VII. SISTEM AGRIBISNIS GANDUM LOKAL

dokumen-dokumen yang mirip
VI. ANALISIS USAHATANI GANDUM LOKAL

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - RAWA PASANG SURUT Individu petani

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LAPORAN PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - IRIGASI Individu petani

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

1 SET B. KELOMPOK TANI SEHAMPARAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

1 SET A. INDIVIDU PETANI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

VII ANALISIS PENDAPATAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN *

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

Transkripsi:

VII. SISTEM AGRIBISNIS GANDUM LOKAL 7.1. Subsistem Usahatani Gandum Lokal Informan usahatani ditetapkan berdasarkan Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) pada desa-desa target observasi. Rincian sebaran desa target observasi dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Data Poktan dan Gapoktan Responden Gandum Lokal Berdasarkan Desa Observasi di Kecamatan Tosari Tahun 2009 Desa Gapoktan Poktan Luas Lahan Potensial (Ha) Karya Makmur 63,10 Tosari Guyup Rukun Barokah 15,50 Tengger Indah 55,50 Sido Makmur 27,50 Sembada I 132,22 Ngadiwono Sembada Sembada II 128,20 Sonogiri 165,10 Sukakarya 123,40 Tani Makmur I 99,70 Podokoyo Podomakmur Tani Makmur II 9,22 Subur Makmur I 75,10 Subur Makmur II 99,00 Sumber : Balai Pelaksana Penyuluh Pertanian Kecamatan Tosari, diolah (2009) Petani-petani di Kecamatan Tosari telah menanam gandum sejak akhir masa penjajahan Belanda, namun tidak berkembang pada saat masa kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di tiga desa utama (Tosari, Ngadiwono, dan Podokoyo). Petani mulai menanam gandum kembali pada tahun 2001 melalui kegiatan uji adaptasi (Dem Farm) yang diselenggarakan oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) Jawa Timur. Petani mulai menanam secara kelompok pada tahun 2004. Luas tanam meningkat pesat pada tahun 2004 dan 2005, yaitu sebesar 135 dan 165 hektar (Deptan 2008). Pemanenan gandum perdananya dilakukan oleh Menteri Pertanian dan Gubernur Jawa Timur pada tahun 2004. Persentase petani melakukan kegiatan usahatani gandum secara berkelompok sebesar 73 persen. Sedangkan sisanya (27 persen) dilakukan secara perorangan (Tabel 26).

Tabel 26. Cara Usahatani di Kecamatan Tosari Tahun 2009 Cara Usahatani Jumlah Persentase (%) Berkelompok 11 73 Perorangan 4 27 Total 15 100 Kegiatan penanaman gandum secara berkelompok telah dilakukan sejak tahun 2004 (40 persen). Persentase ini mengalami fluktuasi hingga tahun 2009. Penanaman secara berkelompok mulai meningkat pesat, yaitu sebesar 73 persen pada tahun 2009. Rincian persentase yang mengalami fluktuasi penanaman gandum secara berkelompok dapat dilihat pada Gambar 7. 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gambar 7. Sebaran Penanaman Gandum secara Berkelompok di Kecamatan Tosari Tahun 2004-2009 7.1.1. Motivasi dan Hambatan Petani dalam Usahatani Gandum Lokal Petani memiliki motivasi dan tujuan yang berbeda dalam melakukan usahatani gandum. Motivasi utama petani yang masih tetap menanam gandum adalah posisi gandum sebagai tanaman alternatif di musim kemarau berdasarkan pengamatan yang diperoleh di Kecamatan Tosari. Petani melakukan pencarian terhadap komoditas yang dapat ditanam di musim kemarau, karena: 1) Jenis lahan garapan di Kecamatan Tosari merupakan ladang tadah hujan yang kering berpasir (tegalan). Mayoritas lahan kering dibiarkan kosong (bera) pada musim kemarau karena tidak terdapat ketersediaan air. 2) Komoditas utama petani adalah tanaman hortikultura (kentang, bawang daun, kubis, dan wortel) yang membutuhkan banyak ketersediaan air. 70

3) Pengolahan lahan membutuhkan banyak tenaga dan waktu ketika memasuki awal musim hujan karena tanah yang diberakan menjadi keras. Motivasi lainnya timbul karena dampak yang diperoleh dari motivasi pertama, seperti: penghasilan tambahan pada saat musim kering dan rotasi tanaman. Persentase terbesar responden melakukan penanaman gandum adalah sebagai alternatif pengisi kekosongan lahan waktu musim kering (Tabel 27). Tabel 27. Motivasi Petani Menanam Gandum di Kecamatan Tosari Tahun 2009 No Faktor Jawaban Responden Persen (%) 1 Sebagai penambah penghasilan di musim kering 7 23 2 Rotasi tanaman dan pemutus siklus hama 4 13 3 Tanaman alternatif pengisi kekosongan lahan pada saat musim kering 10 33 4 Mendukung Ketahanan pangan alternatif 4 13 5 Memperbaiki struktur dan kesuburan tanah (konservasi) 2 7 6 Coba-coba siapa tahu berhasil 1 3 7 Biaya produksi usahatani < Hortikultura 2 7 Total 30 100 Keterangan: Setiap Responden Diberikan Dua Alternatif Jawaban Kendala petani untuk tidak melakukan penanaman gandum dapat muncul disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) pengalaman kurang baik dalam menanam gandum sebelumnya dan (2) belajar dari pengalaman petani lainnya yang mendapatkan hasil kurang baik (bagi petani yang belum pernah menanam). Kendala terbesar dalam usahatani gandum lokal adalah kebiasaan pola tanam yang masih sulit dirubah, yaitu sebesar 30 persen (Tabel 28). Tabel 28. Kendala Produksi Gandum di Kecamatan Tosari Tahun 2009 No Kendala Jawaban Persen (%) 1 Pola tanam yang masih sulit untuk dirubah 9 30 2 Anomali cuaca 5 17 3 Hama dan penyakit tanaman 3 10 4 Benih yang kurang baik mutunya 3 10 5 Kurang sosialisasi/penyuluhan/pelatihan 6 20 6 Tenaga kerja buruh tani yang terbatas 4 13 Total 30 100 Keterangan: Setiap Responden Diberikan Dua Alternatif Jawaban 71

