BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Insiden sindrom nefrotik pada masa kanak-kanak dilaporkan dua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian

PEMERIKSAAN URIN DENGAN METODE ESBACH. III. PRINSIP Asam pikrat dapat mengendapkan protein. Endapan ini dapat diukur secara kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

Hubungan aspek klinis dan laboratorik dengan tipe sindrom nefrotik pada anak

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

17/02/2016. Rabu, 17 Februari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode sekat lintang yang menilai hubungan ABI

BAB 2. Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1 :

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid berasal dari jaringan mesodermal pada masa embrio yang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

Perbedaan dan Korelasi Kadar Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin Urin pada Berbagai Derajat Kambuh Pasien Sindrom Nefrotik

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. glomerular. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinis yang terdiri dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi cross sectional untuk menilai perubahan kadar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kunci dari kehidupan, kesehatan adalah milik

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dengan

DISTRIBUSI GEJALA KLINIK PENDERITA SINDROM NEFROTIK BERDASARKAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RSUP DR.KARIADI TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia >200 mg/dl, dan lipiduria 1. Lesi glomerulus primer

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

Kesetimbangan asam basa tubuh

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KADAR KOLESTEROL DARAH ANAK PENDERITA SINDROM NEFROTIK SENSITIF STEROID SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI PREDNISON DOSIS PENUH ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

PROFIL SINDROM NEFROTIK DI POLIKLINIK ANAK RSUP FATMAWATI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom nefrotik Insiden sindrom nefrotik pada masa kanak-kanak dilaporkan dua sampai tujuh kasus dari setiap 100 000 anak dan prevalensinya mendekati 16 kasus dari setiap 100 000. 14 Di Jakarta Wila Wirya melaporkan per tahun 6 orang anak menderita sindrom nefrotik di antara 100 000 anak berusia dibawah 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dibanding anak perempuan 3:2. 2 Proteinuria dianggap sebagai kelainan utama pada sindrom nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebgai manifestasi sekunder. Proteinuria terjadi karena perubahan integritas sawar filtrasi. Sawar ini terdiri dari tiga lapisan : endotel, membrane basalis glomerulus dan epitel glomerulus visceral terdiri dari podosit. Sel endothelial memiliki variasi diameter pembukaan antara 70 sampai 100 nm yang disebut fenestra yang menahan makromolekul dari plasma ke tubulus renal. 6 Terjadi kehilangan muatan negatif sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membrana basalis. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Banyak anggapan bahwa proses ini melibatkan masalah imunologis. Proteinuria yang hebat mengakibatkan hipoalbuminemia. Edema muncul akibat rendahnya

kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadinya ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial. yaitu: 16 6,14-15 Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan empat gejala klinis yang khas, Proteinuria masif, di dalam urin dijumpai protein 40 mg/m 2 lpb/jam atau > 50 mg/kgbb/24 jam atau rasio albumin kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick +2. Protein yang ditemukan di urin terutama adalah albumin. Hipoalbuminemia, (albumin serum < 2.5 g/dl). Kadar normal albumin plasma pada anak gizi baik berkisar antara 3.6-4.4 g/dl. Pada SN retensi cairan dan sembab baru akan terlihat bila kadar albumin plasma turun di bawah 2.5-3.0 g/dl, bahkan sering dijumpai kadar albumin plasma yang jauh di bawah kadar tersebut. Sembab Dapat disertai hiperlipidemia (serum kolesterol > 200 mg/dl) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: Urinalisis dan bila perlu kultur urin Protein urin kualitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin 16

