BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRACT. Keywords: Smoked Fish in Wonosari, Environmental Degradation 1. PENDAHULUAN

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

PERSEPSI, SIKAP DAN PERILAKU PENGOLAH IKAN ASAP DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI SENTRA PENGASAPAN IKAN DESA WONOSARI KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

PEMBERDAYAAN IBU RUMAH TANGGA DESA DONOHUDAN MELALUI PRODUKSI ANEKA PANGANAN HASIL INDUSTRI TAHU SUMBER REJEKI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sedang berjalan saat ini di Indonesia. Pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara Asean lainnya. Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

BISNIS OLAHAN IKAN PARI DI PANTURA JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB I PENDAHULUAN. kebanyakan dihasilkan oleh industri-industri. Pada awalnya kegiatan industri

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

mikrobiologi dan keamanan pangan, dan Kegiatan Belajar 4 membahas mengenai kerusakan biologis dan mikrobiologis ikan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Dampak tersebut harus dikelola dengan tepat, khususnya dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

E.2. Perancangan standard operating procedures (SOP)...

PENDAHULUAN Latar Belakang

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D

BAB I PENDAHULUAN.

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. kasus tersebut akan dialami oleh TPA dengan metode pengelolaan open dumping

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Kuesioner Penelitian

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

PENGUATAN USAHA PENGASAPAN IKAN SIDO MAKMUR KETAPANG KABUPATEN KENDAL. Jalan Menoreh Tengah X no 22 Semarang

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang cukup mudah didapatkan di Indonesia mengingat bahwa potensi laut kita yang sedemikian luas ditambah dengan sumber air tawar yang cukup banyak untuk pengembangan perikanan darat. Oleh karena itu ikan merupakan bahan pangan yang cukup penting bagi ketersediaan pangan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari data konsumsi ikan per kapita di Indonesia dari tahun ke tahun yang terus meningkat, sejalan dengan terjadinya perubahan kecenderungan konsumsi dunia yang beralih dari protein hewan ke protein ikan. Gambar 1.1. Grafik Konsumsi Ikan di Indonesia Tahun 2009 2013 Sumber : Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2014) Produk perikanan di Indonesia dikonsumsi dalam bentuk olahan dan ikan segar. Teknik pengolahan ikan yang banyak dilakukan di Indonesia adalah penggaraman/pengeringan, pemindangan, pengolahan lain, pengasapan/pemanggangan, fermentasi, penanganan segar, pengekstraksian/pereduksian, pembekuan, pengolahan jelly ikan/surimi dan pengalengan. Dari berbagai teknik pengolahan tersebut, penggaraman / pengeringan merupakan teknik pengolahan ikan yang banyak dilakukan di Indonesia, yaitu 1

2 39,54% dari total produk olahan perikanan. Persentase produk perikanan di Indonesia berdasarkan teknik pengolahannya dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1. Persentase Produk Olahan Perikanan di Indonesia Tahun 2011 No. Jenis produk Persentase (%) 1. Penggaraman / Pengeringan 39,54 2. Pemindangan 17,43 3. Pengolahan Lain 15,9 4. Pengasapan / Pemanggangan 13,43 5. Fermentasi 4,71 6. Penanganan Segar 4,48 7. Pengekstraksian / Pereduksian 2,14 8. Pembekuan 1,17 9. Pengolahan Jelly Ikan / Surimi 0,92 10. Pengalengan 0,23 Sumber : Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2012). Produk perikanan tradisional didominasi oleh usaha skala mikro dan kecil. Jumlah total unit usaha pengolahan di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 8.467 unit usaha, 7.969 unit (94,11%) diidentifikasikan sebagai usaha skala mikro, 472 unit (5,57%) sebagai usaha skala kecil, 15 unit sebagai usaha skala menengah (0,17%) dan 11 unit (0,12%) sebagai usaha besar. Berdasarkan pendataan statistik, usaha pengasapan/pemanggangan merupakan jenis usaha yang terbesar di Jawa Tengah, dengan jumlah mencapai 2.569 unit atau sekitar 30,34% dari jumlah unit pengolahan ikan di Jawa Tengah dan 30% dari total unit pengasapan/pemanggangan ikan di Indonesia. Jumlah unit usaha pengolahan ikan berdasarkan klasifikasi usahanya tersaji dalam Tabel 1.2 2