Pola tanam yang sulit dirubah karena petani-petani yang belum pernah menanam gandum cenderung membandingkan tingkat penerimaan dan pendapatan usahatani gandum terhadap kentang walaupun gandum dapat dijadikan tanaman alternatif di musim kering. Petani lebih yang membandingkan antara komoditas gandum lokal dengan hortikultura hanya dari sisi finansialnya, memiliki kecenderungan untuk membiarkan lahan dalam keadaan kosong (bera) dibandingkan dilakukan penanaman gandum. Kendala produksi gandum kedua adalah kurang sosialisasi terhadap petani sehingga motivasi petani menjadi labil. Tanaman gandum akan mengalami gagal panen jika hujan terjadi pada saat menjelang panen. Waktu panen memiliki keterkaitan erat dengan awal tanam. Petani responden harus menanam pada waktu yang tepat, yaitu sekitar pertengahan hingga akhir Bulan Mei agar dapat melakukan pemanenan pada Bulan September. Namun, biasanya pada Bulan Mei masih terdapat tanaman kentang di lahan garapan dimana petani menunda tahap pemanenan untuk mendapatkan harga jual yang baik. Pengunduran tahap pemanenan ini akan berimplikasi pada pengunduran awal tanam gandum sehingga risiko gagal panen menjadi semakin besar karena panen gandum tidak dapat ditunda. Petani yang mengalami pemanenan pada Bulan Juni dan tidak memiliki pengairan yang baik cenderung untuk membiarkan lahan (bera) selama musim kemarau. 7.1.2. Panen dan Pascapanen Gandum Lokal Kegiatan pemanenan biasanya dilakukan pada Bulan September berdasarkan petunjuk teknis Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan. Rincian persepsi kebiasaan panen petani dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Persepsi Petani terhadap Kebiasaan Panen Gandum di Kecamatan Tosari Tahun 2009 No Bulan Panen Jumlah Petunjuk Teknis (%) Sesuai Tidak Sesuai Tidak 1 Agustus-September 2-13,33-2 September 3 1 20,00 6,67 3 September-Oktober 1 1 6,67 6,67 4 Oktober 3 1 20,00 6,67 5 November 1 2 6,67 13,33 Total 10 5 66,67 33,33 72

Masa tanam gandum berkisar 4-5 bulan sehingga panen ideal adalah Bulan September dengan asumsi awal tanam pada akhir Bulan Mei atau Awal Bulan Juni. Rata-rata persepsi petani dalam melakukan kegiatan pemanenan telah sesuai dengan petunjuk teknis, yaitu Bulan September. Petani yang melakukan panen melebihi Bulan September karena mengalami kemunduran masa tanam gandum. Hambatan kegiatan pemanenan gandum yang biasa dikeluhkan petani, antara lain: 1) Proses pemanenan membutuhkan waktu yang cukup lama (kurang efisien) 2) Keterbatasan tenaga kerja 3) Alat panen belum memadai dan masih tradisional 4) Anomali cuaca 5) Serangan hama Pilihan metode tradisional diambil karena kondisi lahan memiliki kemiringan yang cukup tajam, yaitu sekitar 40-45 o. Petani mengalami kesulitan pada tahap pemanenan karena belum ada teknologi tepat guna yang dapat dibawa ke lahan. Pemanenan gandum harus dilakukan secara serentak dalam jangka waktu tertentu sehingga tidak terjadi penundaan pemanenan. Namun, pemanenan masih dilakukan secara manual. Keterbatasan jumlah tenaga kerja menjadi permasalahan tersendiri di Kecamatan Tosari. Mesin perontok (thresher) belum dapat digunakan secara optimal karena biji gandum yang dirontokkan belum dapat bersih secara total dan mesin berukuran besar. Penyusutan pun terjadi pada saat pengangkutan hasil panen gandum dari lahan ke rumah petani karena mesin perontok tidak dapat dibawa ke lahan. Kegiatan panen ini menjadi kurang efisien dan efektif karena petani harus menanggung beban berat jerami (tambahan biaya) yang seharusnya dapat ditinggalkan di lahan. Pengadaan mesin perontok gandum yang dapat dibawa ke lahan dapat mempercepat proses pemanenan gandum. Petani lebih sibuk untuk mempersiapkan komoditas yang akan ditanam menjelang musim hujan dibandingkan fokus untuk pemanenan gandum. Hama dan penyakit tidak menjadi permasalahan umum walaupun tanaman gandum tidak dikelola secara intensif. Batang jerami dan kulit biji banyak dijadikan sebagai pupuk kompos dalam penanganan produk sampingan (by product). Proses pengolahan pupuk sangat sederhana, yaitu sisa panen dikembalikan ke lahan dan dibiarkan membusuk, kemudian ditimbun dalam tanah. 73