Pemeriksaan darah: darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit dan LED), kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan rumus Schwartz, titer ASTO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten dan bila curiga SLE maka diperiksa C4, ANA test dan anti dsdna. 2.2 Proteinuria Individu normal memiliki nilai rata-rata eksresi protein urin harian 40-80 mg dengan batas maksimal 75-150 mg. Regulasi protein di ginjal sangat kompleks namun ada dua komponen utama yaitu permeabilitas filter glomerulus dan mekanisme tubular terhadap protein yang difiltrasi. Eksresi proteinuria dapat diperkirakan dengan mengukur kadar protein urin dan kreatinin urin sewaktu karena eksresinya relatif stabil setiap hari. Proteinuria glomerulus diekspresikan dengan kadar albumin per kreatinin urin sewaktu, konsentrasi kreatinin urin adalah proporsional berdasarkan area permukaan tubuh (body surface area=bsa) sehingga tidak diperlukan koreksi terhadap ukuran tubuh. Protein urin diambil sewaktu pada urin pagi dan dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mempermudah digunakan protein kualitatif berupa dipstik urin atau urinalisis dengan hasil negatif sampai +4 dan sensitif terhadap albumin dibandingkan 14

protein lain Positif palsu dapat terjadi pada urin yang sangat basa ( ph>8), gross hematuria, pyuria dan bakteriuria. Negatif palsu dapat terjadi pada urin yang sangat encer (ph 4.5) dan pada non albumin proteinuria 11,16,17 Pemeriksaan proteinuria pada sindrom nefrotik digunakan untuk memantau respon terhadap steroid. Dikatakan sindrom nefrotik pada fase remisi bila proteinuria kualitatif trace atau negatif (<40 mg/m 2 ). Pada sindrom nefrotik yang resisten steroid kadang dijumpai kadar protein urin tidak pernah mencapai kondisi remisi. 14,15 Tabel 2.1. Konsentrasi Albumin Berdasarkan Proteinuria Kualitatif 1 Kualitatif Konsentrasi Kadar harian Negatif <5 mg/dl - Trace (+/-) 5-20 mg/dl - +1 30 mg/dl <0.5 gr/hari +2 100 mg/dl 0.5-1 gr/hari +3 300 mg/dl 1-2 gr/hari +4 >2000 mg/dl >2 gr/hari 1 2.3 Kerusakan tubulus (tubular injury) pada sindrom nefrotik Faktor penting dalam menentukan prognosis pasien sindrom nefrotik adalah respon terhadap steroid. Pada SN dengan pemeriksaan histologi FSGS kebanyakan resisten terhadap terapi steroid dan diduga telah terjadi

kerusakan pada tubulus.. Kerusakan tubulus (tubular injury) ini terjadi dengan mekanisme yang belum pasti 18,19 Tubular injury diduga akibat toksisitas proteinuria. Abbate dkk berpendapat IgG mungkin memiliki peranan dalam toksisitas proteinuria. Toksisitas proteinuria dimaksud sebagai overload protein pada tubulus sebagai bagian penting pada proses translasi kebocoran protein glomerulus yang dianggap sebagai sinyal proses inflamasi interstitial. 20 Teori lain dikemukakan oleh Kriz dengan ilustrasi gambar 2.1 mencoba menjelaskan bagaimana kerusakan glomerulus dapat menyebabkan kerusakan tubulus.. Lobus glomerulus intak menonjol keluar ke ruang Bowman yang dikelilingi epitel parietal. Lobus glomerulus yang sklerotik mengandung bentuk kapiler yang kolaps (warna hitam) dan yang mengandung hialin (warna abu-abu tua) dan bagian mesangial yang terherniasi ke ruang paraglomerular yang dipisahkan dari interstitium oleh lapisan fibroblast longgar. Ruang ini meluas kearah kutub vaskular dan melalui kutub urinari kearah tubulus basement membran (warna abu-abu muda). Akibat dari ekspansi membrana glomerular basalis memicu pemrbentukan ruang peritubular dan memicu degenerasi epitel tubulus dengan detil mekanisme yang belum jelas. 21