3 Tabel 1.2. Klasifikasi Pengolahan Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Besar di Jawa Tengah Tahun 2011 Unit Usaha Klasifikasi Usaha Pengolahan Ikan JUMLAH Mikro Kecil Menengah Besar Pengalengan 1-3 2 6 Pembekuan 2 3 3 7 15 Penggaraman / Pengeringan 1.475 156 - - 1.631 Pemindangan 1.855 103 2-1.960 Pengasapan / Pemanggangan 2.545 24 - - 2.569 Fermentasi 469 17 - - 486 Pengekstraksian / Pereduksian 176 22 1-199 Pengolahan Jelly Ikan / Surimi 6 1 2 1 10 Penanganan produk segar 345 87 2-434 Pengolahan lainnya 1.095 59 2 1 1.157 JUMLAH 7.969 472 15 11 8.467 Sumber : Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2012) Kegiatan usaha perikanan sejak di tempat pendaratan, penanganan ikan, sampai pada pengolahan ikan umumnya selalu menghasilkan limbah, mulai dari limbah cair maupun padat. Semua ini berakibat pada pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara (berupa bau) karena sifat ikan yang mudah mengalami pembusukan dan menimbulkan bau. Mayoritas usaha pengolahan ikan merupakan usaha tradisional dengan skala kecil (rumah tangga) dan tidak melakukan pengelolaan terhadap limbah yang dihasilkan. Sisa bahan dari proses produksi yang tidak diolah dapat menjadikan salah satu faktor pencemar yang dapat merusak lingkungan. Pada industri pengasapan ikan, limbah yang dihasilkan berupa limbah padat, cair, gas (asap/debu) serta bau yang merupakan hasil dari proses pengolahan ikan tersebut. Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara tradisional menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan. Dampak lingkungan yang umum terjadi 3

4 sebagai akibat dari kegiatan pengolahan ikan asap adalah pencemaran udara karena asap yang timbul dan sangat megganggu lingkungan dan bahkan masyarakat di sekitar lokasi (Nastiti, 2006). Pembuatan cerobong pembuangan asap yang terlalu pendek berdampak pada polusi udara dan dapat mempengaruhi kesehatan. Belum lagi pencemaran oleh buangan limbah padat dan cairnya yang juga berakibat pada pencemaran udara karena timbulnya bau busuk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heruwati (2002), proses pengasapan menyebabkan pembentukan H 2 S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk, sehingga cara pengolahan yang dilakukan tanpa melalui standardisasi kesehatan, sangat bebahaya bagi kesehatan, merugikan kesehatan pekerja, penduduk sekitar dan kerusakan lingkungan secara periodik. Menurut penelitian yang dilakukan Puji Pranowowati dan Bambang Maryanto mengenai Induksi Partikel Terhirup dalam Asap terhadap Kapasitas Fungsi Paru pada Pengrajin Pengasapan Ikan di Kelurahan Bandarharjo Semarang Utara Kota Semarang dalam Jurnal Gizi dan Kesehatan Volume 2 No. 1 Januari 2010, asap pada proses pengasapan ikan mengandung bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan, meliputi partikulat dan komponen gas seperti karbonmonoksida, formaldehid, akrolein, benzene, nitrogen dioksida dan ozon yang dapat menyebabkan penurunan fungsi paru. Berdasarkan wawancara dengan pengolah ikan asap di Kelurahan Bandarharjo Semarang didapatkan data 80% pengrajin pengasapan ikan mengeluh mengalami batuk, 50% mengeluh mengalami sesak nafas dan 30% mengeluh mengalami nyeri dada. Sedangkan menurut penelitian Dina Fransiska mengenai Evaluasi Kinerja Lingkungan dan Ekonomi Alat Pengasapan Ikan Bertingkat di Sentra Pengasapan Ikan Bandarharjo Kota Semarang dalam Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang (2010) yang dilakukan di sentra pengasapan ikan Kelurahan Bandarharjo Semarang dan Kelurahan Kuningan, kegiatan pengasapan ikan mempengaruhi kadar CO dan debu pada udara ambien di daerah sentra pengasapan ikan, yaitu CO sebesar 289,6 μg/nm3 dan 349,7 μg/nm3. Sedangkan TSP/debu sebesar 323,0 μg/nm3 dan 117,5 μg/nm3. 4