Petani yang melakukan proses penyimpanan sebesar 33 persen, sedangkan sisanya (67 persen) tidak melakukan proses penyimpanan. Petani melakukan penyimpanan karena masih mengumpulkan panen dan pengeringan hasil panen. Gudang penyimpanan hasil panen sangat penting dalam kegiatan pascapanen. Gudang penyimpanan khusus tanaman gandum di Kecamatan Tosari belum dapat ditemui sehingga hasil panen sementara dikumpulkan di rumah setiap petani dalam kondisi tertumpuk. Penumpukkan hasil panen ini menyebabkan peningkatan kelembaban hasil panen sehingga dapat mendorong tumbuhnya kecambah-kecambah pada biji gandum dan penurunan kualitas hasil panen. Petani tidak melakukan proses pengeringan karena waktu panen yang cenderung sudah memasuki musim hujan sehingga petani mengambil alternatif untuk segera menjual kepada Mantri Tani Kecamatan Tosari sebagai utusan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan. Petani gandum memiliki karakteristik penyimpanan sesuai dengan kategori penyimpanan, terdiri dari: bentuk panen, cara, alas, lokasi, pengatur suhu, ventilasi, dan kesesuaian juknis. Seluruh petani melakukan penyimpanan, dalam bentuk rontokkan (biji), dengan cara dibariskan menjajar atau ditumpukkan antar karung. Alas yang banyak digunakan karung sisa atau bekas, sedangkan sisanya menggunakan papan biasa dan terpal. Lokasi penyimpanan rata-rata berada di lumbung dekat lahan (pondok), gudang belakang rumah, dan rumah. Mayoritas petani memilih lumbung dekat lahan karena dapat memudahkan proses pengiriman hasil panen dan biasanya tanpa melakukan proses pengeringan (hasil panen langsung dimasukkan ke dalam gudang). Penyimpanan di dalam rumah dan gudang belakang dipilih karena akan melakukan proses pengeringan. Suhu di Kecamatan Tosari sudah dingin sehingga pengatur suhu tidak dilakukan oleh petani. Penyimpanan yang biasa dilakukan memiliki penentuan masa simpan, yaitu berkisar 7-30 hari. Persepsi petani mengenai kesesuaian gudang simpan dengan petunjuk teknis (juknis) gudang simpan dan penyimpanan, mayoritas (80 persen) petani menyatakan tidak mengetahui juknis tersebut secara baik. Sedangkan sisanya (20 persen) menyatakan telah sesuai dengan juknis karena gudang yang berdiri merupakan bantuan dari pemerintah. Rincian perbandingan kondisi gudang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 30. 74

Tabel 30. Perbandingan Kondisi Gudang Simpan Petani Responden di Kecamatan Tosari dengan Petunjuk Teknis Departemen Pertanian Tahun 2009 No Bimbingan Teknis Kondisi Mayoritas Gudang 1 Tidak bocor atau tempias Gudang bersifat multiguna 2 Lantai padat (terbuat dari semen atau beton) Lantai masih merupakan tanah 3 Memiliki ventilasi yang cukup Terdapat ventilasi namun kondisi (sirkulasi terjaga) cenderung lembab 4 Bebas dari gangguan hama dan Ventilasi tidak dilengkapi kawat penyakit (ventilasi bersih dan ruangan kasa tertutup kawat kasa) 5 Penyusunan teratur dengan baik Penyusunan tidak teratur Kendala-kendala yang dihadapi petani dalam gudang penyimpanan, meliputi: peralatan gudang, gudang simpan yang kurang memadai, dan kendala hama gudang. Persentase kendala terbesar adalah peralatan gudang yang kurang memadai, yaitu mencapai 55,56 persen (Gambar 8). 11,11% Gudang kurang memadai 33,33% Peralatan kurang memadai 55,56% Hama gudang/pengandalian hama gudang Gambar 8. Kendala dalam Gudang Penyimpanan Gandum Lokal di Kecamatan Tosari Tahun 2009 Solusi yang dapat ditawarkan berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, antara lain: (1) pelatihan pengolahan dan penyimpanan, (2) bantuan alatalat penyimpanan yang layak, dan (3) bantuan pembuatan gudang yang layak. Solusi tersebut dapat berimplikasi pada peningkatan kemampuan petani dalam kegiatan pascapanen sehingga akan memperbesar persentase hasil panen. 7.2. Subsistem Pengolahan Gandum Lokal Informasi mengenai gandum lokal, tepung gandum lokal, dan produkproduk olahannya sudah diketahui oleh masyarakat berdasarkan hasil wawancara persepsi dari pengusaha kue berbasis tepung di Kecamatan Tosari. Persepsi ibu- 75

ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai pengusaha kue sebagai informan dikaji untuk mengetahui pengetahuan masyarakat olahan komoditas gandum lokal. Gandum lokal yang telah dihasilkan dapat diolah, meliputi: 1) Gandum dapat diolah menjadi bubur gandum 2) Gandum dapat dibuat menjadi tepung 3) Gandum merupakan bahan baku tepung terigu 4) Tepung gandum berwarna krim (keabu-abuan) 5) Tepung gandum dapat diolah menjadi kue Mayoritas penyebaran informasi tentang gandum dan pengolahannya berasal dari satu sumber, yaitu Mantri Tani Kecamatan Tosari dan Istrinya. Seluruh responden mengungkapkan bahwa belum pernah menerima pelatihanpelatihan mengenai pengolahan tepung gandum. Persentase responden yang menyatakan informasi tentang gandum dan produk olahannya kurang jelas sebesar 67 persen. Sedangkan sisanya (37 persen) menyatakan cukup jelas. Responden belum menjadikan tepung gandum lokal sebagai bahan baku untuk membuat kue dan makanan lain walaupun telah mengetahui mengenai tepung gandum lokal. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya tepung gandum lokal di pasar. Jenis usaha responden adalah pengolahan makanan berbahan baku tepung terigu. Usaha pengolahan tepung berskala industri rumah tangga dengan produksi baik pesanan maupun rutin. Kebutuhan bahan baku tepung setiap pengusaha kue sebanyak 158 kilogram per minggu dengan harga rata-rata tepung terigu mencapai Rp 8.000. Jenis kue-kue yang diproduksi oleh pengusaha kue tersebut, antara lain: (1) kue-kue kering (100 persen), (2) kue-kue kukus (33 persen), (3) kue-kue basah (50 persen), dan (3) makanan tradisional (17 persen). Jenis makanan olahan yang diproduksi cukup bervariasi (Tabel 31). Aktivitas bisnis ini akan meningkatkan pendapatan responden dan juga penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Usaha pengolahan kue dapat memberikan manfaat tambahan jika tepung terigu yang digunakan merupakan produksi lingkungan sekitar sehingga dapat memberikan nilai (value) tersendiri. Seluruh responden berminat untuk mengunakan tepung gandum (terigu) lokal jika memperhatikan beberapa hal, yaitu: (1) sosialisasi dan pelatihan mengolah tepung gandum menjadi makanan, terutama adopsi tepung gandum lokal yang berwarna 76

krim (kecoklatan), (2) ketersediaan tepung gandum (terigu) lokal di pasar, dan (3) penambahan alat-alat pembuatan makanan olahan. Tabel 31. Variasi Kue-Kue Berbahan Baku Tepung Terigu di Kecamatan Tosari Tahun 2009 Nama Kue Jenis Produksi Biaya per Biaya per per Minggu Satuan Minggu Kacang Bimoli Kue Kering* 45 15.000 675.000 Blok Coklat Kue Kering* 50 18.000 900.000 Kue Boneka Kue Kering* 50 18.000 900.000 Perut Ayam Kue Basah** 303 21.667 151.667 Terang Bulan Kue Basah** 266 27.500 192.500 Pukis Kue Kukus** 210 18.250 127.750 Keterangan: *) Satuan Produksi per Minggu dalam Toples **) Satuan Produksi dalam Satuan 7.3. Subsistem Pemasaran Gandum Lokal Mayoritas hasil panen yang dijual berbentuk biji gandum, (seperti rontokkan pada beras) sebesar 93 persen dan sisanya (tujuh persen) berbentuk ikatan berdasarkan pada informan petani gandum di Kecamatan Tosari. Mayoritas petani melakukan proses perontokkan sebelum dijual. Perontokkan dilakukan oleh pekerja dengan bantuan mesin perontok (thresher) dari Mantri Tani Kecamatan Tosari. Mesin perontok tersebut dibawa ke tiap dusun secara bergilir sesuai dengan jadwal pemanenan karena mesin tersebut berukuran cukup besar. Mayoritas responden (73 persen) menyatakan hasil panen yang dihasilkan dijual langsung ke Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan melalui Mantri Tani Kecamatan Tosari. Sebesar 20 persen menyatakan untuk menyalurkan pada Poktan atau Gapoktan dan lembaga tersebut menjual kepada Mantri Tani Kecamatan Tosari. Sisanya (tujuh persen) menyatakan bahwa hasil panen dikumpulkan oleh Mantri Tani Kecamatan Tosari. Jadi, saluran pemasaran atau distribusi hasil panen gandum hanya satu, yaitu Mantri Tani Kecamatan Tosari sehingga memiliki multi peran dalam pengembangan komoditas gandum lokal. Multi peran ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Mantri Tani merupakan penyuluh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan untuk memberikan arahan dalam penanaman gandum, (2) pasokan pupuk yang tidak menentu 77