Gambar 2.1. Ilustrasi skematik degenerasi nefron yang memungkinkan glomerular injury menjadi tubular injury 21 2.4 N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase (NAG) merupakan enzim dari kelas hidrolase yang banyak dijumpai pada lisosome dari sel tubulus proksimal. 8,22 Secara fisiologis enzim ini berfungsi memecah molekul besar gula yang berikatan bersama membentuk rantai panjang NAG memecah N-Acetylglucosamine dari rantai panjang tadi dengan hasil akhir glikosaminoglikan, proteoglikan dan glikolipid. 23 Robinson dan Stirling pada tahun 1968 melaporkan aktivitas NAG di limpa manusia dan terdiri dari dua isoenzim yaitu bentuk A yang bersifat asam dan bentuk B yang bersifat basa, enzim ini termasuk kelas

enzim 3.2.1.30. 24,25 NAG sendiri ditemukan di banyak jaringan di tubuh terutama limpa dan testis serta pada kondisi kehamilan. 8,10 NAG dapat dideteksi di sirkulasi, namun karena tingginya berat molekul plasma NAG (130 000 sampai 140 000 Dalton) sehingga sulit melewati membran glomerulus yang intak dan eksresi di urin relatif konstan dengan perubahan diurnal yang minimal, dan eksresinya meningkat apabila terjadi kerusakan tubulus. 25 Sejumlah kecil NAG dapat ditemui di urin karena proses eksostosis fisiologis pada sel tubulus namun pada keadaan normal 98% NAG di reabsorbsi di tubulus proksimal. 9 2.5 Hubungan N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dan sindrom nefrotik Kadar NAG pada urin didapati lebih tinggi pada anak dengan sindrom nefrotik dan terutama pada yang resisten steroid dibandingkan sensitif steroid. Penelitian di Italia melaporkan korelasi kuat antara eksresi NAG urin dengan proteinuria pada pasien sindrom nefrotik dengan fungsi ginjal normal sehingga dapat dijadikan sebagai penanda yang memiliki nilai prediksi dan dapat memberi informasi respon terhadap terapi. 10 Hal ini sejalan dengan penelitian di Turki yang meneliti eksresi NAG urin dan mikroglobulin pada pasien sindrom nefrotik dengan hasil bahwa eksresi NAG urin dan mikroglobulin sejalan dengan eksresi proteinuria 24 jam. Terdapat penurunan nilai keduanya pada saat akhir terapi steroid pada pasien yang sensitif

terhadap steroid namun tidak pada pasien yang resisten terhadap steroid, hal ini dapat digunakan sebagai penanda yang dapat dipercaya untuk menilai disfungsi tubulus renal dan respon terhadap steroid. 26 Penelitian lain juga melaporkan hasil yang sama saat memeriksa retinol binding protein, NAG urin per kreatinin dan mengatakan penanda tubulus ini non invasif dan dijumpai lebih tinggi pada FSGS (focal segmental glomerulosclerosis) dibanding MCNS (minimal changes nephritic syndrome) sehingga memberikan gambaran sesuai lesi histologis menurut biopsi. 12 Misra dkk di India yang melaporkan peningkatan nilai NAG urin pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dibandingkan pada pasien sensitif terhadap steroid yang memberikan gambaran nilai prediksi respons terhadap steroid. 27 Penelitian lain di Italia melaporkan dari 136 pasien dengan 74 IMN (idiopathic membraneus nefropathy), 44 FSGS dan 18 MNCS dijumpai eksresi NAG urin sebanding dengan proteinuria 24 jam sehingga dapat menjadi tes yang berguna untuk melihat respon terapi dan perkembangan menuju disfungsi tubulus. 13 Pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dijumpai kadar NAG urin yang meningkat dibandingkan pada yang sensitive steroiddan tergantung terhadap steroid, eksresi NAG urin juga lebih tinggi pada SRNS dibandingkan SSNS pada fase relaps namun hasil tadi tidak membantu mengetahui penyebab disfungsi tubulus pada SRNS. 5 Penelitian

