PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho

dokumen-dokumen yang mirip
KUALITAS BATUGAMPING BERDASARKAN ANALISIS KLASIFIKASI GEOMEKANIK DI GOA SEROPAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KLASIFIKASI GEOTEKNIK GOA SUNGAI BAWAH TANAH DAERAH SEROPANWONOSARI GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ciri Litologi

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

LAPORAN PENELITIAN TESIS 2013 BAB I PENDAHULUAN

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini. Bagi bangsa Indonesia pemenuhan kebutuhan energi diperlukan bagi

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Pembangkit Listrik Tenaga Air. BY : Sulistiyono

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

PAPER GEOLOGI TEKNIK

METODE GEOLISTRIK IMAGING KONFIGURASI DI- POLE-DIPOLE DIGUNAKAN UNTUK PENELUSURAN SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH PADA KAWASAN KARST DI PACITAN, JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. BAB I PENDAHULUAN

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

Transkripsi:

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho Teknik Geologi FTKE- Universitas Trisakti Program Doktor Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Abstrak Goa Seropan adalah salah satu goa di Kecamatan Semanu yang berada di kawasan karst Gunung Kidul Yogyakarta. Dari hasil penelitian Karlsruhe Institut of Teknology (KIT) Jerman, sungai bawah tanah di goa tersebut sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dibuat suatu bendungan bawah tanah dan instalasi mikrohidro, untuk memompa air sungai tersebut keatas. Air yang telah dipompa tersebut dimanfaatkan sebagai air baku kebutuhan sehari-hari dan untuk irigasi di permukaan.. Untuk maksud tersebut maka perlu adanya penelitian stabilitas massa batuan yang ada di goa Seropan. Stabilitas suatu terowongan atau goa, sangat dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor non-geologi. Faktor geologi yang paling dominan pada umumnya adalah struktur geologi, dapat berupa kekar maupun sesar, jenis batuan serta kualitas massa batuan yang ada. Batuan yang ada di goa Seropan pada umumnya adalah batugamping, berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989) atau dikenal sebagai Klasifikasi geomekanika, batuan tersebut termasuk dalam klas III dan klas IV, yang berarti batuan tersebut termasuk berkualitas sedang sampai jelek. Sampai saat ini kondisi goa relatif tetap stabil dan aman, hal ini disebabkan karena goa tersebut terbentuknya secara alami sehingga proses redistribusi tegangan disekitar goa terjadi bersamaan dengan proses pembentukan goa dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Meskipun demikian, dibeberapa bagian dari goa tersebut perlu untuk diwaspadai karena pengaruh dari kekar yang ada dapat mengakibatkan runtuhnya atap goa. Kata kunci : struktur geologi, stabilitas, klasifikasi geomekanika. 19

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Goa Seropan adalah salah satu goa yang ada di kawasan karst kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di dalam goa tersebut terdapat sungai bawahtanah yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Sungai bawah tanah tersebut mempunyai debit sekitar 600 800 liter per detik pada musim kemarau (Puslitbang SDA, 2009), sehingga sungai bawahtanah di goa Seropan ini akan dimanfaatkan dengan membangun bendung bawahtanah, untuk menggerakkan instalasi mikrohidro yang menghasilkan listrik. Listrik tersebut nantinya akan digunakan untuk memompa air sungai kepermukaan, yang dimanfaatkan untuk keperluan hidup sehari-hari dan juga untuk irigasi. Bendung ini nantinya akan menjadi bendung bawahtanah yang kedua di Indonesia, setelah bendungan bawahtanah di Goa Bribin, yang letaknya juga di daerah Gunung Kidul. Studi pendahuluan dan studi kelayakan sudah dilakukan yang merupakan kerjasama antara Kementerian Pekerjaan Umum Indonesia dengan pemerintah Jerman. Meskipun demikian, penelitian tersebut masih harus dilengkapi dengan penelitian Geologi Teknik, khususnya yang menyangkut kondisi dan kualitas teknis batugampingnya. Goa Seropan yang terletak di daerah Gunung Kidul ini berada pada suatu kawasan Karst yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Selatan. Kawasan karst terbentuk akibat proses pelarutan batugamping yang intensif. Batugamping tersusun atas mineral karbonat yang mudah larut oleh air. Proses tersebut menghasilkan porositas sekunder yang semakin berkembang sehingga kawasan karst ini merupakan suatu bentangalam yang sangat spesifik. Suatu ciri umum kawasan karst adalah adanya bentukan-bentukan atau ornamen, yang berada di atas permukaan disebut sebagai eksokarst dan yang berada di bawah permukaan disebut sebagai endokarst, (gambar 1). Pada musim penghujan, bagian permukaan kawasan karst ini banyak terdapat tumbuhan dan dijadikan ladang pertanian, tetapi pada musim kemarau, di bagian permukaan kawasan karst biasanya sangat gersang dan tandus, seperti tampak pada gambar 2. Sementara itu, di bagian bawahnya justru banyak ditemukan air yang cukup banyak dan bahkan dapat menjadi sungai bawah tanah. 20

