PREVALENSI ANTIBODI POLIO ANAK BALITA PASCA PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN) IV DI DENPASAR, BALI.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan prioritas pembangunan

Kerangka Acuan. Acute Flacid Paralysis ( AFP )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PEKAN IMUNISASI NASIONAL POLIO TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

ARTIKEL ERADIKASI POLIO DAN IPV (INACTIVATED POLIO VACCINE) Gendrowahyuhono,* Herna Harianja,* Nancy Dian Anggraini,** NovUia Syafri Bachtiar*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI KASUS CAMPAK DI KOTA CIREBON TAHUN (STUDI KASUS DATA SURVEILANS EPIDEMIOLOGI CAMPAK DI DINAS KESEHATAN KOTA CIREBON)

RISET KESEHATAN DASAR 2007 NASKAH PENJELASAN*

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DIFTERI DI KECAMATAN TANJUNG BUMI KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2013

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017

A. Formulir Pelacakan Kasus AFP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

GAMBARAN CASE BASE MEASLES SURVEILANCE DI KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2014 CASE BASE MEASLES SURVEILANCE PERFORMANCE IN KARAWANG DISTRICT, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

W A S P A D A 2,9 JUTA LEBIH PENDUDUK INDONESIA MENGIDAP HEPATITIS

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Optimisme Cakupan Vaksin MR Menuju Generasi Sehat Berkualitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan metode pre and post

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, anak memerlukan asupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Kuesioner Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Bayi dan Balita Mengenai Penyakit Polio Pasca PIN V

ISSN situasi. diindonesia

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Wabah Polio. Bersama ini kami akan membagi informasi mengenai POLIO yang sangat berbahaya, yang kami harap dapat bermanfaat untuk kita semua.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

1. Poliomyelitis Poliomyelitis adalah suatu penyakit virus yang dalam stadium beratnya menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah analisis lanjut dengan menggunakan data sekunder Formulir

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. (droplet infection) dan masih banyak dijumpai di kalangan anak-anak pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2010 Kepala Pusat Data dan Surveilans Eidemiologi. dr. Jane Soepardi NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN PESURUNGAN KIDUL KOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

PENGARUH HARGA TERHADAP KELENGKAPAN PENGGUNAAN PELAYANAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI DI KABUPATEN SUKOHARJO

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya wabah campak yang cukup besar. Pada tahun kematian

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

dr. Mei Neni Sitaresmi, PhD, SpA(K)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

PREVALENSI ANTIBODI POLIO ANAK BALITA PASCA PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN) IV DI DENPASAR, BALI. Gendrowahyuhono* Abstrak Telah dilakukan penelitian prevalensi antibodi anak balita pasca PIN IV di Denpasar Bali pada tahun 2003. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi antibodi anak setelah anak mendapat imunisasi polio dua kali dari kegiatan PIN IV, menurut daerah penelitian dun golongan umur anak. Hasp penelitian menunjukkan bahwa 83 % anak yang diperiksa seranya sudah mempunyai antibodi terhadap ketiga type virus polio. Semakin tua umur anak, prosentase anak yang mempunyai antibodi terhadap virus polio type-3 dun type-123 semakin rum. Prosentase anak yang mempunyai antibodi terhadap virus polio type-2 sebesar 97 %, sedangkan prosentase dari golongan umur anak O- 1 tahun yang mempunyai antibodi terhadap ketiga type virus polio 100%. Tidak ada perbedaan status antibodi antara anak yang tinggal di daerah pedesaan dun anak yang tinggal di daerah perkotaan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi antibodi anak pasca PIN IV cukup tinggi di semua golongan umur anak, meskipun hasil ini masih lebih rendah dari status antibodi anakpasca PINII. Disarankan untuk tidakperlu lagi melakukan PIN V dengan caratan bahwa kinerja suweiluns harus baik dun cakupan imunisasi rutin lebih dari 80%. Pendahuluan P rogram eradikasi polio secara global telah dicanangkan oleh WHO dan ditargetkan dunia bebas polio tahun 2000, akan tetapi d~sebabkan karena masih banyaknya sirkulasi virus polio di negara India, Pakistan dan negaranegara di Afrika maka target bebas polio diundur menjadi tahun 2008. Indonesia sebenarnya sudah bebas polio sejak tahun 1998 yaitu setelah tiga tahun berturut turut dari ditemukannya virus polio liar yang terakhir, tidak ada ditemukan virus polio liar dari kasus AFP yang ditemukan. Terakhir Indonesia mendapatkan virus polio liar adalah tahun 1995. Saat ini Indonesia sudah dapat dikatakan bebas polio karena sejak tahun 1996 sampai sekarang tidak diketemukan lagi virus polio liar dari kasus-kasus AFP yang diambil specimen fecesnya. Akan tetapi mengingat kinerja surveilans AFP yang jelek pada tahun 2000 dan 2001 (AFP rate< 1110.000)' dan cakupan imunisasi polio yang juga rendah (<80%) di beberapa daerah seperti Gorontalo, Maluku, karena itu Indonesia melaksanakan PIN IV pada bulan September dan Oktober 2002.~ PIN dimaksudkan untuk meningkatkan status antibodi anak balita sehingga dapat memutus sirkulasi virus polio liar di masyarakat. Dengan status antibodi anak yang tinggi maka herd immunity akan tinggi sehingga sirkulasi virus polio liar akan terhenti. Masalahnya adalah apakah dengan PIN IV dengan dua kali pemberian dosis vaksin polio sudah cukup untuk meningkatkan status antibodi anak pada taraf yang baik? Banyak faktor yang dapat menghambat pembentukan antibodi anak yaitu antara lain: potensi vaksin, coldchain, lingkungan di mana anak tinggal dan immune respone anak sendiri, Oleh karena adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi tersebut maka perlu diteliti apakah dengan PIN IV status antibodi anak sudah cukup tinggi untuk menghambat sirkulasi virus polio liar. Hasil penelitian serologi pada anak balita pasca PIN I1 pada tahun 1998 menunjukkan hasil yang baik yaitu 99% anak mempunyai Maluku Utara dan Papua, maka oleh WHO dinyatakan bahwa Indonesia harus melaksanakan antibodi thhadap ketiga tipe virus polio. Pekan lmunisasi Nasional (PIN) yang ke IV. Oleh Penelitian tersebut dilakukan di kota Jaya * Puslitbang Pemberantasan Penyakit Badan Litbang Kesehatan.,! Media Litbung Kesehatan Volume XV Nomor 1 Tahun 2005

