BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L)

Fetus Hamster. Ginjal Fetus Hamster FBS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Mengganggu transport elektron pada Mitokondria

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

BAB I PENDAHULUAN. Kultur jaringan hewan merupakan metode untuk memelihara sel hidup

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAB III METODE PENELITIAN

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai April 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP H.Adam Malik Medan.

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.)

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian ialah menggunakan pola faktorial 4 x 4 dalam

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

PROSEDUR TETAP PERSIAPAN KERJA IN VITRO DI LABORATORIUM

III. MATERI DAN METODE

MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

III. METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan Chlorella sp. dan waktu kontak) dan empat kali ulangan untuk masingmasing

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 kali ulangan. 3.2 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 variabel yang meliputi : 1) variabel bebas, 2) variabel terikat dan 3) variabel kendali. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Vitamin E dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 25 µm, 50 µm, 75 µm, 100 µm, dan 125 µm. Variabel terikat yang digunakan adalah kerusakan, viabilitas, dan abnormalitas kultur primer sel paruparu fetus hamster. Variabel kendali dalam penelitian ini adalah sel paru-paru fetus hamster yang berumur 2 hari yang dipapar etanol 10 mm selama 24 jam dan jenis kelamin fetus hamster. 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian tentang Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol dilakukan pada bulan Juni-November 2011 di Laboratorium 30

31 Kultur Jaringan Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. 3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), refrigator, incubator CO 2 5%, timbangan analitik, sentrifus, tabung sentrifus 10 ml, botol tutup ulir (scot), spuit, pipet pasteur, mikropipet 20-200 µl dan 100-1000 µl (SOCOREX), blue tips dan yellow tips, cawan petri, well 12 (Costar), mortal dan alu, tabung tube 1 ml, tabung reaksi, rak tabung, beaker glass, ph meter, filter single use 0,2 µm (Sartorius mini start), scalpel, parafilm, masker, hand glove, penutup kepala, kertas label, tissue, aluminium foil, mikroskop inverted, hemocytometer, hand counter, bunsen, korek dan karet. 3.4.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah fetus hamster umur 2 hari, media Dulbeccos Modified Eagles Medium With High Glucose (DMEM, Gibco, Burlington, ON 12800-017), Phosphat Buffer Saline (PBS, Gibco 21600-051), tripsin EDTA 0.25% (Gibco, 15050-065), Foetal Bovine Serum (FBS, Sigma 12003c), penicillin (Meiji Indonesia), streptomycin (Meiji Indonesia), fungizon (Gibco, 15290-08), 0,2% DMSO, vitamin E (α-tocoferol) Nacalai (150233), etanol absolut, DI steril, NaHCO 3, HCl 0.1 N, tripan blue, hepes, alkohol 70%, tipol.

32 3.5 Prosedur Kerja 3.5.1 Preparasi Alat Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan agar alat-alat yang akan digunakan sebelum kultur terhindar dari kontaminasi. Sebelum penelitian dimulai dengan sterilisasi alat-alat yang akan digunakan dengan cara direndam alat-alat dengan tipol selama 1 x 24 jam, kemudian digosok dan dibilas sebanyak 21 kali pada air yang mengalir, pada bilasan terakhir dibilas dengan Aquades. Dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 o C, kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan disterilisasi. Sterilisasi terdiri dari sterilisasi kering dan basah. Sterilisasi kering dilakukan pada alat-alat yang berbahan kaca dan dioven dengan suhu 125 o C selama 3 jam. Sterilisasi basah dilakukan untuk alat berbahan plastik dan diautoklaf dengan suhu 121 o C, tekanan 1,5 atm selama 15 menit dan dikeringkan dioven dengan suhu 50 o C. Dimasukkan ke dalam LAF kemudian di UV selama 2 jam sebelum digunakan. 3.5.2 Preparasi Bahan 3.5.2.1 Media DMEM Pembuatan stok media DMEM untuk 100 ml yaitu ditimbang DMEM 1,35 g, NaHCO 3 0,37 g, hepes 0,238 g, penicilin 0,06 g, streptomiycin 0,01 g, fungizon 100 µl, dan dilarutkan dalam DI steril 100 ml. Semua bahan-bahan dihomogenkan dan disaring dengan filter single use 0,2 µm di dalam Laminar Air Flow (LAF).

