RESIKO KERENTANAN JATUHAN BATUAN DI PANTAI SELATAN KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

GEOLOGI DAERAH KLABANG

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab III Geologi Daerah Penelitian

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Metode Analisis kestabilan lereng

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

Transkripsi:

RESIKO KERENTANAN JATUHAN BATUAN DI PANTAI SELATAN KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Adityo Jatmikotomo *, Wahyu Wilopo, Rafael Kartika J D, Leonardus Wisnumurti Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *corresponding author : adityojatmiko_28@yahoo.com ABSTRAK Pantai pada bentang alam kars merupakan obyek wisata yang menyimpan potensi jatuhan batuan yang membahayakan wisatawan. Salah satu contohnya adalah peristiwa jatuhan batuan yang terjadi pada Pantai Sadranan (17 Juni 2015) hingga memakan korban jiwa. Resiko ini terjadi karena belum adanya kajian mengenai zona rawan jatuhan batuan pada sekitar pantai. Penelitian berfokus pada kondisi geologi yang mempengaruhi adanya jatuhan batuan. Selain itu dilakukan pula analisis resiko kerentanan jatuhan batuan beserta zona rawan jatuhan batuan pada Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi Penelitian dilakukan pada Pantai Siung, Pantai Nglambor, Pantai Jogan, Pantai Indrayanti, Pantai Slili, Pantai Krakal, dan Pantai Sadranan. Pengamatan dilakukan secara khusus pada morfologi notch yang terbentuk karena pengaruh aktivitas abrasi oleh air laut sehingga menghasilkan bongkah menggantung pada tebing pantai dengan volume besar. Keberadaan bongkah dapat menjadi ancaman bagi wisatawan yang berada di bawah tebing. Penelitian dilakukan dengan metode Modified Rockfall Hazard Rating System (Budetta, 2004). Metode ini bersifat semi kuantitatif dengan beberapa parameter. Parameter tersebut antara lain tinggi lereng, slope mass rating (SMR), ukuran blok, volume bongkah, jumlah jiwa terpapar, dan curah hujan. Setiap parameter ditunjang dengan data kelurusan dari DEM dan citra satelit, serta data lapangan (litologi, morfologi, struktur geologi). Orientasi kekar yang diukur memiliki arah Tenggara- Barat Laut dan Barat Daya-Timur Laut dengan arah perlapisan batuan relatif ke arah Selatan. Pada setiap parameter dilakukan perhitungan matematis dan ditentukan nilai resiko jatuhan batuan. Tingkat resiko yang tertinggi berada pada Pantai Indrayanti. Oleh karena itu diperlukan langkah mitigasi dari pihak terkait sebagai pengurangan resiko dari jatuhan batuan. Bentuk mitigasi seperti pemasangan peringatan, pembatasan zona rawan jatuhan batuan, dan sosialisasi bagi warga setempat. I. PENDAHULUAN Daerah Pantai Selatan memiliki potensi sebagai daerah wisata alam. Intensitas gelombang laut di sekitar pantai tergolong besar karena posisi pantai berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kondisi tersebut ditambah dengan erosi pada batuan di sekitar pantai. Batuan yang tidak stabil dapat jatuh dan menjadi ancaman bagi wisatawan. Jatuhan batuan merupakan pelepasan satu atau beberapa bongkah tubuh batuan dari batuan induk secara bebas dan terakumulasi di bawah kaki tubuh batuan tersebut. Penelitian dilatarbelakangi oleh kasus bencana jatuhan batuan di Pantai Sadranan (Gambar 1) yang memakan korban jiwa beberapa waktu lalu. Wisatawan tidak mengetahui zona bahaya karena tidak adanya tanda peringatan risiko jatuhan batuan. Jenis jatuhan batuan dapat dibagi menjadi dua yakni jatuhan bebas dan topple (Hunt, 2007). Runtuhnya batuan dapat terjadi bila dimensi batuan besar dan kecuraman lereng terjal (ciri khas daerah pantai). Kerentanan batuan di daerah pantai dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: struktur batuan, dimensi batuan, kemiringan lereng, tingkat pelapukan, dan abrasi. Pengamatan dan pengukuran dilakukan di beberapa pantai yaitu Pantai Siung, Pantai Nglambor, Pantai Jogan, Pantai Slili, Pantai Krakal, Pantai Indrayanti, dan Pantai Sadranan. Penelitian dilakukan agar diketahui persebaran kerentanan jatuhan batuan pada Pantai Selatan beserta zona jatuhan, sehingga 693