Gambar 1. Kenampakkan sebagian morfologi di permukaan (eksokarst) dan di permukaan (endokarst). bawah Gambar 2. Kondisi salah satu bagian di Kabupaten Gunung Kidul pada saat musim hujan dan pada saat musim kemarau. Pada kawasan ini, umumnya banyak sumber air Seropan 800 liter per detik dan terdapat rekahan dan rongga-rongga, baik sumber air Ngobaran 135 liter per detik di permukaan maupun di bawah (Puslitbang SDA,2009). permukaan, akibat adanya struktur geologi Tindak lanjut dari hasil penelitian yang dilanjutkan dengan proses pelarutan tersebut, Kementerian Riset dan yang intensif terhadap karbonat yang ada Pendidikan Pemerintah Federasi Jerman pada batuan tersebut dan akhirnya akan (BMBF) melalui Institute for Water menghasilkan rongga-rongga yang tidak Resources Management, Hydraulic and jelas pola maupun penyebarannya. Rural Engineering (IWK) Universitas Hasil penelitian tim konsultan pemerintah Karlsruhe melakukan survey intensif untuk Inggris tahun 1980 di daerah Gunung Kidul, pemanfaatan dan manajemen air bawah didapatkan hasil bahwa ada sejumlah tanah. Hasil survey tersebut besar pengumpulan air di bawah tanah menyimpulkan bahwa air sungai bawah yang berupa sungai bawah tanah. Terdapat tanah harus dapat dimanfaatkan untuk empat sumber air sungai bawah tanah keperluan dipermukaan, diantaranya yang memiliki debit yang memadai, yaitu adalah sebagai pasokan air untuk sumber air Baron 1.080 liter per detik, keperluan hidup sehari-hari. Untuk itu sumber air Bribin 1.000 liter per detik, maka air sungai bawah tanah tersebut 21

harus dinaikkan kepermukaan. Cara untuk menaikkan air tersebut jika dipompa dengan menggunakan pompa konvensional akan sangat mahal dan sangat memberatkan penduduk. Untuk itu kemudian dibuat perencanaan yang intinya adalah bagaimana memanfaatkan air sungai agar dapat menghasilkan listrik yang kemudian digunakan untuk memompa air ke atas permukaan. Pemanfaatan tersebut dilakukan dengan cara membuat bendungan di bawah tanah yang membendung aliran air sungai bawah tanah. Hasilnya adalah pemanfaatan air sungai bawah tanah di goa Bribin dengan pembangunan bendungan bawah tanah dan turbin pembangkit tenaga listrik Mikrohidro untuk memompa air sungai bawah tanah tersebut agar dapat naik keatas permukaan tanah. Pembuatan bendungan dan Instalasi Mikrohidro tersebut saat ini sudah selesai dan merupakan bendungan bawah tanah pertama di dunia. Karena pembangunan instalasi mikrohidro di sungai bawah tanah goa Bribin saat ini dianggap berhasil, maka program ini akan diperluas dan dilanjutkan lagi ditempat yang berbeda. Hasil studi berikutnya dari Institute for Water Resources Management, Hydraulic and Rural Engineering (IWK), Universitas Karlsruhe Pemerintah Federasi Jerman, adalah pembangunan bendungan air selanjutnya akan dilakukan di sungai bawah tanah goa Seropan. 1.2.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas massa batuan disepanjang goa dan mengetahui seberapa besar pengaruh struktur geologi, yang berupa kekar atupun bidang-bidang diskontinyu terhadap kestabilan goa Seropan. 1.3.Lokasi daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Goa Seropan yang berada di wilayah desa Dadapayu, Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta (Gambar 3). Goa Seropan terletak sekitar 40 km ke arah tenggara Yogyakarta. Aksesibilitas cukup mudah, dari Yogyakarta menuju Wonosari, kemudian disambung dengan jalan kearah Bedoyo. Lokasi pintu masuk goa sekitar 100 meter dari jalan Wonosari Bedoyo. Secara keseluruhan Goa Seropan ini dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 sampai 2,5 jam dari Yogyakarta dengan menggunakan kendaraan bermotor. 22