(terkadang habis) dapat diatasi melalui Mantri Tani sehingga timbul kepercayaan petani terhadap Mantri Tani Kecamatan Tosari, dan (3) informasi pasar komoditas gandum belum seluas komoditas lain, maka petani akan selalu berkoordinasi dengan Mantri Tani mengenai penyaluran hasil panen. Pola distribusi gandum di Kecamatan Tosari dapat dilihat pada Gambar 9. Poktan/ Gapoktan Petani Mantri Tani Swasta (PT. Bogasari) Keterangan: = Jalur 1: Petani-Poktan/Gapoktan-Mantri Tani = Jalur 2: Petani-Mantri Tani = Saluran Akhir Distribusi Gandum = Hasil Panen Disimpan untuk Dijadikan Benih Gambar 9. Pola Distribusi Hasil Panen Gandum di Kecamatan Tosari Tahun 2009 Penjualan hasil panen gandum terhadap pihak swasta (PT. Bogasari) dalam jumlah yang sedikit. Mayoritas hasil panen gandum dikelola oleh Mantri Tani untuk dijadikan bibit kembali pada proses tanam berikutnya. Proses distribusi hasil panen dari petani kepada pembeli mayoritas responden (97 persen) menyatakan bahwa panen dibeli di tempat petani, sisanya (tujuh persen) menyatakan bahwa hasil panen diantar ke pembeli dengan ongkos kirim ditanggung pembeli. Persentase terbesar hubungan petani dengan pembeli bersifat mitra petani, yaitu sebesar 40 persen (Tabel 32). Tabel 32. Persepsi Petani terhadap Hubungan antara Petani dan Pembeli dalam Pola Distribusi Gandum Lokal di Kecamatan Tosari Tahun 2009 No Hubungan Persentase (%) 1 Bebas 7 2 Mitra Petani 40 3 Mintra (Sekaligus Kelompok Tani) 33 4 Pembina Kelompok 20 Total 100 78

Petani gandum lokal memiliki dua alasan utama dalam memilih pembeli, yaitu 1) pembeli berperan sebagai pembina petani dan koordinator tanam gandum lokal, dan (2) Mantri Tani dapat memanfaatkan seluruh panen gandum dengan baik untuk menjaminn keberlanjutan usahatani gandum. Harga jual ditentukan atas dasar kesepakatan pembeli dengan petani. Harga jual disepakatii sebelum tanam karena gandum merupakan komoditas baru sehingga petani belum mengetahui harga pasaran gandum. Persentase terbesar petani tidak mengalami kesulitan dalam pemasaran gandum lokal, yaitu sebesar 47 persen dan 40 persen menyatakan perlu perbaikan harga jual. Persepsi petani terhadap pasar dan pemasaran gandum lokal secara rinci dapat dilihat pada Gambar 10. Tidak ada masalah Harga Jual Saluran Pemasaran 13% 40% 47% Gambar 10. Persepsi Petani terhadap Pasar dan Pemasaran Gandum di Kecamatan Tosari Tahun 2009 Minoritas persentase persepsi petani dalam pemasaran gandum lokal adalah saluran pemasaran, yaitu sebesar 13 persen. Persepsi ini mengemukakan bahwa perlunya alternatif saluran pemasaran lain karena kondisi saluran pemasaran saat ini hanya kepada Mantri Tani Kecamatan Tosari secara terpusat. Ketergantungan saluran pemasaran terhadap satu pihak dapat mengancam keberlanjutan pengembangan gandum lokal dalam jangka panjang. Alternatif saluran pemasaran tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan pangsa pasar lokal, yaitu melakukan usaha tepung gandum (terigu) lokal yang memiliki banyak kegunaan. Pengelolaan tepung terigu lokal belum dilaksanakann secara optimal walaupun terdapat potensi penyerapan pasar lokal yang tinggi, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun industri rumah tangga di Kecamatan Tosari. 79

7.4. Analisis Anggaran Parsial dalam Upaya Peningkatan Kualitas Gandum Upaya peningkatan kualitas yang digunakan dalam analisis pendapatan usahatani adalah penggunaan mesin perontok (thresher) gandum dan mesin panen gandum tipe gendong yang sesuai dengan kondisi lahan di Kecamatan Tosari. Pengadaan alat pertanian ini sebagai upaya mekanisasi pertanian dalam peningkatan efisiensi pengelolaan usahatani. Pengadaan thresher menjadi fokus utama dalam pengembangan usahatani gandum karena seluruh petani responden memiliki permasalahan terhadap keterbatasan alat tersebut. Hal ini memiliki keterkaitan erat dengan karakteristik tanaman gandum yang harus segera dipanen sebelum hujan tiba. Selain efisien, penggunaan thresher yang dapat dibawa ke lahan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil panen gandum. Alat pertanian kedua adalah mesin panen gandum tipe gendong yang dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Metode anggaran parsial yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggaran keuntungan parsial. Analisis anggaran parsial dalam upaya peningkatan kualitas gandum lokal dilakukan melalui tiga tahap, antara lain: 1) Mengidentifikasi dan menghitung perubahan biaya karena penambahan mesin perontok (thresher) dan mesin panen gandum. 2) Mengidentifikasi dan menghitung perubahan pendapatan karena penambahan mesin perontok (thresher) dan mesin panen gandum. 3) Menghitung perubahan R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total karena penambahan mesin perontok (thresher) dan mesin panen gandum. Anggaran parsial yang disusun berdasarkan perubahan cara usahatani gandum, yaitu proses pemanenan dan perontokkan. Perubahan cara usahatani gandum lokal melalui penambahan teknologi tepat guna, yaitu penambahan mesin perontok (power thresher) dan mesin panen. Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan komponen usahatani lain, seperti biaya dan penerimaan usahatani (Tabel 33). Asumsi-asumsi digunakan melalui tiga pendekatan, yaitu: (1) penelusuran (browsing) internet, (2) Focus Group Discussion (FGD), dan (3) fakta-fakta yang diperoleh di Kecamatan Tosari. Asumsi harga mesin perontok dan mesin panen diperoleh berdasarkan alat pertanian padi yang telah dikelola secara komersil oleh Departemen Pertanian. 80