diketahui lokasi yang memiliki risiko terkecil dari ancaman bencana ini. Pengambilan data dilakukan di sekitar lokasi yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan terutama zona di dekat pesisir. Prediksi dapat dihasilkan dari pengamatan dan penelitian yang tepat, sehingga korban jiwa dapat diminimalisir dan dibuat zonasi daerah aman bagi wisatawan. Metode digunakan adalah metode menurut Budetta (2004); yang dimodifikasi dari Pierson, dkk. (1990) yaitu Rockfall Hazard Rating System yang didasari pada penilaian lereng serta pertimbangan faktor-faktor rasional bersifat subyektif, dan dimodifikasi menjadi bersifat kualitatif. Aspek aspek penilaian kerentanan jatuhan batuan di daerah pantai dapat dilihat dari: tinggi lereng, kondisi struktur, friksi, ukuran blok batuan, volum jatuhan batuan, iklim dan kehadiran air pada lereng, maupun sejarah jatuhan batuan. Akurasi dan fokus pengamatan akan mempengaruhi hasil pemetaan dan interpretasi daerah bahaya jatuhan batuan (Pierson dkk., 1990). Pendekatan statis dan data yang banyak digunakan untuk prediksi kemungkinan terjadi bencana sebagai tujuan dari penelitian ini. II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Daerah Pantai Selatan termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan yang terdiri dari tiga buah periode waktu pengendapan yaitu periode pra-volkanisme, periode volkanisme, dan periode pasca volkanisme (Surono, 2009). Bentang alam pesisir di Pantai Selatan termasuk bagian dari Formasi Wonosari. Formasi Wonosari termasuk dalam periode pasca volkanisme atau periode karbonat dengan posisinya terendapkan secara selaras di atas Formasi Sambipitu. Formasi ini terletak di bagian timur Pegunungan Selatan dan tersingkap di daerah Wonosari dan sekitarnya. Ada bentang alam Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu dengan topografi karst. Ketebalan Formasi tersebut adalah 800 meter dan menjemari dengan Formasi Oyo. Litologinya adalah batugamping berlapis dan batugamping terumbu dengan sisipan batunapal (Surono, 2009). III. METODE PENELITIAN Penilaian risiko kerentanan jatuhan batuan di Pantai Selatan, Kabupaten Gunung Kidul dimulai dengan studi referensi dan pengumpulan data-data yang terdiri dari data lapangan dan data pendukung. Data lapangan meliputi litologi batuan, dimensi batuan, jurus dan kemiringan batuan, kekar (arah dan kemiringan, penunjaman, spasi, rekahan, dan kondisi), kelerengan, dan pengamatan aliran air bawah permukaan. Data pendukung meliputi data jumlah pengunjung tempat wisata, data curah hujan, dan data UCS. Data lapangan yang telah diambil kemudian dihitung pada setiap parameter. Parameter yang digunakan berupa: tinggi lereng, ukuran blok, volum bongkah, slope mass rating (SMR), jumlah jiwa terpapar, dan curah hujan tahunan. Parameter tersebut mengacu pada metode modified Rockfall Hazard Rating System (mrhrs) menurut Budetta (2004). Beberapa parameter tersebut akan dimasukkan ke dalam persamaan eksponensial (x) yang nantinya diplot pada grafik (Gambar 2) untuk mengetahui ratingnya. Sementara itu beberapa parameter dilakukan pula normalisasi data untuk membatasi ruang lingkup berdasarkan data yang ada. Setiap parameter akan saling melengkapi dan memberi prioritas potensi jatuhan batuan dari setiap pantai. Tinggi Lereng Tinggi lereng merupakan jarak vertikal bidang permukaan paling atas lereng terhadap permukaan paling bawah lereng. Pengukuran tinggi lereng tersebut dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Nilai tinggi lereng (H) kemudian dihitung dalam persamaan eksponensial (x) dengan rumus : x = 3 (H/7,5)...(1) 694

