Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KERAWANAN BANJIR BERBASIS SPASIAL MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

ANALISIS SPASIAL RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN TORAJA UTARA Dr. Paharuddin, M.Si 1, Dr. Muh. Alimuddin Hamzah, M.Eng 1, Rezky Shakiah Putri 2.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dikenal dengan sebutan bencana. Upaya meminimalisasi resiko. atau kerugian bagi manusia diperlukan pengetahuan, pemahaman,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara ini baik bencana geologi (gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Identifikasi Daerah Rawan Bencana di Pulau Wisata Saronde Kabupaten Gorontalo Utara

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana. kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kewilayahan dalam konteks keruangan. yang dipelajari oleh ilmu tersebut. Obyek formal geografi mencakup

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena. serta pengelolaan yang diperlukan untuk menghadapinya.

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Transkripsi:

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten ) Risma, Paharuddin, Sakka Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unhas risma.fahrizal@gmail.com Sari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zona risiko banjir bandang di Kabupaten. Metode penelitian menggunakan analisis atribut yaitu pembobotan dan analisis spasial dengan tumpang tindih. Pembobotan dilakukan dengan memberi bobot tiap parameter yang berpengaruh terhadap banjir bandang, untuk analisis spasial dilakukan dengan melakukan tumpang tindih terhadap semua peta tematik yang menjadi parameter banjir bandang. Hasil analisis menunjukkan bahwa di Kabupaten terdiri atas 3 tingkat risiko banjir bandang dengan luasan masing-masing yaitu tingkat risiko rendah seluas 24.176,95 ha, tingkat risiko sedang seluas 40.319,60 ha dan tingkat risiko tinggi seluas 22.209,92 ha. Tingkat risiko banjir bandang tinggi meliputi seluruh wilayah di Kecamatan Utara dan sebagian besar Timur, tingkat risiko sedang meliputi sebagian besar Kecamatan Selatan, Tengah, Tellulimpoe dan Bullupoddo sedangkan tingkat risiko rendah meliputi sebagian besar wilayah di Kecamatan Barat dan Borong. Kata kunci : Banjir bandang, zona risiko, pembobotan, tumpang tindih Pendahuluan Kabupaten merupakan daerah yang dilalui oleh beberapa sungai besar, seperti Sungai Tangka, Sungai Mangottong, Sungai Kalamisu, Sungai Bua, Sungai Lolisang serta Sungai Balangtieng yang sebagian besar bermuara ke Teluk Bone (Pemkab, 2012), sehingga potensi bencana alam yang paling dominan di Kabupaten adalah bencana banjir. Bahkan pada tanggal 20 Juni 2006 Kabupaten dilanda banjir bandang yang menewaskan sekitar 201 orang. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir bandang cukup besar sehingga pembuatan peta untuk menentukan zona risiko banjir bandang berbasis SIG (Sistem Informasi Geografis) diperlukan sebagai langkah dalam mengurangi risiko yang disebabkan oleh bencana banjir bandang.banjir bandang merupakan banjir yang terjadi secara tiba-tiba pada wilayah dataran rendah yang dipicu oleh curah hujan tinggi atau terdapat bendungan alam/buatan yang jebol (Imran, dkk, 2013). Banjir bandang dibedakan dari banjir lainnya karena waktu berlangsungnya yang cepat dan biasanya kurang dari enam jam dan menyapu lahan yang dilandanya dengan kecepatan aliran yang sangat besar. Tinggi permukaan gelombang banjir bandang dapat berkisar 3 6 meter dengan membawa debris dan sangat berbahaya yang akan melanda hampir semua yang dilewatinya (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012). 1. Risiko Bencana Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU No. 24 tahun 2007). Risiko bencana akan diperoleh ketika bahaya menimpa masyarakat yang rentan dimana kapasitas yang dimiliki sangat terbatas. Risiko yang ditimbulkan akibat bencana bisa berkurang apabila kapasitas meningkat. Secara sederhana hubungan keempat variabel dirumuskan dalam persamaan berikut: Risiko = (bahaya x kerentanan) / kapasitas (1) Oleh karena itu, risiko bencana dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya kerugian pada suatu daerah, akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan (PROMISE Indonesia, 2009). 2. Analisis Spasial dan Analisis Atribut Analisis spasial adalah suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika (matematis) yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan potensi hubungan atau pola-pola yang (mungkin) terdapat di antara unsur-unsur geografis yang terkandung dalam data digital dengan batas-batas wilayah studi tertentu (Prahasta, 2009). Analisis data spasial mencakup proses overlay atau tumpang tindih dari beberapa tema yang memiliki kesamaan dari sistem proyeksi maupun kesamaan dalam kualitas atau skala gambar. Proses tumpang tindih seringkali digunakan untuk memperoleh informasi baru berdasarkan informasi yang telah dimiliki oleh tema-tema yang ditumpang tindihkan (Ihsan, 2012). Metode skoring (pembobotan) merupakan metode yang paling sering digunakan dalam analisis atribut. Skoring merupakan pemberian nilai terhadap suatu polygon peta untuk memberikan tingkat kedekatan, keterkaitan atau beratnya dampak tertentu pada suatu fenomena secara spasial. Pemberian bobot pada setiap parameter berbeda sesuai dengan seberapa besar parameter tersebut 109

