Analisis Struktur

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KINEMATIKA SESAR SORONG SEBAGAI IMPLIKASI TERHADAP EVOLUSI STRUKTUR DAERAH SERAM, MISOOL, DAN CEKUNGAN SALAWATI. Putri Riadini NIM:

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Gambar IV.6. Penafsiran penampang seismik komposit yang melintasi daerah penelitan pada arah utara-selatan dan barat-timur melalui Zona Sesar

BAB 3 GEOLOGI REGIONAL Tatanan Tektonik Regional

Bab III Tatanan Geologi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV KONDISI GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI LAPANGAN VISIONASC BERDASARKAN INTERPRETASI SEISMIK DARI INTERVAL PALEOSEN KE MIOSEN, DAERAH KEPALA BURUNG (KB), PAPUA BARAT

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

Bab III Pengolahan Data

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline

BAB II GEOLOGI REGIONAL

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

BAB IV PEMBAHASAN DAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Perbandingan eksplorasi dan jumlah cadangan hidrokarbon antara Indonesia Barat dengan Indonesia Timur 1

Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar

BAB II GEOLOGI REGIONAL

TUGAS ANALISIS GEOLOGI STRUKTUR Laporan Kuliah Lapangan dan UAS. Disusun oleh :

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL. Bintuni. Lokasi Teluk Bintuni dapat dilihat pada Gambar 2.1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab II Geologi Regional

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI UMUM

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II GEOLOGI REGIONAL

TATANAN GEOLOGI TELUK CENDERAWASIH DALAM KAITANNYA DENGAN EVOLUSI TEKTONIK KEPALA BURUNG, PAPUA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

5.3.1. Analisis Struktur 5.3.1.1. Zona Sesar Sorong (SFZ) SFZ merupakan sistem sesar mendatar mengiri yang terletak di bagian utara Kepala Burung dan menerus sepanjang lebih dari 1000 km dari arah timur hingga ke bagian barat Salawati dan Misool (Gambar 5.13). Sesar mendatar ini diinterpretasikan sebagai sesar transform yang membatasi lempeng Pasifik di bagian utara dan lempeng Australia di bagian selatan. Arah dari SFZ ini berubah dari barat-timur menjadi timurlaut-baratdaya di bagian barat. SFZ ini mempengaruhi deformasi di daerah Kepala Burung, seperti pada Cekungan Salawati, MOKA, dan SFTB. Daerah yang terpengaruh oleh SFZ secara signifikan memiliki perbedaan pola deformasi dan sedimentasi. Interpretasi seismik pada daerah penelitian memperlihatkan aktivitas sesar mendatar yang berkaitan dengan perkembangan SFZ, terutama pada bagian barat Misool, Salawati, dan bagian baratlaut Salawati. Hasil interpretasi struktur pada data seismik dan multibeams batimetri memperlihatkan bahwa aktivitas SFZ di daerah Kepala Burung hingga bagian barat Misool dan Salawati, berkembang menjadi 2 tipe sesar mendatar yaitu sesar mendatar dengan mekanisme divergen pada bagian barat Misool dan Salawati, dan sesar mendatar dengan mekanisme horsetail pada bagian baratlaut Salawati. Sesar mendatar dengan mekanisme divergen memiliki orientasi arah relatif timurlaut-baratdaya dengan sesar-sesar normal didalamnya yang memiliki orientasi arah relatif utara-selatan (NNE- SSW). Sesar-sesar normal tersebut merupakan hasil dari pasangan suatu sesar mendatar yang memiliki orientasi arah yang sama. McClay, 2001, menyatakan bahwa suatu sesar mendatar dengan mekanisme releasing bend akan menghasilkan sesar-sesar normal (negative flower structure) dengan arah yang sesuai dengan arah pada Riedel shear fault, serta membentuk suatu cekungan pullapart dan sesar ekstensional en-echelon. Mekanisme ini terlihat terutama pada bagian barat Misool dan Salawati, dan mekanisme cekungan pull-apart tersebut berperan dalam pembentukan Cekungan Salawati. 83

Interpretasi struktur pada data seismik (Gambar 5.14) dan multibeams batimetri (Gambar 5.15) di daerah Misool memperlihatkan aktivitas sesar-sesar normal yang berkaitan dengan suatu zona sesar mendatar. Sesar-sesar normal tersebut menerus hingga ke bagian barat-baratdaya Salawati yang berkembang sebagai Cekungan Salawati. Gambar 5.16. memperlihatkan komprehensi strukturstruktur di bagian barat Misool dan baratdaya Salawati secara keseluruhan, berkaitan dengan mekanisme sesar mendatar divergen. 84

