depan, jadi masih perlu penelitian lanjutan untuk mencapai alat pengering yang diharapkan meskipun dari segi waktu pengeringan cukup baik 151