33 3.5.2.2 Antibiotik Pengenceran fungizon yaitu diambil 5 ml dilarutkan pada 10 ml DI steril. Hepes ditimbang 0,24 g dan diencerkan dengan 100 ml DI steril. Pembuatan stok penicilin dan streptomycin yaitu ditimbang penicilin dan streptomycin masingmasing 1 g dan diencerkan pada 2 ml DI. Untuk pemakaiannya yaitu 100 µl diencerkan pada 100 µl medium. Konsentrasi akhir penicilin 100 µg/ml dan streptomycin 100 µg/ml. 3.5.2.3 Media Kultur dan Media Washing Media kultur yang digunakan untuk kultur sel primer paru-paru fetus hamster adalah media DMEM dengan 20% FBS dan fungizon. Media washing yang digunakan adalah PBS, penicilin streptomycin dan fungizon, media DMEM non serum dan fungizon serta media DMEM dengan 20% FBS dan fungizon. 3.5.2.4 Pembuatan Larutan Vitamin E (α-tocoferol) Vitamin E (α-tocoferol) Nacalai (150233) bersifat hidrofobik, sehingga dilarutkan dalam DMSO 0,2%. DMSO merupakan pelarut yang memiliki toksisitasnya rendah dan mampu memelihara sel pada temperatur rendah (Elzay, 1967). 3.6 Isolasi Sel Paru-paru Fetus Hamster Fetus hamster yang digunakan adalah hamster yang berumur 2 hari, fetus hamster di dislokasi, dibedah dan diambil organ paru-paru, kemudian dicuci

34 dengan 2 ml PBS, 3 tetes fungizon, dan 1 tetes penicilin streptomycin sebanyak 3 kali. Organ dipindah pada mortal yang telah berisi 1 ml tripsin kemudian dihancurkan, selanjutnya dicacah dengan gunting sampai halus, dihomogenasi dengan spuit kemudian diinkubasi selama 25 menit. Hasil cacahan organ yang diinkubasi diambil dan disaring dengan kain nilon dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, selanjutnya disentrifus 3000 rpm selama 10 menit kemudian dibuang supernatan dan pelet ditambah dengan 3 ml DMEM non serum, 3 tetes fungizon, dan 1 tetes penicilin streptomycin kemudian disentrifus kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Dibuang supernatan dan pelet ditambah dengan 3 ml DMEM non serum, 3 tetes fungizon, dan 1 tetes penicilin streptomycin kemudian disentrifus kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Dibuang supernatan dan pelet ditambahkan dengan 3 ml DMEM 20% FBS dan 3 tetes fungizon kemudian disentrifus kembali. Setelah itu supernatan dibuang dan pelet disisakan 2 ml kemudian dipipeting. Hasil pelet diambil 100 µl kemudian di masukkan ke dalam well yang telah berisi masingmasing perlakuan. Diinkubasi dan diamati setiap 3 hari sekali. 3.7 Pembagian Kelompok Sampel a. Kelompok K (-) : sel paru-paru fetus hamster kontrol negatif (tanpa perlakuan vitamin E dan pemaparan etanol) b. Kelompok K (+) : sel paru-paru fetus hamster kontrol positif (tanpa perlakuan vitamin E tetapi dipapar etanol 10 mm selama 24 jam)

35 c. Kelompok P 1 : sel paru-paru fetus hamster yang diberi vitamin E konsentrasi 25 µm yang dipapar etanol 10 mm selama 24 jam. d. Kelompok P 2 : sel paru-paru fetus hamster yang diberi vitamin E konsentrasi 50 µm yang dipapar etanol 10 mm selama 24 jam. e. Kelompok P 3 : sel paru-paru fetus hamster yang diberi vitamin E konsentrasi 75 µm yang dipapar etanol 10 mm selama 24 jam. f. Kelompok P 4 : sel paru-paru fetus hamster yang diberi vitamin E konsentrasi 100 µm yang dipapar etanol 10 mm selama 24 jam. g. Kelompok P 5 : sel paru-paru fetus hamster yang diberi vitamin E konsentrasi 125 µm yang dipapar etanol 10 mm selama 24 jam. 3.8 Perlakuan 3.8.1 Perlakuan Pemaparan Etanol Sel paru-paru fetus hamster dikultur dengan media DMEM 20% FBS dan diberi perlakuan vitamin E dengan konsentrasi yang berbeda kemudian diinkubasi. Kultur primer sel paru-paru fetus hamster yang sudah konfluen selanjutnya dipapar etanol selama 24 jam dengan cara media dibuang, kemudian diwashing dengan 1 ml PBS dan 10 µl fungizon sebanyak 2 kali, kemudian medianya diganti dengan DMEM 20% FBS dan dipapar etanol 10 mm selama 24 jam dan diinkubasi pada suhu 37 o C dengan 5% CO 2 (Stanczyk, 2005).

