IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional"

Transkripsi

1

2

3

4 IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional Pada penampang seismik dapat diamati dengan baik bahwa sesar-sesar pada deformasi ekstensional berupa sesar normal yang berkaitan erat pada awal terjadinya dan berlangsung selama proses rifting pada cekungan. Dimana sesar-sesar normal ini mengontrol sedimentasi dan distribusi batuan selama rifting berlangsung. Hasil intepretasi seismik dan peta struktur kedalaman mengindikasikan adanya sistim sesar ektensional berarah timurlaut-baratdaya dibagian sebelah barat dari area Tinggian Iliran (Gambar IV.8 dan Gambar IV.20). Dari karakter sedimentasi yang terekam pada penampang seismik, sesar ini mengontrol proses sedimentasi yang berkaitan dengan pengendapan Syn- Rift. Pada masa tektonik rejim kompresional yang menghasilkan deformasi shortening, sesar ini mengalami reaktivasi dan memperlihatkan karakter strike-slip dengan adanya pola struktur negative flower. Pada daerah tengah dan selatan Tinggian Iliran dapat diamati sesar-sesar minor berarah baratlaut-tenggara dan utara-selatan yang juga merupakan sesarsesar yang mengontrol perkembangan cekungan lokal pada masa Syn-Rift (Gambar IV.9 dan IV.11) IV.3.2. Tipe sesar strike-slip Pola sesar-sesar pada daerah penelitian terbagi menjadi dua kelompok orientasi, yaitu sesar berarah baratlaut-tenggara yang merupakan sesar utama dan sesar berarah timurlaut-baratdaya yang umumnya merupakan sesar minor. Sesar utama tersebut memperlihatkan pergeseran strike-slip relatif dekstral dan pada kedua kelompok sesar tersebut dapat diamati adanya struktur negative dan positive flower. Sesar-sesar strike-slip ini dapat diamati dengan baik memotong lapisan sikuen yang lebih muda bahkan lineasi dari sesar utama Iliran-Kluang berarah baratlaut-tenggara dapat diamati pada permukaan bumi melalui citra SRTM (Gambar IV.21). 64

5 Hal ini mengindikasikan sesar-sesar tersebut terbentuk pada masa deformasi paling akhir yaitu pada rejim tektonik kompresional. Selain itu beberapa sesar strike-slip merupakan reaktivasi dari sistem sesar ektensional yang lebih tua. Gambar IV.21. Citra SRTM menunjukan lineasi struktur Iliran-Kluang. Sesar strike-slip berarah timurlaut-baratdaya umumnya merupakan reaktivasi dari sesar normal pada masa ekstensional dan kemudian pada deformasi kontraksional membentuk struktur negative flower (Gambar IV.9 dan IV.20). Geometri sesar ini sebagian besar dapat dikenali dengan baik didaerah endapan Syn-Rift yang cukup tebal. Sedangkan struktur positive flower terlihat melibatkan batuan dasar (Gambar IV.8) dan dibeberapa tempat membentuk struktur drape pada formasi yang lebih muda. Untuk sesar berarah baratlaut-tenggara terutama sesar utama Iliran-Kluang dapat diamati dengan baik pada beberapa lintasan seismik, peta struktur dan peta isopah memperlihatkan komponen pergerakan strike-slip dan dipslip. Sesar utama Iliran-Kluang ini memiliki pergerakan strike-slip dekstral dan dip-slip naik yang melibatkan batuan dasar sehingga sesar ini dapat dikategorikan sebagai sesar oblique. 65

6 Terdapat berbagai analog dibanyak cekungan yang menunjukan bahwa tergantung dari geometrinya, sistim sesar strike-slip dapat menghasilkan area tensional (transtension) maupun area kompresional (transpression) (Gambar IV.22). Sistim ini memiliki kecenderungan untuk membentuk kompleks geometri sesar yang cukup rumit baik yang menghasilkan daerah depresi maupun daerah yang terangkat dimana geometri tersebut saling berhubungan dalam suatu zona deformasi yang sama (Lowell, 1985; Christie-Blick dan Biddle, 1985; Harding, Vierbuchen dan Christie-Blick; 1985). Gambar IV.22. Model ideal dari pembentukan pola struktur yang berkaitan dengan deformasi strike-slip. Baik struktur depresi dan struktur pop-up dapat dihasilkan oleh satu sistim sesar strike-slip yang sama (dimodifikasi dari Christie-Blick dan Biddle, 1985). 66

