TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENGADILAN NEGERI (Studi di Pengadilan Negeri Boyolali)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

EKSEKUSI TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN DENGAN BANTUAN PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sragen) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

Imma Indra Dewi Windajani

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB III EKSEKUSI HAK JAMINAN DAN HAK-HAK TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PAILIT

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH OLEH KREDITOR APABILA OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG AKAN DILELANG DIKUASAI OLEH PIHAK KETIGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia Tbk.

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PD.

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

OLEH : LULUK TRI UTAMI

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

Nomor SOP : Revisi Tgl. : Tgl Ditetapkan : Halaman : 1 dari 8 halaman

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

Standard Operating Procedures SITA DI PENGADILAN AGAMA TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara. aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBG.

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

PENGADILAN AGAMA SINJAI Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Telp. (0482) 21054, Fax SINJAI 92651

ADMINISTRASI PERKARA KEPANITERAAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PENGADILAN AGAMA KELAS 1 B DEMAK Jl. Sultan Trenggono No. 23 Telepon-Faks. (0291) Demak 59516

A. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi :

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENGADILAN NEGERI (Studi di Pengadilan Negeri Boyolali) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Oleh: ALVIN DHADY RAJAWALI PERKASA C100110074 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 i

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENGADILAN NEGERI (Studi di Pengadilan Negeri Boyolali) ABSTRAK Salah satu cara eksekusi yang diberikan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan adalah dengan jalan eksekusi title eksekutorial berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan yang dilakukan dengan bantuan pengadilan. Dalam skripsi ini penulis mencoba memberikan analisis pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan dengan bantuan pengadilan di Pengadilan Negeri Boyolali. Eksekusi merupakan realisasi kewajiban pihak yang dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Prosedur eksekusi hak tanggungan di pengadilan negeri melalui beberapa tahap di antaranya permohonan eksekusi, pemberian aanmaning, pelaksanaan sita eksekusi dan penetapan lelang eksekusi. Hambatan dalam eksekusi hak tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali, diantaranya yaitu perlawanan pihak ketiga, perlawanan dari pihak debitur atau tereksekusi pada waktu pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan dan tidak adanya peminat atau pembeli. Kata Kunci: Eksekusi, Hak Tanggungan, Pengadilan Negeri Boyolali. ABSTRACT One way of execution given in Act No. 4 of 1996 on Mortgage is the execution path based on the certificate of title executorial Mortgage conducted with the assistance of the court. In this paper the author tries to provide an analysis of executing the Mortgage object with the help of the court in Boyolali District Court. Execution is the realization of the obligations of the parties defeated in the judge's decision, in order to meet the achievements listed in the judge's decision was legally binding. The execution procedure security rights in court through several stages including the petition, granting aanmaning, implementation of the foreclosure auction execution and determination of execution. Obstacles in the execution of a security interest in Boyolali District Court, among which the third party of resistance, the resistance of the debtor or executed during the execution of confiscation execution by the Court and the absence of buyer or buyers. Keywords: execution, mortgage, Boyolali District Court 1

1. PENDAHULUAN Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjammeminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. 1 Pinjam-meminjam uang umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan. 2 Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat dipertahankan terhadap siapapun benda itu berada (Droit de suite) dan dapat dialihkan. 3 Jaminan kebendaan itu lahir dan bersumber pada perjanjian. Jaminan ini ada karena diperjanjikan antara Kreditur dan Debitur, misalnya Hak Tanggungan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang hipotek (dalam buku kedua), yang semula masih dinyatakan berlaku oleh Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, dinyatakan tidak berlaku lagi. Akan tetapi, yang dinyatakan tidak berlaku lagi adalah hipotek yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang khusus berkenaan dengan tanah. Sedangkan hipotek atas benda-benda lainnya tetap berlaku, misalnya hipotek atas kapal laut atau hipotek terhadap pesawat terbang berdasarkan Undang-undang Perhubungan Udara. 4 1 M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, hal.1 2 Ibid, hal. 2 3 Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum perkreditan Bank, Bandung: Alfabeta, hal. 147 4 Munir Fuady, 2013, Hukum Jaminan Utang, Jakarta: Erlangga, hal. 69 2

