BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
ARAHAN PENGENDALIAN KONVERSI HUTAN LINDUNG MENJADI KEGIATAN BUDIDAYA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO KABUPATEN PELALAWAN-RIAU

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 14 TAHUN 2009 TENTANG

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2015

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Lahan Gambut Indonesia

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BAB 5 RTRW KABUPATEN

L E M B A R A N D A E R A H

PENDAHULUAN Latar Belakang

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru

fungsi jalan, harga lahan, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan ketersediaan sarana prasarana. C uste s r te I Cluster II

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menuju Pembangunan Hijau Kabupaten Kutai Barat: Tantangan Deforestasi dan Peluang Mengatasinya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKELAPASAWITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Tata Ruang. Provinsi Jambi

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

Karakteristik dan definisi Petani swadaya dalam konteks perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

Shared Resources Joint Solutions

BAB 2 Perencanaan Kinerja

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

Transkripsi:

183 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik konversi hutan lindung menjadi kegiatan budidaya di TN Tesso Nilo terdiri dari luas konversi, jenis pemanfaatan, dan laju konversi dari tahun 2003-2007. Dimana karakteristik konversi tersebut terdiri dari hutan lindung TN Tesso Nilo dan kawasan sekitarnya yang terdiri dari kawasan HPH PT. Nanjak Makmur, HPH PT. Hutani Sola Lestari, dan HPH PT. Siak Raya Timber. Adapun karakteristik konversi hutan lindung menjadi kegiatan budidaya adalah sebagai berikut: 1. Luas konversi dan perambahan hingga tahun 2007 masingmasing kawasan adalah sekitar 8.427 Ha, 7.198 Ha, 6.806 Ha, dan 12.374 Ha dengan total keseluruhan luas konversi dan perambahan hingga tahun 2007 adalah 34.805 Ha. 2. Untuk jenis pemanfaatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat perambah berupa area perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, tanaman pangan dan sebagainya serta lahan yang belum ditanami/semak belukar/lahan terlantar. 3. Sedangkan laju konversi yang terjadi hingga tahun 2007 untuk hutan lindung TN Tesso Nilo sekitar 23%, HPH PT. Nanjak Makmur sekitar 14%, HPH PT. Hutani Sola Lestari sekitar 36%, dan HPH PT. Siak Raya Timber sekitar 33%. Disamping itu juga, faktor penyebab dari kegiatan konversi dan perambahan di TN Tesso Nilo dan kawasan sekitarnya adalah sebagai berikut: Perijinan (sebagai faktor utama), dan Koordinasi, informasi, kebijakan, aksesibilitas, pertumbuhan penduduk serta perekonomian yang merupakan faktor pendukung.

184 Sedangkan dampak dari kegiatan perambahan dan konversi yang dilakukan sejumlah kelompok perambah yang terdiri dari: Dampak kegiatan deforestasi dan degradasi/penurunan kualitas lingkungan (sebagai dampak utama), dan Bencana alam dan terganggunya kelangsungan kehidupan satwa yang merupakan dampak pendukung. Sedangkan untuk arahan pengendalian konversi hutan lindung menjadi kegiatan budidaya di kawasan Taman Naional Tesso Nilo dan kawasan sekitarnya adalah sebagai berikut : 1. Taman Nasional Tesso Nilo Untuk faktor penyebab lapangan pekerjaan arahan pengendaliannya adalah adanya program kerjasama seperti program hutan kebersamaan (hutan kemansyarakatan) untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan kelestarian lingkungan. Aksesibilitas arahan pengendaliannya adalah penambahan personal pengontrol (polisi kehutanan) dan Peningkatan penjagaan akses keluar masuk kawasan agar tidak terjadinya konversi dan perambahan. adanya program pendataan identitas penduduk migrasi. Kebijakan arahan pengendaliannya adalah kejelasan aturan yang berlaku bagi pihak yang melakukan pelanggaran seperti zoning regulation yang di-perda-kan. Informasi arahan pengendaliannya adalah melakukan Koordinasi arahan pengendaliannya adalah peningkatan etos kerja pihak terkait seperti polisi kehutanan dalam melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap kawasan.