Tabel 33. Anggaran Parsial Pengadaan Mesin Perontok (Power Thresher) dan Mesin Panen Gandum Lokal per Hektar Tahun 2009 No Uraian Jumlah (Rp) 1 Perubahan yang dilihat = pembelian mesin perontok dan mesin panen gandum untuk menghemat tenaga dan dapat disewakan 2 Kerugian : a. Biaya tambahan : (1) Penyusutan mesin perontok (1/10 x Rp 7.000.000) 700.000,00 (2) Penyusutan mesin panen (1/10 x Rp 3.500.000) 350.000,00 (3) Bunga bank (6% x Rp 7.500.000) 420.000,00 (4) Bunga bank (6% x Rp 3.500.000) 210.000,00 (5) Biaya bahan bakar untuk mesin perontok (6 liter x Rp 5.000) 30.000,00 (6) Biaya bahan bakar untuk mesin panen (3 liter x Rp 5.000) 15.000,00 (7) Biaya pengangkutan (232,74 Kg x Rp 50/Kg) 116.371,94 b. Penghasilan yang hilang - c. Kerugian total 1.841.371,94 3 Keuntungan : a. Biaya yang dihemat : (1) TKLK perontokkan (40% x Rp 144.133,33) 57.653,33 (2) TKLK pemanenan (40% x Rp 329.546,67) 131.818,67 (3) TKDK perontokkan (40% x Rp 56.480,00) 22.592,00 (4) TKDK pemanenan (40% x Rp 498.126,67) 199.250,67 (5) Biaya pengangkutan (40% x Rp 116.371,94) 46.548,78 b. Penerimaan tambahan (1) Efisiensi hasil panen gandum (5% x 2.327,44 Kg = 116,37 Kg) Harga jual meningkat (33,33% x Rp 3.000 = Rp 1.000,00) Peningkatan harga jual (116,37 Kg x Rp 4.000,00) 465.487,78 (2) Peningkatan harga jual sebelumnya (2.327,44 Kg x Rp 1.000) 2.327.438,89 (3) Sewa mesin perontok (9 hari x Rp 50.000 per hari) 450.000,00 (4) Sewa mesin panen (9 hari x Rp 25.000 per hari) 225.000,00 c. Keuntungan total 3.925.790,11 4 Keuntungan tambahan 3c - 2c 2.084.418,17 5 Pertimbangan: a. Meningkatkan ketepatan waktu kerja b. Mengurangi risiko keterlambatan perontokkan gandum karena kelangkaan tenaga kerja c. Memerlukan pinjaman Rp 10.500.000 (Mesin panen dan mesin perontok ) 6 Catatan: a. Perhitungan per musim tanam (satu musim tanam per tahun dan mesin dipakai selama 10 musim tanam) b. Bunga bank BRI 6% per musim tanam 81

7.4.1. Perubahan Biaya Usahatani Penambahan dua mesin pertanian tersebut dapat meningkatkan biaya usahatani melalui penyusutan peralatan. Usia mesin perontok dan panen diperkirakan selama sepuluh tahun. Hal ini berdasarkan kesamaan usia mesin penyemprot pestisida (power thresher) yang telah digunakan oleh petani di Kecamatan Tosari yang dapat mencapai 15 tahun. Bunga bank yang digunakan adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) karena cukup ringan dibandingkan lembaga keuangan lain yang terdapat di Kecamatan Tosari. Penggunaan dua mesin tersebut juga dapat meningkatkan penggunaan bahan bakar minyak (bensin). Jumlah bensin yang dibutuhkan sesuai dengan deskripsi mesin pertanian tersebut melalui data sekunder dari Departemen Pertanian (Lampiran 7). Biaya pengangkutan diperoleh melalui penambahan hasil panen karena efisiensi penggunaan mesin. Penambahan mesin pertanian dapat menghemat biaya tenaga kerja, baik tenaga kerja luar keluarga (TKLK) maupun tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Tenaga kerja yang dihemat mencapai 40 persen. Informasi tersebut diperoleh melalui website Departemen Pertanian mengenai fungsi dan keunggulan dua mesin pertanian tersebut (Lampiran 8). Biaya pengangkutan dapat dihemat karena jerami gandum ditinggalkan di lahan (hanya biji gandum yang diangkut) sebagai implikasi dari penggunaan mesin perontokkan di lahan. 7.4.2. Perubahan Penerimaan Usahatani Penambahan mesin pertanian dapat meningkatkan penerimaan usahatani. Tambahan penerimaan usahatani diperoleh melalui peningkatan kuantitas hasil panen gandum lokal karena perontokkan dilakukan di lahan. Hal ini dapat mengurangi tingkat penyusutan yang terjadi karena hasil panen berceceran pada saat pengangkutan (karung rusak karena jerami ikut diangkut) dan kelembaban yang terjadi pada saat penyimpanan di rumah petani (biji gandum mengalami penyusutan). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kehilangan hasil panen padi mulai dari panen sampai penggilingan berkisar antara 12-20 persen dengan kontribusi susut karena perontokkan lebih dari 4,8 persen (Saepudin 2009) 11. Penulis mengasumsikan peningkatan kuantitas sebesar lima persen dari total produksi usahatani gandum lokal berdasarkan pernyataan tersebut. 11 Saepudin A. 2009. Thresher. http://saepudin-keinginanuntukmaju.blogspot.com/2009/09/ thresher.html. [3 Januari 2010] 82

