BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI)

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA

EVALUASI WADUK PUSONG SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI KOTA LHOKSEUMAWE KABUPATEN ACEH UTARA KHATAB

EVALUASI KAPASITAS SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN MEDAN JOHOR ALFRENDI C B HST

HIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainage mempunyai arti

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI

Analisis Kinerja Saluran Drainase di Daerah Tangkapan Air Hujan Sepanjang Kali Pepe Kota Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE ANALISIS

BAB II DASAR TEORI. Menurut Suripin (2004 ; 7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras,

Surface Runoff Flow Kuliah -3

TUGAS AKHIR ELGINA FEBRIS MANALU. Dosen Pembimbing: IR. TERUNA JAYA, M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

STUDI KELAYAKAN SALURAN DRAINASE JALAN SULTAN KAHARUDDIN KM. 02 KABUPATEN SUMBAWA. Oleh : Ady Purnama, Dini Eka Saputri

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI SALURAN DRAINASE PADA JALAN PASAR I DI KELURAHAN TANJUNG SARI KECAMATAN MEDAN SELAYANG (STUDI KASUS)

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

EVALUASI KAPASITAS SISTEM DRAINASE PERUMAHAN (Studi Kasus Perum Pesona Vista Desa Dayeuh Kecamatan Cileungsi)

PERENCANAAN KOLAM RETENSI SEBAGAI USAHA MEREDUKSI DEBIT BANJIR ( STUDI KASUS : KECAMATAN MEDAN SELAYANG KELURAHAN ASAM KUMBANG )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

PENATAAN DRAINASE DI KAWASAN KANTOR BADAN PUSAT STATISTIK KELURAHAN BUMI NYIUR KOTA MANADO

Jurnal Rancang Bangun 3(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJI ULANG SISTEM DRAINASE UNTUK MENGATASI BANJIR GENANGAN DI PERUMAHAN VILLA JOHOR, KEC. MEDAN JOHOR. Elgina Febris Manalu 1, Ir. Terunajaya, M.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

BAB 2 LANDASAN TEORI Tinjauan Umum

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

EVALUASI TEKNIS SISTEM DRAINASE DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI. ABSTRAK

Demikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya.

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... PENGANTAR...

BAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular di Kawasan Sumber Rejo. Kawasan Sumber Rejo terletak kecamatan yakni Kecamatan Pagar Merbau,

PENATAAN SISTEM DRAINASE DI KAMPUNG TUBIR KELURAHAN PAAL 2 KOTA MANADO

EVALUASI WADUK PUSONG SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI KOTA LHOKSEUMAWE KABUPATEN ACEH UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

Limpasan (Run Off) adalah.

EVALUASI SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN HELVETIA KOTA MEDAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

PENATAAN SISTEM DRAINASE DESA TAMBALA KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PENDAMPINGAN PERENCANAAN BANGUNANAN DRAINASE DI AREA PEMUKIMAN WARGA DESA TIRTOMOYO KABUPATEN MALANG

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN DIMENSI BATANG MOMONG UNTUK MENGURANGI TERJADINYA BANJIR DI JORONG DURIAN SIMPAI KECAMATAN SEMBILAN KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA

EVALUASI DAN ANALISA DESAIN KAPASITAS SALURAN DRAINASE KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS DARMA AGUNG MEDAN TUGAS AKHIR

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN JOSROYO PERMAI RW 11 KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

BAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. parameter yang tertulis dalam kriteria di bawah ini. Nilai-nilai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB III ANALISA HIDROLOGI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014)

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE DI KOTA PANGKALAN KERINCI KABUPATEN PELALAWAN RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitiannya berjudul " Efektivitas Saluran Drainase di Kawasan Kampus II

Transkripsi:

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Data Umum Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di bawah permukaan tanah maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan. (Menurut Wesli, Drainase Perkotaan, 2008). Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang khusus mengkaji kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota tersebut. Drainase perkotaan juga merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi kawasan permukiman, industri & perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga, dan lain-lain. Disain drainase perkotaan memiliki keterkaitan dengan tata guna lahan, tata ruang kota, master plan drainase kota dan kondisi sosial budaya masyarakat terhadap kedisiplinan dalam hal pembuangan sampah. 119

20 2.2 Karateristik Wilayah Studi 2.2.1 Genangan dan Permasalahannya Genangan atau banjir merupakan suatu permasalahan drainase perkotaan. Genangan dapat terjadi akibat air hujan. Faktor - faktor Penyebab Permasalahan Banjir di Medan saat ini, secara umum dijelaskan sebagai berikut: 1. Kondisi lahan daerah pengaliran sungai-sungai yang melewati kota sudah pada taraf yang sangat memprihatinkan, hal ini mengakibatkan peningkatan debit banjir yang sangat signifikan dengan bertambahnya Koefesien Run-Off. Daerah-daerah yang dulunya merupakan daerah resapan air yang diharapkan mampu menyimpan dan menahan air telah berubah fungsi menjadi daerah pemukiman bahkan beberapa diantaranya telah berubah menjadi daerah industri. 2. Permasalahan sampah di saluran-saluran drainase yang ada. Masalah ini merupakan masalah klasik yang menuntut kesadaran dan partisipasi masyarakat sekitar. 3. Bukaan/lubang disisi-sisi jalan yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada sepanjang jalan menuju ke saluran (Street Inlet) yang tidak terawat dengan baik sehingga menyulitkan air untuk mengalir dari jalan menuju saluran yang ada. Faktor khusus dari penyebab permasalahan banjir Medan : kurangnya saluran induk yang melayani sistem drainase makro kota medan, sedangkan saluran-saluran induk yang ada sekarang ini beberapa diantaranya dalam kondisi yang terlalu dangkal sehingga sulit untuk menarik air dari daerah sekitarnya. 120

21 2.2.2 Letak Geografis Pemerintahan pada kecamatan Medan Polonia mempunyai luas wilayah seluas 9,01 km2 yang terletak diatas permukaan Laut 27 meter dan yang terdiri dari 5 kelurahan. Batas wilayah secara administrasi adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun Dan Pemerintahan pada kecamatan Medan Johor mempunyai luas wilayah seluas ± 1.696 Ha yang terdiri dari 6 kelurahan. Batas wilayah secara administrasi adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun dan Medan Polonia Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namorambe dan Delitua Kabupaten Deli Serdang Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas 2.2.3. Tofografi dalam daerah pengaliran Kondisi topografi seperti corak, elevasi, gradient, arah pengaliran dan lainlain dari daerah pengaliran mempunyai pengaruh terhadap sungai dan hidrologi daerah pengaliran tersebut. Corak daerah pengaliran adalah faktor bentuk yakni perbandingan panjang sungai utama terhadap lebar rata-rata daerah pengaliran. 121

22 Jika faktor bentuk menjadi lebih kecil dengan kondisi skala daerah pengaliran yang sama maka hujan lebat yang merata akan berkurang dengan perbandingan yang sama sehingga kemungkinan terjadi banjir akan kecil. Elevasi daerah pengaliran dan elevasi rata-rata mempunyai hubungan dengan infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban dan pengisian air tanah. Gradien daerah pengaliran adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi waktu mengalirnya aliran permukaan, waktu konsentrasi dan mempunyai hubungan langsung terhadap debit banjir. Arah daerah pengaliran mempunyai pengaruh terhadap kehilangan evaporasi dan transpirasi karena mempengaruhi kapasitas panas yang diterima dari matahari. Perencanaan sistem drainase sangat ditentukan oleh topografi wilayah. Kesalahan data topografi akan mengakibatkan kerugian-kerugian yang tidak terduga akibat terjadinya banjir dan genangan yang timbul dari perencanaan sistem drainase yang salah. Gambar 2.1. Siklus terbentuknya drainase alamiah 122