7 IV.3.3. Tipe sesar inversi Struktur inversi dapat dikenali dengan baik salah satunya pada penampang seismik dalam Gambar IV.11 dan Gambar IV.20. Jenis sesar ini memiliki karakter khas yaitu terdapat pada sesar normal yang berkaitan dengan proses pengendapan sikuen Syn-Rift yang kemudian teraktivasi menjadi sistim sesar naik. Sesar-sesar tipe ini mengalami inversi dikarenakan pengaruh rejim tektonik kompresional pada masa Plio-Pleistosen. Pada beberapa penampang seismik tidak semua sesar berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya mengalami inversi, hal ini dikarenakan proses inversi ini diantaranya dipengaruhi oleh struktur tua yang ada pada batuan dasar. IV.4. Model Evolusi Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan model rekonstruksi penampang seimbang dari data seismik 2D, terlihat dengan jelas bahwa hasil dari proses deformasi di daerah Tinggian Iliran dan sepanjang zona struktur Iliran-Kluang terbagi menjadi dua strain yang berbeda, yaitu: (1) ektensional yang menghasilkan pola struktur yang mengontrol pengendapan batuan pada sistim Syn-Rift dan (2) kontraksional yang mengakibatkan reaktivasi struktur ekstensional sebagai respon terjadinya shortening yang mulai berlangsung setelah sikuen SB-11. Sumbu strain yang terjadi selama deformasi secara konsisten terjadi pada arah timurlaut-baratdaya selama deformasi ekstensional dan deformasi kontraksional. Kedua pola strain ini memiliki kesesuaian dengan kinematik dari sistem sesar strike-slip menganan yang berlangsung kontinyu selama dua periode deformasi tersebut. Di daerah blok Rimau, deformasi pada sistem sesar strike-slip menganan yang mengontrol Syn-Rift ini dimulai sebelum pengendapan sikuen SB-7 yang ekuivalen dengan pengendapan Formasi Lemat pada masa Eosen Akhir. Deformasi kemudian berlanjut dengan berakhirnya ekstensional berubah menjadi kontraksional yang dimulai saat SB-11 diendapkan pada 67

8 masa Miosen Akhir dengan puncak pada masa Plio-Pleistosen saat pengendapan Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai. Model evolusi struktur didaerah penelitian terutama sekitar Tinggian Iliran baik secara penampang maupun tiga dimensi dapat tercermin pada Gambar IV.24 sampai IV.26. Gambar IV.23. Rekonstruksi tektogenesa dan evolusi tektonik Tersier Asia Tenggara, Heidrick, T.L dan Aulia, K., (1996). Arah tegasan regional yang mempengaruhi deformasi ekstensional berkaitan dengan aktifitas pergerakan lempeng yang ditandai dengan lempeng India dengan arah relatif utara-timurlaut menuju lempeng Eurasia pada masa sekitar 55 juta tahun yang lalu. Pergerakan kemudian menyebabkan konvergensi kolisi antara kedua lempeng terutama didaerah India sedangkan disepanjang Kraton Sunda konvergensi terjadi berupa 68