5 Potensi pengasapan ikan yang begitu besar sering dianggap sebagai sumber pencemar yang dikeluhkan masyarakat sekitar karena aktivitasnya dianggap berdampak pada turunnya kualitas lingkungan. Selain berpengaruh pada kualitas udara, kegiatan pengasapan ikan juga berpengaruh terhadap kualitas air karena pada umumnya limbah cair yang dihasilkan dari proses pencucian ikan langsung dibuang ke saluran pembuangan tanpa mengalami proses pengolahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Masithoh mengenai Pengelolaan Lingkungan pada Sentra Industri Rumah Tangga Pengasapan Ikan Bandarharjo Kota Semarang dalam Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang (2008), penurunan kualitas lingkungan di sentra industri rumah tangga pengasapan disebabkan oleh tidak berfungsinya infrastruktur yang ada sehingga limbah yang dihasilkan dari rumah pengasapan tidak dapat dikelola sehingga tidak memenuhi kriteria aman untuk dibuang. Penyebab lainnya adalah tingkat pendidikan yang rendah dan kebiasaan hidup di lingkungan yang kurang sehat sehingga perilaku masyarakat juga tidak sehat. Desa Wonosari Kecamatan Bonang merupakan salah satu desa di Kabupaten Demak yang juga terkenal dengan produk ikan asapnya. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan (2012), setiap harinya 8-9 ton ikan asap berbagai jenis mampu dihasilkan warga setempat. Pembuatan ikan asap tersentra di RT 4 RW 4. Sedikitnya 135 orang pengolah melakukan usaha tersebut sejak 15 tahun yang lalu, yaitu sejak tahun 2000, dan merupakan salah satu bentuk aktivitas ekonomi masyarakat di Desa Wonosari yang berbasis rumah tangga. Teknik pengasapan ikan yang digunakan para pengolah ikan asap di Desa Wonosari Kecamatan Bonang masih bersifat tradisional, kurang memperhatikan sanitasi dan hygiene. Kegiatan pengasapan ikan banyak dilakukan di rumah penduduk sehingga aktivitas rumah tangga dan aktivitas produksi tercampur dan menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Untuk mengurangi berbagai dampak lingkungan yang timbul akibat pengolahan ikan asap dan keinginan untuk menghasilkan produk ikan asap yang berkualitas, pengolah ikan asap di Desa Wonosari menyampaikan usulan kepada Pemerintah Desa Wonosari untuk dibangunnya sentra pengasapan ikan. Usulan 5

