BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Disparitas produk..., Raja Iskandar Rambe, FE UI, 2010.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BADAN PUSAT STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

PEMBANGUNAN DAN KETIMPANGAN WILAYAH PANTAI BARAT DAN PANTAI TIMUR SUMATERA UTARA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. modal manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pertumbuhan

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagaimana halnya dengan pengertian pembangunan pada umumnya, pembangunan daerah juga merupakan persoalan yang multi-dimensi. Banyak aspek yang terkait, banyak pihak yang terlibat, dan karena itu banyak kepentingan, kekuasaan dan kecenderungan dari masing-masing pihak yang berpengaruh dan mesti dipertimbangkan dalam pembahasan pembangunan daerah. (Abidin;2004). Sudah merupakan hal yang lumrah dan dipandang alamiah, bahwa tingkat pembangunan dan perkembangan ekonomi satu daerah berbeda dengan daerah lain. Perbedaan ini antara lain karena adanya perbedaan topographi, sumberdaya alam, kegiatan ekonomi serta jumlah penduduk. Perbedaan yang demikian juga dapat terjadi sebagai akibat dari perbedaan sejarah sesuatu daerah dalam proses pembentukan negara yang menentukan keberadaan suatu daerah dalam negara tersebut. Daerah-daerah itu dalam pasal 18 UUD 45 disebut sebagai daerah-daerah yang bersifat otonom, yang diatur dengan perlakuan khusus dalam bidang administrasi yang ditetapkan dengan undang-undang (UUD 45 pasal 18). Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah ini selanjutnya mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat dari sesuatu kebijakan publik atau karena pengaruh eksternal yang tak dapat dikendalikan, sehingga menimbulkan kecenderungan perubahan-perubahan baru. Perubahan itu boleh jadi mengarah pada pemerataan, atau sebaliknya mengarah pada diskripansi yang makin melebar. Dalam kajian perencanaan pembangunan daerah (regional planning) kecenderungan diskripansi pembangunan antar daerah (regional disparities) ini dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting (urgent). Alasannya, tanpa ada sesuatu kebijakan yang bersahaja untuk mencegahnya, proses pembangunan yang berlangsung sering mengakibatkan diskripansi atau ketimpangan ini cenderung makin lebar. (Abidin;2004) 1

2 Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan terus mengalami peningkatan. Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sumber: Data BPS 2009 Perkembangan pertumbuhan ekonomi sejak krisis moneter tahun 1997/1998 (Gambar 1) mengalami percepatan terutama dalam periode 2004-2008. Pada tahun 2004 hingga 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 4,78 % - 5,60 % (BPS, 2009). Khususnya pada tahun 2005, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi, karena pertumbuhan ekonomi global jauh di bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5,60 %, sedangkan pertumbuhan ekonomi global hanya mencapai 3,20 %. Sebagai gambaran pula, negara-negara maju mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, seperti negara Amerika Serikat pertumbuhan ekonominya hanya mencapai 3,60 %, Jepang 2,40 %, Kanada 2,90 %, Australia 2,90 %, Jerman 1,10 %, Belanda 0,70 %, dan Inggris 1,60%. Akselerasi ini didukung pula dengan makin seimbangnya sumber pertumbuhan ekonomi dimana investasi makin penting perannya, sementara konsumsi masyarakat tetap terjaga tinggi tingkat pertumbuhannya.. Dalam perspektif jangka menengah dan jangka panjang, Indonesia tetap membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dalam dekade mendatang mengingat beberapa hal. Pertama, perubahan dalam teknologi

3 telah menurunkan elastisitas penciptaan lapangan kerja per 1% pertumbuhan ekonomi. Artinya jika kita ingin menurunkan tingkat pengangguran menuju sekitar 4-5%, maka dalam dekade mendatang sektor non migas Indonesia harus selalu mampu tumbuh di atas 7%. Fenomena ini terjadi di seluruh dunia dan memaksa banyak negara melakukan reorientasi strategi pembangunan ekonominya. Kedua, Tingkat kemiskinan Indonesia juga masih tergolong tinggi. Sebagian besar keluarga Indonesia masih hidup sedikit di atas garis kemiskinan. Laju pertumbuhan yang lebih tinggi dalam beberapa dekade mendatang akan kita butuhkan bukan hanya untuk mengentaskan kemiskinan absolut (dewasa ini sekitar 6%) namun juga untuk mengurangi penduduk yang tergolong nyaris miskin (near poor) yang jumlahnya hampir separuh rakyat Indonesia. Kelompok rumah tangga yang nyaris miskin ini tergolong rentan terhadap gejolak baik yang sifatnya individual maupun global atau sistemik. Penguatan kelompok ini merupakan bagian yang sangat penting dalam menggerakkan perekonomian domestik dan proses transisi demokrasi mengingat kelompok ini merupakan bagian penting dari kelas menengah. Kita juga perlu mengembalikan kinerja sektor penghasil barang (tradables) yang tertinggal dalam proses percepatan pertumbuhan ekonomi 5 tahun terakhir. Pertumbuhan sektor tradables yang cepat, sangat dibutuhkan untuk membiayai investasi dan pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri di masa mendatang.menurut Tambunan (2001), pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan prasyarat utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Pertambahan penduduk akan terus terjadi dan berarti kebutuhan ekonomi juga akan bertambah besar, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Konsekuensi yang harus dihadapi atas fenomena di atas adalah pertumbuhan ekonomi harus lebih besar dari pertumbuhan penduduk agar pertumbuhan pendapatan per kapita dapat tercapai. Namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diorientasikan untuk peningkatan pendapatan per kapita, dapat menyebabkan pola pembagian dari pertumbuhan itu sendiri kurang diperhatikan, sehingga mengakibatkan