Selanjutnya, dalam Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kemudahan bagi para Kreditur pemegang Hak Tanggungan apabila Debitur cidera janji atau wanprestasi, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b Undang- Undang Hak Tanggungan eksekusi atas benda jaminan Hak Tanggungan dapat ditempuh melalui 3 (tiga) cara, yaitu: (1) Parate executie; (2) Title executorial; dan (3) Penjualan di bawah tangan. Ketiga eksekusi Hak Tanggungan tersebut di atas masing-masing memiliki perbedaan dalam prosedur pelaksanaannya, seperti dimaksud untuk parate executie karena wanprestasi biasanya melakukan eksekusi sendiri melalui Kantor Pelayanan Kekayaan dan Negara Lelang (KPKNL) tersebut dan pelaksanaanya lebih singkat, title executorial atau berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan yang tunduk pada Hukum Acara Perdata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 224 HIR/258 Rbg, dalam pelaksanaanya harus melalui penetapan Ketua Pengadilan, maka memerlukan waktu yang tidak singkat, sedangkan eksekusi penjualan di bawah tangan pelaksanaan harus memenuhi beberapa persyaratan yang antara lain adanya kesepakatan antara pemberi Hak Tanggungan (Debitur) dengan pemegang Hak Tanggungan (Kreditur). Sengketa utang piutang karena debitur tidak dapat mengembalikan utangnya merupakan masalah bagi kreditur tentang bagaimana agar debitur bersedia memenuhi kewajibannya. Kreditur tidak mungkin dapat memaksa debitur untuk segera membayar utangnya, apalagi dengan mengambil barangbarangnya dengan maksud sebagai pelunasan utang, dapat berakibat kreditur sendiri melanggar ketentuan perundang-undangan. Banyak permasalahan-permasalahan mengenai eksekusi Hak Tanggungan, seperti pemberi Hak Tanggungan tidak bersedia melaksanakan pengosongan dengan sukarela, pemegang Hak Tanggungan Kedua, Ketiga dan seterusnya melakukan perlawanan. Akan tetapi perlu diingat bahwa Kreditur harus mendapat perlindungan Hukum terhadap nasabah atau Debitur yang jelas-jelas cidera janji/wanprestasi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: Pertama, untuk mengetahui prosedur penyelesaian eksekusi Hak Tanggungan di 3

Pengadilan Negeri Boyolali; dan Kedua, untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam penyelesaian eksekusi Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali. Adapun manfaat penelitian ini adalah pertama, melalui penelitian ini diharapkan dapat berguna menambah pengetahuan dan melengkapi bahan bacaan dalam ilmu hukum khususnya Hukum Jaminan tentang pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali; kedua, melatih penulis dalam mengungkap suatu masalah dan untuk sebuah perbandingan antara teori yang diperoleh dengan praktek apakah sesuai ataupun berbeda. 2. METODE Penelitian ini melalui pendekatan yuridis empiris yang bersifat deskriptif i di Pengadilan Negeri Boyolali. Sumber data berasal dari data sekunder berupa dokumen, bahan hukum tertulis juga ditunjang data primer sebagai pelengkap. Metode pengumpulan data melalui studi dokumentasi dan wawancara (interview) kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif yaitu cara penelitian yang menghasilkan deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perlakuannya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai satu kesatuan. 5 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Penyelesaian Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri Boyolali Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Yang dapat dieksekusi adalah salinan putusan dan grosse akta (salinan pertama dari akta autentik). Grosse akta dapat dieksekusi karena memuat titel eksekutorial, sehingga grosse akta disamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang memuat titel eksekutorial juga, dengan demikian dapat dieksekusi. 6 5 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal. 5 6 Soedikno Mertokusumo, 1996, Eksekusi Objek Hak Tanggungan Permasalahan dan Hambatan. Makalah disajikan pada penataran Dosen Hukum Perdata, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 16-23 Juli 1996, hal.6 4

