SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BERSAMA LINDUNGI HAK-HAK MASYARAKAT ADAT PAPUA

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan

Surat Pernyataan Pers: Wujudkan Kedaulatan Pangan Rakyat: Hentikan Proyek MIFEE di Papua

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Rilis Pers Bersama. Perppu Ormas Ancaman bagi Demokrasi dan Negara Hukum

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Masyarakat Adat di Indonesia dan Perjuangan untuk Pengakuan Legal

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015

Suku Yerisiam Gua Gugat PT.Nabire Baru Dengan Cara Adat dan Hukum Negara

Focuss Group Discussion (FGD)

Yang Mulia Ketua dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi ; Para Pemohon dan Termohon serta hadirin persidangan yang saya hormati.

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

Undang-undang Keterbukaan Infomasi

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB IV PENUTUP. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 7, yang meliputi ; adalah persoalan yang serius dan extraordinary, maka juga perlu

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PENANAMAN MODAL ECOLINE SITUMORANG

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri daerahnya. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan sosio-politis yang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN DAN ATAU PENGANGKATAN PERANGKAT DESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

BAB V KESIMPULA DA SARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG

KAJIAN HARMONISASI RUU PENYIARAN BADAN LEGISLASI DPR RI 2017

PENDAHULUAN. dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG (BPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

Transkripsi:

SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia PELIBATAN PENYANDANG DANA, DALAM KONFLIK PTPN II DAN MASYARAKAT DI KABUPATEN JAYAPURA (KEEROM) A. SEJARAH KONFLIK 1. Konflik MA Keerom dan PTPN II Pertama : bahwa pemerintah Kabupaten Jayapura, sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat yang menguasai hak atas sumber daya alam masyarakat adat Keerom telah melakukan tindakan melawan hukum berupa penipuan, penyerobotan / perampasan hak atas sumber daya tanah dan hutan dari masyarakat adat Keerom sebagai pemilik yang sah. Kedua : bahwa sebagaimana luas dan lokasi yang telah di sepakati antara masyarakat adat Keerom dan Pemerintah Kabupaten Jayapura adalah tanah seluas 500 hektar dan berlokasi di wilayah berhutan dan bukan pada area yang saat ini menjadi area konsesi. Namun dengan berbagai cara dan dalil, pemerintah berhasil menguasai area yang menjadi Wilayah Kelola Rakyat (WKR) / sumber-sumber penghidupan tersebut. Adapun cara yang di gunakan pemerintah untuk mengubah luas dan lokasi yang telah di sepakati adalah sbb: (1). Pada tahun 1982 sebelum land clearing, pemerintah meminta masyarakat menandatangani surat dengan menyodorkan lembaran tanda tangan (saja). Sedangkan redaksi / isi surat tersebut di tutup (tertutup); alasan penandatanganan surat tersebut adalah bahwa alat berat akan di turunkan ke lokasi namun sebelum alat di turunkan masyarakat harus menandatangani surat dimkasud. (2). Usai menandatangani surat tersebut, kira-kira berselang 2 (dua) bulan, kemudian pemerintah (Bupati: Bas Youwe,alm, Sekda: Yosep Leroks, dan Camat: Frans Dumatubun), kembali menemui masyarakat. Kedatangan ini dengan menyuguhkan minuman beralkohol kepada para tokoh masyarakat

setempat. Dalam keadaan beralkohol, pemerintah menyampaikan niatnya bahwa mereka ingin miliki tanah yang berdekatan dengan masyarakat agar masyarakat dapat mengawasi lokasi tersebut dari gangguan keamanan. (3). Selain itu pemerintah juga menyampaikan bahwa sawit dan sagu bisa tumbuh bersama-sama (berdampingan) karena keduanya berduri. Dengan keterbatasan pemahaman, dan kondisi yang telah dikuasai alkohol para tokoh masyarakat setuju dengan penyampaian pemerintah. Atas persetujuan masyarakat, tahun 1985 alat berat di turunkan ke lokasi dusun sagu atau diluar dari area yang di sepakati bersama, dan membabat habis dusun sagu yang menjadi sumber pangan lokal Masyarakat Adat Keerom dan sumber kehidupan lainnya. Disitulah awal mula terjadinya konflik. Ketiga : bahwa pemerintah menguasai lokasi dan luasan area yang di rubah secara sepihak, adalah dengan pandangan stigmatisasi gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hal senada juga di ungkapkan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahwa apabila masyarakat tidak memberi lokasi, sama hal-nya dengan masyarakat menyembunyikan OPM (Organisasi Papua Merdeka). Keempat : bahwa selama 15 tahun (1983-1998) perusahaan beroperasi tanpa Hak Guna Usaha (HGU). Dan hal ini sangat bertentangan dengan aturan perundangan yang berlaku secara nasional di Indonesia. Sejak tahun 1998 barulah perusahaan menggunakan HGU. Setelah dikeluarkannya HGU tahun 1998, perusahaan menghitungnya sebagai tahun dimulainya masa kontrak dengan jangka waktu 35 tahun (1998-2033). Jika di hitung dari tahun 1983, untuk jangka waktu 35 tahun maka perusahaan harus mengakhiri investasinya tahun 2018. Kelima : bahwa adanya ruang investasi bagi korporasi, selain pemberian izin oleh pemerintah, terindentifikasi pula bantuan pendanaan dari pihak penyandang dana. Hal ini merupakan arah kebijakan pihak penyandang dana yang lebih berorientasi pada nilai profit tanpa memiliki niat partisipasi dalam perlindungan manusia dan lingkungan di Papua secara khusus, dan Indonesia pada umumnya.