Peningkatan harga terapresiasi karena kualitas hasil panen gandum mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil FGD, Mantri Tani sebagai pelaku pemasaran utama dapat menerima hasil panen gandum dengan harga Rp 4.000 per kilogram dengan kadar air kering panen sebesar 12-14 persen. Sedangkan kadar air hasil panen yang biasa diterima dari petani mencapai 22 persen. Tingginya kadar air tersebut belum termasuk kotoran panen. Hal tersebut mengakibatkan penurunan harga jual hasil panen gandum, yaitu mencapai Rp 1.000 per kilogram. Sehingga Mantri Tani Kecamatan Tosari dapat membeli hasil panen dengan harga Rp 3.000 per kilogram. Peningkatan harga jual dari produksi sebelumnya juga turut diperhitungkan dalam asumsi perubahan harga jual. Keuntungan yang diperoleh dari anggaran parsial ini sebesar Rp 2.084.418,17. Mesin perontok dan mesin panen dapat disewakan kepada petani lain yang membutuhkannya. Penyewaan dua mesin pertanian ini memiliki dua arti penting, yaitu pemeliharaan kinerja mesin pertanian dan penambahan sumber dana. Mesin pertanian digunakan sekali dalam setahun sehingga penyewaan mesin tersebut dapat terus berfungsi dan digunakan secara maksimal. Penyewaan juga dapat meningkatkan penerimaan untuk mengurangi bunga kredit yang dibebankan kepada pemilik sehingga panen gandum dapat diselesaikan secara serentak di Kecamatan Tosari. Permasalahan mengenai keterbatasan teknologi pertanian dalam proses pemanenan dan perontokkan dapat ditanggulangi dengan baik. Perubahan biaya dan penerimaan usahatani karena penambahan mesin pertanian dikelompokkan berdasarkan karakteristik komponen usahataninya (Tabel 34). Perubahan tersebut terdiri dari peningkatan dan penurunan untuk biaya usahatani. Peningkatan kualitas dan kuantitas hasil panen, serta penyewaan merupakan komponen penerimaan usahatani yang mengalami peningkatan. Biaya usahatani terdiri atas biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Penerimaan usahatani terdiri atas penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Modal pinjaman terhadap bank menghasilkan bunga bank yang digunakan untuk mengetahui pendapatan bersih yang diterima petani responden. Nilai negatif yang terdapat pada total perubahan biaya tunai, yaitu -Rp 74.648,83, menunjukkan bahwa biaya tunai mengalami penurunan. Nilai positif yang terdapat pada total perubahan lainnya menunjukkan bahwa total perubahan tersebut mengalami peningkatan. 83

Tabel 34. Pengelompokkan Perubahan Biaya dan Penerimaan Usahatani sebagai Implikasi Anggaran Keuntungan Parsial per Hektar Tahun 2009 No Uraian Jumlah 1 Perubahan biaya tunai (a) Peningkatan biaya tunai # Biaya bahan bakar untuk mesin perontok 6 liter x Rp 5.000 30.000,00 # Biaya bahan bakar untuk mesin panen 3 liter x Rp 5.000 15.000,00 # Biaya Pengangkutan 232,74 Kg x Rp 50/Kg 116.371,94 Total peningkatan biaya tunai 161.371,94 (b) Penurunan biaya tunai # Biaya pengangkutan 40% x Rp 116.371,94 46.548,78 # TKLK perontokkan 40% x Rp 144.133,33 57.653,33 # TKLK pemanenan 40% x Rp 329.546,67 131.818,67 Total penurunan biaya tunai 236.020,78 Total perubahan biaya tunai (a-b) -74.648,83 2 Perubahan biaya diperhitungkan (a) Peningkatan biaya diperhitungkan # Penyusutan mesin perontok 1/10 x Rp 7.000.000 700.000,00 # Penyusutan mesin panen 1/10 x Rp 3.500.000 350.000,00 Total peningkatan biaya diperhitungkan 1.050.000,00 (b) Penurunan biaya diperhitungkan # TKDK perontokkan 40% x Rp 56.480,00 22.592,00 # TKDK pemanenan 40% x Rp 498.126,67 199.250,67 Total penurunan biaya diperhitungkan 221.842,67 Total perubahan biaya diperhitungkan (a-b) 828.157,33 3 Perubahan penerimaan (a) Peningkatan penerimaan tunai # Peningkatan harga jual (116,37 Kg x Rp 4.000,00) 465.487,78 # Peningkatan harga jual sebelumnya (2.327,44 Kg x Rp 1.000,00) 2.327.438,89 Total peningkatan penerimaan tunai 2.792.926,67 (b) Peningkatan penerimaan diperhitungkan # Sewa mesin perontok 9 hari x Rp 50.000 450.000,00 # Sewa mesin panen 9 hari x Rp 25.000 225.000,00 Total peningkatan penerimaan diperhitungkan 675.000,00 Total perubahan penerimaan (a+b) 3.467.926,67 4 Bunga kredit (3) Bunga bank 6% x Rp 7.500.000 420.000,00 (4) Bunga bank 6% x Rp 3.500.000 210.000,00 Total bunga kredit 630.000,00 84