berpengaruh dalam terjadinya banjir bandang (Pratomo, 2009). Beberapa parameter yang digunakan dalam menentukan tingkat risiko banjir bandang adalah curah hujan, penggunaan lahan, kemiringan lereng, elevasi/ketinggian, jenis tanah, status hutan/kawasan, kepadatan penduduk, indeks bahaya banjir bandang serta kapasitas. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yaitu data curah hujan, data penggunaan lahan, data aster, peta RBI, data status kawasan, data jenis tanah,data indeks bahaya banjir dan indeks bahaya longsor, data kepadatan penduduk serta data kapasitas Kabupaten. Dilakukan analisis atribut terhadap data yang telah dikumpulkan yaitu skoring atau pembobotan. Analisis spasial yang dilakukan pada tahap analisis data adalah overlay (tumpang tindih) terhadap semua peta tematik yang menjadi parameter banjir bandang. Hasil dari tumpang tindih adalah informasi baru dalam bentuk luasan atau polygon. Penyusunan peta risiko bencana banjir bandang dilakukan menggunakan kerangka multikriteria, proses ini dilakukan untuk mengetahui peran setiap faktor dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan pendekatan evaluasi multikriteria spasial, penentuan indeks risiko bencana banjir bandang dilakukan sebagai fungsi dari persamaan risiko bencana secara umum yaitu pada persamaan (1). Gambar 2. Bagan Alir Penelitian 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Indeks Bahaya Banjir Bandang, Kabupaten Bahaya banjir bandang merupakan kejadian banjir bandang yang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan kesejahteraannya bila terjadi di suatu lingkungan tertentu. Untuk dapat mengetahui indeks bahaya banjir bandang disuatu daerah yang berpotensi terkena banjir bandang maka diperlukan peta indeks bahaya banjir (IBB) dan indeks bahaya longsor (IBL). Peta indeks bahaya banjir dan indeks bahaya longsor dioverlay dengan skenario IBB = 0,65 dan IBL= 0,35 untuk menghasilkan peta indeks bahaya banjir bandang (Imran,dkk,2013). Peta Indeks bahaya banjir bandang Kabupaten diperlihatkan pada Gambar 3. Untuk memudahkan proses penyusunan peta risiko banjir bandang, maka dibuat diagram alir penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 3. Peta Indeks Bahaya Banjir Bandang Kab. 110