menyebutkan bahwa NAG dapat menjadi nilai diagnosis pada deteksi awal perjalanan penyakit glomerulus namun tidak pada pasien yang sudah terbukti menderita gangguan fungsi ginjal. 28 Di Korea penelitian terhadap pasien dengan penyakit glomerulus termasuk sindrom nefrotik melaporkan terdapat korelasi negatif antara eksresi NAG urin dan protein urin, namun terdapat korelasi laju filtrasi glomerulus dengan kadar NAG urin. 29 Sebuah penelitian terhadap binatang mengatakan penggunaan NAG urin dapat mengukur perubahan fungsi tubulus renal namun bukanlah indikator berapa banyak kerusakan yang telah terjadi. 30 2.6 Metode pemeriksaan aktivitas katalitik NAG dalam urin Evaluasi NAG urin diperiksa pada sampel urin pagi hari, walaupun diperbolehkan pada sampel sewaktu. NAG stabil pada perubahan suhu,ph dan terhadap inhibitor endogenous seperti asam askorbat dan urea yang dapat di eliminasi dengan mudah. NAG dapat disimpan pada suhu 2 8 0 C (dalam kulkas bagian chiller) selama seminggu dan pada pendingin bersuhu - 20 0 C dapat tahan selama 1 bulan. 22 Prosedur pemeriksaan kolorimetrik yang canggih berdasarkan penggunaan 2-methoxy-4-(2-nitrovinyl)-phenyl-N-Acetyl-β-D-Glucosaminide dan m-cresolsulphon phthaleinyl-n-acetyl-β-d-glucosaminide sebagai substrat. Pada metode ini warna urin tidak mempengaruhi pemeriksaan. 9

Prinsip pemeriksaan ini adalah m-cresol sulphonphthaleinyl-n-acetyl-β-d- Glucosaminide, garam Natrium, dihidrolisa N-acetyl-β-D-Glucosaminidase (NAG) dengan melepaskan 3-cresolsulfonphtalein, garam Natrium (3-cresolpurple) yang diukur dengan fotometrik pada 580 nm. 31,32 m-cresolsulphonphthaleinyl-n-acetyl-β-d-glucosaminide NAG 3-cresolsulfonphtalein + N-Acetyl-Glucosaminide Gambar 2.2 Prinsip kerja metode fotometrik 32 Kadar NAG urin diekspresikan dengan rasio NAG terhadap kreatinin, karena hubungan ini menunjukkan kecilnya variabel dibandingkan eksresi urin enzim terhadap waktu dan volume. Rasio ini dianjurkan sehingga dapat mengurangi jumlah sampel urin, dengan data kreatinin ini maka tidak memerlukan urin 24 jam. 33 Berdasarkan data bahwa rasio NAG urin / kreatinin urin berubah berdasarkan umur sebagai akibat dari konsentrasi kreatinin dan adanya variabel individual maka digunakan standar deviasi pada tiap kelompok umur sebagai referensi nilai normal. 31,34

Aktivitas NAG urin umumnya diekspresikan dalam micromole hydrolyzed substrate per menit per milimole kreatinine (μmol/mmol) namun terkadang dalam micromole hydrolyzed substrate per menit per mililiter urin (μmol/ml) dan unit internasional/milimol (U/mmol). 8 Satuan nkat melambangkan kuantitas aktivitas enzim sebagai kecepatan reaksi substrat yang dikatalisis enzim. Adapun konversi dari nkat (aktivitas katalitik enzim) ke mikromol (μmol) dan satuan internasional (U) adalah: 1 U = 1μmol/menit = 10-6 mol/menit = 1/(10 6 x 60) mol/detik = 16.67 nmol/detik = 16.67 nkat. 35 Untuk lebih mudah nya konversi satuan nkat menjadi U adalah dengan mengalikan nkat dengan 0.06. Tabel 2.2. Nilai rujukan NAG/kreatinine urin 31,3 4 Umur(tahun) Kadar NAG urin dalam nkat/mmol (SD) Kadar NAG urin dalam U/g 0-0.08 53.44(35.69) 29 0.08-1 20.28(13.06) 11.06 1-3 6.19(3.75) 3.38 3-6 4.53(2.22) 2.47 10-18 3.32(1.96) 1.81

2.7 Kerangka Konseptual Sindrom nefrotik Kerusakan glomerulus Proteinuria Toksisisitas protein Disfungsi tubulus N-Acetyl Glucosaminidase urin : yang diamati dalam penelitian Gambar 2.3. Kerangka Konsep