6 tersebut direspon sangat baik oleh Pemerintah Kabupaten Demak dan mulai direalisasikan pada tahun 2009 dengan membangun tempat pengasapan ikan terpadu sehingga proses pengasapan ikan di Desa Wonosari sebagian tidak lagi dilakukan di dalam rumah penduduk, dengan harapan produk ikan asap yang dihasilkan lebih higienis dan lingkungan menjadi lebih sehat karena polusi asap di sekitar unit pengolahan ikan dapat diminimalisir. Hal tersebut ternyata tidak hanya disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Demak, tetapi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat juga mendukung usulan pengolah ikan asap yang bersifat bottom up. Dalam rangka mengembangkan sentra-sentra pengolahan ikan di Jawa Tengah, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan melakukan pembinaan terhadap industri pengolahan ikan dengan mengembangkan sentra-sentra pengolahan ikan di seluruh Indonesia. Konsep tersebut merupakan aplikasi dari paradigma baru pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan dengan arahan : (1) Lokasi / kawasan tempat pengolahan ikan dengan sebagian besar produk olahan yang sama, (2) Jumlah pengolah yang memenuhi persyaratan / cukup, (3) Pasokan bahan baku yang cukup dan adanya akses pasar / tujuan pemasaran, (4) Bersedia dijadikan lokasi / kawasan sentra pengolahan dan (5) Program pengembangan sentra tidak harus bangunan fisik, tapi dapat berupa bantuan bintek, peralatan dan sarana penunjang lainnya. Lokasi Program Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan di Provinsi Jawa Tengah disajikan dalam Tabel 1.3. Tabel 1.3. Lokasi Program Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan di Provinsi Jawa Tengah No. Kabupaten / Kota Jenis Olahan 1. Kota Tegal Fillet Ikan Laut 2. Kabupaten Boyolali Olahan Lele 3. Kabupaten Jepara Panggang Ikan Laut 4. Kabupaten Pati Fillet Ikan Laut 5. Kabupaten Demak Panggang Ikan Laut dan Lele Asap Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2012 6

7 Berdasarkan Tabel 1.3, diketahui bahwa Sentra Pengolahan Ikan Panggang (ikan asap) berada di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak. Dari kedua kabupaten tersebut dipilih Kabupaten Demak sebagai lokasi penelitian dikarenakan produksi ikan asap di Sentra Pengasapan Ikan di Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak cukup besar dan pada tahun 2013 Sentra Pengasapan Ikan di Desa Wonosari mendapatkan penghargaan dari Direktorat Pengolahan Hasil, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan Terbaik. Proses relokasi pengolah ikan asap dari rumah pengolah ikan asap ke sentra pengasapan ikan pada awalnya mengalami beberapa permasalahan. Lahan milik Pemerintah Desa yang telah ditentukan sebagai sentra pengasapan ikan dihuni secara illegal oleh 8 orang KK, sehingga pada saat pembebasan lahan terjadi konflik antara warga dengan pengolah ikan asap dan pemerintah. Permasalahan tersebut pada akhirnya dapat diselesaikan dengan baik melalui mediasi dan pemberian tali asih kepada masing-masing KK sebesar Rp. 5.000.000,- dengan sumber dana APBD Kabupaten Demak. Tak hanya itu, permasalahan lain yang muncul dalam proses relokasi adalah keengganan sebagian pengolah ikan asap untuk menempati lokasi sentra pengasapan ikan dikarenakan harus bolak-balik dari rumah ke sentra pengasapan untuk melakukan aktivitas rumah tangga dan pengasapan ikan. Proses relokasi pengolah ikan asap ke sentra pengasapan ikan dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan jumlah bangunan yang tersedia. Mulai tahun 2011, 20 orang pengolah ikan asap mulai menempati sentra pengasapan ikan untuk memulai aktivitas pengasapan ikan di lokasi yang baru. Dan hingga saaat ini 76 orang pengolah ikan asap telah meninggalkan aktivitas pengasapan ikan di rumah mereka dan menempati sentra pengasapan ikan. Dengan produksi ikan asap 8-9 ton per hari dapat diperkirakan betapa banyaknya dampak lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan pengasapan ikan mulai dari persiapan bahan baku dan bahan pembantu, penyiangan dan pencucian ikan, proses pengasapan ikan serta pemasaran produk ikan asap. Apabila limbah 7