Gambar 5.14. Sesar-sesar normal pada penampang sesimik di bagian barat Misool sebagai bagian dari aktivitas SFZ berarah timurlaut-baratdaya. 85

Gambar 5.15. Data multibeams batimetri bagian barat Misool dan baratdaya Salawati memperlihatkan aktivitas sesar mendatar berarah timurlaut-baratdaya (NE- SW) dengan fitur sesar-sesar normal berarah utara-selatan (NNE-SSW) sebagai suatu sistem sesar mendatar divergen. 86

Gambar 5.16. Gambaran umum sistem SFZ di bagian barat Misool dan baratdaya Salawati sebagai suatu sistem sesar mendatar divergen yang dikemukaan oleh McClay, 2003, yang juga mempengaruhi mekanisme pembentukan Cekungan Salawati sebagai suatu cekungan pull-apart. 87

SFZ di bagian utara Kepala Burung hingga baratlaut Salawati, berkembang sebagai sesar mendatar mengiri dengan orientasi arah barat-timur. SFZ di bagian ini merupakan sesar mendatar mengiri dengan mekanisme horsetail. Bagian barat mendatar ini berkembang menjadi sesar-sesar naik berorientasi timurlautbaratdaya di bagian utara sesar mendatar dan sesar-sesar normal berarah relatif utara-selatan (NNE-SSW) di bagian selatan sesar mendatar. Sesar mendatar mengiri dengan mekanisme horsetail ini berorientasi barat timur dan sesar mendatar ini relatif berhenti di bagian barat-baratlaut Salawati. Di daerah utara Salawati (sekitar Klamono), sesar mendatar ini diinterpretasikan memiliki cabang atau splay sesar dengan arah timurlaut-baratdaya, yang berkembang sebagai SFZ di sepanjang daerah Salawati dan Misool. Interpretasi struktur pada data seismik (Gambar 5.17., 5.18. & 5.19) dan multibeams batimetri (Gambar 5.20) memperlihatkan adanya perkembangan sesar-sesar naik dan sesar-sesar normal yang berkaitan dengan perkembangan SFZ berorientasi barat-timur. Sesar-sesar naik dengan orientasi arah timurlautbaratdaya terbentuk pada suatu cekungan di bagian baratlaut Kepala Burung. Cekungan di barat-baratlaut Kepala Burung ini terbentuk ketika terjadi proses collision antara lempeng Pasifik dan Australia. Fragmen batuan dasar oceanic yang berasal dari lempeng Pasifik bergabung dengan batuan dasar di daerah Kepala Burung yang berasal dari baratlaut Australia. Cekungan ini diinterpretasikan terbentuk bersamaan dengan terbentuknya pulau Waigeo dan Halmahera pada Paleosen (Charlton, 2000). Hal tersebut diindikasikan juga dengan adanya endapan tipis sedimen berumur Oligosen Awal pada cekungan di baratlaut Kepala Burung ini yang setara dengan batugamping Formasi Batanta, sehingga cekungan tersebut diinterpretasikan terbentuk sebelum Oligosen Awal. Sesar-sesar naik yang terbentuk pada cekungan tersebut diinterpretasikan berkaitan dengan mekanisme SFZ berarah barat-timur di bagian utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar-sesar naik dengan orientasi timurlaut-baratdaya ini merupakan perkembangan dari sesar mendatar dengan mekanisme horsetail. Sesar mendatar horsetail merupakan mekanisme sesar mendatar yang menghasilkan sesar-sesar naik dan sesar-sesar normal ketika sesar mendatar tersebut berhenti 88

Gambar 5.17. Interpretasi sesimik pada lintasan seismik di bagian baratlaut Kepala Burung memperlihatkan struktur sesar-sesar naik yang berada di dalam suatu cekungan. 90

Gambar 5.18. Fitur struktur sesar-sesar naik di daerah baratlaut Salawati sebagai bagian dari sistem sesar mendatar. 91

Gambar 5.19. Interpretasi seismik di bagian baratlaut Salawati yang memperlihatkan perkembangan sesar-sesar normal sebagai bagian dari perkembangan SFZ berarah barat-timur. 92

Gambar 5.20. Data multibeams batimetri di bagian baratlaut Kepala Burung, Papua yang memperlihatkan adanya fitur tinggian di dalam suatu cekungan yang berkaitan dengan perkembangan sesar-sesar naik akibat perkembangan SFZ. 93