7.4.3. Perubahan R/C Usahatani Analisis usahatani gandum lokal mengalami perubahan karena penyusunan anggaran keuntungan parsial yang secara rinci ditunjukkan pada Tabel 35. Nilai R/C usahatani gandum lokal mengalami peningkatan yang cukup signifikan karena penambahan mesin perontok (thresher) dan mesin panen. R/C atas biaya tunai mencapai 2,61 dan R/C atas biaya total mencapai 1,48. Tabel 35. Perubahan Analisis Pendapatan Usahatani Gandum Lokal per Hektar Tahun 2009 No Uraian Satuan Total Nilai A Penerimaan Tunai Rp 9.249.777,78 Perubahan Penerimaan Tunai Rp 465.487,78 Total Penerimaan Tunai Rp 9.715.265,56 B Penerimaan Diperhitungkan Rp 59.977,78 Perubahan Penerimaan Diperhitungkan Rp 675.000,00 Total Penerimaan Diperhitungkan Rp 734.977,78 C Total Penerimaan (A+B) Rp 10.450.243,33 D Biaya Tunai Rp 3.792.745,36 Perubahan Biaya Tunai Rp -74.648,83 Total Biaya Tunai Rp 3.718.096,52 E Biaya Diperhitungkan Rp 3.277.872,22 Perubahan Biaya Diperhitungkan Rp 828.157,33 Total Biaya Diperhitungkan Rp 4.106.029,56 F Total Biaya (D+E) Rp 7.070.617,58 G Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-D) Rp 5.997.169,03 H Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) Rp 3.379.625,76 I Bunga Kredit Rp 630.000,00 J Pendapatan Bersih (H-I) Rp 2.749.625,76 K R/C Rasio Atas Biaya Tunai (A/D) 2,61 L R/C Rasio Atas Biaya Total (C/F) 1,48 R/C atas biaya tunai menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani responden, akan memberikan penerimaan sebesar Rp 2,61. R/C atas biaya total menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani responden, akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,48. R/C atas biaya tunai dan biaya total mengindikasikan bahwa petani responden mengalami keuntungan dalam usahatani gandum lokal. Kondisi tersebut 85

menjadikan gandum lokal tidak hanya sebagai tanaman komplementer yang menguntungkan dari sisi non finansial, tetapi juga dari sisi financial untuk dikembangkan dalam upaya pergiliran pola tanam komoditas dataran tinggi. 7.5. Implikasi Akselerasi pengembangan argibisnis gandum lokal di Indonesia dapat berjalan lancar jika permasalahan pada setiap sistem agribisnis gandum lokal dapat diselesaikan dengan baik. Berdasarkan analisis subsistem usahatani, gandum lokal memiliki kontribusi cukup baik melalui R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total dibandingkan lahan dibiarkan dalam keadaan kosong (bera). Selain itu, keuntungan non finansial berupa pemutusan siklus hama dan konservasi juga menjadi pertimbangan tersenderi terlaksananya penanaman komoditas gandum lokal di Kecamatan Tosari. Ditambah lagi, peningkatan R/C melalui analisis anggaran parsial yang telah dilakukan berdasarkan penambahan mesin perontok dan mesin panen gandum loka. Pengembangan gandum lokal menjadi lebih prospektif dengan adanya peningkatan R/C. Indonesia harus mulai mengembangkan komoditas gandum lokal karena komoditas tersebut merupakan komoditas strategis yang dapat menyebabkan ketergantungan jangka panjang jika terus-menerus diperoleh melalui impor. Pencerdasan masyarakat terhadap keunggulan gandum impor dan pentingnya memberdayakan potensi lokal perlu dilakukan sehingga kesadaran masyarakat dapat muncul untuk menghasilkan komoditas gandum lokal yang berkualitas. Peningkatan produktivitas gandum lokal dapat mewujudkan kebanggaan bangsa Indonesia karena mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri. Karakteristik gandum lokal yang cenderung kepada wilayah pedesaan merupakan tantangan bagi pemerintah untuk mengembangkan sistem agribisnis di wilayah pedesaan tersebut. Kebutuhan tepung terigu masyarakat, minimal daerah desa penghasil dan sekitarnya, dapat terpenuhi dengan baik. Pengembangan wilayah pedesaan dapat menyeimbangkan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan pedesaan karena saat ini pusat pembangunan terdapat di perkotaan. Pembangunan pedesaan yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan yang ditunjukkan peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat pedesaan. 86