Pura Papua dan Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah dan cakupan PIN I1 100%. Cakupan nasional PIN I,II dan 111 >95 %.3 Pada penelitian ini dipilih di daerah yang belum pernah dilakukan penelitian selorogis yaitu di Bali dengan cakupan imunisasi lebih dari 80%. Dengan dipilihnya daerah tersebut diharapkan dapat diketahui status antibodi anak menurut lingkungan hidup anak, trasportasi yang terbuka dan mudah dari pusat yang dapat menjaga cold-chain vaksin dan potensi vaksin tetap baik. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi data serologis, di samping data surveilans AFP dan cakupan imunisasi, untuk menentukan perlu tidaknya PIN V dilakukan lagi. Tujuan Tujuan Umum Menilai hasil program eradikasi polio dari segi prevalensi antibodi anak terhadap virus polio dalam menentukan perlu tidaknya PIN dilaksanakan lagi untuk mencapai bebas polio tahun 2005. Tujuan Khusus 1. Mengetahui prevalesi antibodi anak balita terhadap virus polio di Denpasar Bali setelah PIN IV. 2. Mengetahui proporsi anak yang mempunyai antibodi menurut lingkungan tempat tinggal anak dan golongan umurnya setelah PIN IV. Metodologi. Lokasi penelitian Denpasar dipilih karena kota tersebut merupakan wakil dari kota wisata di Indonesia, di mana selama ini banyak turis yang datang ke daerah tersebut, yang kemungkinan dapat mempengaruhi sirkulasi virus vaksin polio pada anak-anak ataupun virus entero yang lain yang dapat menghambat pembentukan antibodi anak. Disain Penelitian Disain penelitian adalah Crossectional dengan populasi anak balita dan inklusi sampel adalah anak balita sehat, telah mendapat vaksinasi lengkap dari PIN IV dan mendapat persetujuan dari orang tua anak (orangtua menandatangani informed consent). Exklusi sampel adalah anak balita yang kurang gizi dan tidak mendapat vaksinasi lengkap dari PIN IV. Pengambilan Spesimen Darah Darah yang diambil sebanyak 3 ml dengan syringe dan wing needle dari vena di lengan anak, oleh petugas yang sudah sangat berpengalaman dalam pengambilan darah. Darah kemudian disentrifugasi untuk memisahkan serum dari gumpalan darahnya. Cara Pemeriksaan Spesimen Serum yang sudah terkumpul diperiksa dengan uji netralisasi terhadap virus polio Sabin type 1,2 dan 3. Serum diencerkan terlebih dahulu dengan pengenceran 1:8. Uji netralisasi dilakukan menggunakan sel biakan jaringan lanjut dari L20B yang ditumbuhkan dalam microplate, di laboratorium Puslitbang Pemberantasan Penyakit yang sudah mendapat akreditasi dari WHO.^ Jumlah seluruh sampel darah sebanyak 200 spesimen, dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah pedesaan 100 anak dan daerah perkotaan 100 anak. Jumlah sample dihitung berdasarkan perhitungan estimasi proporsi dengan relative precision. Rumus : N = 2' 1~12 (1-P)/E~P. P = 90 %, E = 0,05 Confidence level =95% maka N = 171, dibulatkan menjadi 200 sampel. Analisa Data' Dilakukan setelah semua sera diperiksa dengan menggunakan tabel-tabel berdasarkan umur anak dan daerah penelitian. Dari grafik-1 dapat dilihat bahwa prevalensi antibodi anak terhadap tipe-1 dan type-2 cukup tinggi yaitu masing-masing sebesar 97 % dan loo%, sedangkan terhadap tipe-3 lebih rendah yaitu 87% dan terhadap virus polio tipe- 123 lebih rendah lagi yaitu 83% saja. Meskipun prevalensi antibodi terhadap ketiga tipe virus lebih rendah dari masing-masing tipe, tetapi hasil ini sudah menunjukkan bahwa prevalensi antibodi anak sudah tinggi atau herd immunity-nya juga cukup tinggi. Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu ternyata proporsi anak yang mempunyai antibodi terhadap virus polio type-2 selalu lebih baik dari pada type yang lain. Hasil Hasil pemeriksaan antibodi anak dapat dilihat pada grafik-1, grafik-2 dan grafik-3. 18 Media Litbang Kesehatan Volume XV Nomor 1 Tahun 2005