Persamaan tersebut kemudian dimasukkan pada grafik penilaian eksponensial untuk mendapat nilai parameter. Volume Bongkah Bongkah dalam penelitian merupakan massa batuan pada morfologi notch. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur meliputi: panjang, lebar, dan tinggi. Secara umum penghitungan volum bongkah dilakukan dengan rumus (Budetta, 2004) : Volume = Luas alas x tinggi...(2) Nilai parameter ditentukan dengan pembuatan kelas dari data yang ada menggunakan metode statistik. Ukuran Blok Ukuran blok didapat dengan menggunakan rumus. Pengukuran dilakukan pada kekar (spasi antar kumpulan kekar / joint sets dan sudut antar joint sets) untuk mengetahui ukuran blok batuan. Rumus yang digunakan adalah (Budetta, 2004): V b = S 1 x S 2 x S 3 sin α x sin β x sin γ.. (3) 3 D b = V b. (4) Spasi antar kumpulan kekar ditunjukkan oleh nilai S 1, S 2,..., S n. Besar sudut antara kumpulan kekar adalah α, β, dan γ. Ukuran blok (Db) dari akar pangkat tiga Vb (volume blok sebelum jatuhan batuan). Nilai parameter dari grafik penilaian eksponensial melalui rumus (Budetta, 2004): x = 3 (Db/0,3)...(5) Slope Mass Rating (SMR) Slope Mass Rating (Romana, 1993) adalah salah satu parameter mrhrs. Parameter ini menggunakan nilai Basic Rock Mass Rating (RMR) yang mengacu pada orientasi kekar maupun kelerengan dan metode penggalian (Romana, 1993). Rumus yang digunakan (Budetta, 2004): 695 SMR = RMR + (F1 x F2 x F3) + F4...(6) RMR terdiri dari kekuatan batuan utuh (unconfined compressive strength of intact rock material), Rock Quality Design (RQD), spasi bidang diskontinu, kondisi bidang diskontinu, dan kondisi air bidang diskontinu. F1, F2, F3 dan F4 secara berturut-turut adalah hubungan paralel antara jurus kekar dan muka lereng, sudut antara kemiringan kekar pada bidang planar, hubungan antara kemiringan lereng dan kekar, dan kondisi air tanah. Jumlah Jiwa Terpapar (JJT) Parameter ini sedikit dimodifikasi dari average vehicle risk (AVR) pada mrhrs karena risiko bencana terhadap manusia. Data jumlah pengunjung tahunan di lokasi penelitian dimasukkan rumus (dimodifikasi dari Budetta, 2004): JJT = (ADT x SL x 100%)/PSP...(7) ADT merupakan jumlah pengunjung/hari, SL merupakan panjang lereng yang berbahaya, dan PSP adalah kecepatan lari manusia di pantai dengan asumsi kecepatan 2 m/s. Curah Hujan Tahunan Curah hujan tahunan dihitung berdasarkan data curah hujan (h) yang berada di sekitar daerah penelitian. Data dimasukkan ke dalam grafik penilalian eksponensial dengan persamaan (Budetta, 2004): x = 3 h/300... (8) IV. DATA DAN ANALISIS Tinggi Lereng Data lapangan dari dimasukkan ke dalam rumus perhitungan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1. Data menunjukkan bahwa Pantai Nglambor memiliki nilai poin 8,2 dengan risiko kerentanan jatuhan batuan terbesar. Hal ini didukung dengan kenampakan notch di lapangan yang tinggi dibandingkan dengan pantai lain. Pantai dengan risiko yang tinggi selanjutnya yaitu