36 3.9 Pengamatan 3.9.1 Pengamatan Kerusakan Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Kerusakan sel merupakan perubahan atau gangguan yang dapat mengurangi viabilitas sel. Pengamatan kerusakan sel dilakukan untuk melihat pengaruh vitamin E terhadap pertumbuhan kultur sel paru-paru fetus hamster setelah dipapar etanol (peran vitamin E terhadap toksisitas etanol). Kriteria untuk pengamatan kerusakan sel adalah 100% apabila sel tidak tumbuh pada wadah kultur, 75% apabila sel yang tumbuh hanya memenuhi satu per empat wadah kultur, 50% apabila sel yang tumbuh hanya memenuhi setengah wadah kultur, dan 25% apabila sel yang tumbuh hanya memenuhi tiga per empat wadah kultur (Freshney, 2002). 3.9.2 Perhitungan Viabilitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Pengukuran viabilitas sel paru-paru fetus hamster ini adalah untuk melihat tingkat perkembangan sel. Perhitungan viabilitas dilakukan menurut metode Laboratorium for Human Cell Culture (2004) dengan cara dibuang media, kemudian diwashing dengan 1 ml PBS dan 10 µl fungizon sebanyak 2 kali, kemudian diberi tripsin EDTA 0,25% sebanyak 1 ml. Kemudian dikocok pelan dan diinkubasi pada suhu 37 o C dengan 5% CO 2 selama 25 menit. Hasil tripsinasi kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan 1 ml PBS dan 10 µl fungizon kemudian disentrifus 13000 rpm selama 10 menit. Dibuang supernatan kemudian pelet ditambahkan 1 ml PBS dan 10 µl fungizon kemudian disentrifus kembali 13000 rpm selama 10 menit. Di buang supernatan kemudian pelet dipipeting dan diambil 100 µl kemudian

37 ditambah dengan 100 µl pewarna tripan blue 0,4% dan diamati di bawah mikroskop untuk dihitung viabilitas sel dengan menggunakan rumus : Sel / ml = Σ sel / Σ kotak x 10 4 x faktor pengenceran Jumlah sel = sel / ml x vol. suspensi asli % Viabilitas = (Σ sel yang hidup / total sel yang dihitung) x 100 Tripan blue merupakan pewarna yang biasa digunakan untuk membedakan sel hidup dan sel mati (melihat viabilitas sel). Sel yang hidup tidak terwarnai, berbentuk bulat dan relatif kecil dibandingkan dengan sel yang mati. Sel yang mati akan membengkak dan berwarna biru karena terjadi kerusakan pada membran selnya (Djajanegara, 2009). 3.9.3 Pengamatan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Pengamatan abnormalitas kultur primer sel paru-paru fetus hamster dilakukan berdasarkan morfologi sel tersebut. Pengamatan abnormalitas secara morfologi meliputi bentuk sel yang tidak beraturan misalnya membran sel yang berkerut-kerut dan ukuran tiap sel yang berbeda (Laboratorium for Human Cell Culture, 2004). Rumus abnormalitas sel adalah : % Abnormalitas = (Σ sel abnormal / Σ sel yang hidup) x 100

38 3.10 Analisis Data Data hasil pengamatan diuji dengan ANAVA Tunggal. ANAVA Tunggal digunakan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan pemberian konsentrasi vitamin E dan kontrol. Jika hasil uji ANAVA menunjukkan perbedaan signifikan maka dilakukan uji lanjut dengan α = 1%. Hanafiah (2010) menjelaskan bahwa uji lanjut ditentukan setelah mengetahui nilai Koefisien Keragaman (KK). KK merupakan koefisien yang menunjukkan derajat ketelitian hasil yang diperoleh dari suatu percobaan. Nilai KK yang semakin kecil menunjukkan derajat ketelitian yang semakin tinggi dan validitas kesimpulan yang diperoleh dari percobaan tersebut juga tinggi. Penggunaan uji lanjut pada parameter penelitian ini dilakukan berdasarkan nilai KK dengan kriteria sebagai berikut : jika KK besar (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal 20% pada kondisi heterogen), uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan (UJD). Jika KK sedang (antara 5%-10% pada kondisi homogen atau antara 10%-20% pada kondisi heterogen), uji lanjut yang digunakan adalah uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dan jika nilai KK kecil (maksimal 5% pada kondisi homogen dan maksimal 10% pada kondisi heterogen), uji lanjut yang digunakan adalah uji Beda Nyata Jujur (BNJ) (Hanafiah, 2010).

39 Untuk menentukan persentase kerusakan dan viabilitas sel serta jumlah abnormalitas sel paru-paru fetus hamster maka hasil pengamatan dibuat tabel sebagai berikut : Tabel 3.1 Persentase Kerusakan Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster setelah Dipapar Etanol 10 mm selama 24 Jam Perlakuan K (-) K (+) P 1 (25 µm) P 2 (50 µm) P 3 (75 µm) P 4 (100 µm) P 5 (125 µm) Kerusakan Sel (%) Ulangan 1 2 3 Jumlah Rata-rata Tabel 3.2 Persentase Viabilitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster setelah Dipapar Etanol 10 mm selama 24 Jam Perlakuan K (-) K (+) P 1 (25 µm) P 2 (50 µm) P 3 (75 µm) P 4 (100 µm) P 5 (125 µm) Viabilitas Sel (%) Ulangan 1 2 3 Jumlah Rata-rata

40 Tabel 3.3 Persentase Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster setelah Dipapar Etanol 10 mm selama 24 Jam Perlakuan K (-) K (+) P 1 (25 µm) P 2 (50 µm) P 3 (75 µm) P 4 (100 µm) P 5 (125 µm) Abnormalitas Sel (%) Ulangan 1 2 3 Jumlah Rata-rata