8 yang dihasilkan dari kegiatan pengasapan ikan tidak terkelola dengan baik maka akan menimbulkan permasalahan lingkungan. Permasalahan lingkungan banyak terjadi karena sikap manusia yang tidak peduli terhadap lingkungan, ditambah dengan belum adanya suatu kebijakan yang mengatur pengelolaan lingkungan khususnya pada unit pengolahan ikan asap sehingga pengelolaan lingkungan di sentra pengasapan ikan kurang diperhatikan. Untuk menghasilkan pangan yang berkualitas dan meminimalkan pencemaran lingkungan, industri pangan perlu menerapkan prinsip pengolahan pangan yang baik dan pengelolaan lingkungan. Pengolahan pangan yang baik atau dikenal dengan GMP (Good Manufacturing Practices) adalah implementasi untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas berdasarkan aspek produksi. Sedangkan berdasarkan prinsip pengelolaan lingkungan penerapannya dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene pada setiap aspek produksi, dari bahan baku sampai menjadi produk dengan menggunakan standar yang dikenal dengan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Ulfah, 2012). GMP dan SSOP merupakan kelayakan dasar yang harus dipenuhi oleh Unit Pengolahan Ikan (UPI). Apabila program kelayakan dasar telah dilaksanakan dengan baik, maka penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan HACCP dapat dilaksanakan dengan efektif, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk perikanan yang berkualitas dan mampu bersaing dalam pasar global. Masyarakat merupakan pakar lokal, pemegang informasi dan usable knowledge yang amat berguna dalam pengelolaan dan perencanaan pembangunan (Lindblom dalam Hadi, 2005), dalam hal ini adalah Pengelolaan Lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari. Untuk mengetahui sejauh mana persepsi pengolah mengenai pengelolaan lingkungan di sentra pengasapan ikan, dan bagaimana sikap serta perilaku pengolah dalam mengelola lingkungan di sentra pengasapan ikan Desa Wonosari maka diperlukan suatu pengamatan mengenai kondisi kualitas lingkungan fisik unit pengasapan ikan, dan penggalian informasi dari berbagai informan yang terkait dalam penelitian ini. 8

9 Studi tentang persepsi, sikap dan perilaku pengolah ikan asap terkait pengelolaan lingkungan ini didasari oleh teori tentang hubungan antara persepsi, sikap dan perilaku, dimana persepsi sangat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam konteks tertentu (dalam hal ini hubungan antara persepsi terhadap pengelolaan lingkungan, sikap dan perilaku dalam rangka pengelolaan lingkungan). Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan pada umumnya sangat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka dalam pengelolaan lingkungan. Dengan mengkaji persepsi pengolah mengenai pengelolaan lingkungan, sikap dan perilaku pengolah dalam pengelolaan lingkungan diharapkan akan didapatkan suatu kesimpulan dan saran untuk memperbaiki kualitas lingkungan dengan melakukan pengelolaan lingkungan yang tepat. Dengan pengelolaan lingkungan yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk ikan asap sehingga kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan dapat terjamin. 1.2. Identifikasi Masalah Aktivitas pengasapan ikan di Sentra Pengasapan ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak meliputi berbagai tahapan proses antara lain persiapan bahan baku dan bahan pembantu, penyiangan dan pencucian ikan, proses pengasapan ikan serta pemasaran hasil produksi. Untuk menghasilkan produk ikan asap yang berkualitas dan meminimalkan pencemaran lingkungan, industri pengasapan ikan perlu menerapkan prinsip pengolahan pangan yang baik dan pengelolaan lingkungan melalui kegiatan sanitasi dan higiene pada setiap aspek produksi, dari bahan baku sampai menjadi produk. Standar sanitasi dan higiene yang digunakan mengacu pada SSOP yang terdiri dari beberapa persyaratan diantaranya (1) Keamanan air, (2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, (3) Pencegahan kontaminasi silang, (4) Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet, (5) Proteksi dari bahan-bahan kontaminan, (6) Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar, (7) Pengawasan kondisi kesehatan personil 9

10 yang dapat mengakibatkan kontaminasi, (8) Menghilangkan hama dari unit pengolahan. 1.3. Perumusan Masalah Dengan melihat uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut sejauh mana pengelolaan lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana persepsi pengolah ikan mengenai pengelolaan lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak? b. Bagaimana sikap pengolah ikan terhadap pengelolaan lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak? c. Bagaimana perilaku pengolah ikan dalam pengelolaan lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian adalah sebagai berikut : a. Mengkaji persepsi pengolah ikan asap mengenai pengelolaan lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak b. Mengkaji sikap pengolah ikan asap terhadapa pengelolaan lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak c. Mengkaji perilaku pengolah ikan asap dalam mengelola lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak 10