Lokasi daerah Penelitian Gambar 3. lokasi daerah penelitian 1.3. RumusanMasalah Batugamping di daerah Gunung Kidul dan Goa Seropan termasuk dalam kawasan karst, karena batugamping di daerah tersebut sudah mengalami proses karstifikasi. Hal ini mengakibatkan karakteristik fisik batugamping tersebut berbeda dengan batugamping pada umumnya. Perbedaan karakteristik fisik antara batugamping pada kawasan karst dengan batugamping dan batuan sedimen pada umumnya antara lain adalah: 1). Banyak terdapat rongga-rongga, akibat adanya proses pelarutan terhadap karbonat pada batugamping tersebut. 2). Banyak terdapat rekahan-rekahan sebagai bidang diskontinyu, yang dapat disebabkan oleh adanya struktur geologi dan akibat proses pelarutan. 3). Rekahan yang ada sulit untuk ditentukan polanya sehingga sulit untuk diketahui baik dalam penyebaran maupun dalam dimensinya Dari kenyataan tersebut maka masalah yang utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh struktur geologi terhadap kestabilan goa Seropan. 1.4. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan penyempurnaan terhadap kualitas perencanaan konstruksi teknik yang akan dibuat untuk instalasi Mikrohidro di goa Seropan. II. METODOLOGI Metode yang digunakan untuk pendekatan dalam penyelesaian masalah ini adalah dengan cara membuat klasifikasi massa batuan dengan klasifikasi geomekanika. Dengan klasifikasi tersebut diharapkan dapat mengetahui kualitas massa batuan, pengaruh struktur geologi dan bidang diskontinyu yang ada terhadap kestabilan goa Seropan. 2.1. Kondisi Geologi Daerah Penelitian 23

Daerah penelitian merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Sewu. Morfologi daerah penelitian ini berupa perbukitan karst yang tersebar merata pada seluruh daerah penelitian. Ketinggian pada daerah ini berkisar antara 150-500 meter dari permukaan laut. Satuan ini dicirikan dengan pola penyebaran dari bentang alam yang sejajar dengan besar kelerengan 10-15% dan bentuk relief secara keseluruhan membulat. Batuan yang mendominasi daerah penelitian adalah batugamping klastik, disamping itu juga terdapat batugamping terumbu yang tersebar di daerah ini.batuan ini menempati ±70 % dari seluruh daerah penelitian. Ketebalannya tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tidak ditemui batas bawahnya. Kedudukan lapisan batugamping berkisar antara U329 0 T sampai U340 0 T. Kemiringan lapisan berkisar antara 10 0-18 0. Secara megaskopik, batuan ini berwarna abu-abu, dengan ukuran butir pasir halus-sedang, bentuk butir membulat-membulat tanggung, pemilahan baik, porositas baik, kemas grain supported, dan kekompakan cukup. (Foto 1). Selain batugamping klastik, terdapat juga batugamping non-klastik yaitu batugamping terumbu. Kondisi singkapan segar menempati hampir 30% dari seluruh daerah penelitian. Ketebalan batugamping ini tidak dapat dipastikan karena tidak ditemui batas bawah dari lapisan ini. Tidak terdapat pengukuran pada batuan ini, dikarenakan tidak adanya bidang perlapisan pada batugamping terumbu. Singkapan batugamping terumbu ditemukan dalam keadaan segar dan berwarna abu-abu (Foto 2). 2.2. Kondisi umum Goa Seropan Panjang goa ini yang sampai saat ini diketahui adalah sekitar 888 meter dengan kedalaman sekitar 62 meter dari permukaan. Pintu goa terletak pada dasar dari sebuah cekungan tertutup, seperti. tampak pada gambar. Jalan yang menuju ke pintu goa sudah dibuat tangga dari beton, sekaligus untuk perawatan instalasi yang sudah terpasang di dalam goa tersebut 24