4 timbulnya disparitas pendapatan di masyarakat. Walaupun demikian, di dalam teori pembangunan ekonomi adanya disparitas merupakan kondisi perlu bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, yang mengandung makna bahwa pada awal pembangunan (untuk menggenjot angka pertumbuhan) diperlukan pembangunan yang terkonsentrasi di satu atau beberapa daerah. Jika melihat distribusi PDB berdasarkan penggunaan, ekonomi negara dapat digerakkan oleh semua komponen PDB yaitu dari kontribusi konsumsi rumah tangga, pembentukan modal kerja tetap domestik bruto (investasi), pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor. Pada tahun 2004, kontribusi komponen-komponen PDB paling besar terhadap ekonomi Indonesia yang tumbuh sebesar 4,10 % berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah. Kontribusinya terhadap PDB tahun 2004 masingmasing sebesar 69,34% dan 9,16%. Kontribusi dari komponen lain, yaitu pembentukan modal tetap bruto (investasi) sebesar 19,72%, dan ekspor impor barang/jasa sebesar 5,54% (BPS, 2005). Provinsi Sumatera Utara memiliki keunikan tersendiri dalam kerangka perekonomian nasional. Provinsi ini adalah daerah agraris yang menjadi pusat pengembangan perkebunan dan hortikultura di satu sisi, sekaligus merupakan salah satu pusat perkembangan industri dan pintu gerbang pariwisata di Indonesia di sisi lain. Ini terjadi karena potensi sumber daya alam dan karakteristik ekosistem yang memang sangat kondusif bagi pembangunan ekonomi daerah dan nasional.secara administratif, Provinsi Sumatera Utara terbagi menjadi 19 kabupaten dan 7 kota dengan Medan sebagai ibukota proivnsi. Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator terpenting dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dan merupakan hal yang sangat

5 penting dalam penentuan nasib suatu bangsa (Lane dan Erson,2002). Suatu negara akan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Dalam perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara biasanya dipergunakan angka Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan pertumbuhan ekonomi tiap daerah di Indonesia, menunjukkan adanya disparitas. Khususnya apabila dilihat perbandingan pertumbuhan ekonomi per pulau, pada tahun 2003 disparitas pertumbuhan ekonomi per pulau sangat terlihat jelas sesuai dengan nilai pertumbuhan ratarata PDRB per kapita pulau. Rata-rata pertumbuhan PDBR per kapita per pulau tertinggi terjadi di Pulau Sulawesi yang mencapai 4,32 % dan Pulau Jawa sebesar 3,88 %. Disparitas terjadi antara rata-rata pertumbuhan ekonomi kedua pulau di atas dengan pulau-pulau yang lain, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Bali dan Nusa Tenggara serta Pulau Maluku, Maluku Utara dan Papua. Rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita di Pulau Sumatera hanya sebesar 0,70 %, Pulau Kalimantan sebesar 2,02 %, Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 2,64 %, Pulau Maluku, Maluku Utara, Papua hanya sebesar 0,78 %. (BPS;2004). Rendahnya rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita di Sumatera disebabkan oleh menurunnya PDRB per kapita di Propinsi Riau dan Kep. Riau yang sangat besar mencapai 25,48 %. Dan rendahnya pertumbuhan PDRB per kapita di Maluku, Maluku Utara dan Papua disebabkan oleh menurunnya PDRB per kapita di Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat. (Farid dan Irawan; 2007). Provinsi Sumatera Utara yang memiliki 30 Kabupaten/Kota dengan potensi daerahnya yang relatif berbeda telah mengalami disparitas pendapatan. Gejala disparitas pendapatan perkpita antar kabupaten/kota di Provisi Sumatera Utara dapat digambarkan pada tabel 1.2 dengan menggunakan indikator PDRB perkapita atas dasar harga konstan 2000 dari tahun 2005 sampai dengan 2007.