4.2 Kerentanan Banjir Bandang Kabupaten Tabel 1. Nilai Bobot Kerentanan Banjir Bandang Kab. Kerentanan banjir bandang merupakan kejadian banjir bandang yang menentukan apakah banjir tesebut akan menimbulkan bencana atau tidak. Kerentanan yang dikaji dalam penelitian ini mencakup aspek fisik, sosial dan ekonomi. Aspek fisik yang dibahas meliputi curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, elevasi, status kawasan, serta penggunaan lahan. Aspek ekonomi mencakup kawasan pertanian dan tambak karena Kabupaten merupakan wilayah yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dan sebagian lagi bekerja pada aspek perikanan. Sedangkan untuk aspek sosial mencakup sebaran permukiman dan kepadatan penduduk. Setiap parameter diberi bobot berdasarkan besarnya risiko yang ditimbulkan dari kejadian banjir bandang secara spasial. Untuk memberikan bobot terhadap beberapa parameter, maka nilai kelas interval parameter tersebut harus diketahui. Persamaan yang digunakan untuk membuat kelas interval adalah (Sturgess dalam Andriyani, 2010): Ki = (Xt Xr) / k (2) Ki adalah kelas interval, Xt adalah nilai tertinggi, Xr adalah nilai terendah dan k adalah jumlah kelas yang diinginkan. Jumlah kelas yang diinginkan dalam penelitian ini adalah 3 kelas dengan bobot 1 sampai 3. Bobot 1 diberikan pada daerah yang memiliki indeks kerentanan rendah terhadap banjir bandang, nilai 2 diberikan pada daerah yang memiliki indeks kerentanan sedang dan nilai 3 diberikan pada daerah yang memiliki indeks kerentanan tinggi terhadap banjir bandang. Pembuatan peta indeks kerentanan banjir bandang Kabupaten diperoleh dengan melakukan overlay terhadap semua parameter kerentanan yaitu kerentanan dalam aspek fisik, sosial dan ekonomi. Teknik overlay yang digunakan dalam pembuatan peta kerentanan banjir bandang adalah pejumlahan antar bobot pada masingmasing parameter yang berpengaruh terhadap kerentanan banjir bandang. Dari hasil penjumlahan bobot tiap parameter maka diperoleh nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 2, karena jumlah kelas yang diinginkan adalah 3 maka kelas interval yang diperoleh adalah 2. Nilai bobot untuk kerentanan banjir bandang diperlihatkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, maka diperoleh peta indeks kerentanan banjir bandang yang diperlihatkan pada Gambar 4. Gambar 4. Peta Indeks Kerentanan Banjir Bandang Kab. Berdasarkan peta indeks kerentanan banjir bandang, diketahui bahwa lebih dari 50% wilayah Kabupaten memiliki indeks kerentanan banjir bandang yang sedang. 4.3 Indeks Kapasitas Kabupaten Kapasitas merupakan aspek-aspek positif yang dapat mengurangi risiko dengan mengurangi kerentanan yang ada. Kapasitas dapat berupa sumber daya, kekuatan/kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sehingga mampu bertahan, memitigasi dan pulih secara cepat terhadap suatu bencana.pembuatan peta indeks kapasitas merupakan hasil overlay dari semua parameter yang dianggap berpengaruh terhadap kapasitas. Parameter kapasitas yang dikaji dalam penelitian ini mencakup rencana tata ruang wilayah (RTRW), kesiapsiagaan, peringatan dini, kelembagaan, jumlah sekolah dan sarana kesehatan. Hasil overlay dari semua parameter kapasitas diperoleh nilai tertinggi 18 dan nilai terendah 15, karena jumlah kelas yang diinginkan adalah 3 maka kelas interval yang diperoleh adalah 1. Untuk lebih jelasnya, nilai bobot untuk kapasitas diperlihatkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, maka diperoleh peta indeks kerentanan banjir bandang yang diperlihatkan pada Gambar 5. 111