Keenam : Disamping permasalahan / konflik Masyarakat Adat Keerom dan PTPN II yang di latarbelakangi oleh pembiayaan, ada juga upaya perusahaan (korporasi), yang tergabung dalam APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia) dan GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) yang ingin menguasai tanah dan hutan di Indonesia pada umumnya dan Papua khususnya melalui RUU Perkelapasawitan yang sedang dalam proses pembahasan di DPR adalah pembungkaman akses Masyarakat Adat terhadap hutan dan lingkungannya. Ketujuh : bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagai wakil rakyat mestinya menjadikan beragam konflik lahan/ agraria, kerusakan lingkungan hidup, dan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia serta berdampak pada kehidupan sosial, budaya Masyarakat Adat, adalah akibat dari masifnya korporasi maka seharusnya DPR tidak mengkhianati rakyatnya dengan membahas RUU Perkelapasawitan tersebut. Kedelapan : Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua melalui pengelolaan Sumber Daya Alam, secara khusus hutan dan lingkungan hidup, Provinsi Papua memiliki Perdasus 21/2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan yang lahir dari amanat UU 21/ 2001 tentang OTSUS merupakan dasar hukum yang legal di Negara Kesatuan Republik Indonesia berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian Walhi Papua dan TuK Indonesia menyerukan, menegaskan serta meminta semua komponen/ elemen bangsa untuk menghargai dan menjalankan amanat konstitusi dengan cara-cara yang adil, jujur dan bijaksana. B. DAMPAK Sebagai akibat dari hadirnya PT. Perkebunan Nusantara II, kebun Arso yang terfasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura kala itu, telah memunculkan konflik dan beragam masalah yang di alami masyarakat hingga saat ini, diantaranya : hilangnya lokasi perburuan, hilangnya wilayah tangkapan ikan, hilangnya dusun sagu sebagai sumber pangan lokal, hilangnya sumber mata air dsb. serta aksi protes yang masih berlanjut hingga saat ini.

Perusahaan juga memberi harapan dan berjanji akan membangun rumah warga, mendirikan sekolah, dan masyarakat akan mempunyai kendaraan (roda dua / empat), jika bekerja pada perusahaan. Namun semua hanya janji semata. Hal serupa juga di alami oleh Masyarakat Adat di Distrik Arso Timur, dimana pengalaman buruk ini belum terselesaikan, pemerintah berlanjut dengan memberi izin kepada PT. Rajawali Group, hingga saat masih berkonflik tanpa ada proses penyelesaian. Konsekwensi yang timbul akibat politik investasi merupakan kolaborasi dan orientasi bernilai profit yang tak terhindarkan dari pihak-pihak pemberi dana (penyandang dana) sebagai tujuan utama tanpa memilki keprihatinan terhadap rusaknya ekologi, manusia dan sumber penghidupan lainnya yang digunakan untuk hidup yang berkelanjutan, adil dan lestari. Akan sangat berdampak negative bilamana RUU Perkelapasawitan menjadi payung hukum bagi konsorsium perusahaan dan akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan baik sesama Masyarakat Adat, maupun Masyarakat Adat dengan pihak perusahaan. C. REKOMENDASI Mencermati sikap pemerintah, perusahaan, dan penyandang dana serta berbagai dampak seperti yang telah disebutkan diatas, maka Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Eksekutif Daerah Papua dan Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia menyatakan bahwa : 1. Walhi Papua dan TuK Indonesia meminta pemerintah (Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura dan Pemda Province Papua), agar segera menyelesaikan konflik / masalah yang dihadapi oleh Masyarakat Adat Keerom atas sumber daya alam (tanah dan hutan), yang digunakan sebagai area konsesi PTPN II, karena penguasaan area konsesi tersebut dilakukan dengan cara PENIPUAN, PERAMPASAN / PENYEROBOTAN dan STIGMA NEGATIF. 2. Walhi Papua dan TuK Indonesia meminta Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II agar segera mempertanggung jawabkan segala perbuatan yang berdampak pada kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM serta kehidupan social budaya Masyarakat Adat Keerom dan segera