6 Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Column1 Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 (1) (2) (3) (4) Kabupaten 1 Nias 3524455 3686636 3930595 2 Mandailing Natal 3864014 3826922 4036725 3 Tapanuli Selatan 4124559 4346092 4479129 4 Tapanuli Tengah 3148611 3156520 3278022 5 Tapanuli Utara 4809865 5066911 5223677 6 Toba Samosir 8527447 8414648 8890383 7 Labuhan Batu 8527447 7480311 7823209 8 Asahan 10017609 10293037 6903598 9 Simalungun 5292447 5444628 5699142 10 Dairi 6254208 6367513 6658987 11 Karo 8224137 7968385 8167326 12 Deli Serdang 7007613 7097625 7272541 13 Langkat 5898438 5808584 6013173 Kota 14 Sibolga 6331930 6428893 6692413 15 Tanjung Balai 7468769 7551912 7684976 16 Pemantang Siantar 6735841 6989419 7308632 17 Tebing Tinggi 6460242 6691874 7018280 18 Medan 12411650 13174001 14090603 19 Binjai 6439516 6605547 6868205 Sumatera Utara 7130696 7383039 7775393 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan IV tahun 2007 meningkat 1,20 persen dibanding triwulan III tahun 2007 (quartal to quartal). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor bangunan sebesar 4,17 persen. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 2,12 persen, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 2,08 persen. Besaran PDRB Sumatera Utara pada triwulan IV tahun 2007 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp. 50,02 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 25,21 triliun. Terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara triwulan IV tahun 2007 sebesar 1,20 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan sumbangan

7 sebesar 0,45 persen, disusul oleh sektor pertanian dan sektor bangunan yang memberi andil sama yaitu 0,21 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,14 persen, dan sektor industri pengolahan sebesar 0,11 persen. Sementara sektor-sektor perekonomian lainnya menyumbang dibawah 0,05 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tahun 2007 dibandingkan dengan triwulan III tahun 2007 meningkat sebesar 2,86 persen. Pada triwulan yang sama pengeluaran konsumsi pemerintah meningkat 1,23 persen, pembentukan modal tetap bruto 2,71 persen, ekspor barang dan jasa 2,13 persen dan impor barang dan jasa 8,42 persen. Disisi penggunaan, sebagian besar PDRB Sumatera Utara pada triwulan IV tahun 2007 digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 54,36 persen, disusul oleh ekspor neto 20,59 persen (ekspor 36,20 persen dan impor 15,61 persen), pembentukan modal tetap bruto 13,91 persen dan konsumsi pemerintah 9,32 persen. (BPS;2008) Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor penyebab disparitas antar daerah di Indonesia antara lain adalah konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi antar daerah, perbedaan sumber daya alam (SDA), perbedaan kondisi geografis antar wilayah, dan kurang lancarnya perdagangan antar propinsi. Mengenai faktor kurang lancarnya perdagangan antar propinsi dapat disebabkan oleh kurang memadainya infrastruktur. Selain itu faktor infrastruktur juga sangat berpengaruh pada kinerja perdagangan luar negeri (ekspor-impor). Menurut Jhingan (1993), sesuai dengan teori pertumbuhan dari Harood- Domar, bahwah investasi memiliki peran kunci dalam pertumbuhan ekonomi yaitu menciptakan pendapatan dan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stock modal. Disparitas distribusi antar daerah dapat juga dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas pertumbuhan ekonomi atau pendapatan antar daerah (Tambunan, 2003 ). Pendidikan dapat menciptakan pembaharuan dalam bidang pengetahuan dan aspek kehidupan masyarakat. Rendahnya produktivitas secara regional (spasial) diperkirakan akan memiliki dampak tejadinya disparitas ekonomi