Sejalan dengan ketentuan Pasal 14 UUHT yang menyatakan bahwa sertifikat Hak Tanggungan berlaku sebagai grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. Sertifikat Hak Tanggungan ini berfungsi sebagai tanda bukti bahwa adanya Hak Tanggungan yang telah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan yang mempunyai kekuatan sama seperti halnya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan data hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali diperoleh data bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: 7 Pertama, Tahap permohonan. Pada prinsipnya pengadilan/hakim dalam menangani suatu perkara bersifat pasif, artinya pengadilan/hakim baru akan menjalankan tugas dan kewenanganya ketika ada sebuah perkara yang dimohonkan untuk diproses di pengadilan. Termasuk dalam pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan, Pengadilan Negeri Boyolali baru akan melakukan proses pelaksanaan eksekusi setelah adanya permohonan eksekusi dari pihak kreditur. Sehingga tanpa adanya pengajuan permohonan dari pihak kreditur maka Pengadilan Negeri Boyolali tidak dapat melakukan proses eksekusi. Syarat administratif yang harus dipenuhi oleh kreditur dalam permohonan eksekusi ini adalah: (1) Lampiran Perjanjian Kredit, (2) Lampiran Akta Pemberian Hak Tanggungan, (3) Lampiran Sertifikat Hak Tanggungan, dan (4) Lampiran Sertifikat Tanah. Permohonan berserta lampiran-lampiran tersebut diberikan kepada Panitera Pengadilan Negeri Sragen dan selanjutnya pihak pemohon eksekusi/kreditur diwajibkan membayar biaya panjar atau Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) untuk biaya perkara yang dimohonkan Kemudian oleh panitera Pengadilan Negeri Boyolali perkara tersebut didaftar dalam buku register perkara Pengadilan Negeri Boyolali. 7 Adityo Danur Utomo, Hakim Pengadilan Negeri Boyolali, Wawancara Pribadi, Boyolali, Rabu, 28 Desember 2016, pukul 10.00 WIB. 5

Kedua, Tahap Aanmaning. Ketua Pengadilan Boyolali melakukan pemanggilan kepada pihak debitur pada hari dan tanggal yang telah ditentukan untuk diberikan peringatan (aanmaning). Pemberitahuan pemanggilan terhadap pihak debitur tersebut diberikan oleh Pengadilan Negeri Boyolali maksimal 3 (tiga) hari sebelum pemanggilan dilakukan. Dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri Boyolali memberikan nasihat dan pertimbangan hukum kepada pihak debitur dengan maksud agar pihak debitur segera menyadari kewajibanya dan bersedia melunasi/membayar apa yang menjadi hak pihak kreditur tanpa harus menyelesaikan perkara tersebut sampai tahap eksekusi lelang. Apabila dalam pemanggilan (pemberian aanmaning) ini pihak debitur tidak hadir memenuhi panggilan maka Ketua Pengadilan Negeri Boyolali melakukan pemanggilan ulang pada hari dan tanggal yang telah ditentukan. Dan apabila dalam pemanggilan yang kedua untuk agenda pemberian aanmaning ini pihak debitur tidak juga hadir maka Ketua Pengadilan Negeri Boyolali membuat penetapan bahwa pihak debitur tidak memenuhi panggilan Peringatan dari Ketua Pengadilan Negeri Boyolali atau aanmaning ini harus dilakukan oleh pihak debitur dalam waktu 8 (delapan) hari. Apabila dalam jangka waktu tersebut pihak debitur dapat melunasi/membayar kewajibanya sesuai dengan perjanjian kredit maka perkara akan selesai pada saat pembayaran tersebut. Namun apabila dalam jangka waktu tersebut pihak debitur tidak juga melakukan kewajiban kepada pihak kreditur maka Ketua Pengadilan Negeri akan melakukan proses/tahapan selanjutnya yaitu sita eksekusi. Ketiga, Tahap Sita Eksekusi. Sita eksekusi pada dasarnya merupakan tahap peringatan terakhir dari Ketua Pengadilan Negeri Boyolali kepada pihak debitur sebelum objek Hak Tanggungan dilakukan eksekusi melalui pelelangan. Pada tahap ini Ketua Pengadilan Negeri Boyolali dengan mempertimbangkan peringatan (aanmaning) yang telah diberikan kepada pihak debitur dalam jangka waktu 8 (delapan) hari, kemudian memberikan penetapan sita eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan. Dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri Boyolali mengeluarkan Surat Penetapan yang berisi memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Boyolali atau apabila berhalangan menunjuk pengantinya yang 6