Foto 3. Pintu masuk Goa Seropan Lorong awal beratap rendah sampai pada suatu ruangan yang lebih besar. Bagian lorong berikutnya dapat diakses dengan berjalan kaki. Panjang lorong dari mulut goa sampai ke badan sungai bawah tanah sekitar 211 meter. Sungai bawah tanah di goa Seropan ini mempunyai debit 600 800 liter per detik pada musim kemarau (Puslitbang SDA, 2009) Lorong kearah hulu, seluruhnya terendam air dengan kedalaman antara 1 meter sampai 1,5 meter. Pada bagian sisi dalam belokan sungai, biasanya air lebih dalam. Lorong ini berakhir pada sebuah sump, yaitu lorong goa yang seluruhnya terendam air, dari dasar sampai atap. Kearah hilir, kedalaman air relatif lebih dangkal, sekitar 0,6 meter sampai 1,25 meter, hanya di beberapa tempat memang ada yang sampai kedalaman 1,5 meter. Lorong ini berakhir pada sebuah tempat dimana terdapat air terjun pertama dengan ketinggian sekitar 8 meter. Untuk menuruni air terjun tersebut, saat ini menggunakan tangga besi darurat, meskipun sebaiknya dianjurkan tetap menggunakan peralatan pengaman untuk medan vertical (Yulianto ASC, 2010). Setelah air terjun pertama ini, lorong masih berlanjut sekitar 200 meter sebelum berakhir pada air terjun kedua setinggi 9 meter. Selanjutnya, aliran air sungai bawah tanah ini berakhir pada sebuah sump lagi. 25

Gambar 4. Ilustrasi bawah permukaan Goa Seropan (ASC, 1988) Sama halnya dengan di goa Bribin, pemanfaatan air sungai bawah tanah dengan pembangunan bendungan yang diintegrasikan dengan pembangkit tenaga mikrohidro akan segera dilakukan di goa Seropan. Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Institute for Water Resources Management, Hydraulic and Rural Engineering (IWK), Universitas Karlsruhe Pemerintah Federasi Jerman di goa Seropan dipandang masih belum cukup, diantaranya masih perlu dilengkapi dengan penelitian Geologi Teknik yang lebih teliti, untuk mengetahui kualitas dan stabilitas batugamping di goa tersebut. 2.3. Klasifikasi Geomekanika Klasifikasi Rock Mass Rating atau lebih dikenal sebagai Klasifikasi Geomekanika yang dibuat oleh Bieniawski (1973), merupakan salah satu dari banyak pilihan dalam klasifikasi massa batuan. Klasifikasi ini dipandang paling sesuai dan cukup representatif untuk keperluan penelitian geologi, karena sudah mulai banyak menggunakan parameter geologi dan bersifat kuantitatif, sehingga mudah dimengerti oleh ahli bidang teknik lainnya, misalnya ahli teknik sipil, ahli teknik pertambangan dan sebagainya. Dengan klasifikasi ini dapat dihitung seberapa besar pengaruh dari masing-masing parameter maupun pengaruh dari struktur geologi secara umum. Klasifikasi ini menggunakan 6 (enam) parameter utama, yaitu Kuat tekan Uniaksial, Rock Quality Designation, Spasi kekar, Kondisi kekar atau bidang diskontinyu, airtanah dan Orientasi bidang diskontinyu. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam membuat klasifikasi geomekanika ini, jalur penelitian di dalam goa dibagi menjadi beberapa segmen. Pembagian segmen ini didasarkan pada kondisi goa di lapangan, kondisi batuan, dan kondisi struktur geologinya. Secara umum, berdasarkan atas kondisi struktur geologinya, daerah penelitian dibagi menjadi 8 segmen, seperti pada gambar 4 26

Hasil pengukuran lapangan terhadap setiap parameter klasifikasi, kemudian dibuat klasifikasi terhadap massa batuan di daerah tersebut, hasilnya adalah seperti pada tabel 1 berikut ini: No Tabel 1 : Klasifikasi massa batuan (Bieniawski, 1984) Parameter Nilai (nilai rata-rata) Bobot 1 UCS / Kuat Tekan Uniaksial 18,80 MPa 2 2 RQD (Rock Quality Designation) 99,67% 20 3 Spasi / jarar antar kekar 0,9 1,8 m 15 4 Kondisi kekar / bidang diskontinyu 9 5 Kondisi Airtanah basah 7 6 Orientas i Jumlah 53 Sedang / tidak menguntungkan -12 Jumlah bobot setelah penyesuaian 41 Kelas Batuan III 27