Graflk-1. Status Antibodi Polio Anak Balita Pasca PIN IV di Denpasar, Bali. Denpasar Note : Polio-l = Anak mempunyai antibodi Polio type 1 Polio-2 = Anak mempunyai antibodi Polio type 2 Polio-3 = Anak mempunyai antibodi Polio type 3 Polio-1 23 = Anak mempunyai antibodi Polio type 1, type 2, type 3 Grafik-2. Status Antibodi Anak Balita Pasca PIN IV menurut Lokasi Penelitian di Denpasar (Tahun 2003) Note : Polio-l = Anak mempunyai antibodi Polio type 1 Polio-2 = Anak mempunyai antibodi Polio type 2 Polio-3 = Anak mempunyai antibodi Polio type 3 Polio-123 = Anak mempunyai antibodi Polio type I, type 2, type 3 Media Litbang Kesehatan Volume XV Nomor 1 Tahun 2005 19

Dari grafik-2 dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan antara status antibodi anak yang tinggal di pedesaan dan perkotaan di Denpasar, kecuali antibodinya terhadap virus polio type 3 dan terhadap type-123. Sebanyak 89% dari anak yang tinggal di perkotaan dan 85 % anak yang tinggal di pedesaan menunjukkan sudah mempunyai antibodi terhadap ketiga type virus polio. Ini berarti bahwa status antibodi anak sudah tinggi atau "herd immunity"nya juga cukup tinggi. Proporsi anak yang mempunyai antibodi terhadap virus polio type-2 baik anak baik di pedesaan maupun di perkotaan sudah 100 %. Status antibodi anak terhadap virus polio type-1 dari anak yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedesaan masing-masing sebesar 97 % dan 99 %, dan status antibodi anak terhadap virus polio type3 dari anak yang tinggal di pedesaan dan anak yang tinggal di perkotaan masingmasing sebesar 91 % dan 86 %. Dari grafik-3 terlihat bahwa makin tua umur anak antibodinya terhadap virus polio type-123 menurun, demikian juga antibodinya terhadap polio type-3. Sedangkan antibodinya terhadap polio type-1 dan type-2 tidak ada perbedaan. Pada golongan umur anak 0-1 tahun prosentase anak yang mempunyai antibodi terhadap ketiga type virus polio adalah 100 %. Ini berarti bahwa semua anak pada golongan umur 0-1 tahun telah mendapatkan imunisasi secara dini. Sedangkan pada anak yang lebih tua prosentasenya lebih rendah. Ini kemungkinan karena ada beberapa di antara mereka yang mendapatkan imunisasinya sudah terlambat atau mendapatkan pada waktu PIN saja. Pembahasan Status antibodi anak yang tinggal di daerah pedesaan dan yang tinggal di perkotaan ternyata tidak ada perbedaan. Ini berarti bahwa sanitasi lingkungan di pedesaan dan di perkotaan masih sama, sehingga sirkulasi virus vaksin di kedua daerah juga sama. Hal itu menunjukkan bahwa transportasi vaksin yang digunakan di pedesaan sudah cukup baik sehingga potensi vaksin yang diberikan pada anak juga masih sebaik yang digunakan di perkotaan. Hal ini sangat berbeda dengan hasil penelitian Gendro di Jakarta dan Bekasi, ' di mana ada perbedaan sanitasi lingkungan yang dapat mempengaruhi status antibodi anak setelah pemberian vaksinasi polio. Anak yang tinggal di Jakarta dengan sanitasi lingkungan yang baik, status antibodinya lebih rendah dari anak yang tinggal di pedesaan (Bekasi) dengan sanitasi lingkungan yang jelekkumuh. Kejadian ini disebabkan karena di daerah yang kumuh sirkulasi virus vaksin polio dapat berlangsung lebih panjang sehingga anak bisa terinfeksi kembali dengan virus vaksin yang bersirkulasi seperti mendapat booster secara alami sehingga status antibodinya akan meningkat dan lebih lama ada dalam serum anak. Grafik-3. Status Antibodi Anak Balita Pasca PIN IV menurut Golongan Umur (Tahun 2003) 20 Media Litbang Kesehatan Volume XV Nomor 1 Tahun 2005