Pantai Jogan dan Pantai Siung. Pantai Jogan memiliki luas penampang notch yang lebar dan cukup tinggi dengan aktivitas tinggi wisatawan di atasnya. Pantai Siung juga memiliki tinggi lereng yang banyak dipengaruhi oleh kekar dengan hasilnya berupa blok berdimensi besar. Volume Bongkah Parameter volume bongkah dinilai dengan normalisasi karena ukuran bongkah yang diukur di lapangan pada setiap pantai hasilnya berbeda-beda (Tabel 2). Volume bongkah terbesar yang dapat terbentuk adalah pada Pantai Indrayanti. Pantai Indrayanti memiliki intensitas kekar tinggi (S1, S2, S3) atau jarak spasi kekar cukup dekat. Kondisi tersebut menyebabkan volume batuan dalam jumlah besar sering jatuh. Pada Pantai Siung juga ditemukan bongkah batuan dalam volume besar atau dalam jumlah blok yang banyak (Gambar 3). Ukuran Blok Perhitungan nilai ukuran blok dari 7 pantai yang diteliti didapatkan nilai seperti pada Tabel 3. Ukuran blok yang mungkin akan jatuh mempunyai ukuran berkisar 30 cm sampai dengan 1.2 meter. Dari data tersebut didapatkan poin tertinggi adalah Pantai Siung dan Pantai Jogan. Poin tersebut menggambarkan ukuran blok yang dapat terbentuk ketika jatuhan batuan terjadi. Keadaan dari Pantai Jogan dapat dilihat pada Gambar 4. Dasar pengukuran potensi ukuran blok yang dapat jatuh ketika jatuhan batuan adalah pengukuran kekar. Kenampakan di lapangan digambarkan oleh kondisi spasi kekar yang lebar. Semakin lebar spasi kekar akan dihasilkan ukuran blok yang semakin besar dan menimbulkan ancaman lebih besar bagi pengunjung/wisatawan pantai. Spasi kekar pada Pantai Siung dan Pantai Jogan lebih besar dibandingkan dengan pantai yang lain. Spasi kekar yang lebar cenderung lebih stabil 696 dari spasi kekar yang dekat karena diperlukan gaya lebih untuk melepaskan batuan besar. Parameter ini lebih ditekankan ukuran batuan dibandingkan dengan frekuensi batuan jatuh sehingga semakin besar ukuran blok batuan akan semakin tinggi nilai risiko. Slope Mass Rating (SMR) Nilai RMR berdasarkan data lapangan yang telah diamati dari beberapa aspek yang telah diuraikan sebelumnya. Hasil dari penentuan nilai kekuatan batuan utuh yang ada di Pantai Selatan yaitu 18.80 Mpa dengan bobot nilainya yaitu 2. Sementara itu dari aspek RQD (Tabel 4) diperoleh nilai yang berbeda dari setiap pantai berdasarkan data spasi kekar. Nilai tersebut dari perhitungan jarak spasi antar kekar (Tabel 5). Selanjutnya terdapat nilai dari spasi antar kekar tersendiri. Intensitas kekar yang terdapat dilapangan dari beberapa pantai cukup intensif namun dengan jarak spasi yang berbeda pada setiap pantai. Semakin ke arah barat akan memiliki nilai jarak spasi yang kecil dan juga semakin intensif. Kondisi kekar juga telah mengalami pelarutan dan pelapukan. Peran air tanah terhadap kestabilan tebing pantai di daerah selatan kurang berpengaruh, namun lebih didominasi oleh aktivitas arus pasang surut. Hasil dari penentuan nilai beberapa aspek tersebut disebut dengan Rock Mass Rating (RMR). Nilai F1,F2,F3,F4 diperoleh dari hubungan antara kekar dengan kemiringan lereng. Dalam klasifikasi Romana (1985), penggunaan rumus diperoleh dari sifat jatuhan batuan yang berupa toppling. Jumlah Jiwa Terpapar Aspek tersebut merupakan modifikasi dari average vehicle risk (AVR) yang menjadi bagian dari analisis jatuhan batuhan. Pada area pantai lebih fokus dengan jumlah pengunjung tiap tahun yang nantinya dapat menjadi risiko tersendiri (Tabel 6).