11 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Bagi masyarakat, khususnya pengolah ikan asap di Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak, sebagai penyadaran perlunya mengelola lingkungan di tempat kerjanya b. Bagi Pemerintah Kabupaten Demak atau pengambil kebijakan, sebagai masukan dalam mengambil kebijakan mengenai upaya pengelolaan lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak. 11

12 1. 6. Originalitas Penelitian Tabel 1.4. Originalitas Penelitian No. Nama, Judul Permasalahan Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 1. Anna Catharina Sri Purna Suswati dan Stefanus Yufra M. Tanen. 2004. Respon Masyarakat Penghuni Permukiman Sekitar Industri Keramik Terhadap Pencemaran Udara Akibat Aktivitas Pembakaran Keramik. Jurnal : Manusia dan Lingkungan 2004, XI No. 3 Tahun : 2004. Terjadinya perbedaan pendapat diantara kelompok masyarakat mengenai dampak polusi udara akibat aktivitas pembakaran keramik - Mengetahui tingkat pengetahuan penghuni pemukiman sekitar industri keramik tentang pencemaran udara di sekitarnya akibat aktivitas pembakaran keramik - Mendeskripsikan persepsi penghuni permukiman sekitar industri keramik tentang kualitas udara di sekitar tempat tinggalnya - Mengidentifikasi berbagai kemungkinan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai respon terhadap pencemaran udara Penelitian diskriptif - Tingkat pengetahuan masyarakat tentang macam pencemar udara dan akibat yang ditimbulkan dari aktivitas pembakaran keramik Betek adalah cukup tinggi - Sebagian masyarakat berpendapat bahwa udara di sekitar industri keramik Betek adalah kotor, dan banyak berdampak negatif terhadap kesehatan daripada dampak positifnya - Respon masyarakat terhadap pencemaran udara akibat pembakaran keramik relatif beragam tergantung pada macam gangguannya 12

13 akibat aktivitas pembakaran keramik 2. Dina Fransiska. 2010. Kinerja Lingkungan dan Ekonomi Alat Pengasapan Bertingkat di Sentra Pengasapan Ikan Bandarharjo Kota Semarang. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Lingkungan UNDIP Semarang. a. Proses pengolahan ikan asap di Bandarharjo menghasilkan asap yang dapat mempengaruhi kualitas udara di lingkungan sekitarnya. b. Pengolahan ikan asap di Bandarharjo masih menggunakan teknologi yang turun temurun sehingga belum mengoptimalkan asap yang dihasilkan dari pembakaran batok kelapa. - Mengkaji kualitas udara ambien di lingkungan sekitar lokasi pengasapan ikan - Mengkaji kinerja lingkungan dan ekonomi alat pengasapan bertingkat di Sentra Pengasapan Ikan Bandarharjo Penelitian lapangan dan action research - Kegiatan pengasapan ikan di Kelurahan Bandarharjo mempengaruhi kadar CO pada udara ambien di daerah sentra pengasapan ikan 289,6 µg/nm3, TSP/debu 323,0 µg/nm3, di Kelurahan Kuningan kadar CO pada udara ambien di daerah sentra pengasapan ikan 349,7 µg/nm3, TSP/debu 117,5 µg/nm3. Artinya kadar CO masih memenuhi baku mutu udara ambien berdasarkan SK Gubernur Jateng No. 8 Tahun 2001 yaitu 15.000 µg/nm3. Kadar TSP / debu di sentra pengasapan ikan Kelurahan Bandarharjo berada di atas baku mutu sebesar 230 µg/nm3, sedangkan di Kelurahan Kuningan masih memenuhi baku mutu. 3. Masithoh. 2008. Pengelolaan Lingkungan pada Sentra Industri Rumah Tangga Pengasapan Ikan Bandarharjo Kota Semarang. Tesis Program a. Adanya penurunan kualitas lingkungan di sentra industri rumah tangga pengasapan ikan Bandarharjo b. Pengelolaan lingkungan pada sentra industri rumah tangga pengasapan ikan Bandarharjo belum dilakukan dengan baik - Mengidentifikasi penyebab penurunan kualitas lingkungan di sentra industri rumah tangga pengasapan ikan Penelitian dengan SWOT kualitatif analisis - Penyebab penurunan kualitas lingkungan : infrastruktur, kondisi fisik lingkungan, budaya masyarakat - Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan untuk mendukung perlindungan lingkungan 13

