BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KETAHANAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE GRADASI HALUS TERHADAP TERJADINYA JEJAK RODA KENDARAAN PADA BERBAGAI TEMPERATUR DAN KEPADATAN

KAJIAN PERKUATAN LAPISAN BETON ASPAL DENGAN GEOGRID UNTUK MENAHAN KERUSAKAN PERUBAHAN BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting

PERAN GEOTEKSTIL DALAM MENINGKATKAN MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL. Sri Widodo 1

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT ALAM TERHADAP KARAKTERISTIK CAMPURAN WARM MIXED ASPHALT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penunjang aktivitas di segala bidang. Berbagai aktivitas seperti

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang telah menjadi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Jalan sebagai prasarana transportasi adalah salah satu faktor yang sangat

Program Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro Semarang, 3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang

perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, ukuran dan gradasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambah lainnya dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan berbentuk bubur aspal atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

NASKAH SEMINAR INTISARI

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. disektor ekonomi, sosial budaya, politik, industri, pertahanan dan keamanan.

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN FILLER SEMEN DAN LAMA RENDAMAN BANJIR TERHADAP KARAKTERISTIK CAMPURAN SMA

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman yang berkembang seperti saat ini pembangunan sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki jumlah penduduk yang cukup

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BABII TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ini pemerintah DKI Jakarta mencoba mengeluarkan salah satu solusi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan adalah sebagai salah satu prasarana transportasi sangat penting pada kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

: 1. Ir. Nurlely, M.Sc 2. Lulusi, ST,.M.Sc

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan salah satu dari prasarana transportasi yang mempunyai fungsi vital dalam usaha pengembangan

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. samudera yang memiliki kadar garam rata-rata 3,5%, artinya dalam 1 liter air laut

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sehari-hari, selain itu jalan juga memegang peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan merupakan prasarana transportasi paling dominan di Indonesia. Moda jalan mendominasi sekitar 80-90% dari seluruh perjalanan di Jawa dan Sumatera. Kereta api hanya memiliki pangsa pasar sekitar 10,5% di Jawa (Ditjen Perhubungan Darat, 2005). Panjang seluruh jaringan jalan di Indonesia sampai dengan tahun 2008 adalah 355.856 km (Ditjen Bina Marga, 2010). Jaringan jalan tersebut terdiri dari jalan nasional 34.629 km, jalan propinsi 50.044 km, jalan kabupaten 245.253 km, jalan kota 23.469 km, dan jalan lainnya 773 km. Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga selaku pengelola jaringan jalan nasional mempunyai visi : Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Perwujudan visi Direktorat Jenderal Bina Marga saat ini masih terkendala dengan kondisi jaringan jalan di Indonesia. Jalan nasional yang kondisinya baik saat ini berjumlah sekitar 52,2%, sisanya dalam kondisi sedang dan rusak. Jalan propinsi yang kondisinya baik sekitar 38,89 %, yang kondisinya rusak ringan sekitar 28,21%, dan yang kondisinya rusak berat sekitar 32,9%. Jalan kabupaten dan jalan perkotaan yang kondisinya baik sekitar 22,46% dan yang kondisinya normal sekitar 24,53%. Jalan kabupaten dan perkotaan yang berada dalam kondisi buruk dan sangat buruk sekitar 53,01 % (Ditjen Bina Marga, 2010). Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada jalan telah mendorong para peneliti untuk mengungkap penyebab kerusakan dan mengembangkan inovasi teknologi untuk mendapatkan bahan campuran aspal yang handal. Para peneliti juga berusaha mencari solusi untuk menangani kerusakan jalan tersebut. Penelitian telah dilakukan terhadap beban kendaraan, struktur perkerasan, dan pengaruh cuaca terhadap karakteristik campuran beraspal. Penelitian juga dilakukan untuk menciptakan inovasi rancangan campuran aspal yang dapat mengatasi permasalahan kerusakan jalan. Pembebanan berlebih masih terjadi terutama pada lintas Pantura Jawa dan lintas Timur Sumatra (Kementrian Pekerjaan Umum, 2010). Kendaraan yang melanggar muatan melampaui 100% di Sumatra bagian utara mencapai 30-40% (Ditjen Perhubungan Darat, 2005). Kendaraan yang melanggar muatan umumnya berasal dari perusahaan kayu lapis, pulp, semen, kelapa sawit, dan batu bara. Hasil penelitian Gunarta dkk. ( 2008) di Propinsi Riau, Sumatra Barat dan Aceh menunjukkan bahwa telah terjadi pembebanan berlebih 1