Data jumlah pengunjung dan nilai risikonya menunjukkan bahwa risiko tertinggi terdapat pada Pantai Indrayanti. Kesamaan jumlah pengunjung disebabkan karena beberapa pantai tersebut berada pada satu area, namun parameter ini lebih dikontrol oleh luas area jangkauan dari jatuhan batuan per satuan m 2. Curah Hujan Tahunan Nilai curah hujan diperoleh dari tahun 2010 pada beberapa kecamatan yang menjadi lokasi penelitian. Pantai Siung, Pantai Nglambor, Pantai Jogan, Pantai Indrayanti, dan Pantai Sadranan, dan Pantai Slili termasuk ke dalam Kecamatan Tepus dengan curah hujan 3.000 mm/tahun. Pantai Krakal termasuk Kecamatan Tanjungsari dengan curah hujan 2.500 mm/tahun. Bobot poin dari parameter curah hujan pada setiap pantai memiliki nilai yang sama yaitu 100. Parameter tersebut berpengaruh secara menyeluruh pada setiap pantai dan cukup berpengaruh sebagai media pengerosi yang dapat menyebabkan jatuhan batuan. V. PEMBAHASAN Hasil dari analisis beberapa parameter dikaji lebih lanjut secara terintegrasi sehingga dapat diperoleh informasi mengenai lokasi pantai yang paling berisiko. Parameter yang menjadi fokus utama dalam pembahasan ini adalah volume bongkah dari morfologi notch dan jumlah jiwa terpapar yang menjadi menyebabkan adanya risiko dari peristiwa jatuhan batuan. Setelah dilakukan penjumlahan dari semua parameter maka diperoleh tingkatan pantai (Tabel 7) dari risiko yang tertinggi hingga terendah yaitu Pantai Indrayanti, Pantai Siung, Pantai Jogan, Pantai Krakal, Pantai Sadranan, Pantai Slili, dan Pantai Nglambor. Pada citra DEM dapat dilihat terdapat dua buah kompleks pantai yaitu dibagian tenggara dan baratlaut (Gambar 6). Kompleks bagian tenggara terdiri dari Pantai Jogan, Pantai Nglambor, dan Pantai Siung dengan pola kelurusan yang menunjukkan arah utara-selatan dan baratdaya-timurlaut. 697 Sementara dibagian baratlaut terdapat kompleks Pantai Kerakal, Pantai Sadranan, Pantai Slili, dan Pantai Indrayanti. Pola kelurusan lebih intensif dari pada bagian kompleks tenggara dengan arah utara-selatan, baratdaya-timurlaut, dan tenggara-baratlaut. Pantai Indrayanti menjadi yang paling berisiko karena memiliki parameter volume bongkah yang paling besar (Gambar 5) sehingga luas jangkauan jatuhan batuan yang dapat terjadi sangat besar. Hal tersebut berpengaruh pada jumlah jiwa terpapar yang terjadi akibat risiko jatuhan batuan tersebut. Pantai dengan potensi risiko yang besar selanjutnya yaitu Pantai Siung dan Pantai Jogan. Pantai tersebut memiliki ukuran blok yang besar karena dikontrol dari spasi kekar yang kurang intensif. Apabila dilihat dari morfologi notch, Pantai Siung memiliki volume yang lebih besar dibandingkan dengan Pantai Jogan. Parameter slope mass rating masih berpengaruh pada penentuan risiko selanjutnya pada Pantai Krakal, Pantai Sadranan, dan Pantai Slili. Ketiga pantai tersebut memiliki nilai SMR yang tinggi dibanding pantai lainnya dan parameter dari jumlah jiwa yang terpapar juga menunjukkan nilai yang cukup besar risikonya. Pada parameter ukuran blok dan volume bongkah, Pantai Krakal dan Pantai Sadranan memiliki nilai yang kecil. Peristiwa bencana jatuhan batuan yang terjadi di Pantai Sadranan menjadikan risiko yang ada di pantai tersebut berkurang. Selanjutnya terdapat Pantai Nglambor dengan risiko yang paling rendah karena pengaruh intensitas kekar yang terlalu besar sehingga ukuran blok yang dihasilkan termasuk kecil, namun dilihat dari parameter ketinggian lereng memiliki nilai yang paling besar daripada pantai yang lainnya. Parameter ketinggian lereng tidak menjadi acuan utama. Langkah mitigasi menjadi hal yang perlu dilakukan dari beberapa pihak terkait dalam rangka memperkecil risiko yang sewaktuwaktu dapat terjadi. Pada peristiwa ini dampak bencana yang dapat dikurangi adalah