Tabel 2. Nilai Bobot Kapasitas Kab. Gambar 6. Peta Zona Risiko Banjir Bandang Kab. Gambar 5. Indeks Kapasitas Kab. Daerah yang berisiko tinggi banjir bandang adalah seluas 22.209,92 ha yang mencakup seluruh wilayah Kecamatan Utara dan hampir seluruh wilayah di Kecamatan Timur. Sedangkan daerah yang memiliki tingkat risiko yang sedang adalah seluas 40.319,60 ha mencakup sebagian besar Kecamatan Tengah, Selatan, Tellulimpoe dan Bullupoddo. Kemudian daerah yang memiliki risiko yang rendah seluas 24.176,95 ha yang mencakup hampir seluruh wilayah di Kecamatan Barat dan Borong. 4.4 Zona Risiko Banjir Bandang Kab. Peta risiko banjir bandang Kabupaten dihasilkan dengan meng-overlay peta bahaya banjir bandang, peta kerentanan banjir bandang dan peta kapasitas Kabupaten. Proses overlay untuk ketiga parameter risiko banjir bandang adalah dengan menggunakan persamaan : Risiko = (bahaya x kerentanan) / kapasitas (1) Dari persamaan (1) diketahui bahwa risiko suatu bencana yang terjadi akan besar jika indeks bahaya dan indeks kerentanan suatu daerah rawan bencana besar, namun risiko juga dapat diminimalkan dengan melakukan penguatan. Hasil overlay dari ketiga parameter menghasilkan peta risiko banjir bandang Kabupaten yang diperlihatkan pada Gambar 6. Sedangkan Perbandingan tingkat risiko banjir bandang diperlihatkan pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik Perbandingan Tingkat Risiko Banjir Bandang Kab. 5. Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai penentuan zona risiko banjir bandang Kabupaten, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kabupaten memiliki 3 (tiga) tingkat risiko banjir bandang dengan klasifikasi tinggi, sedang dan rendah. Tingkat risiko sedang merupakan kawasan terluas yaitu 40.319,60 ha (46,50%), tingkat risiko tinggi seluas 22.209,92 ha (25,62%) dan tingkat risiko rendah yaitu seluas 24.176,95 ha (27,88%) dari total luas daratan Kabupaten yaitu 86.706,48 ha. 2. Tingkat risiko banjir bandang tinggi meliputi seluruh wilayah Kecamatan Utara dan mencakup sebagian besar wilayah di Kecamatan Timur, 112

tingkat risiko sedang meliputi hampir seluruh wilayah di Kabupaten kecuali di Kecamatan Utara, sedangkan tingkat risiko rendah meliputi sebagian besar wilayah di Kecamatan Barat dan Borong. Daftar Pustaka Andriyani, M.2010. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Sig) Kerawanan Bahaya Banjir Das Bengawan Solo Hulu Berbasis Web. Seminar Nasional ]PJ dan SIG I Tahun 2010. Ihsan, M. 2012. Analisis Spasial Berbasis Grid dan Analisis Penginderaan Jarak Jauh dalam SIG. http://academia.edu/. Dikases pada tanggal 3 februari 2014. Imran A.M,dkk. 2013. Kajian naskah akademik master plan penanggulangan risiko Bencana banjir bandang. Prosiding Seminar Nasional Riset Kebencanaan, Mataram, 8. 10 Oktober 2013. Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Petunjuk Tindakan dan Sistem Mitigasi Banjir Bandang. Pemkab. 2012. Buku Putih Sanitasi Kabupaten, http://sinjaikab.go.id/buku-putih-sanitasikabupaten-sinjai, official website kabupaten. (diakses pada tanggal 1februari 2014). Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis : Konsep- Konsep Dasar. Bandung : Informatika. Pratomo. 2009. Analisis Kerentanan Banjir di Daerah Aliran Sungai Sengkarang Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah dengan Bantuan Sistem Informasi Geografis. Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah. Surakarta PROMISE Indonesia 2009. Banjir dan Upaya Penanggulangannya. PROMISE Indonesia (Program for Hydro - Meteorological Risk Mitigation Secondary Cities in Asia). Pusat Mitigasi Bencana. Undang-undang republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan bencana. 113