pada truk sumbu ganda sebesar 97,3 % dan truk dengan sumbu tunggal sebesar 83,8 %. Kelebihan muatan truk di ruas jalan Manado-Bitung telah menaikkan damage factor 2 sumbu dari 1,065 menjadi 10,9095 dan truk 3 sumbu dari 1,0375 menjadi 10,9201 (Mulyono, 2002). Penelitian di jalan Pantura Jawa menunjukkan bahwa tingkat overloading truk sumbu tunggal rata-rata sebesar 203% dan truk sumbu ganda rata-rata sebesar 202% dari yang diijinkan. Overloading di jalan Lintas Timur Sumatera menyebabkan tingkat overloading sumbu tunggal rata-rata sebesar 124% dan sumbu ganda rata-rata sebesar 120% (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Penelitian terhadap struktur pekerasan menunjukkan bahwa perkerasan aspal yang jenuh air akan mudah rusak saat menerima beban kendaraan. Kerusakan terjadi karena terjadi proses pumping yang melepaskan ikatan antara agregat dan air saat perkerasan jenuh menerima beban kendaraan yang terjadi berulang-ulang (Kandhal and Rickards, 2001). Kandungan air dalam agregat saat proses pencampuran aspal panas akan mempengaruhi kinerja campuran aspal panas. Semakin besar kandungan air dalam agregat akan menurunkan modulus resiliennya. Penurunan modulus resilien cenderung meningkatkan ketahanannya terhadap kelelahan, tetapi menurunkan kemampuannya menahan deformasi (Kim dkk., 1985). Besarnya rongga pada perkerasan aspal akan menyebabkan penurunan penetrasi aspal karena terjadinya oksidasi dan polimerisasi pada aspal yang berada di dalam struktur perkerasan (Suroso, 2008). Penurunan penetrasi aspal akan menyebabkan kelekatannya berkurang dan struktur perkerasan menjadi kaku sehingga saat menerima beban kendaraan menjadi cepat rusak. Temperatur lebih berpengaruh terhadap kinerja perkerasan dibandingkan dengan beban yang bekerja pada struktur perkerasan ( Lu dkk., 2009). Proses pemanasan pada saat pencampuran akan menyebabkan penuaan jangka pendek pada aspal, sedangkan pemanasan oleh matahari saat masa pelayanan jalan menyebabkan terjadinya proses penuaan jangka panjang (Kliewer dkk., 1995). Penelitian yang berkaitan dengan campuran aspal telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Penggunaan agregat di atas kurva Fuller pada campuran aspal menghasilkan ketahanan terhadap rutting yang lebih baik dibanding dengan yang menggunakan agregat di bawah kurva Fuller ( Utama, 2005). Sengoz dan Agar (2006) telah meneliti pengaruh tebal penyelimutan aspal pada batuan terhadap ketahanan campuran aspal terhadap air. Tebal penyelimutan pada agregat antara 9,5 m dan 10,5 m memberikan ketahanan campuran aspal panas terhadap air yang terbaik. Penggunaan filler abu batu dan 1% kapur 2