8 antar wilayah. Konsentrasi pekerja dengan tingkat produktivitas tinggi di suatu wilayah (disini dapat diartikan bahwa rata-rata pendidikan pekerja tersebut memadai). Akan berkorelasi positif dengan peningkatan PDRB (Produk Domestik Bruto) wilayah hal ini berlaku sebaliknya, dimana konsentrasi pekerja dengan produktivitas rendah akan berdampak perlambatan peningkatan PDRB Wilayah. Menurut Perdana (2005), variabel modal manusia yang dimasukkan dalam model pertumbuhan ekonomi dapat memberikan penjelasan sebagian tentang fenomena kesenjangan tingkat pendapatan perkapita. Asumsi dasar dalam menilai kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kesenjangan adalah pendidikan dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Penelitian empiris yang dilakukan prasasti (2006), dimana telah di temukan pengaruh positif dari tingkat pendidikan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia sehingga akan mepercepat terjadinya konvergensi pendapatan. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dan di sisi lain disparitas cukup tinggi, hal ini yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan, salah satunya dengan kemudahan mendapatkan kesempatan kerja. Silalahi (2005) menyatakan bahwa pada umumnya pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya keberhasilan dalam penurunan angka pengangguran, tetapi untuk kasus Indonesia hal tersebut tidak terjadi. Walaupun pertumbuhan ekonomi yang mencapai di atas 5 %, jumlah pengangguran di Indonesia justru meningkat padahal angka pencari kerja-baru tidak mengalami peningkatan yang pesat. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh rendahnya penyerapan tenaga kerja. Beberapa tahun terakhir ini, tingkat penyerapan tenaga kerja hanya mencapai 200.000 tenaga kerja setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 %, padahal sebelumnya tingkat penyerapan tenaga kerja mencapai 400.000 tenaga kerja setiap pertumbuhan ekonomi 1 %. Menurut Lane & Ersson (2002), secara implisit teori kesenjangan masyarakat mengisyaratkan adanya jurang ketimpangan kelimpahan kemakmuran ekonomi antara kelompok negara kaya dan miskin yang makin memburuk sejak berakhirnya perang dunia kedua. Terkait dengan

9 pertumbuhan ekonomi baik pada tingkat negara ataupun tingkat nasional, prediksi teori kesenjangan adalah selisih antara negara atau daerah kaya dengan negara atau daerah miskin akan terus meningkat. Hal ini disebabkan karena negara sedang berkembang sangat sulit untuk meningkatkan pendapatan perkapitanya karena adanya ledakan pertumbuhan penduduk dari masing-masing regional dan secara nasional. 1.2. Perumusan Masalah Berbicara tentang disparitas antar wilayah, berarti berbicara tentang distribusi pendapatan. Isu tentang distribusi pendapatan menjadi sorotan dalam debat politik, jika diasumsikan bahwa setiap individu di suatu wilayah mempunyai fungsi kepuasan yang sama dan konkaf, artinya bahwa equality pendapatan akan memaksimalkan kesejahteraan sosial. Betapa pentingnya pemeratan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh adanya peningkatan pendapatan dan perubahan distribusi pendapatan. Tetapi peningkatan pendapatan tidak akan banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sedangkan peningkatan pendapatan dalam arti meningkatkan pemerataan pendapatan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nyata. Permasalahan yang akan di teliti dalam penelitian ini yang diasumsikan menjadi penyebab terjadinya disparitas PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara perkapita antara lain : 1. Bagaimana perkembangan dan disparitas PDRB, Penduduk Kerja, dan Penduduk Kerja Tamat SMA Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara? 2. Apakah terdapat pengaruh disparitas jumlah penduduk yang bekerja, jumlah penduduk yang bekerja tamat minimal SLTA dan PMTDB terhadap PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara? 1.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah:

10 1. Adanya ketidakmerataan PDRB, PMTDB, Penduduk Kerja, dan Penduduk Kerja Tamat SMA Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara 2. Terdapat pengaruh jumlah penduduk yang bekerja, jumlah penduduk yang bekerja tamat minimal SLTA dan PMTDB terhadap disparitas PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telag diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melihat perkembangan dan disparitas PDRB, PMTDB, Penduduk Kerja, dan Penduduk Kerja Tamat SMA Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. 2. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk yang bekerja, jumlah penduduk yang bekerja tamat SMA dan PMTDB terhadap PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu untuk : 1. Manfaat ilmiah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengembangan dan pengkajian konsep tentang bagaimana aspek yang berkaitan dengan disparitas PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. 2. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi Kepala Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara tentang penanggulangan disparitas PDRB. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan dari tesis ini akan disusun sedemikian rupa sehingga penyajiannya secara runtut dan memudahkan pihak lain untuk memahaminya. Secara garis besar, susunannya sebagai berikut ;

11 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini terdapat sub-sub Latar Belakang,Perumusan Masalah, Hipotesis Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini terdapat sub-bab Konsep dan Defenisi, Landasan Teori, dan Tinjauan Penelitian Sebelumnya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini penulis akan menguaraikan tentang Teknis Analisis Disparitas Pendapatan, Spesifikasi Model, Jenis Sumber dan Pengumpulan Data serta Alat Analisis data. BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum Kabupaten kota di Sumatera Utara. Pembagian Wilayah berdasarkan wilayah Pembangunan di Propinsi Sumatera Utara, Pembagian wilayah Administrasi Pemerintahan di Sumaterai Utara, Demografis; Penduduk yang bekerja dalam lulusan SMA, Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, Tren Produk Domistik Regional Bruto. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang pembahasan Disparitas dan apa saja faktor penyebabnya BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran.