BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian dan Peranan Pengendalian Persediaan

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. produk dapat berakibat terhentinya proses produksi dan suatu ketika bisa

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

FUNGSI PENTING PERSEDIAAN UNTUK PERUSAHAAN TEKSTIL

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

BAB II LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

#12 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II BAHAN RUJUKAN. dagang maupun manufaktur. Bagi perusahaan manufaktur, persediaan menjadi. berpengaruh pada kegiatan produksi dan penjualan.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

Pengelolaan Persediaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MATA KULIAH PEMODELAN & SIMULASI

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

(2004) dengan penelitian yang diiakukan oleh penulis adalah metode pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II KERANGKA TEORI. perusahaan manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan. Dengan

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen operasi (Operations managements) adalah serangkaian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Pengendalian Persediaan. Fungsi Persediaan (2) Fungsi Persediaan 11/18/2015

BAB 2 LANDASAN TEORI

Manajemen Produksi dan Operasi. Inventory M-4

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Penelitian ini bersifat literatur dan disusun berdasarkan rujukan pustaka, dengan pendekatan sebagai berikut: a. Menjelaskan sistem produksi dan hubungan antara pemasok-pembeli. b. Menentukan ukuran lot optimal pembeli dengan model EOQ. c. Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI). d. Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C). e. Menyelesaikan contoh masalah persediaan untuk mendapatkan solusi optimal yang sesuai dengan model yang dikembangkan (Model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C)). f. Menarik kesimpulan dan saran. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan

Pada saat ini masih banyak perusahaan atau lembaga lain yang memiliki persediaan (inventory) barang, baik persediaan bahan baku, barang setengah jadi maupun barang jadi. Persediaan barang ini biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang kalau permintaan konsumen begitu banyak sehingga produksi melonjak tinggi, atau persediaan bahan baku berkurang sehingga perusahaan sulit mencari bahan baku, padahal kebutuhan tetap seperti biasanya. Dengan kata lain, persediaan barang digunakan untuk menghadapi ketidakpastian. Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/ proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Assauri, 1998). Persediaan didefiniskan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses pada proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Persediaan menyebabkan ongkos dan perputaran modal terhambat, walaupun persediaan memungkinkan produksi dapat diajalankan secara ekonomis. Oleh sebab itu, persediaan harus direncanakan dan dikendalikan dengan sebaik-baiknya agar perusahaan dapat berjalan dengan baik (Kusuma, 1999). Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang serendah-rendahnya (Ristono, 2009, hal: 2). Handoko (1984, hal: 333) menyatakan bahwa pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting. Karena persediaan fisik, banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan

biaya penyimpanan yang berlebihan dan mungkin mempunyai opportunity cost (dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan). Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan biaya-biaya dari terjadinya kekurangan bahan. Adapun yang menjadi yang menjadi tujuan pengendalian persediaan adalah adalah sebagai berikut (Assauri, 1988, hal 177): a. Menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan. b. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar. c. Menghindari pembelian secara kecil-kecilan karena akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. Peran persediaan sangat penting artinya bagi perusahaan karena berfungsi menghubungkan antara operasi yang berurutan dalam pembuatan suatu barang dan menyampaikannya kepada konsumen. Hal ini berarti, dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksananya operasi produksi karena faktor waktu antara operasi itu dapat dihilangkan sama sekali, walaupun sebenarnya dapat diminimumkan. Masalah utama persediaan persediaan bahan baku adalah menentukan berapa jumlah pemesanan yang ekonomis dan mengetahui berapa jumlah bahan baku serta kapan bahan baku itu dipesan. Nasution et al (2008, hal: 116), menyatakan dua masalah umum yang dihadapi suatu sistem didalam mengelola persediaannya, yaitu: 1. Masalah kuantitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan persediaan, antara lain: a. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan/dibuat. b. Kapan pemesanan/pembuatan barang harus dilakukan. c. Berapa jumlah persediaan pengamannya. d. Metode pengendalian persediaan mana yang paling tepat.

2. Masalah kualitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sistem pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan sistem persediaan seperti: a. Jenis barang apa yang dimiliki. b. Di mana barang tersebut berada. c. Berapa jumlah barang yang sedang dipesan. d. Siapa saja yang menjadi pemasok (supplier) masing-masing item. 2.2 Fungsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan 2.2.1 Fungsi Persediaan Persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya ke dalam empat jenis sebagai berikut (Herjanto, 1999): a. Fluctuation stock Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/ penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang. Artinya, persediaan cadangan ini akan mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau memenuhi kebutuhan pembeli tepat pada waktunya. b. Anticipation stock Merupakan jenis persediaan untuk mengahadapi permintaan yang dapat diramalkan, misalnya: pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. Baroto (2002), menjelaskan bahwa seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal itu, maka diperlukan sediaan produk jadi agar tak terjadi stock out. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi,

tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah merupakan tindakan rasioanal. Disamping itu, Handoko (1984) menyatakan bahwa perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra atau safety inventories. c. Lot-size inventory Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (potongan kuantitas) karena pembelian dalam jumlah (lotsize) yang besar atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah. Faktor penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau pembelian dan biaya transportasi (Ginting, 2007). d. Pipeline inventory Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat dimana barang itu digunakan. Misalnya: barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu. 2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Masalah yang dihadapi perusahaan adalah bagaimana menentukan persediaan optimal, oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan. Persediaan yang dimaksud dalam hal ini adalah persediaan dalam kaitannya dengan kegiatan produksi yakni persediaan bahan baku. Besar kecilnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini (Buffa, 1990): a) Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Semakin banyak jumlah bahan baku yang dibutuhkan, maka akan semakin besar tingkat persediaan bahan baku. Volume produksi yang direncanakan, hal ini ditentukan oleh penjualan terdahulu dan ramalan penjualan. Semakin tinggi volume produksi yang

direncanakan berarti membutuhkan bahan baku yang lebih banyak yang berakibat pada tingginya tingkat persediaan bahan baku. b) Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan baku yang tinggi dan sebaliknya. c) Sifat bahan baku, apakah cepat mengalami kerusakan (durable good) atau tahan lama (undurable good). Barang yang tidak tahan lama tidak dapat disimpan lama, oleh karena itu bila bahan baku yang diperlukan tergolong barang yang tidak tahan lama maka tidak perlu disimpan dalam jumlah banyak. Sedangkan untuk bahan baku yang sifatnya tahan lama, tidak menjadi masalah bagi perusahaan untuk menyimpannya dalam jumlah yang besar. Agar kontinuitas produksi tetap terjaga, maka untuk berjaga-jaga perusahaan sebaiknya memiliki apa yang dinamakan dengan persediaan cadangan (safety stock). Persediaan cadangan atau disebut juga persediaan pengaman adalah persediaan minimal bahan baku yang dipertahankan untuk menjaga kontinuitas produksi. 2.3 Jenis-Jenis Persediaan Handoko (1984) menjelaskan bahwa setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas: a. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumbersumber alam atau dibeli dari supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. d. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. e. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. 2.4 Komponen-Komponen Biaya Persediaan Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain-lain, umumnya terdapat empat komponen biaya persediaan. Adapun komponen-komponen biaya persediaan adalah sebagai berikut (Nasution et al, 2008): 2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost) Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam biaya total sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen

biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang yang harus dipesan. 2.4.2 Biaya Pengadaaan (Procurement Cost) Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan (Ordering Cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (Setup Cost) bila barang yang diperoleh dengan memproduksi sendiri. a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan. b. Biaya Pembuatan (Setup Cost) Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya. Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut disebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost). 2.4.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost) Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam stok. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya

simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya-biaya ini meliputi: a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal) Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat di ukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu. b. Biaya Gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga muncul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya di sewa, maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri, maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi. c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya. d. Biaya Kadaluarsa (Absolence) Barang yang disimpan akan mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. e. Biaya Asuransi Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. f. Biaya Administrasi dan Pemindahan

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling. 2.4.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Stock out Cost/Shortage Cost) Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu dibutuhkan. Biaya ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan, dimana jika terjadi kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu, tertundanya kesempatan mendapatkan keuntungan, serta kehilangan konsumen karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari: a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan, misalnya: Rp/unit. b. Waktu Pemenuhan Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu yang menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan, misalnya: Rp/satuan waktu. c. Biaya pengadaan darurat Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan, misalnya: Rp/setiap kali kekurangan.

Kadang- kadang biaya ini disebut juga biaya kesempatan (opportunity cost). Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan kebijaksanaan persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel (incremental cost), sedangkan biaya yang bersifat fixed seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehngga tidak perlu diperhitungkan. 2.5 Model-Model Persediaan Model persediaan dibagi menjadi dua macam, yaitu model persediaan deterministik dan model persediaan probabilistik (Taha, 1982). 2.5.1 Model Persediaan Deterministik Model persediaan deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Model ini terdiri atas dua, yaitu: a. Deteministik Statis Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti dan bersifat konstan. b. Deterministik Dinamik Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti, tetapi bervariasi satu period ke periode lainnya. 2.5.2 Model Persediaan Probabilistik

Model persediaan probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas. Model ini terdiri atas dua, yaitu: a. Probabilistik Stationary Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan tidak di pengaruhi oleh waktu setiap periode. b. Probabilistik Nonstationary Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan bervariasi dari satu periode ke periode lainnya. 2.6 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya Pada pengendalian persediaan, persoalan utama yang ingin dicapai adalah meminimumkan total biaya operasi perusahaan. Hal ini berkaitan dengan berapa jumlah barang yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu harus dilakukan. Keputusan mengenai besarnya jumlah persediaan menyangkut dua kepentingan yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dengan pihak yang memerlukan barang. Keputusan itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu: a) Jumlah barang yang harus dipesan ditentukan dan waktu pada saat pemesanan barang masuk konstan. b) Jumlah barang yang dipesan dan waktu pesanan harus ditentukan. Salah satu pendekatan terhadap kedua keputusan ini adalah memesan dalam jumlah yang sebesar-besarnya untuk meminimumkan biaya pemesanan. Cara lainnya adalah memsan dalam jumlah sekecil-kecilnya untuk meminimumkan biaya pemesanan. Tindakan yang paling baik akan diperoleh dengan mempertemukan kedua titik ekstrim tersebut (Supranto, 1988). Gambar 2.1 berikut memperlihatkan hubungan anatara tingkat persediaan dan total biaya (Siagian, 1987). Biaya (Rp) Total Cost

Total Biaya Minimum Holding Cost Ordering Cost Pesanan Optimum Tingkat Persediaan ( ) Gambar 2.1 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya Total Pada gambar 2.1 terlihat bahwa jika Q semakin besar, berarti pemesanan akan semakin jarang dilakukan, sehingga biaya pemesanan (ordering cost) akan semakin kecil. Sebaliknya jika Q semakin kecil, berarti pemesanan akan semakin sering dilakukan, sehingga biaya pemesanan yang dikeluarkan akan semaki besar. Akibatnya jika Q semakin besar (bergeser ke kanan), maka kurva ordering cost semakin menurun. Biaya penyimpanan (holding cost) digambarkan sebagai sebuah garis lurus yang dimulai pada tingkat persediaan nol (Q = 0). Hal ini disebabkan karena komponen biaya ini secara langsung tergantung pada tingkat persediaan rata-rata. Semakin besar jumlah barang yang dipesan akan mengakibatkan semakin besar tingkat persediaan rata-rata, sehingga biaya penyimpanan akan semakin besar, yang mengakibatkan kurva holding cost semakin meningkat. Dari gambar 2.1 terlihat bahwa antara holding cost dan ordering cost berhubungan terbalik dimana jumlah keduanya akan menghasilkan kurva total inventory cost yang convex (Mulyono, 2004). Jadi tinggi (jarak) kurva total inventory cost pada setiap titik Q merupakan hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua kurva komponen biaya tersebut secara tegak lurus. Solusi optimal dari fungsi tujuan akan ditentukan pada saat total inventory cost minimum (Subagyo et al, 2000). 2.7 Model Persediaan Economic Order Quantity (EOQ)

Model ini merupakan salah satu model deterministik statis. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini menjadi inspirasi bagi para pakar persediaan untuk mengembangkan metode-metode pengendalian persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang (Baroto, 2002). Jumlah pemesanan yang dapat meninimumkan total biaya persediaan disebut Economic Order Quantity (EOQ). Model EOQ merupakan model persediaan yang paling sederhana. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain (Nasution et al, 2008): a. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan. b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu). c. Tidak ada quantity discount. d. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (storage). e. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously) atau tingkat produksi (production rate) barang yang dipesan berlimpah (tak terhingga). f. Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan artinya tidak ada tenggang waktu. g. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan. Model dasar EOQ merupakam model yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan secara ekonomis sehingga dapat meminimumkan biaya total persediaan. Dalam model dasar EOQ diasumsikan bahwa harga beli barang persediaan dianggap selalu sama atau tetap. Dalam kenyataannya, harga barang tidaklah selalu sama karena adanya faktor diskon sehingga model EOQ tidaklah relevan bila digunakan pada pengembangan model dengan adanya faktor diskon, yaitu all unit discount. Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah ( ) setiap kali pemesanan (EOQ) sehingga meminimisasi biaya total persediaan ( ). 2.8 Hubungan Pemasok dan Pembeli

Bahan baku (raw materials) merupakan input dari proses transformasi menjadi produk jadi. Selain aspek kualitas, aspek pengiriman bahan baku merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh pembeli. Pemasok sebagai pihak yang memproduksi bahan baku, sedangkan pembeli adalah pihak yang melakukan permintaan bahan baku kepada pemasok untuk diproduksi. Keputusan untuk menggunakan beberapa pemasok atau sedikit pemasok tergantung dari analisis kebutuhan dan biaya untuk pengadaan bahan baku atau komponen yang dibutuhkan. Transaksi diawali dengan adanya pesanan bahan baku oleh pembeli kepada pemasok dengan ongkos pesan C, pada suatu horizon perencanaan T yang terdiri atas beberapa n yang sama. Pemasok mengeluarkan ongkos transportasi untuk pengiriman bahan baku kepada pembeli, dan harga per unit bahan baku adalah C s. Berdasarkan hal diatas, maka tujuan pemasok adalah memproduksi bahan baku sebesar Q s sehingga total biaya yang dikeluarkan minimum. 2.8.1 Biaya-Biaya Persediaan pada Pemasok dan Pembeli (Agus Ristono, 2008) Dengan memperhatikan hubungan terintegrasi antara pemasok tunggal dan pembeli tunggal seperti yang telah diuraikan diatas, terdapat empat biaya yang mempengaruhi pengoptimalan biaya total persediaan sebagai berikut: a) Biaya Pesan Biaya pesan merupakan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian. Biaya ini tidak tergantung kuantitas pesanan tetapi frekuensi pemesanan. b) Biaya Pembuatan(Setup) Biaya setup yang dimaksud adalah biaya yang timbul untuk persiapan memproduksi bahan baku. Biaya ini timbul didalam pabrik, yang meliputi ongkos menyetel mesin, biaya mempersiapkan gambar kerja, dan sebagainya. c) Biaya Transportasi/Pengangkutan Biaya ini meliputi biaya yang menyangkut pengangkutan bahan baku dari pemasok ke gudang akhir pembeli. Beberapa hal yang menimbulkan biaya ini adalah pengangkutan dari gudang pemasok ke pelabuhan muat, pengangkutan

dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan, pengangkutan dari pelabuhan tujuan ke gudang pembeli, pengangkutan dari gudang pembeli yang satu ke gudang pembeli yang lain, bongkar muat di pelabuhan muat, bongkar muat di pelabuhan tujuan, dan resiko klaim angkutan yang tak tertagih (Indrajit, 2003). Indrajit (2003, hal: 125) menyebutkan beberapa cara utnuk mendapatkan biaya pengangkutan yang kompetitif yaitu dengan melakukan kontrak jangka panjang, menggabung pengangkutan dalam tonase atau volume yang besar, mengurus pengangkutan sendiri atas kontrak seluruh angkutan atau tidak satu demi satu. d) Biaya Simpan Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan (Yamit, 2005, hal: 9). Pada umumnya biaya simpan pada pemasok berbeda dengan biaya simpan pada pembeli. 2.9 Pendekatan Informasi dengan Vendor Managed Inventory (VMI) dan Consignment Inventory (CI) Pendekatan informasi merupakan pendekatan yang memanfaatkan teknologi informasi untuk dapat berbagi informasi antara pemasok dan pembeli, sehingga dapat mengoptimalkan sistem kerja yang ada, dimana dalam hal ini terjadi hubungan integrasi yang sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak. 2.9.1 Vendor Managed Inventory (VMI) Vendor Managed Inventory atau sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok adalah sistem optimisasi kinerja supply chain, dimana pemasok mempunyai akses ke data inventori pelanggan dan bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat inventory oleh pelanggan.

Sistem Vendor Managed Inventory dapat dicapai melalui suatu proses dimana pemasokan ulang dilakukan oleh pemasok melalui evaluasi secara teratur dalam periode waktu tertentu yang dilakukan oleh pemasok sendiri pada on-site inventory (titik penggunaan persediaan). On-site inventory dihitung oleh pemasok, jika terdapat material yang rusak atau cacat maka material itu akan diganti oleh pemasok dan pemasok yang akan bertanggung jawab terhadap pengisian ulang inventori sesuai tingkat yang telah disepakati oleh pembeli/perusahaan. Menurut Vincent Gaspersz (2007:507) terdapat empat karakteristik umum pada sistem Vendor Managed Inventory, yaitu: a. Pemasok bertanggung jawab penuh terhadap tingkat persediaan pelanggannya. b. Pengisian ulang ditentukan oleh pemasok. c. Pertukaran data secara teratur antara pemasok dan pelanggannya. 2.9.2 Consignment Inventory (CI) Menurut Gumus dkk (2008), sistem Consignment Inventory merupakan sistem dimana pemasok diberi informasi mengenai permintaan produk oleh pembeli, namun pembeli tetap menentukan waktu dan ukuran pemesanan. Pada sistem ini, produk dimiliki oleh pemasok hingga dimanfaatkan oleh pembeli dan produk tersebut disimpan di lokasi pembeli. Walaupun pembeli memiliki kewenangan terhadap waktu dan jumlah yang dipesan, pembeli membayar produk tersebut hanya sesudah produk dimanfaatkan sehingga pembeli tidak memiliki ongkos simpan. Dengan kata lain, ongkos simpan pembeli menjadi tanggung jawab pemasok. Dapat disimpulkan bahwa Consignment Inventory hanya menguntungkan pembeli, disisi lain Consignment Inventory akan menguntungkan pemasok tergantung pada ongkos transportasi dan siapa yang membayar ongkos transportasi. Dalam hal ini, apabila kedua pendekatan informasi ini digabungkan akan mengahsilkan pendekatan sitem informasi dengan Vendor Managed Inventory dengan Consignment (VMI-C), dimana menyebabkan pergeseran tanggung jawab pembeli ke pemasok. Keputusan menentukan ukuran pemesanan dan waktu

pengiriman dilakukan oleh pemasok, meskipun pemasok tetap memperoleh manfaat berupa pengurangan total ongkos simpan. Adapun perbandingan antar CI, VMI, VMI- C dapat dilihat pada tabel berikut: CI VMI VMI-C Kebutuhan pemesanan dilakukan oleh B V V Ongkos pesan dibebankan pada B V V Kepemilikan persediaan pada V B V Ongkos simpan pembeli dibebankan pada V B V Gambar 2.2 Tabel Perbandingan Persediaan Keterangan : B = Pembeli V = Pemasok Dalam sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok terdapat model sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok yang umumnya dilakukan oleh banyak perusahaan. Model tersebut dapat digambarkan oleh gambar dibawah berikut: Perusahaan pelanggan Perusahaan pelanggan mengirimkan data yang berhubungan dengan distribusi pasokan (tempat dan metode pengiriman), peramalan penjualan, penjadwalan produksi, dan Feed Back Pemasok Pengolahan data oleh pemasok

Hasil Gambar 2.2 Model sistem pengelolaan persediaan pada pemasok Dengan hubungan kerjasama antara pembeli dan pemasok dalam saling memberikan informasi untuk memudahkan dan meminimumkan biaya yang dikeluarkan, maka dengan pengembangan model pengendalian persediaan EOQ dapat diperoleh total ongkos keduanya minimum sehingga dapat memberikan solusi optimal. Notasi-notasi yang digunakan dalam pembuatan model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C) adalah: D = jumlah permintaan produk per tahun (unit) y = jumlah kebutuhan bahan baku per tahun C B p n h B h V A S c(y) Q B Q V TC B TC' B = harga bahan baku yang disepakati oleh pembeli (Rp/unit) = harga jual produk (Rp/unit) = jumlah periode = ongkos simpan pembeli per tahun = ongkos simpan pemasok per tahun = ongkos pesan pembeli (Rp/pesan) = ongkos setup pemasok (Rp/setup) = fungsi ongkos produksi dan distribusi (Rp) = ukuran lot pemesanan pembeli = ukuran lot pengiriman pemasok = total ongkos persediaan pembei (Rp) = total ongkos persediaan pembeli dengan VMI (Rp) TC"B = total ongkos persediaan pembeli dengan VMI-C (Rp) TC V = total ongkos persediaan pemasok (Rp) TC' V = total ongkos persediaan pemasok dengan VMI (Rp) TC" V = total ongkos persediaan pemasok dengan VMI-C (Rp) = keuntungan pembeli (Rp) = keuntungan pembeli dengan VMI (Rp) = keuntungan pembeli dengan VMI-C (Rp)

= keuntungan pemasok (Rp) = keuntungan pemasok dengan VMI (Rp) = keuntungan pemasok dengan VMI-C (Rp)