23 2.2.4. Klimatologi Dengan adanya kutipan dari buku Badan Pusat Statistik, daerah Kecamatan Medan Polonia terletak pada ketinggian 27 meter diatas permukaan laut, mempunyai luas wilayah seluas 9,01 km2, dan daerah Kecamatan Medan Johor luas areal ±1.696 Ha. Dari hal diatas kita dapat mengetahui bahwa, permasalahan utama drainase adalah terjadinya genangan. Daerah genangan ini mencakup genangan potensial. Hal-hal yang perlu di catat adalah sebagai beriikut : 1. Petakan lokasi genangan yang berada dalam area studi. 2. Catat luas, tinggi dan lamanya genangan serta frekuensi dan waktu kejadian dalam satu tahun untuk masing-masing daerah genangan. 3. Catat penyebab genangan apakah disebabkan karena hujan atau karena tidak dapat mengalir dan lain-lain. Masalah banjir atau genangan yang terjadi pada lokasi tertentu dan penyebab banjir atau genangan tersebut dapat berasal dari kota itu sendiri, akibat kurang berfungsinya saluran drainase yang ada, juga berasal dari luar kotadisebabkan meluapnya sungai sekitarnya akibat terlalu mengalir air hujan dari bagian hulu. Besarnya kerugian tergantung besaran genangan meliputi luas, frekuensi, tinggi dan lamanya genangan, tetapi yang paling menentukan besarnya kerugian adalah nilai kegiatan yang ada dalam lokasi tersebut. Pendekatan umum mengenai penentuan alternatif pemecahan masalah drainase bertitik tolak dari penyebab utama timbulnya banjir/genangan itu sendiri. 123

24 Ditinjau dari segi fungsi pelayanan sistem drainase perkotaan diklasifikasi menjadi sistem drainase utama (major drainage sistem) dan sistem drainase lokal (minor drainage sistem). a. Sistem Drainase Utama Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran primer, sekunder dan tersier beserta bangunan kelengkapannya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. b. Sistem Drainase Lokal Yang merupakan dalam sistem drainase local adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industry dan komersial. Sistem ini melayani area lebih kecil dari 10 Ha. Bila ditinjau dari segi fisik (hirarki susunan saluran), sistem dainase perkotaan diklasifikasikan atas saluran primer, sekunder, tersier dan seterusnya. a. Sistem Saluran Primer Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder dimensi saluran relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan penerima air. b. Sistem Salura Sekunder Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dan saluran tersier dan limpasan air permukaan sekitarnya, dan meneruskan aliran ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. 124

25 c. Sistem Saluran Tersier Adalah saluran drainase yang menerima air dari sistem drainase lokal dan menyalurkannya ke saluran sekunder. 2.3. Analisa Hidrologi Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan drainase dan bangunan pengendalian banjir diperlukan Analisa Hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana: 2.3.1. Data Curah Hujan Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran dainase. Penentuan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun. 125

26 2.3.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah : - Distribusi Normal - Distribusi Log Normal - Distribusi Log Person III - Distribusi Gumbel Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan). Tabel 2.1 Parameter statistik yang penting Parameter Sampel Polpulasi Rata-rata X 1 = n n X i i= 1 ( X ) = xf ( x) µ = E dx Simpangan Baku (Standar deviasi) Koefisien Variasi Koefisien Skewness n 1 s = n 1 i= 1 G = n s CV = x n i= 1 ( ) 1 x i x 2 ( x x) ( n 1)( n 2) s 3 i 3 2 [( ) ] 1 { E } 2 σ = x µ E γ = σ CV = µ 2 [( x µ ) ] 3 σ (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34) 126

