BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

Endang Basuki dan Trevino Pakasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit menular merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama yang terjadi dalam kesehatan global. TB menjadi peringkat kedua penyebab kematian didunia setelah HIV. Angka kematian TB tahun 2014 mencapai 1.500.000 jiwa dan 140.000 diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi sebanyak 9.600.000 kasus TB baru yang 5.400.000 diantaranya adalah pria, 3.200.000 adalah wanita dan 1.000.000 adalah anak-anak. Berdasarkan estimasi tersebut hanya sekitar 6.000.000 kasus TB baru yang dilaporkan. Jika dibandingkan dengan estimasi angka 9,6 juta kasus TB baru, laporan kasus tersebut hanya sebesar 63%. Dengan demikian di dunia terdapat 37% dari kasus TB baru yang tidak terdiagnosis atau tidak terlaporkan. Indonesia merupakan negara kedua dari lima negara dengan jumlah insidensi kasus TB terbesar di tahun 2014, yaitu India (2.0-2.3 juta), Indonesia (0.7-1.4), China (0.8-1.0), Nigeria (0.34-0.87) dan Pakistan (0.37-0.65). Estimasi Insidensi TB di Indonesia adalah 1 juta per tahun (WHO, 2015). Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ dan jaringan lain, namun organ yang lebih sering terserang adalah paruparu (Steingart et al, 2014; Kemkes, 2015). TB memiliki karakteristik cara penularan yang mudah melalui udara yaitu percikan dahak atau droplet. Pengendalian penularan TB ini dilakukan dengan strategi Directly Observed 1

2 Treatment Short-course (DOTS) sesuai dengan rekomendasi dari WHO pada tahun 1994. Strategi ini tediri atas lima pilar yaitu: 1) Komitmen politis dari pengambil keputusan, 2) Diagnosis dan pemeriksaan mikroskopis dahak penderita, 3) Jaminan ketersediaan obat dan jalur distribusinya, 4) Pengawas langsung minum obat (PMO) dan 5) Menggunakan pencatatan pelaporan dalam mempermudah pemantauan dan pembinaan (Kemkes, 2013; Maryun, 2007). Penemuan suspek penderita TB pada strategi DOTS menggunakan passive case finding yaitu penjaringan yang hanya dilakukan pada penderita yang datang berkunjung pada pusat pelayanan kesehatan yang dalam hal ini adalah puskesmas. Penjaringan dengan cara demikian tidak dapat menjaring suspek TB yang tidak berkunjung pada pusat pelayanan kesehatan, sehingga beberapa sumber penularan tidak dapat dicegah secara dini (Wahyudi, 2010). World Health Assembly (WHA) mendeklarasikan pencapaian keberhasilan strategi DOTS dalam deteksi kasus baru BTA positif sebesar 70%, dan penyembuhan sebesar 85% dari kasus pada tahun 2000 (WHO, 2009). Strategi lain yang diperkenalkan WHO di tahun 2006 adalah stop TB partnership yang bertujuan untuk mengintensifkan penanggulangan TB dan menjangkau semua pasien. Strategi stop TB partnership mempunyai enam komponen yaitu: 1) perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas tinggi, 2) mengatasi TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya, 3) penguatan sistem kesehatan, 4) keterlibatan semua pemberi pelayanan kesehatan, 5) pemberdayaan pasien dan komunitas, 6) mendorong dan meningkatkan penelitian (WHO, 2006). Kedua strategi yang dijalankan tersebut baik DOTS maupun stop TB partnership tidak dapat merealisasikan target MDGs dalam

3 menurunkan prevalensi dan mortatiltas TB secara cepat hingga separo di tahun 2015 (Dye et al cit Murti, 2005). Indikator yang dilihat dalam keberhasilan pengendalian TB meliputi capaian Case Detection Rate (CDR), Case Notification Rate (CNR), proporsi pasien TB anak, angka keberhasilan pengobatan TB dan proporsi pengobatan pasien TB RR/TB MDR. Indikator CDR digunakan untuk menggambarkan cakupan penemuan pasien TB baru dengan BTA positif. Kecenderungan atau trend CDR yang terjadi di Indonesia mengalami penurunan dari 60% di tahun 2013 menjadi 46% di tahun 2014. Penurunan capaian CDR terjadi pula di Kabupaten Sukoharjo yaitu dari 33% di tahun 2013 menjadi 30% di tahun 2014. Demikian halnya pada salah satu puskesmas di wilayah kerja Kabupaten Sukoharjo yaitu Puskesmas Baki, capaian CDR tahun 2014 menurun dibanding 2013 yaitu dari 25,6% menjadi 23,78%. Hal ini mengartikan bahwa di tingkat nasional maupun daerah capaian CDR masih jauh dari target 70% yang dideklarasikan oleh WHO (Kemkes, 2015; DKK Sukoharjo, 2014). Penelitian yang dilakukan Murti et al (2015) di Sukoharjo diketahui bahwa faktor kegagalan capaian CDR antara lain: 1) penemuan CDR lebih mengandalkan passive case finding (PCF) dan belum mengoptimalkan active case finding (ACF), 2) belum optimalnya partisipasi masyarakat dan modal sosial, 3) penjaringan suspek penderita TB terlalu longgar (terlalu sensitif) karena banyak suspek yang terjaring meskipun tidak memenuhi kriteria, 4) kualitas dahak yang kurang baik. Serupa dengan penelitian yang dilakukn oleh Awusi et al (2009) yang mengidentifikasi bahwa penjaringan suspek,