9 subduksi lempeng India-Australia pada masa sekitar 40 juta tahun yang lalu (Gambar IV.23). Karena proses konvergensi ini maka pergerakan lempeng ini berubah menjadi relatif baratlaut-tenggara dan mengakibatkan adanya penyesuaian posisi dan akomodasi sepanjang sistem patahan. Di daerah Sumatra dan sekitarnya, subduksi oblique yang terjadi menghasilkan sistim strike-slip yang kemudian mengontol pembentukan cekungan pull-apart. Sedangkan deformasi kontraksional berkaitan dengan terjadinya perubahan gerak lempeng tektonik. Pada masa juta tahun yang lalu pergerakan lempeng India-Australia mengalami perubahan arah sehingga membentuk sudut yang relatif lebih tegak terhadap Kraton Sunda menghasilkan tegasan yang lebih bersifat kompresif. Tegasan ini pada cekungan Sumatra Selatan terutama di daerah penelitian kemudian mereaktivasi struktur-struktur ekstensional menjadi struktur-struktur kontraksional menghasilkan banyak lipatan dan juga mereaktivasi struktur strike-slip menjadi struktur oblique. Model yang diajukan merupakan kombinasi dari dua tektonik rejim pada sistem strike-slip dimana partisi dan variasi nilai strain yang dihasilkan memiliki kesesuaian dengan tipe strain dan adanya saling keterkaitan untuk kedua skenario tersebut. Berkaitan dengan geometri sesar maka sepanjang struktur strike-slip ini dapat menghasilkan area ektensional (transtension) dan area kontraksional (transpression) sehingga menghasilkan cekungan dan tinggian dengan paleogeografi yang komplek. Kompleknya cekungan dan tinggian ini erat kaitannya dengan paleostruktur dari batuan dasar yang terlibat sepanjang deformasi terjadi. Selain itu model yang diajukan ini memiliki kontribusi yang positif terhadap kegiatan eksplorasi migas dengan adanya potensi play eksplorasi yang baru selain play cebakan struktur en-echelon terutama play reservoir rekahan batuan dasar terutama di daerah Tinggian Iliran. 69

10

11

12

13 IV.5. Pengaruh Evolusi Struktur Iliran-Kluang Terhadap Potensi Eksplorasi Minyak dan Gas Tipe Play Reservoir Rekahan Batuan Dasar. Berdasarkan rekonstruksi palinspatik empat penampang seismik diatas, terdapat indikasi tereksposnya batuan dasar disebagian daerah Tinggian Iliran, Tinggian Palembang dan disekitar daerah Tinggian Air Senda pada masa pengendapan sikuen SB-7 saat proses Syn-Rift. Kemudian saat deformasi kontraksional setelah sikuen SB-11 daerah tinggian terutama Tinggian Iliran mengalami shortening yang besar dan menghasilkan struktur inversi yang menyebabkan daerah ini memiliki tatanan batuan dasar dengan relief yang tinggi. Kedua proses diatas dapat menghasilkan potensi reservoir rekahan batuan dasar didaerah Tinggian Iliran. Merujuk pada Guttormsen dan rekan, (Guttormsen dan rekan, 2009) deformasi polifase yang terjadi cekungan Sumatra Selatan menghasilkan dataran yang kompleks dengan berbagai variasi pola struktur. Deformasi polifase ini termasuk fase kompresi yang menyebabkan naiknya batuan dasar dan berasosi dengan sesar Pra-Neogen dan fase inversi dari struktur ekstensional yang telah ada. Deformasi ini mengakibatkan pola struktur kompresional berarah baratlaut-tenggara mengalami proses reaktivasi yang signifikan. Proses-proses diatas dapat dicermati terjadi pada daerah Tinggian Iliran (Gambar IV.28) yang secara regional memiliki kesinambungan lineasi struktur yang ada pada lapangan gas reservoir batuan rekahan Suban, Sumpal dan Dayung. Pada sistim petroleum, reservoir merupakan salah satu aspek dari komponen yang berkaitan agar hidrokarbon dapat terakumulasi pada suatu cebakan. Untuk itu dibangun suatu konsep play eksplorasi pada rekahan batuan dasar (gambar IV.27) yang meliputi komponen struktur cebakan, reservoir, batuan induk dan waktu migrasi hidrokarbon. 73