27 2.3.2.1 Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut : ( X ) ( x µ ) 2 1 = exp x σ 2π 2σ P 2 (2.1) Dimana : P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) X μ σ = variable acak kontinu = rata rata nilai X = simpangan baku dari nilai X Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan : K T X T X = (2.2) S Dimana : X T = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahunan X S KT = nilai rata-rata hitung variat = deviasi standar nilai variat = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss) 127

28 Nilai faktor frekuansi (K T ), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced Gauss). Tabel 2.2 Nilai Variabel Reduksi Gauss No Periode Ulang, T (tahun) Peluang K T 1 1,001 0,999-3.05 2 1,005 0,995-2,58 3 1,010 0,990-2,33 4 1,050 0,950-1,64 5 1,110 0,900-1,28 6 1,250 0,800-0,84 7 1,330 0,750-0,67 8 1,430 0,700-0,52 9 1,670 0,600-0,25 10 2,000 0,500 0 11 2,500 0,400 0,25 12 3,330 0,300 0,52 13 4,000 0,250 0,67 14 5,000 0,200 0,84 15 10,000 0,100 1,28 16 20,000 0,050 1,64 17 50,000 0,020 2,05 18 100,000 0,010 2,33 19 200,000 0,005 2,58 20 500,000 0,002 2,88 21 1,000,000 0,001 3,09 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37) 2.3.2.2 Distribusi Log Normal Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut : 128

29 P ( X ) 1 exp Xσ 2π ( Y µ ) Y = 2 2σ Y 2 (2.3) Y = LogX Dimana : P(X) = peluang log normal X μy σy = nilai varian pengamatan = nilai rata-rata populasi Y = deviasi standar nilai variat Y Dengan persamaan yang dapat didekati : Y = Y K S (2.4) T + T K T YT Y = (2.5) S Dimana : Y T = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan Y S KT = nilai rata-rata hitung variat = deviasi standar nilai variat = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang 2.3.2.3 Distribusi Log Person III Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal. 129

30 Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III). Tiga parameter penting dalam LP III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal. Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III : - Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X - Hitung harga rata-rata : log X n log X i= = 1 n i (2.6) - Hitung harga simpangan baku : s = n i= 1 ( log X log X ) i n 1 2 0.5 (2.7) - Hitung koefisien kemencengen : n G = n i= 1 ( log X log X ) ( n 1)( n 2) s 3 i 3 (2.8) - Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus : log XT = log X + K.S (2.9) K adalah variable standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G, dicantumkan pada Tabel 2.3 130

31 Koef. 3.0 2.8 2.6 2.4 2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0-1.2-1.4-1.6-1.8-2.0-2.2-2.4-2.6-2.8-3.0 Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log Person III Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang) 10,101 12,500 2 5 10 25 50 100 Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded) 99 80 50 20 10 4 2 1-0.667-0.636-0.396 0.420 1,180 2,278 3,152 4,051-0.714-0.666-0.384 0.460 1,210 2,275 3,144 3,973-0.769-0.696-0.368 0.499 1,238 2,267 3,071 2,889-0.832-0.725-0.351 0.537 1,262 2,256 3,023 3,800-0.905-0.752-0.330 0.574 1,284 2,240 2,970 3,705-0.990-1.087-1.197-1.318-1.449-1.588-1.733-1.880-2.029-2.178-2.326-2.472-2.615-2.755-2.891-3.022-2.149-2.271-2.238-3.499-3.605-3.705-3.800-3.889-3.973-7.051-0.777-0.799-0.817-0.832-0.844-0.852-0.856-0.857-0.855-0.850-0.842-0.830-0.816-0.800-0.780-0.758-0.732-0.705-0.675-0.643-0.609-0.574-0.532-0.490-00469 -0.420-0.307-0.282-0.254-0.225-0.195-0.164-0.132-0.099-0.066-0.033 0.000 0.033 0.066 0.099 0.132 0.164 0.195 0.225 0.254 0.282 0.307 0.330 0.351 0.368 0.384 0.696 0.609 0.643 0.675 0.705 0.732 0.758 0.780 0.800 0.516 0.830 0.842 0.850 0.855 0.857 0.856 0.852 0.844 0.832 0.817 0.799 0.777 0.752 0.725 0.696 0.666 0.636 1,302 1,318 1,329 1,337 1,340 1,340 1,336 1,328 1,317 1,301 1,282 1,258 1,231 1,200 1,166 1,086 1,086 1,041 0.994 0.945 0.895 0.844 0.795 0.747 0.702 0.666 2,219 2,193 2,163 2,128 2,087 2,043 1,993 1,939 1,880 1,818 1,715 1,680 1,606 1,528 1,448 1.366 1,282 1,198 1,116 1,035 0.959 0.888 0.823 0.764 0.712 0.666 2,192 2,848 2,780 2,076 2,626 2,542 2,453 2,359 2,261 2,159 2,051 1,945 1,834 1,720 1,606 1,492 1,379 1,270 1,166 1,069 0.980 0.900 0.823 0.768 0.714 0.666 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 43) 3,605 3,499 3,388 3,271 3,149 3,022 2,891 2,755 2,615 2,472 2,326 2,178 2,028 1,880 1,733 1,588 1,449 1,318 1,197 1,087 0.990 0.905 0.832 0.796 0.714 0.667 2.3.2.4 Distribusi Gumbel Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat didekati dengan persamaan : 131