pada campuran beton aspal dapat meningkatkan ketahanannya terhadap rutting dan stripping pada permukaan jalan (Kerh dkk., 2005). Menurut Kim dkk. (1985) kandungan air pada agregat pada campuran aspal panas akan menurunkan modulus resiliennya. Penurunan modulus resilien cenderung menambah umur kelelahan, tetapi mengurangi ketahanannya terhadap deformasi. Penambahan karet sampai 3 % pada campuran beton aspal juga menurunkan modulus resilien dan kuat tariknya, tetapi menambah ketahanannya terhadap penuaan aspal (Xiao and Amirkhanian, 2008). Penambahan low density polyethylene (LDPE) sebesar 6 % pada campuran Split Mastic Asphalt akan meningkatkan modulus kekakuannya, tetapi regangannya menurun (Hadidy and Qiu, 2009). Penambahan aditif Fixonite antara 5% hingga 15% dalam beton aspal yang dipadatkan pada suhu 110 o C hingga 130 o C dapat meningkatkan nilai stabilitas dinamis dan menurunkan laju deformasi (Diana, 2005). Teknologi perkuatan lapisan tambahan perkerasan untuk menahan retak refleksi telah dikembangkan di Afrika Selatan dan Amerika. Geosintetik nonwoven polyester paving fabric telah digunakan untuk menahan penjalaran retak di atas lapisan perkerasan aspal yang mengalami block cracking pada pekerjaan overlay di Afrika Selatan pada tahun 1980 ( James, 2004). Penjalaran retak baru nampak di permukaan perkerasan jalan pada tahun 1995. Permukaan jalan ini kembali digelar paving fabric dan di lapis dengan double seal 13,2 mm dan 6,7 mm batuan chip. Permukaan jalan masih dalam keadaan baik pada tahun 2003. Penggunaan geosintetik sebagai pencegah penjalaran retak pada pekerjaan overlay telah mulai di teliti oleh Federal Highway Administration (FHA) pada tahun 1970 di Amerika. FHA pada tahun 1977 menyetujui penggunaan polypropylene nonwoven sebagai lapisan antara yang berfungsi mencegah penjalaran retak pada pekerjaan overlay di atas jalan lama yang telah mengalami retak (Carver and Sprague, 2000). Retak pada lapisan tambahan akan terjadi saat gaya-gaya geser dan tekuk akibat beban lalulintas berat melampaui kekuatan retak lapis aspal tambahan (James, 2004). Geogrid yang dipasang diatas permukaan jalan lama yang mengalami retak sebelum diberi lapis tambahan di atasnya dapat mencegah penjalaran retak dari lapis perkerasan lama ke lapis perkerasan baru yang ada di atasnya (Khodaii dkk., 2009). Penggunaan geocomposite di bawah lapis perkerasan beton aspal dapat meningkatkan ketahanannya terhadap rutting (Austin and Gilchrist,1996). Letak optimum perkuatan geotekstil pada lapisan pekerasan aspal adalah pada 1/3 tebal dari bawah lapisan (Moussa, 2003). Perkerasan aspal yang 3

diperkuat dengan geosintetik telah mampu menyerap energi yang ditransfer oleh beban kendaraan ke dalam lapis perkerasan aspal ( Grabowski and Pozarycki, 2008). Penelitian-penelitian yang pernah ada memperlihatkan bahwa geosintetik mempunyai kemampuan untuk memperkuat lapisan perkerasan aspal. Geosintetik merupakan bahan berbentuk lembaran yang hanya mempunyai kekuatan tarik. Kekuatan tarik geosintetik akan efektif jika saat dipasang kondisinya dalam keadaan tegang. Pemberian regangan awal pada geosintetik saat pemasangan dapat memperkuat ikatan antara butiran dalam campuran aspal. Kekuatan tarik geosintetik dapat membantu ketahanan campuran aspal dalam menahan tegangan tarik. Kekuatan tarik campuran aspal diperlukan karena saat menerima beban berat pada bagian bawah lapisan menderita tegangan tarik. Salah satu jenis geosintetik yang berfungsi sebagai perkuatan adalah geogrid. Geogrid mempunyai kuat tarik yang tinggi dan mempunyai ketahanan terhadap air yang baik, sehingga gabungan antara campuran aspal dan geogrid dapat menghasilkan campuran aspal yang lebih tahan terhadap air dan mempunyai kuat tarik yang lebih baik. Pada penelitian sebelumnya faktor regangan awal geosintetik dan kepadatan beton aspal belum dimasukkan sebagai parameter yang akan mempengaruhi kinerja campuran aspal yang diperkuat dengan geosintetik. Penelitian lanjutan penggunaan geogrid pada campuran aspal dengan memasukkan faktor peregangan awal geogrid, kepadatan beton aspal, dan pengaruh temperatur perkerasan perlu dilakukan untuk melengkapi penelitian-penelitian yang pernah ada sebelumnya. 1.2. Urgensi Penelitian Prasarana jaringan jalan merupakan kebutuhan pokok bagi pelayanan distribusi perdagangan dan industri. Jaringan jalan juga merupakan perekat bagi keutuhan bangsa dan negara dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan keamanan. Dengan demikian keberadaan jaringan jalan yang andal dan dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia merupakan kebutuhan primer yang harus terus diupayakan keberadaannya. Fungsi jaringan jalan sebagai salah satu komponen transportasi menduduki posisi yang sangat penting dalam mendukung kegiatan transportasi secara keseluruhan yang ada di Indonesia saat ini. Moda jalan mendominasi sekitar 80-90% dari seluruh perjalanan di Jawa dan Sumatra, sementara kereta api hanya memiliki pangsar sekitar 10 % di Jawa (Ditjen. Perhubungan Darat, 2005). Peran masing-masing moda transportasi hampir seimbang di 4

wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Namun untuk Wilayah Maluku, Irian Jaya dan Nusatenggara Timur peran moda laut lebih dominan. Walaupun begitu tidak dapat dipungkiri bahwa moda jalan telah menjadi pilihan utama untuk perjalanan jarak pendek dan menengah dalam satu pulau. Peran infrastruktur jalan dalam menggerakkan roda perekonomian sangat besar. Infrastruktur jalan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan pertumbuhan lalulintas sebesar 1,5% (Ditjen. Bina Marga, 2010). Hal ini harus diantisipasi dengan menyediakan penambahan kapasitas fisik atau melalui pengaturan dan pengendalian kebutuhan transportasi. Keberadaan jalan di Indonesia dalam kenyataannya tidak dapat terlepas dari timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah, dan keberagaman kondisi topografi yang ada. Lebih dari 70 % jaringan jalan yang ada pada saat ini terdapat di Pulau Sumatera, Jawa dan Bali yang luas wilayahnya hanya mencakup sekitar 31 % dari seluruh wilayah Indonesia. Sisanya 30 % jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku dan Papua yang memiliki 69 % dari luas wilayah Nasional. Selain itu meskipun sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan, namun moda transportasi yang dipergunakan masih dikuasai oleh moda transportasi yang menggunakan prasarana jalan. Dari kurang lebih 3 milyar ton/tahun angkutan barang yang ada, lebih dari 90% menggunakan moda transportasi prasarana jalan (Ditjen. Bina Marga, 2010). Pulau Kalimantan dan Sulawesi yang saat ini masuk ke dalam wilayah sedang berkembang relatif masih memerlukan pengembangan jalan antara lain seperti jalan lintas Kalimantan yang merupakan bagian dari jaringan ASEAN Highway dan Pan Borneo Highway, dan jalan lintas Sulawesi masih perlu dibangun untuk mengembangkan perekonomian di daerah tersebut. Sehingga dengan demikian pengembangan teknologi di bidang bahan perkerasan jalan masih sangat diperlukan di Indonesia. Pada saat ini seluruh panjang jalan di Indonesia adalah sekitar 355.856 km yang terdiri dari jalan Nasional 34.629 km, jalan Provinsi 50.044 km, jalan Kabupaten 245.253 km, jalan Kota 23.469 km, dan jalan lainnya 773 km. Kondisi jalan tersebut tidak seluruhnya dalam kondisi baik. Jalan Nasional yang dalam kondisi baik hanya sekitar 52,2 %, sedangkan jalan Kota dan Kabupaten yang kondisinya baik hanya sekitar 22,48 % (Ditjen Bina Marga, 2010). Melihat kondisi jalan tersebut di atas maka akan sangat berat bagi Bina Marga selaku pengelola jalan di Indonesia untuk memperbaiki kondisi jalan supaya tetap dalam kondisi baik. Dengan rata-rata biaya preservasi jalan sebesar 0,3 5

Milyar/Km, maka biaya preservasi jalan akan memakan biaya yang sangat besar. Dengan demikian untuk mengurangi kerusakan jalan masih diperlukan inovasi teknologi di bidang perkerasan jalan yang lebih kuat dalam menahan beban lalulintas dan gangguan cuaca. 6