korban jiwa yang berasal dari para pengunjung. Upaya mitigasi yang dapat ditempuh dapat melalui pemasangan rambu atau peringatan, penyelidikan dan penanggulangan dari segi geologi teknik, atau pemberian batas zona jatuhan batuan. Aspek geologi teknik yang dapat ditempuh seperti pembuatan wiremesh pada bagian rawan. VI. KESIMPULAN Penelitian dari beberapa Pantai Selatan di daerah Kabupaten Gunung Kidul memiliki hal utama yang berkaitan dengan tujuan dari penelitian. Hasil yang diperoleh antara lain : 1. Parameter yang menjadi fokus utama yang berpengaruh pada risiko jatuhan batuan adalah volume bongkah dari morfologi notch dan jumlah jiwa terpapar; 2. Pantai dengan risiko jatuhan batuan tertinggi hingga terendah yaitu Pantai Indrayanti, Pantai Siung, Pantai Jogan, Pantai Krakal, Pantai Sadranan, Pantai Slili, dan Pantai Nglambor; 3. Langkah mitigasi yang dapat dilakukan seperti pembuatan rambu-rambu, pembatasan zona rawan jatuhan batuan, dan pembuatan wiremesh sebagai bagian dari tindakan geologi teknik. VII. ACKNOWLEDGEMENT Penelitian tersebut dibantu oleh pihak dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Gunung Kidul dalam bentuk data jumlah pengunjung dan data curah hujan setiap kecamatan di tahun 2010. DAFTAR PUSTAKA Budetta, P., 2004. Assessment of Rockfall Risk Along Roads, in : Natural Hazards and Earth System Sciences. Napoli, Italy, p. 71-81 Eliassen, T. D., Springston, G.E., 2007. Rockfall Hazard Rating of Rock Cuts on U.S. and State Highways in Vermont. Montpelier, Vermont, p. 17-22 Hunt, R.E., 2007. Geologic Hazards A Field Guide for Geotechnical Engineers. Taylor & Francis Group, New York, 334 p. Pierson, L.A., 1991. The Rockfall Hazard Rating System, in: Final Report No. FHWA-OR-GT-92-05. Salem, Oregon p. 3-7. Pierson, L.A., Van Vickle, R., 1993. Rockfall Hazard Rating System : Participant s Manual, in : Final Report No. FHWA-SA-93-057. Phoenix, Az p.25-34. Romana, M., Serόn, J.B., Montalar, E., 2003. SMR Geomechanics classification : Application, experience, and Validation. In : ISRM 2003 Technology roadmap for rock mechanics. South African, p. 1-4 Surono, 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Geosciences. Bandung, p.1-13 698

TABEL Tabel 1. Tinggi lereng dan bobot poin dari setiap pantai No. Nama Pantai Tinggi Lereng (m) Eksponen (x) Point 1 Pantai Siung 10.2 4.455 2.1 2 Pantai Nglambor 18 13.967 8.2 3 Pantai Jogan 11.5 5.390 2.2 4 Pantai Indrayanti 4 1.797 1.7 5 Pantai Slili 4 1.797 1.7 6 Pantai Krakal 4.5 1.933 1.8 7 Pantai Sadranan 4.5 1.933 1.8 Tabel 2. Hasil perhitungan volume bongkah di Pantai Selatan No. Nama Pantai Volume (m3) Point 1 Pantai Siung 51.45 9 2 Pantai Nglambor 13.5 3 3 Pantai Jogan 18.1125 3 4 Pantai Indrayanti 159.6 81 5 Pantai Slili 28.8 3 6 Pantai Krakal 20 3 7 Pantai Sadranan 16.83 3 Tabel 3. Hasil perhitungan ukuran blok (Db) dan bobot poin dari setiap pantai N Nama S1 S2 S3 α β γ Vb (cm3) Db (m) Eksponen Poin o Pantai 1 Pantai Siung 190 70 100 67 56 57.2 2073381.4 1.275 106.66 100 2 Pantai 30 50 150 88.5 88.2 37 374181.8 0.721 14.00 8 Nglambor 3 Pantai Jogan 110 140 40 57.9 75 49.6 988551.4 0.996 38.40 100 4 Pantai 100 50 40 88.5 52.9 35.9 427788.3 0.753 15.79 10.5 Indrayanti 5 Pantai Slili 100 45 30 67.5 49.8 30.5 376939.9 0.722 14.09 8.2 6 Pantai 30 30 30 87.2 47.3 50.5 47669.3 0.363 3.77 2.7 Krakal 7 Pantai Sadranan 25 25 25 36.3 70.4 83.4 28203.2 0.304 3.05 2 Tabel 4. Aspek RQD dan bobot RMR dari setiap pantai No. Nama Pantai Jumlah Volumetrik RQD Bobot RMR RQD 1 Pantai Siung 3.0 105.2 20 2 Pantai Nglambor 6.0 95.2 20 3 Pantai Jogan 4.1 101.4 20 4 Pantai Indrayanti 5.5 96.9 20 5 Pantai Slili 6.6 93.4 20 6 Pantai Krakal 10.0 82.0 17 699