32 X = X + SK (2.10) Dimana : X = harga rata-rata sample S = nilai varian pengamatan Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan : K Y Y Tr n = (2.11) S n Dimana : Y n = reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n S n = reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n Y Tr = reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini. Y Tr Tr 1 = ln ln (2.12) Tr Tabel 2.4 : Standard Deviasi (Y n ), Tabel 2.5 : Reduksi Variat (Y Tr ) dan Tabel 2.6 : Reduksi Standard Deviasi (S n ) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.11. 132

33 Tabel 2.4 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220 20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353 30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5403 0.5410 0.5418 0.5424 0.5346 40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481 50 0.5486 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518 60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545 70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567 80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585 90 05586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599 100 0.5600 0.5602 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5510 0.5611 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51) Tabel 2.5 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel Periode Ulang, TR Reduced Variate, YTR Periode Ulang, TR Reduced Variate, YTR (Tahun) (Tahun) (Tahun) (Tahun) 2 0.3668 100 4.6012 5 1.5004 200 5.2969 10 2.251 250 5.5206 20 2.9709 500 6.2149 25 3.1993 1000 6.9087 50 3.9028 5000 8.5188 75 4.3117 10000 9.2121 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52) Tabel 2.6 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.94 0.96 0.99 0.99 1.00 1.020 1.03 1.04 1.049 1.056 20 1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.091 1.09 1.10 1.104 1.108 30 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.128 1.13 1.13 1.136 1.138 40 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.151 1.15 1.15 1.157 1.159 50 1.10 1.16 1.16 1.16 1.16 1.168 1.16 1.17 1.172 1.173 60 1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.180 1.18 1.18 1.183 1.184 70 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.189 1.19 1.19 1.192 1.193 80 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.197 1.19 1.19 1.199 1.200 90 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.203 1.20 1.20 1.205 1.206 10 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.208 1.20 1.20 1.209 1.209 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)44e 133

34 2.3.3. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut : 2 3 R24 24 I = (2.13) 24 t Dimana : I = Intensitas Hujan (mm/jam) R 24 t = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) = lamanya hujan (jam) Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24) jam. 2.3.4. Koefisien Limpasan Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah 134

35 aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff). Sebagaimana telah diuraikan dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap oleh vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan air lainnya, maka hujan akan jatuh ke permukaan bumi dan sebagian menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung kepermukaan tanah menuju alur aliran yang terdekat. Faktor factor yang berpengaruhi limpasan aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : - Faktor meteorologi yaitu karateristik hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan. - Karateristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan. Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besaran harga koefisien pengaliran (C). Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGuen, 1989 disajikan secara Tabel 2.4. 135