185 2. Kawasan HPH PT. Nanjak Makmur Untuk faktor penyebab Perijinan arahan pengendaliannya adalah Penahanan ijin hak kepemilikan bagi kelompok perambah melalui pemangku adat (disenyelir) sebagai pihak yang memberi ijin kegiatan budidaya. Lapangan pekerjaan arahan pengendaliannya adalah pengenalan program kerjasama seperti program hutan kebersamaan (hutan kemansyarakatan) untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan kelestarian lingkungan Aksesibilitas arahan pengendaliannya adalah Pembuatan ijin khusus untuk melewati jalan yang melewati kawasan HPH. Operasi yustisi secara signifikan terutama pada penduduk pendatang dan pembatasan penduduk yang ingin memasuki kawasan HPH PT. Nanjak Makmur. Kebijakan arahan pengendaliannya adalah Pembuatan kebijakan rencana khusus pemanfaataan HPH PT. Nanjak Makmur. Informasi arahan pengendaliannya adalah Melakukan Koordinasi arahan pengendaliannya adalah Peningkatan koordinasi dan pengawasan antar pihak/lembaga yang terkait. 3. Kawasan HPH PT. Hutani Sola Lestari Untuk faktor penyebab Perijinan arahan pengendaliannya adalah Pencabutan perijinan hak kepemilikan bagi kelompok perambah melalui pemangku adat (disenyelir) sebagai pihak yang memberi ijin kegiatan budidaya. Lapangan pekerjaan arahan pengendaliannya adalah Pengadaan kegiatan hutan kebersamaan (hutan

186 kemansyarakatan) untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan kelestarian lingkungan secara signifikan. Aksesibilitas arahan pengendaliannya adalah Peningkatan penjagaan akses keluar masuk kawasan dan membuka jaringan transportasi baru yang tidak merusak HPH. Operasi yustisi secara signifikan terutama pada penduduk pendatang dan pembatasan penduduk yang ingin memasuki kawasan HPH PT. Hutani Sola Lestari Kebijakan arahan pengendaliannya adalah Pembuatan kebijakan rencana khusus pemanfaataan HPH PT. Sola Lestari. Informasi arahan pengendaliannya adalah Melakukan Koordinasi arahan pengendaliannya adalah Peningkatan koordinasi dan pengawasan antar pihak/lembaga yang terkait secara intensif. 4. Kawasan HPH PT. Siak Raya Timber Untuk faktor penyebab Perijinan arahan pengendaliannya adalah Penahanan ijin hak kepemilikan dan pengenaan denda bagi kelompok perambah melalui pemangku adat (disenyelir) sebagai pihak yang memberi ijin kegiatan budidaya. Lapangan pekerjaan arahan pengendaliannya adalah Pengadaan kegiatan hutan kebersamaan (hutan kemansyarakatan) untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan kelestarian lingkungan secara bertahap. Aksesibilitas arahan pengendaliannya adalah Pembuatan ijin khusus dan Penambahan personal pengontrol (polisi kehutanan). Operasi yustisi secara signifikan terutama pada penduduk

187 pendatang dan pembatasan penduduk yang ingin memasuki kawasan HPH PT. Siak Raya Timber. Kebijakan arahan pengendaliannya adalah Pembuatan kebijakan rencana khusus pemanfaataan HPH PT. Siak Raya Timber.. Informasi arahan pengendaliannya adalah Melakukan Koordinasi arahan pengendaliannya adalah Peningkatan koordinasi dan pengawasan antar pihak/lembaga yang terkait secara intensif. 5.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil-hasil temuan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa rekomendasi. Adapun rekomendasinya adalah sebagai berikut: 1. Penemuan karakteristik konversi, faktor penyebab konversi, dampak konversi beserta arahan pengendalian konversi hutan lindung dapat dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan peraturan-peraturan pengendalian yang lebih efektif dalam bentuk insentif-disinsentif berdasarkan preventif dan kuratif. Peraturan pengendalian tersebut harus memberikan efek secara psikologis kepada para kelompok pelaku konversi dan perambahan maupun calon konversi dan perambahan terhadap hutan lindung. 2. Upaya pengurangan dan pembebasan kawasan hutan lindung menjadi kegiatan budidaya memerlukan kerjasama pemerintah, swasta, pemangku adat, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat setempat. Upaya tersebut dapat berupa pengawasan dan pengontrolan hutan lindung melalui pemetaan baik secara administratif maupun operasional serta pengendalian pemanfaatan secara partisipatif. 3. Pengendalian pemanfaatan kawasan hutan lindung apalagi Taman Nasional harus dilakukan. Hasil penelitian ini

188 diharapkan dapat menjadikan sebagai salah satu informasi awal dalam penyusunan pengendalian instrument yang berupa instrument insentif dan disinsentif berdasarkan preventif dan kuratif. Implementasi dari instrument ini perlu dilengkapi dengan instrument pendukung seperti penerbitan instrument pengendalian daerah tentang instrument insentif dan disinsentif berdasarkan preventif dan kuratif di kawasan hutan lindung.