4 pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) dan pelatihan DOTS petugas puskesmas berpengaruh positif pada penemuan kasus TB dan dapat meningkatkan CDR. Rendahnya penemuan kasus TB yang terjadi akan berakibat pada meningkatknya morbiditas, disabilitas, mortalitas dan transmisi TB di lingkungan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan angka temuan kasus TB dengan BTA positif dapat dilakukan melalui kerjasama masyarakat dengan petugas kesehatan. Anggota masyarakat yang dapat dilibatkan dalam hal ini adalah kader kesehatan. Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam membantu program pengendalian TB dan sudah dilatih (Depkes, 2009). Upaya dalam penjaringan suspek TB di masyarakat merupakan salah satu peran kader yang perlu diperkuat melalui edukasi dan komunikasi. Peran kader yang demikian dinilai sesuai dengan salah satu komponen dalam strategi stop TB partnership yaitu pemberdayaan pasien dan komunitas dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada petugas kesehatan dalam penyelesaian suatu masalah kesehatan. Peran kader kesehatan yang aktif akan mempengaruhi terlaksananya kinerja dalam pengendalian kasus TB. Kinerja kader dalam pengendalian kasus ini sangat berhubungan dengan perilaku sehat kader tersebut mengenai TB. Teori Health Belief Model (HBM) menguraikan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai konstruk diantaranya: 1) kerentanan terhadap penyakit (perceived susceptibility), 2) keseriusan penyakit (perceived seriousness), 3) manfaat yang dirasakan (perceived benefit), 4) hambatan yang dirasakan (perceived barriers), 5) efikasi diri (self efficacy) dan 6)

5 dorongan untuk bertindak (cues to action)(glanz, 2002). Beberapa penelitian dengan teori Health Belief Model telah ada dengan subjek penelitian yaitu pasien TB dan petugas kesehatan. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti menyadari perlunya dilakukan penelitian dengan subjek berbeda yaitu dari kader kesehatan yang perannya penting dalam keberhasilan pengendalian kasus tuberkulosis. Keterbaruan dalam sebuah penelitian juga mendorong peneliti untuk menggunakan model analisis jalur (Path Analysis) untuk mengetahui besarnya hubungan suatu variabel baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan paparan tersebut diatas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan pendidikan dan konstruk health belief model dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal tersebut di atas dapat di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis? 2. Apakah ada hubungan persepsi kerentanan terhadap penyakit (perceived susceptibility) dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis? 3. Apakah ada hubungan persepsi keseriusan penyakit (perceived seriousness) dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis? 4. Apakah ada hubungan persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefit) dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis?

6 5. Apakah ada hubungan persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barriers) dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis? 6. Apakah ada hubungan efikasi diri (self efficacy) dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis? 7. Apakah ada hubungan dorongan untuk bertindak (cues to action) dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan pendidikan dan konstruk health belief model dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis. b. Menganalisis hubungan persepsi kerentanan terhadap penyakit dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis. c. Menganalisis hubungan persepsi keseriusan penyakit dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis. d. Menganalisis hubungan persepsi manfaat yang dirasakan dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis. e. Menganalisis hubungan persepsi hambatan dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis. f. Menganalisis hubungan efikasi diri dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis

7 g. Menganalisis hubungan dorongan untuk bertindak dengan kinerja kader pada pengendalian kasus tuberkulosis. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis, sebagai pengembangkan teori dan menambah wawasan tentang pengendalian tuberkulosis sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang akan datang. 2. Manfaat praktis bagi instansi pelaksana program, hasil penelitian dapat memberikan masukan dalam program pengendalian kasus TB yang berkaitan dengan peran serta kader dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit. 3. Untuk masyarakat umum, hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman berbagai hal mengenai penyakit tuberkulosis dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berperan serta pada pencegahan dan pemberantasan penyakit.