36 Tabel 2.7 Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk Metode Rasional, McGuen, 1989 Deskripsi Daerah Koefisien Sifat Permukaan Koefisien Perdagangan 0.70-0.95 Jalan Daerah Kota/dekat Aspal 0.70 0.95 Permukiman 0.50 0.70 Beton 0.80 0.95 Rumah tinggal 0.30 0.50 Batu bata 0.70 0.85 Kompleks 0.40 0.60 Batu kerikil 0.15 0.35 Permukiman 0.25 0.40 Jalan raya dan trotoir 0.70 0.85 Apartemen 0.50 0.70 Atap 0.75 0.95 Industri 0.50 0.80 Lapangan rumput 0.005 010 Industri ringan Tanah berpasir Industri berat 0.60 0.90 Kemiringan 2 0.10 0.15 Taman, kuburan 0.10-0.25 Rata-rata 2-7 0.15 0.20 Lapangan bermain 0.10 0.25 Curam (7 Daerah halaman KA 0.20 0.40 Lapangan rumput Daerah tidak terawat 0.10 0.3 Tanah keras Kemiringan 2 0.13 0.17 Rata-rata 2-7 0.18 0.22 Curam (7 0.25 0.35 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 81) 2.3.5. Debit Rencana Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya aleh banjir. Pemilihan atas metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut : Qp = 0,278C. Cs. I. A (2.14) 136

37 Dimana : Qp = Debit rencana (m 3 /dtk) C Cs I A = Koefisien aliran Permukaan = Koefisien tampungan = Intensitas Hujan (mm/jam) = Luas daerah Pengaliran (Ha). Luas daerah pengeringan pada umumnya diwilayah perkotaan terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karateristik permukaan tanah yang berbeda (subarea) sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda dan untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan masing-masing sub area. Untuk penentuan koefisien limpasan harus dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang ditetapkan oleh rencana kota. Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relative mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini : 2Tc Cs = 2 Tc + Td (2.15) 137

38 2.3.6. Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik control. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut : 0.385 2 0.87xL Tc = 1000 (2.16) xs Dimana : Tc L S = Waktu Konsentrasi (jam) = Panjang saluran (km) = Kemiringan rata-rata saluran Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (t o ) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran t d sehingga Tc = t o + t d. 0,167 2 n t o = x3.28xlx 3 (2.17) S t d Ls = (2.18) 60V 138

39 Dimana : t o = inlet time ke saluran terdekat (menit) t d n S L Ls V = conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) = angka kekasaran manning = kemiringan lahan (m) = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m) = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m) = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik) Titik terjauh t o menuju saluran darainase t o Saluran drainase Jarak aliran T d = Waktu aliran dalam saluran Titik pengamatan t o = waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran drainase Titik terjauh t o menuju saluran darainase Gambar 2.2. Lintasan Aliran Waktu Inlet Time (To) dan Conduit Time (Td) 2.4. Kriteria Hidrolika Kriteria Hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup. 139

40 2.4.1. Saluran Terbuka Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang : - Lahan yang masih memungkinkan (luas) - Lalu lintas pejalan kakinya relative jarang - Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran : Kecepatan Dalam Saluran Chezy V= C RI (2.19) Dimana : V = Kecepatan rata-rata dalam m/det C = Koefisien Chezy R = Jari-jari hidrolis (m) I = Kemiringan atau gradient dari dasar saluran Koefisien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut : - Kutter : 0,0015 1 23+ + C = s n (2.20) n (23 + 0,00155) 1+ R s 1 1 6 - Manning : C = R (2.21) R 140