merealisasikan semuan janji-janji nya serta tuntutan Masyarakat Adat Keerom saat ini. 3. Walhi Papua dan TuK Indonesia meminta pertanggung jawaban pihak penyandang dana atas pelibatannya melalui pinjaman kredit kepada perusahaan sawit PTPN II. Sebab segala konsekwensi yang di terima Masyarakat Adat Keerom dengan keberadaan PTPN II, tidak terlepas dari dukungan pembiayaan - penyandang dana; 4. Walhi Papua dan TuK Indonesia meminta OJK (Otoritas Jasa Keuangan) agar segera secara tegas menindak penyandang dana yang terlibat membiayai korporasi perusak hutan, termasuk dalam kasus PTPN II. Selanjutnya kepada pihak penyandang dana agar secara sadar menghentikan pembiayaan kepada perusahaan yang mengabaikan tanggung jawabnya dalam perlindungan HAM dan lingkungan hidup. 5. Walhi Papua dan TuK Indonesia meminta Presiden dan Kementrian LHK segera mengeluarkan NSPK (Norma Standar Prosedur Kriteria) sebagai syarat / pedoman implementasi Perdasus 21/2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan sebagai payung hukum yang di pandang penting dan efektif memelihara, mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutan secara adil dan lestari serta berkelanjutan di Papua. Adalah pelanggaran HAM dan memberi preseden buruk bilamana NSPK tersebut di tahan tanpa kepastian, namun perizinan selalu di keluarkan kementrian LHK untuk perusahaan yang berinvestasi di Papua. 6. Pencabutan JR (Judicial Review) oleh APHI dan GAPKI sudah sepatutnya mereka lakukan karena Judicial Review atas pasal-pasal dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah melawan kaidah yang sudah berlaku secara universal. Dan upaya JR sangat melawan mandate konstitusi dan jaminan negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 7. Walhi Papua dan TuK Indonesia menolak dengan tegas : a). Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perkelapasawitan yang diusulkan oleh konsorsium perusahaan (Assosiasi Pengusaha Hutan Indonesia dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indnesia) dan yang sedang dibahas di DPR karena berpeluang menciptakan konflik, pelanggaran HAM, dan

perampasan lahan serta kerusakan lingkungan hidup dengan landasan RUU tersebut. b). DPR adalah wakil rakyat dan bukan wakil perusahaan, sehingga kami meminta dengan tegas kepada lembaga pemegang mandate rakyat (DPR), agar secara sadar, jujur dan bijaksana menghentikan pembahasan RUU dan memberi ruang hidup bagi masyarakat adat mengelola sisa hutan yang ada. 8. Walhi Papua dan TuK Indonesia meminta Presiden Joko Widodo, segera mengeluarkan / memperpanjang Moratorium izin dengan jangka waktu 25 tahun dan mereview seluruh izin di Indonesia, penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi serta penyempurnaan tata Kelola Hutan. 9. Walhi Papua dan TuK Indonesia meminta pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, agar menghentikan pemberian rekomendasi izin bagi perusahaan/industri ekstraktif yang ingin berinvestasi/melakukan ekspansi di seluruh Tanah Papua karena pengalaman menunjukan bahwa kehadiran perusahaan tidak memberikan keuntungan apapun bagi masyarakat adat pemilik tanah dan kekayaan alam, sebaliknya membabat habis potensi hutan yang menyebabkan degradasi dan deforestasi yang semakin tinggi, menimbulkan konflik berkepanjangan bagi masyarakat adat, dan bersekongkol dengan aparat negara melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bahkan menghilangkan nyawa orang tidak bersalah. CP : 1. Walhi Papua : Aiesh Rumbekwan : +61 81344524394 Abner Mansai Ar : +62 811481566 2. TuK Indonesia : Abdul Wahid : +62 81381464445