sah, dengan disertai dua orang saksi untuk melaksanakan sita eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan yang dijaminkan oleh debitur. Setelah ditentukan waktu pelaksanaan sita eksekusi oleh Panitera Pengadilan Negeri Boyolali kemudian Jurusita Pengadilan Negeri Sragen melakukan pembacaan penetapan sita eksekusi dengan didampingi oleh Muspika setempat (Kapolsek, Camat, dan Kepala Desa) di halaman/pelataran Balai Desa tempat objek Hak Tanggungan berada. Hal ini bertujuan agar pihak desa setempat mengetahui bahwa objek Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan oleh pihak debitur telah diletakan sita eksekusi dan pihak desa setempat juga turut melakukan pengawasan terhadap objek tersebut. Keempat, Tahap Pelelangan. Tahapan selanjutnya setelah dilakukanya sita eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan adalah tahapan pelelangan terhadap objek Hak Tanggungan. Tahapan ini diawali dengan permohonan lelang eksekusi dari kreditur kepada Ketua Pengadilan Negeri Boyolali dengan melampirkan perincian hutang terakhir dari pihak debitur terhitung sejak tunggakan sampai diajukanya permohonan eksekusi lelang. Ketua Pengadilan Negeri Boyolali kemudian mengeluarkan Penetapan Lelang Eksekusi yang isinya memerintahkan kepada panitera Pengadilan Negeri Boyolali atau digantikan wakilnya dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi dengan meminta bantuan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat, dalam hal ini untuk wilayah Boyolali ke KPKNL Surakarta untuk melakukan penjualan dimuka umum atas objek Hak Tanggungan dan membuat berita acara untuk disampaikan pada Kantor Pertanahan di mana objek Hak Tanggungan tersebut berada. Tahapan ini diawali dengan Ketua Pengadilan Boyolali mengirim surat permohonan agar dilakukanya lelang terhadap objek Hak Tanggungan kepada KPKNL dengan melampirkan seluruh berkas-berkas yang ada dari permohonan sampai sita eksekusi. Terhadap surat permohonan lelang dari Ketua Pengadilan Negeri Boyolali tersebut kemudian KPKNL akan memberikan surat jawaban tentang jadwal pelaksanaan lelang dan memberikan perintah kepada Ketua Pengadilan Negeri Boyolali untuk: (1) Membuat pengumuman akan dilaksanakanya lelang dengan mencantumkan jadwal pelaksanaan lelang, harga 7

limit objek lelang, serta letak objek lelang melalui selebaran yang ditempel pada papan pengumuman di Pengadilan Negeri Boyolali dan tempat strategis lainya. Pengumuman melalui selebaran ini dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, (2) Setelah jangka waktu pengumuman tersebut habis, maka Ketua Pengadilan Negeri membuat pengumuman yang sama melalui media masa seperti koran selama jangka waktu 2 (dua) minggu, (3) Dan harus dicantumkan pula bahwa peminat objek lelang harus membayar 20% dari harga limit yang telah ditentukan dan dibayarkan kepada rekening KPKNL maksimal sehari sebelum dilaksanakannya lelang. Setelah pengumuman tersebut dibuat oleh Pengadilan Negeri Boyolali, tahapan selanjutnya adalah dilakukannya lelang pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan. Pelaksanaan lelang sendiri dilakukan di Pengadilan Negeri Boyolali akan tetapi sebagai pelaksanaannya adalah KPKNL. Apabila dalam pelaksanaan lelang pertama objek lelang tidak terjual karena tidak ada peminat atau pembeli maka dilakukan lelang ulang oleh KPKLN. Mengenai jadwal pelaksanaan lelang yang kedua ini harus diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara baik pihak kreditur maupun debitur serta kepada Pengadilan Negeri Boyolali. Dan apabila sampai 2 (dua) kali pelaksanaan lelang tidak juga ada pembeli, maka pengadilan tidak akan melanjutkan proses eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan tersebut dan menyerahkan penyelesaian perkara kepada para pihak. Setelah pelaksanaan lelang berakhir dibuat Risalah Lelang oleh pihak KPKNL, dan uang hasil penjualan objek Hak Tanggungan yang diterima KPKNL dari pemenang lelang kemudian diserahkan kepada panitera Pengadilan Negeri Boyolali untuk diserahkan pada kreditur, apabila ada kelebihan maka sisanya diberikan kepada debitur. Menurut analisis penulis berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Boyolali tentang eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan ketika dilakukan analisis dengan peraturan eksekusi pada Pasal 196 s/d 224 HIR, maka penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali telah sesuai dengan peraturan yang 8

mengatur tentang tatacara eksekusi Hak Tanggungan melalui bantuan Pengadilan Negeri. 3.2. Hambatan-Hambatan yang Terjadi dalam Pelaksanaan Penyelesaian Eksekusi Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali Subekti 8 dan Retno Wulan Sutantio 9 mengalihkan istilah eksekusi (executie) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah pelaksanaan putusan. Pembakuan istilah pelaksanaan putusan sebagai kata ganti eksekusi, dianggap sudah tepat. Sebab jika bertitik tolak dari ketentuan bab kesepuluh bagian kelima HIR atau titel keempat bagian keempat RBG, pengertian eksekusi sama dengan tindakan menjalankan putusan (ten uitvoer legging van vonnissen). Walaupun pengaturan tentang eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan sudah dibuat sedemikian teraturnya namun pada tataran konkritnya, pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali tidak jarang dijumpai beberapa hambatan dalam pelaksanaanya. Beberapa hambatan yang sering dijumpai diantaranya adalah: Pertama, perlawanan pihak ketiga. Pada dasarnya pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan terhadap eksekusi suatu putusan. Berdasarkan ketentuan Pasal 195 ayat (6) HIR / Pasal 206 Rbg ayat (6), maka satu-satunya syarat agar dapat diterima pihak orang lain (pihak ketiga) untuk mengajukan perlawanan tersebut adalah bahwa barang yang akan dieksekusi adalah miliknya. Oleh karena itu, bila alasan pengajuan perlawanan adalah di luar hak milik, misalnya hak sewa, hak pakai, dan sebagainya tidak diperkenankan mengajukan perlawanan tersebut. Adanya campur tangan pihak lain di luar pihak yang berpekara. Modus lain yang kadang muncul menjadi penghambat pelaksanaan eksekusi adalah terlibatnya pihak ketiga untuk campur tangan dalam proses eksekusi. Ini bisa datang dari pihak eksekutif, legislatif ataupun pihak-pihak lainnya yang biasanya meminta untuk dilakukan penundaan eksekusi. Pada dasarnya perlawanan pihak ketiga tidak menunda eksekusi. Kecuali kalau Ketua Pengadilan memberi perintah agar eksekusi tersebut ditunda sampai 8 Subekti, 1977, Hukum Acara Perdata, Jakarta: BPHN, hal. 128 9 Retno Wulan Susanti Susantie dan Iskandar Oeripkartawinata, 1979, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, Bandung: Alumni, hal. 111 9

dijatuhkan putusan pengadilan terhadap perlawanan tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 207 HIR, yang menyatakan: Bantahan itu tiada dapat menahan orang mulai atau meneruskan hal menjalankan keputusan itu, kecuali jika ketua telah memberi perintah, supaya hal itu ditangguhkan sampai jatuh keputusan pengadilan negeri. Berdasarkan pendapatnya terdapat alasan yang benar-benar beralasan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan pelawan maupun karena mendapat laporan dari majelis hakim yang memeriksa perlawanan tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 208 HIR, yang menyatakan: (1) Peraturan pasal di atas ini berlaku juga, jika orang lain membantah hal ini menjalankan keputusan itu, karena dikatakannya, bahwa barang yang disita itu miliknya. (2) Tentang keputusan yang dijatuhakan menurut pasal di atas, berlaku segala peraturan umum tentang meminta apel. Apabila perlawanan pelawan diterima, maka eksekusi ditangguhkan dan dalam putusan yang mengabulkan perlawanan terhadap objek sengketa. Tetapi sebaiknya, apabila pelawan pihak ketiga ternyata tidak benar sebagai pemilik atas objek sengketa maka perlawanan ditolak dan eksekusi dilanjutkan. Kedua, Perlawanan pihak tereksekusi. Sama seperti dengan perlawanan terhadap pihak ketiga perlawanan pihak terseksekusi pada dasarnya juga tidak menangguhkan eksekusi kecuali apabila Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan agar eksekusi tersebut ditunda. Apabila perlawanan diajukan sebelum adanya penetapan eksekusi, sebaiknya eksekusi ditangguhkan sementara dalam status quo sambil menunggu perlawanan tersebut mendapat putusan. Kalau perlawanan pelawan dikabulkan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan penangguhan eksekusi dan sebaliknya apabila perlawanan ditolak, maka dengan surat penetapan memerintahkan eksekusi dilanjutkan. Perlawanan pihak terkesekusi biasanya melakukan pengerahan massa, yang bisa mengakibatkan eksekusi menjadi gagal atau tertunda. Dalam beberapa kasus, eksekusi tertunda gara-gara pihak yang bersengketa, terutama pihak yang kalah (tereksekusi) mengerahkan massa pendukungnya. Kondisi ini semakin rumit bila pihak pemohon eksekusi juga mengerahkan pendukungnya. Bukan saja 10