41 - Bazin : 87 C = m 1+ R (2.22) Dimana : V = kecepatan (m/det) C = koefisien Chezy (m½/det) R = jari-jari hidraulis (m) S = kemiringan Dasar Saluran (m/m) n = koefisien kekasaran Manning (det/m⅓) m = koefisien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran Debit aliran bila menggunakan rumus Manning 1 2 1 3 2 3 Q = AV. = R I. A( m / det) (2.23) n Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi. Penampang Saluran Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit meksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran meksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik R maksimum. 141

42 Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hadraulik maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti yang telah kita pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang trapezium. 1. Penampang Persegi Paling Ekonomis Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air. Gambar 2.3. Penampang Saluran Persegi Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis : A = B. h (2.24) P = B + 2h (2.25) B = 2h atau B h = (2.26) 2 Jari-jari hidroulik R : A B. h R = = (2.27) P B + 2h 142

43 2. Penampang Saluran Trapesium Paling ekonomis Luas penampang melintang A dan Keliling basah P, saluran dengan penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan dinding 1:m (gambar 2.4.) dapat dirumuskan sebagai berikut : Gambar 2.4 Penampang Saluran Ttrapesium A = ( B + mh)h (2.28) P = B + 2h m 2 + 1 (2.29) B = P 2h m 2 + 1 (2.30) Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya m = 1/ 3 atau Ө = 60. Dapat dirumuskan sebagai berikut : 2 B = h 3 (2.31) 3 2 A = h 3 (2.32) - Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria) - Luas penampang (A) = (b+mh)h(m²) - Keliling basah (P) = b+2h 1+m² (m) - Jari-jari hidrolis R = A/P (m) 143

44 1 2 1 3 3 2 - Kecepatan aliran V = R I ( m / det) (2.33) n 2.4.2. Saluran Tertutup Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedang pada saluran tertutup gaya penggerak tersebut dilakukan oleh gradient tekanan. Ketentuan-ketentuan mengenai aliran bagi saluran tertutup yang penuh adalah tidak berlaku pada saluran terbuka. Pendekatan yang digunakan di Indonesia dalam merancang drainase perkotaan masih menggunakan cara konvensional, yaitu dengan menggunakan saluaran terbuka. Bila digunakan saluran yang ditanam dalam tanah biasanya berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan saluran tersebut tidak terisi penuh (dalam arti tidak tertekan), sehingga masih dapat dipergunakan persamaan saluran terbuka. Saluran tertutup umumnya digunakan pada : Daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan) Daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat Lahan yang dipaki untuk lapangan parker. 2.4.3 Dimensi Saluran Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh saluran (Qs dalam m 3 /det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan oleh hujan rencana (Q T dalam m 3 /det). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan persamaan berikut: 144

45 Qs Q T (2.34) Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan rumus seperti di bawah ini: Qs = AsV. (2.35) Di mana: As = luas penampang saluran (m 2 ) V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det) Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning sebagai berikut: 2 3 1 2 1 V =. R. S (3.36) n As R = (3.37) P Di mana: V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det) n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.9) R = Jari-jari hidrolis (m) S = Kemiringan dasar saluran As = luas penampang saluran (m 2 ) P = Keliling basah saluran (m) 145

46 Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Koefisien Kekasaran Manning Tipe Saluran a. Baja b. Baja permukaan Gelombang c. Semen d. Beton e. Pasangan batu f. Kayu g. Bata h. Aspal (Wesli, 2008, Drainase Perkotaan : 97) Koefisien Manning (n) 0,011 0,014 0,021 0,030 0,010 0,013 0,011 0,015 0,017 0,030 0,010 0,014 0,011 0,015 0,013 Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang di gunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.9 Tabel 2.9 Nilai Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Bahan Bahan Saluran Kemiringan dinding (m) Batuan/ cadas 0 Tanah lumpur 0,25 Lempung keras/ tanah 0,5 1 Tanah dengan pasangan batuan 1 Lempung 1,5 Tanah berpasir lepas 2 Lumpur berpasir 3 Sumber: ISBN: 979 8382 49 8 146