14 Fault related fractures Fold related fractures 0 3 km South Tabuan Stb oil field Field SH km TAF Onlap Approx Asphalt-Oil Contact Iliran-Kluang Fault Approx. Regional OWC (Firmansyah dan rekan, 2009) Gambar IV.27. Konsep play eksplorasi reservoir rekahan batuan dasar. Struktur batuan dasar pada daerah Tinggian Iliran dapat dikenali dengan baik pada data seismik 2D dan data pemboran sumur. Struktur ini membentuk cebakan 3-way dip untuk area maksimum yang dibatasi oleh struktur Iliran-Kluang. Geometri cebakan memperlihatkan elongasi dengan arah baratlaut-tenggara yang memperlihatkan pengaruh yang besar dari evolusi struktur Iliran-Kluang. Pergerakan struktur Iliran-Kluang menghasilkan throw sebesar 3100 kaki, dengan nilai throw ini secara lateral bagian batuan dasar pada bagian hanging wall akan bersejajaran (juxtapose) dengan batuan Formasi Gumai yang didominasi oleh lempung menciptakan cebakan secara lateral. Sedangkan untuk batuan tudung didapatkan dari kehadiran fasies batuan karbonat Formasi Baturaja dengan porositas dan permeabilitas yang ketat, mineral lempung hasil pelapukan batuan dasar saat mengalami ekspos dan endapan aspaltik pada kondisi dekat permukaan. 74

15 Tinggian Iliran Sesar Iliran-Kluang SH-2 Rjk-1 SH-3 SB-11 MFS-10 Stb-1 SB10 SB7 SB1 0 3 km Target Play Eksplorasi Rekahan Reservoir Batuan Dasar Gambar IV.28. Diagram fence arah baratlaut-tenggara (dip) dan arah timurlautbaratdaya (strike) memotong area eksplorasi Tinggian Iliran. Gambar IV.29. Tatanan batuan dasar Pra Tersier Sumatra (Barber dan rekan, 2005) dan zonasi lempeng mikro pulau Sumatra (Metcalfe, 1996). Tipe batuan dasar didaerah Tinggian Iliran terdiri dari berbagai macam variasi diantaranya terdiri dari batuan metasedimen, batuan metamorf marble dan batuan beku granitik. Merujuk pada tatanan regional batuan dasar Pra-Tersier (Metcalfe, 1996; Barber dan rekan, 2005), batuan dasar 75

16 daerah Tinggian Iliran merupakan termasuk dalam Formasi Kuantan yang merupakan bagian dari blok lempeng mikro Malaya Timur (Gambar IV.29). Singkapan batuan Formasi Kuantan ini dapat diobservasi dengan baik disepanjang daerah semenanjung Malaya Timur. Singkapan memperlihatkan rekahan dengan densitas yang cukup tinggi dan menjadi bukti bahwa struktur tua masa Pra-Tersier memegang peranan penting terhadap deformasi dan tatanan struktur pada masa Tersier (Gambar IV.30). Selain itu potensi rekahan di Tinggian Iliran didapatkan dari terekamnya indikasi rekahan pada log image sumur Rjk-1(Gambar IV.31) dan data batuan inti sumur SH-2. Proses terjadinya rekahan pada batuan dasar didaerah Tinggian Iliran erat kaitannya dengan proses tektonik yang terjadi yang menyebabkan batuan mengalami dilatasi akibat terbentuknya rekahan. Rekahan ini dapat dikelompokan menjadi fault related fractures dan fold related fractures. Pada kelompok fault related fractures, semakin dekat zona sesar maka rekahan akan tinggi akumulasi dan densitasnya sedangkan pada kelompok fold related fractures, akumulasi dan densitas rekahan akan semakin tinggi mendekati daerah perlipatan maksimum. Gambar IV.30. Singkapan batuan metamorf mesozoikum (A) memperlihatkan kekar yang intesif dan kenampakan kekar pada batuan teroboson granitik (B) mesozoikum. Batuan ini merupakan bagian dari lempeng mikro Malaya Timur. 76

17 Gambar IV.31. Indikasi rekahan pada batuan dasar metamorf sumur Rjk-1 di Tinggian Iliran. Di cekungan Sumatra Selatan, batuan induk penghasil minyak lakustrinik berasal dari batuan klastik halus Anggota Benakat Formasi Lemat (Gambar II.5) (Rashid, Sosrowidjojo dan Widiarto, 1998). Di daerah sekitar Rimau batuan induk ini diendapkan di Graben Jemakur yang terletak disebelah utara (Gambar IV.32). Dari data sekunder batuan induk fasies lakustrin Formasi Lemat ini memiliki nilai awal indeks hidrogen (HI) sebesar 600 mg/gc dan kandungan organik total mencapai 3%. Untuk mendapatkan gambaran mengenai sistim didaerah Rimau terutama mengenai waktu kematangan batuan induk, ekspulsi dan migrasi primer maka dilakukan analisis pemodelan cekungan (Medco E&P Indonesia-Beicip-Franlab, 2007). 77