14 Pasca Sarjana Magister Ilmu Lingkungan UNDIP Semarang. Bandarharjo - Memberikan masukan perencanaan dalam mengelola lingkungan di sentra industri rumah tangga pengasapan ikan Bandarharjo dengan menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan dan pencegahan pencemaran yang sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi di sentra industri rumah tangga pengasapan ikan Bandarharjo 4. Puji Pranowowati dan Bambang Maryanto. 2007. Induksi Partikel Terhirup dalam Asap terhadap Kapasitas Fungsi Paru pada Pengrajin Pengasapan Ikan di Kelurahan Bandarharjo Semarang Utara Kota Semarang. Jurnal Gizi dan Kesehatan ISSN 1978-0346 Vol. 2, No. 1, Januari 2010 5. Umar. 2009. Persepsi dan Perilaku Masyarakat Dalam Pelestarian Fungsi Hutan Sebagai Daerah Resapan Air (Studi Kasus Hutan Penggaron Asap mengandung bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan meliputi partikulat dan komponen gas dan partikulat yang terdapat dalam asap dapat menyebabkan penurunan fungsi paru. Kelestraian hutan agar dapat menjalankan fungsi hakikinya sebagai daerah resapan air harus dipelihara. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan memiliki peran penting dalam rangka pelestarian hutan ini. Namun Mengetahui hubungan induksi partikel terhirup dalam asap dengan kapasitas fungsi paru pada pengrajin pengasapan ikan di Kelurahan bandarharjo Kecamatan semarang Utara Kota Semarang - Mengidentifikasi kondisi Hutan Penggaron sebagai daerah resapan air; - Mengidentifikasi persepsi dan perilaku Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional Penelitian deskriptif analitis 1. Rata-rata pajanan partikel dalam asap yang terhirup responden 2,19 mg/m3 2. Penurunan nilai FEV1 pada pengrajin pengasapan ikan menunjukkan penurunan rata-rata FEV1 adalah 737,8 ml 3. Ada hubungan antara induksi partikel terhirup dalam asap dengan kapasitas fungsi paru dengan nilai p=0,002 - Aktivitas budidaya eksisting menimbulkan gangguan fungsi hutan Penggaron sebagai daerah resapan air. - Masyarakat memiliki persepsi bahwa hutan tidak hanya berfungsi ekologis 14

15 Kabupaten Semarang). Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Lingkungan UNDIP Semarang. demikian mereka juga bisa berperan dalam perusakan hutan. masyarakat dalam pelestarian fungsi hutan sebagai daerah resapan air. namun juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian. Terkait kebijakan pengelolaan hutan, masyarakat tidak memiliki persepsi tentang kaidah hukum pengelolaan hutan. Terkait kelembagaan pengelolaan hutan masyarakat memiliki persepsi bahwa mereka bukan bagian lembaga pengelola hutan sehingga tidak terikat aturan lembaga pengelola hutan. Terkait hak dan kewajibannya dalam pengelolaan hutan, persepsi masyarakat sangat terkait dengan kepentingan mereka untuk mendapatkan keuntungan dari keberadaan hutan dan tidak dalam koridor hukum yang mengatur tentang hutan. Terkait perilaku (aktivitas) masyarakat, masyarakat cenderung melakukan aktivitas budidaya di kawasan lindung (hutan). Dukungan aksesibilitas dan infrastruktur perumahan di kawasan Hutan Penggaron berdampak terhadap terbukanya peluang kawasan Hutan Penggaron sebagai kawasan yang bernilai ekonomi sehingga tidak lagi merupakan kawasan yang terisolir (berfungsi utama sebagai kawasan lindung). 15