eksekusi bisa tertunda, tetapi hal ini juga dapat memicu konflik horisontal antara kedua pendukung masing-masing, maka jalan keluarnya pelaksanaan eksekusi dapat ditangguhkan untuk selanjutnya dilakukan pelaksanaan eksekusi berikutnya yang dtentukan lagi di kemudian hari. Ketiga, tidak adanya peminat/pembeli lelang. Tidak adanya peminat/pembeli lelang adalah kendala yang paling sering muncul dalam pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan harga limit objek Hak Tanggungan yang terlalu tinggi sehingga masyarakat kurang berminat membeli objek Hak Tanggungan. Pada saat prosesi lelang pertama oleh KPKNL apabila objek Hak Tanggungan tidak terjual, maka pihak kreditur biasanya akan meminta kepada ketua Pengadilan Negeri Sragen untuk menurunkan harga limit pada pelaksanaan lelang yang kedua. Ini merupakan sebuah antisipasi agar nantinya pada pelaksanaan lelang kedua objek Hak Tanggungan bisa terjual dan kreditur segera mendapatkan apa yang menjadi haknya. Kemungkinan lain tidak adanya peminat atau pembeli lelang juga bisa dikarenakan objek Hak Tanggungan yang kurang mempunyai nilai jual misalnya letaknya tidak terlalu strategis untuk prospek usaha sehingga calon pembeli kurang berminat membeli objek Hak Tanggungan. 4. PENUTUP 4.1. Simpulan Pertama, penyelesaian eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri Boyolali. (1) Proses eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali diawali dengan Permohonan Eksekusi dari Pihak Kreditur Ke Pengadilan Negeri Boyolali, (2) Ketua Pengadilan melakukan aanmaning atau teguran kepada Termohon eksekusi, agar Termohon Eksekusi melaksanakan pemenuhan Hak Tanggungan secara sukarela dalam waktu maksimum delapan hari, (3) Apabila Termohon Eksekusi tidak melaksanakan teguran dalam batas waktu yang ditentukan, Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan yang isinya perintah kepada Panitera atau Jurusita agar dengan 11

perantaraan Kantor Lelang Negara melaksanakan penjualan umum (lelang eksekusi) atas objek Hak Tanggungan. Kedua, hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan penyelesaian eksekusi hak tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali, antara lain: (1) Perlawanan pihak ketiga yang mengajukan perlawanan dikarenakan bahwa objek yang akan di eksekusi adalah miliknya, (2) Perlawanan pihak terkesekusi biasanya melakukan pengerahan massa, yang bisa mengakibatkan eksekusi menjadi gagal atau tertunda. Dalam beberapa kasus, eksekusi tertunda gara-gara pihak yang bersengketa, terutama pihak yang kalah (tereksekusi) mengerahkan massa pendukungnya, (3) Tidak adanya peminat/pembeli lelang adalah kendala yang paling sering muncul dalam pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan harga limit objek Hak Tanggungan (baca; objek lelang) yang terlalu tinggi. 4.2. Saran Pertama, bagi debitur, untuk menghindari jangan sampai terjadi eksekusi hak tanggungan dan untuk meminimalisir adanya eksekusi hak tanggungan, serta terjadinya wanprestasi sebaiknya debitur dalam melakukan pembayaran kewajiban kreditnya tepat waktu sesuai dengan perjanjian. Kedua, bagi kreditur hendaknya dalam pemberian kredit kepada debitur nilai jaminan lebih tinggi dari pada nilai pinjaman dan lebih teliti, hati-hati serta selektif dalam memberikan kreditnya dengan menerapkan prinsip-prinsip pemberian kredit dengan baik untuk memilih kriteria calon debitur. Hal ini dimaksudkan apabila terjadi lelang eksekusi, objek jaminan dapat mencukupi untuk membayar utangnya kepada kreditur (bank), baik biaya perkara, denda dan biaya yang berkaitan dengan eksekusi hak tanggungan di Pengadilan Negeri. PERSANTUNAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta atas doa, motivasi, dan dukungan yang penuh baik moril maupun materiil, sahabat-sahabatku dan handai taulan yang senantiasa mendoakan penulis agar menjadi orang sukses, dan almamaterku. 12

DAFTAR PUSTAKA Buku Fuady, Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang, Jakarta: Erlangga. Bahsan, M. 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Mertokusumo, Soedikno. 1996. Eksekusi Objek Hak Tanggungan Permasalahan dan Hambatan. Makalah disajikan pada penataran Dosen Hukum Perdata, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Soekanto, Soerjono. 2008. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press Subekti dan Tjitro Sudibyo. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke-31, Jakarta: Pradnya Paramita Subekti. 1977. Hukum Acara Perdata, Jakarta: BPHN Susanti, Retno Wulan dan Iskandar Oeripkartawinata. 1979. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, Bandung: Alumni Sutarno. 2003, Aspek-aspek Hukum perkreditan Bank, Bandung: Alfabeta. Aturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 13