7 Pantai Sadranan 12.0 75.4 17 Tabel 5. Spasi Kekar dari tiap pantai dengan bobot RMR No. Nama Pantai Spasi Kekar Bobot RMR Spasi Kekar 1 Pantai Siung 1.20 15.00 2 Pantai Nglambor 0.77 15.00 3 Pantai Jogan 0.97 15.00 4 Pantai Indrayanti 0.63 15.00 5 Pantai Slili 0.58 10.00 6 Pantai Krakal 0.30 10.00 7 Pantai Sadranan 0.25 10.00 Tabel 6. Nilai risiko pengunjung dari tiap pantai No. Nama Pantai Jumlah Risiko Eksponen wisatawan Pengunjung 1 Pantai Siung 208.118 5.00 1.25 2 Pantai Nglambor 208.118 6.07 1.31 3 Pantai Jogan 208.118 1.45 1.07 4 Pantai Indrayanti 2002.170 43.10 6.65 5 Pantai Slili 2002.170 10.29 1.57 6 Pantai Krakal 2002.170 28.36 3.48 7 Pantai Sadranan 2002.170 20.02 2.41 Tabel 7. Hasil akumulasi nilai beberapa parameter dan peringkat risiko tiap pantai No Nama Pantai PARAMETER Total Urutan Tinggi Ukuran Volume SMR APR Curah Nilai Risiko lereng Blok Bongkah hujan 1 Pantai Siung 2.1 100 9 53 5 100 269.1 2 2 Pantai 8.2 8 3 55 6.07 100 180.27 7 Nglambor 3 Pantai Jogan 2.2 100 3 53 1.44 100 259.64 3 4 Pantai 1.7 10.5 81 53 43.10 100 289.30 1 Indrayanti 5 Pantai Slili 1.7 8.2 3 60 10.28 100 183.19 6 6 Pantai Krakal 1.8 2.7 3 63 28.36 100 198.86 4 7 Pantai Sadranan 1.8 2 3 60 20.02 100 186.82 5 700

GAMBAR Gambar 1. Jatuhan batuan di Pantai Sadranan yang memakan korban jiwa. Jatuhan batuan berasal dari tebing x Gambar 2. Grafik penilaian eksponensial untuk mengetahui nilai dari setiap parameter pada metode mrhrs (Budetta, 2004) 701

Gambar 3. Beberapa blok jatuhan batuan yang terdapat di Pantai Siung. Beberapa morfologi notch masih banyak terdapat di sekitar pantai tersebut Gambar 4. Potensi jatuhan batuan di Pantai Jogan dengan ukuran blok yang tergolong besar. (A) hasil gerakan debris dari tebing di atasnya Gambar 5. Potensi jatuhan batuan di Pantai Indrayanti dengan keadaan volume bongkah yang sangat rawan untuk jatuh 702

Gambar 6. DEM dari kompleks pantai selatan. Pola kelurusan di bagian baratlaut lebih intensif dibandingkan di bagian tenggara 703