Bila dilihat status antibodi menurut golongan umur anak ternyata bahwa anak yang lebih muda mempunyai status antibodi yang lebih baik dari pada anak yang golongan umurnya lebih tua. Hal ini kemungkinan disebabkan karena vaksinasi rutin yang diberikan pada masa kanakkanak masih berpengaruh terhadap "immune response" anak terhadap pemberian vaksinasi ulang (booster) pada PIN IV. Pada anak yang lebih muda level antibodinya masih lebih tinggi sehingga pada waktu diberi booster PIN IV antibodinya meningkat lebih cepat dan lebih baik. Hal tersebut terlihat dari status antibodi anak yang berumur 0-1 tahun yang menunjukkan status antibodinya 100 % terhadap type-1, type-2 dan type-3. Prosentase antibodi anak yang mendapat PIN IV ini lebih rendah dari pada anak-anak yang mendapatkan PIN I1 di Papua dan Kota Waringin Timur. Hal ini disebabkan karena pada PIN ke I1 dilakukan berturutan dengan PIN I sedangkan PIN IV dilakukan beberapa tahun setelah PIN I1 berakhir, sehingga ada kesenjangan waktu dimana kesenjangan waktu tersebut diisi dengan imunisasi rutin yang kemungkinan cakupannya lebih rendah atau bahkan jauh lebih rendah dari cakupan PIN. Kesimpulan. 1. Status antibodi anak setelah PIN IV sudah cukup tinggi yaitu terhadap masing-masing tipe- 1, tipe-2 dan tipe-3 sebesar 97 %, 100 % dan 87 %. 2. Tidak ada perbedaan antara status antibodi anak yang tinggal di perkotaan dan pedesaan. 3. Makin tua umur anak maka status antibodinya terhadap ketiga type virus polio makin turun, dan pada golongan umur anak 0-1 tahun prosentase anak yang mempunyai antibodi sebesar 100%. Ucapan Terima Kasih Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Bali di Denpasar dan Kepala subdin. beserta staff P2 di Dinas Kesehatan Prop.Bali, atas segala bantuannya dalam tersedianya fasilitas di lapangan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Daftar Pustaka 1, WHO-SEARO. Poliomyelitis Surveilance : Weekly Report 2001. SEAR Polio Bulletin. 2. Dit.Jen P2m&PLP, Dep.Kes.R.1 Pekan Imunisasi Nasional 2002. Materi inforrnasi dan Advokasi.Dep.Kes.R.I.2002. 3. Gendrowahyuhono, dkk. Laporan Akhir Penelitian Serologis Poliomyelitis setelah PIN I1 di Daerah Terpencil. 1998. 4. WHO-SEARO. Polio Laboratory Manual. Department of Vaccines and Biologicals. 2001. 5. Gendrowahyuhono. Pengaruh Sanitasi Lingkungan terhadap Pembentukan Antibodi Anak setelah Pemberian Vaksinasi Oral. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. N0.4/2000: 2 14,2 18. Media Litbang Kesehatan Volume XV Nomor 1 Tahun 2005 21