Arti dari kelas batuan(untuk terowongan) Stand-up time 1 minggu untuk span 5 m Menurut Klasifikasi Massa Batuan dengan sistem RMR atau dikenal dengan Klasifikasi Geomekanika ini, terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi kelas batuan dan dampaknya berpengaruh terhadap kestabilan goa itu sendiri. Parameter yang berhubungan dengan kondisi geologi yang dalam hal ini adalah struktur kekar, parameter RQD, spasi atau jarak antar kekar dan kondisi kekar itu sendiri. Analisis pengaruh setiap parameter utama tersebut dilakukan dengan cara menghitung besarnya pengaruh setiap parameter, dalam persentase (%) berdasarkan bobotnya pada setiap dinding goa, yaitu pada dinding kiri dan kanan, Menghitung ratarata pengaruh setiap parameter tersebut pada goa, mengelompokan parameter yang berhubungan langsung dengan struktur kekar dan menjumlahkan besarnya pengaruh masing-masing parameter tersebut, Menyimpulkan besarnya pengaruh dari parameter yang non-geologi (UCS dan Airtanah), serta pengaruh dari parameter geologi (RQD, Spasi kekar, dan Kondisi kekar). Hasil perhitungan tersebut dari parameter non-geologi hanya sebesar 16,97% dengan perincian UCS sebesar 3,77% dan airtanah sebesar 13,20%. Sedangkan pengaruh dari parameter geologi (kekar) adalah sebesar 83,01%, yang terdiri dari RQD 37,73%, spasi kekar 28,30% dan kondisi kekar 16,98%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa ternyata pengaruh struktur geologi (kekar) sangat besar terhadap kestabilan goa tersebut, yang mencapai 83,01%. Sedangkan pengaruh dari parameter non-geologi yang berasal dari kuat tekan uniaksial dan air tanah, sangat kecil yaitu sebesar 16,97%. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada table 2. No 1 Tabel 2 Perhitungan % bobot dari setiap parameter klasifikasi. Parameter Nilai Bobot % bobot Jumlah (nilai rata-rata) thd total UCS / Kuat Tekan Uniaksial 2 RQD (Rock Quality Designation) 3 Spasi / jarar antar kekar 4 Kondisi kekar / bidang diskontinyu 18,80 MPa 2 3,77% 3,77% 99,67% 20 37.73% 0,9 1,8 m 15 28,30% 9 16,98% 83,01% Penyebab Bukan struktur geologi Struktur geologi 5 Kondisi Airtanah basah 7 13,20% 13,20% Bukan 28

Jumlah 53 99,98% struktur geologi KESIMPULAN Daerah penelitian termasuk dalam Formasi Wonosari dengan litologi batugamping klastik dan batugamping terumbu. Geomorfologi daerah penelitian berada pada perbukitan karst yang ditandai dengan adanya goa serta adanya aliran sungai bawah tanah. Dari hasil penyusunan Klasifikasi Massa Batuan dengan sistem RMR atau klasifikasi geomekanika, terlihat bahwa massa batuan pada lorong goa Seropan ini termasuk dalam kelas batuan III, yang artinya batuan termasuk dalam kualitas sedang, yang berarti mempunyai stand-up time 1 minggu untuk span sepanjang 5 m. Berdasarkan hasil analisa setiap bobot dari parameter yang ada, diperoleh hasil bahwa pengaruh parameter yang berhubungan dengan struktur geologi sangat tinggi terhadap stabilitas goa Seropan yaitu mencapai 83,01%. Sedangkan pengaruh dari parameter nongeologi yang berasal dari kuat tekan uniaksial dan air tanah, sangat kecil yaitu sebesar 16,97%, walaupun pengaruh nonkekar ini kecil, namun tetap harus mendapat perhatian karena pada lorong goa tersebut terdapat aliran air sungai bawah tanah yang mengalir deras sehingga dapat melarutkan batu gamping pada dinding dan dasar lorong goa. DAFTAR PUSTAKA Ashraf, M., Grasso, P.; 1992, Geomechanics Principles In the Design of Tunnels And Caverns in Rock, Turin. Astawa, M.; 1994, Teknik Terowongan, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung. Bagus, dkk; 1988, Peta goa Seropan, Acintyacunyata Speleological Club (ASC), Yogyakarta. Bieniawski, Z. T.; 1976, Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating (RMR) system Bieniawski, Z. T.; 1989, Engineering Rock Mass Classifications, John Wiley & Sons, New York Dunham., 1962, Klasifikasi Batuan Karbonat. Nugroho, Bani., 2000, Pengaruh Kekar Terhadap Kestabilan Terowongan Bawah Tanah, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Trisakti, Jakarta Pekerjaan Umum.; 2009, Laporan ringkas penyediaan air baku bribin, Yogyakarta Priest, S. D.; 1993, Discontinuity Analysis for Rock Engineering, London Surono, dkk.; 1992, Geologi lembar Surakarta-Giritontro, Jawa, skala 1:100.000, lembar 1408-3 dan 1407-6, terbitan Pusat penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. 29