18 Gambar IV.32. Peta distribusi Formasi Lemat. Zona merah merupakan daerah singkapan batuan dasar, zona kuning merupakan daerah endapan kontinen dan zona coklat merupakan daerah endapan lakustrin sebagai batuan induk. Satu lintasan regional BT-BT berarah relatif barat-timur melintasi graben Jemakur, Tinggian Ramba dan Tinggian Iliran dipilih dalam pemodelan ini (Gambar IV.33). Berdasarkan pemodelan reflektansi vitrinit (Ro) pada sepanjang lintasan BT-BT pada masa kini menunjukan tingkat kematangan menengah dengan nilai maksimum Ro 1.1% sedangkan didaerah graben Jemakur nilai rata-rata kematangan batuan induk Formasi Lemat mencapai 0.8% (Gambar IV.34). Batuan induk ini mulai memasuki jendela generasi minyak sekitar 15 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah) sebelum terjadinya proses inversi yang menyebabkan regional uplift masa Plio-Pleistosen. Dari pemodelan saturasi hidrokarbon dapat disimpulkan bahwa ekspulsi hidrokarbon dari batuan induk Lemat terjadi pada masa 8 juta tahun yang lalu (Miosen Akhir) (Gambar IV.35). Waktu migrasi dipengaruhi oleh ekspulsi hidrokarbon dan variasi porositas dan permeabilitas dari carrierbeds. 78

19 Gambar IV.33. Lintasan BT-BT dalam peta migrasi masa resen pada level batupasir Formasi Talang Akar. Hidrokarbon yang terekspulsi dari batuan induk Lemat ini kemudian bermigrasi kearah timur melalui batupasir Formasi Talang Akar pada masa 8 sampai 1.6 juta tahun yang lalu (Miosen Akhir Pliosen). Setelah terjadinya uplift dan terbentuknya struktur masa kini sebagian hidrokarbon tetap bermigrasi kearah timur menuju daerah tinggian diantaranya kearah Tinggian Palembang dan Tinggian Iliran. Di daerah Tinggian Iliran, carrier beds batupasir Talang Akar (SB-8) onlap terhadap batuan dasar (Gambar IV.27). Daerah sepanjang garis onlap ini menjadi titik migrasi hidrokarbon kedalam reservoir rekahan batuan dasar (McNaughton, 1953). Pada proses inversi, struktur sesar yang berkontribusi membentuk rekahan mengalami reaktivasi sehingga batuan dasar mengalami dilatasi yang dapat memperkaya rekahan batuan dasar sehingga saat terjadinya pengayaan rekahan maka saat itu pula reservoir diisi oleh hidrokarbon (Gambar IV.36). Setelah terisi oleh hidrokarbon maka rekahan akan mengalami preservasi sehingga hidrokarbon dapat terakumulasi pada sistem play ini. 79

20 Gambar IV.34. Pemodelan kematangan vitrinit (Ro) pada lintasan BT-BT. 80

21 Gambar IV.35. Pemodelan saturasi dan ekspulsi hidrokarbon menuju carrier beds. Gambar IV.36. Konsep lateral migrasi hidrokarbon kedalam rekahan batuan dasar dari titik onlap carrier beds (McNaughton, 1953). 81

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG IV.1. Analisis Geometri Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan arahnya, sesar yang ada didaerah sepanjang struktur Iliran- Kluang dapat dibedakan atas tiga kelompok,

Lebih terperinci

MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG DAN POTENSI PLAY RESERVOIR REKAHAN BATUAN DASAR DAERAH RIMAU, SUMATRA SELATAN

MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG DAN POTENSI PLAY RESERVOIR REKAHAN BATUAN DASAR DAERAH RIMAU, SUMATRA SELATAN MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG DAN POTENSI PLAY RESERVOIR REKAHAN BATUAN DASAR DAERAH RIMAU, SUMATRA SELATAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Interpretasi dan pemetaan struktur bawah permukaan pada dasarnya merupakan sebuah usaha untuk menggambarkan perkembangan arsitektur permukaan bumi sejalan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL. II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL. II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan Cekungan Sumatra Selatan terletak di pulau Sumatra dan merupakan salah satu cekungan sedimen Tersier back-arc yang

Lebih terperinci

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku berumur Paleozoic-Mesozoic

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional Cekungan Natuna Barat berada pada kerak kontinen yang tersusun oleh batuan beku dan metamorf yang berumur Kapur Awal Kapur Akhir. Cekungan ini dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Gambaran Umum Daerah penelitian secara regional terletak di Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan ini dibatasi Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah

Lebih terperinci

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Topik Kajian Topik yang dikaji yaitu evolusi struktur daerah Betara untuk melakukan evaluasi struktur yang telah terjadi dengan mengunakan restorasi palinspatik untuk mengetahui mekanismenya

Lebih terperinci

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR Terdapat tiga domain struktur utama yang diinterpretasi berdasarkan data seismik di daerah penelitian, yaitu zona sesar anjakan dan lipatan di daerah utara Seram

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Cekungan Busur Belakang Sumatera terbentuk pada fase pertama tektonik regangan pada masa awal Tersier. Sedimentasi awal

Lebih terperinci

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar Gambar 5.21. Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar mendatar dengan mekanisme horsetail, dengan struktur sesar

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI UMUM

BAB III GEOLOGI UMUM BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan yang berbentuk asimetris, dibatasi oleh sesar dan singkapan batuan Pra-Tersier yang mengalami pengangkatan di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakan busur yang dibatasi oleh Paparan Sunda di sebelah timur laut, ketinggian Lampung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mencari cadangan minyak dan gas bumi, diperlukan adanya kegiatan eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas yang sudah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua memegang peranan penting dalam eksplorasi hidrokarbon di Indonesia Timur. Eksplorasi tersebut berkembang sejak ditemukannya

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Geologi Cekungan Sumatera Tengah II.1.1 Stratigrafi Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari satuan-satuan stratigrafi dari tua ke muda yaitu : Batuan dasar atau basement

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA. III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik

BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA. III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik Analisis dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah melakukan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah Cekungan Sumatera Tengah secara fisiografis terletak di antara Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Sumatera Selatan yang dibatasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH II.1 Kerangka Tektonik dan Geologi Regional Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur Paleogen yang cenderung berarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah telah dimulai sejak tahun 1924. Pemboran pertama di lokasi Kubu #1 dilakukan pada tahun 1939, kemudian dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih 62 Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih V.1 Restorasi Penampang Rekontruksi penampang seimbang dilakukan untuk merekonstruksi pembentukan suatu deformasi struktur. Prosesnya meliputi menghilangkan bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA 2.1. Kerangka Geologi Regional Cekungan Sumatera Utara sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini, terletak di ujung utara Pulau Sumatera, bentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang berada di belakang busur dan terbukti menghasilkan minyak dan gas bumi. Cekungan Sumatera

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Arafura yang terletak di wilayah perairan Arafura-Irian Jaya merupakan cekungan intra-kratonik benua Australia dan salah satu cekungan dengan paket pengendapan

Lebih terperinci

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan besar di Pulau Sumatra. Cekungan ini merupakan cekungan busur belakang yang berkembang di sepanjang

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional Bab II Geologi Regional II.1 Struktur dan Tektonik Cekungan Sumatera Selatan merupakan tipe cekungan belakang busur (back-arc basin) yang berumur Tersier dan diperkirakan mempunyai ukuran panjang sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan. Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan. Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera Selatan diantaranya: 1. Komplek Batuan Pra -Tersier Komplek

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM Cekungan Asri merupakan bagian dari daerah operasi China National Offshore Oil Company (CNOOC) blok South East Sumatera (SES). Blok Sumatera Tenggara terletak pada

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1. Geologi Regional. Pulau Tarakan, secara geografis terletak sekitar 240 km arah Utara Timur Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang dioperasikan oleh Atlantic Richfield Bali North Inc (ARCO),

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.

Lebih terperinci

Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat.

Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat. Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian

Lebih terperinci

Kerangka Geologi Daerah Penelitian

Kerangka Geologi Daerah Penelitian Bab II Kerangka Geologi Daerah Penelitian II.1 Geologi Regional Daerah Penelitian Lapangan Batang terletak di Sumatera Tengah. Sumatra Tengah dibatasi oleh paparan sunda di sebelah timur, disebelah Barat

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera Selatan diantara : 1. Komplek Batuan Pra-Tersier Kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lapangan YTS adalah lapangn minyak yang terletak di Cekungan Sumatra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lapangan YTS adalah lapangn minyak yang terletak di Cekungan Sumatra BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Lapangan YTS Lapangan YTS adalah lapangn minyak yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan dan dikelola oleh PT. Medco E & P sebagai lapangan terbesar penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan akan minyak dan gas bumi adalah vital bagi hampir seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi komoditas

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik Indonesia dianggap sebagai hasil pertemuan tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan Lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah

Bab II Geologi Regional II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah Bab II Geologi Regional II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan busur belakang (back arc basin) yang berkembang di sepanjang pantai barat dan selatan

Lebih terperinci

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus tektonik menjadi rift initiation,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 4 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Struktur Regional Struktur PRB terletak kurang lebih 57 km arah baratlaut dari Pangkalan Berandan dan termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 3.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan Cekungan Sumatera Selatan terletak antara Paparan Sunda di sebelah timur laut dan jalur tektonik Bukit Barisan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Sumatera Pulau Sumatera merupakan pulau yang memiliki orientasi fisiografi berarah barat laut dan terletak di bagian barat Paparan Sunda dan di selatan Lempeng

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM 4.1 PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai Prospect Generation pada interval Anggota Main, Formasi Cibulakan Atas di Daerah Osram yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Indonesia Timur merupakan daerah yang kompleks secara geologi. Hingga saat ini penelitian yang dilakukan di daerah Indonesia Timur dan sekitarnya masih belum

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi,

Lebih terperinci

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduksi dengan mengacu pada konsep-konsep dasar analisis geologi yang diasumsikan benar dan konsep-konsep seismik

Lebih terperinci

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT Analisis kekar pada batuan sedimen klastika Formasi Cinambo di Sungai Cinambo Sumedang, Jawa Barat (Faisal Helmi) ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI REGIONAL BAB III GEOLOGI REGIONAL 3.1 Kerangka Tektonik Kepulauan Indonesia berada pada pertemuan antara lempeng Eurasia dengan lempeng Samudra Hindia di bagian barat dan lempeng Australia serta lempeng Samudra

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA TENGAH BAB II GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA TENGAH II.1. Pendahuluan Indonesia merupakan hasil dari evolusi dan interaksi dari gerak Lempeng Eurasia, Lempeng Samudera Pasifk, dan Lempeng Indo-Australia (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Blok Mambruk merupakan salah satu blok eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang terdapat pada Cekungan Salawati yang pada saat ini dikelola oleh PT. PetroChina

Lebih terperinci

Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar

Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar BAB V Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar V.1. Indikasi-indikasi tektonisasi transtensional Cekungan Makassar Sintesis pembentukan dan perkembangan Cekungan Makassar oleh tektonik transtensional diperoleh

Lebih terperinci

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III.1 Penentuan Siklus Sedimentasi Regional Dari peta geologi permukaan, diketahui bahwa umur batuan yang tersingkap di permukaan dari daratan Kamboja adalah Paleozoikum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin meningkat sementara produksi minyak akan semakin berkurang, perusahaanperusahaan minyak

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Pulau Buton yang terdapat di kawasan timur Indonesia terletak di batas bagian barat Laut Banda, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis, Pulau Buton terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi yang berasal dari

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci