UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN LOCALIZED SURFACE PLASMON RESONANCE (LSPR) PADA NANOPARTIKEL PERAK (Ag) DAN EMAS (Au) MENGGUNAKAN METODE ELEMEN-HINGGA SKRIPSI ANDYAN WIJANARKO 1006681161 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK JUNI 014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Andyan Wijanarko NPM : 1006681161 Program Studi : S1 Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Skripsi demi pengembagan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Pemodelan Localized Surface Plasmon Resonance (LSPR) pada Nanopartikel Perak (Ag) dan Emas (Au) Menggunakan Metode Elemen-Hingga Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan / formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan Pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 1 Juni 014 Yang Menyatakan, (Andyan Wijanarko)
Pemodelan Localized Surface Plasmon Resonance (LSPR) pada Nanopartikel Perak (Ag) dan Emas (Au) Menggunakan Metode Elemen-Hingga Andyan Wijanarko 1 dan Dede Djuhana 1. Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 1644. Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 1644 Andyan.wijanarko@gmail.com, dede.djuhana@sci.ui.ac.id Abstrak Localized Surface Plasmon Resonance (LSPR) adalah fenomena eksitasi yang terjadi ketika cahaya datang berinteraksi dengan nanopartikel dari logam mulia (emas dan perak). Interaksi ini dapat teramati melalui absorpsi dan scattering oleh nanopartikel yang berosilasi. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengamati fenomena LPR ini adalah dengan melakukan simulasi. Dalam simulasi fenomena LPR, dapat diamati pengaruh bentuk, ukuran, material dan indeks bias terhadap kurva absorpsi, scattering, dan extinction. Simulasi ini dilakukan dengan metode elemen-hingga dengan pendekatan quasistatik terhadap material emas dan perak didalam tiga jenis dielektrik. Bentuk yang digunakan adalah bola, rod, dan triangle dengan variasi ukuran 10-100 nm.. Hasil simulasi menunjukan bahwa bentuk, ukuran, jenis material, dan indeks bias mempengaruhi besarnya puncak cross section dan panjang gelombang dari setiap kurva dimana bentuk, ukuran, dan indeks bias mempengaruhi tinggi puncak, dan jenis material menentukan panjang gelombang dari puncak. Hasil juga menunjukan kesesuaian pendekatan quasistatik dengan teori Mie. Kata Kunci : Localized Surface Plasmon Resonance, teori Mie, pendekatatn quasistatik, absorpsi, hamburan, extinction. Abstract Localized Surface Plasmon Resonance (LSPR) is an exitation phenomenon that occurs when nanoparticle of noble metal (gold and silver) interact with electromagnetic wave. These interactions can be observed through absorption and scattering by the nanoparticle oscillate. In this study, we performed some simulations of LSP phenomenon to observed the effect of shape and size of nanoparticle, materials, and refractive index toward absorption, scattering, and exitation. Simulation is done by finite element method with quasistatic approximation toward gold and silver in three types of dielectric. Shape variation that used in these simulation are sphere, rod, and triangle with size variation 10 100 nm. The result show that size, shape, material and refractive index affect the peak of extinction, scattering and absorption cross section curve and their wavelength. The result with quasistatic approximation show similiarity with Mie theory. Key words : Localized Surface Plasmon Resonance, Mie theory, quasistatic approximation, absorption, scattering, extinction.
Pendahuluan Pengamatan plasmonik pertama kali diamati oleh Wood pada tahun 190, yaitu mengamati pola terang gelap dari cahaya yang dipantulkan cermin yang dilapisi kisi difraksi. Fenomena ini dikenal sebagai surface plasmon resonance (SPR) [1]. Plasmon adalah sebuah kuasi partikel dari osilasi plasma (model gas elektron) pada permukaan logam yang tipis (thin metallic film). Osilasi ini terjadi karena interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan konduksi mirip model gas electron menghasilkan medan elektrostatis yang berfluktuasi [,3]. Perkembangan dari pengamatan Wood adalah hasil pengamatan oleh Maxwell Garnet tahun 1904 tentang warna cerah yang diamati pada lapisan kaca yang dilapisi logam dengan menggunakan model gas electron Drude. Warna cerah tersebut adalah interaksi foton dengan lapisan tipis logam. Hasil ini juga menguatkan pengamatan sebelumnya oleh Wood bahwa fenomena resonansi plasmon memang ada. Kemudian tahun 1956, David Pines, secara teoretis menjelaskan karakteristik energy yang hilang pada peristiwa osilasi plasmon pada permukaan logam. Namun sampai tahun 1968, energi yang hilang pada osilasi plasmon berhasil dijelaskan dari hasil eksperimen Otto dan Kretschmann dan Raether [4,5]. Dari hasil penemuan mereka, fenomena osilasi plasmon menjadi lebih mudah dipahami dan dapat diaplikasikan sebagai sebuah sensor berbasis sifat optik. Pengamatan sifat-sifat plasmon tidak berfokus pada osilasi plasmon dipermukaan tipis logam. Pengamatan lain yang cukup menarik adalah pengamatan fenomena plasmon dalam daerah terlokalisasi atau dikenal dengan localized surface plasmons (LSP). Fenomena LSP merupakan eksitasi elektron yang terlokaliasasi dalam struktur nano dari lapisan logam yang berinteraksi dengan gelombang elektromagnetik. Interaksi ini tergantung dari sifat-sifat dielektrik masing-masing logam. Proses interaksi LSP dengan gelombang elektromagnetik menghasilkan peristiwa penyerapan gelombang elektromagnetik pada daerah tertentu yang ditandai dengan terjadi puncak-puncak absorpsi. Hasil penelitian lain juga memperlihatkan bentuk dan geometri LSP dapat mengeser puncak absorpsi [6]. Proses absorpsi pada panjang gelombang tertentu
menunjukkan LSP mengalami resonansi.[7,8]. Secara teoretis, proses absorpsi pada LSP dapat dijelaskan menggunakan teori Mie. Tinjauan Pustaka Sifat-sifat dari logam telah banyak dibahas dalam berbagai literatur, termasuk respon dari logam terhadap gelombang elektromagnetik yang datang []. Respon logam terhadap gelombang elektromagnetik disebut sifat dispersif logam. Secara umum interaksi gelombang elektromagnetik dengan spektrum frekuensi yang luas dapat dijelaskan dengan model plasma. Dalam pemodelan ini elektronelektron yang berada didalam logam dianggap membentuk plasma (awan elektron). Plasma atau elektron bebas dengan densitas n latar inti ion positif yang tidak bergerak. Adanya kecenderungan pembentukan kutub positif dan negatif dari awan elektron ini menghasilkan dipol. Menjelaskan fenomena ini, salah satu model yang paling sederhana adalah model Drude [9]. Plasma berosilasi dengan frekuensi ω : p ω πne m p = 4 e / e Dimana logam akan selalu memenuhi sifat dielektrik yang biasa disebut fungsi dielektrik kompleks yang merupakan fungsi ω : ω p εd ( ω) = 1 ω + iγ ω Dengan ω p adalah frekuensi volume (bulk) plasma, n e adalah densitas elektron, ε menggambarkan latar ionik pada metal. ε1 dan ε adalah elemen real dan imajiner dari fungsi dielektrik. Dengan mengabaikan faktor konstanta redaman latar ionik ε, secara sederhana fungsi dielektrik Drude menjadi ε d = 1- ω p /ω dan kita dapat membedakan fungsi dielektrik ini ke dalam dua bagian. Yaitu jika ω lebih besar dibandingkan ω p, ε d akan bernilai positif. Sehingga indeks bias n = ε d akan bernilai real. Sedangkan kebalikannya, jika ω lebih kecil dibandingkan ω p, ε d akan bernilai negatif dan n akan menjadi imaginer. Nilai n yang imaginer menunjukan bahwa gelombang elektromagnetik tidak merambat d γ d dan
didalam medium. Nilai spesifik dari ω p dari kebanyakan logam berada pada daerah ultraviolet [10]: Gambar 1. Relasi dispersi dari plasmon untuk antar muka logam-udara. Garis merah merupakan relasi dispersi pada surface plasmon dan garis biru pada plasmon dalam kondisi bulk. Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa kurva tersebut tidak bersinggungan sama sekali dengan garis cahaya (garis berwarna kuning). Hal ini menunjukan tidak mungkin terjadi eksitasi surface plasmon dengan gelombang elketromagnetik secara langsung. Namun eksitasi ini dapat diusahakan terjadi dengan membelokan kurva relasi dispersi. Caranya yaitu dengan menambahkan medium dielektrik, sehingga ω = ck / n dengan n adalah indeks bias medium x [11]. Surface plasmon dapat diamati pada antarmuka antara logam dengan medium dielektrik. Jika bidang antarmuka berbentuk bidang datar (film), maka fenomena surface plasmon yang diamati biasa disebut sebagai surface plasmon polaritons (SPPs). Dimana SPPs merupakan eksitasi yang merambat pada antarmuka. Sedangkan jika surface plasmon diamati pada bidang antarmuka yang terbatas pada permukaan nanopartikel, maka eksitasi ini disebut localized surface plasmon (LSP) [1].
Jika gelombang elektromagnetik mengenai nanopartikel logam, maka gas elektron akan terpolarisasi [1]. Polarisasi yang terjadi pada gas elektron dinyatakan sebagai polarisabilitas dipolar α [13]: ( m) (1 ) 0V ε α = + κ ε ε ( ε + κε ) Polarisabilitas α akan maksimum pada saat frekuensi: Re( ε) = κε Re( ε ) menandakan bagian real dari fungsi dielektrik. Pada saat polarisabilitas maksimum tersebut LSP berada pada keadaan beresonansi, yaitu pada saat frekuensi cahaya sama dengan frekuensi osilasi surface plasmon logam ω, sehingga frekuensi p ω merupakan frekuensi LSPR partikel. Lebih lanjut, frekuensi LSPR juga dipengaruhi sp oleh bentuk geometri ( κ ) dan medium dielektrik di sekeliling nanopartikel logam ( ε m ). m m ω sp = Ne m ( ) eε0 ε + κεm Untuk logam mulia, seperti emas dan perak, frekuensi resonansi ini terletak pada daerah cahaya tampak (untuk nanopartikel berbentuk bola) [13]. Penjelasan lebih detail mengenai interaksi gelombang elektromagnetik dengan nanopartikel logam berbentuk bola adalah solusi dari persamaan Maxwell yang dikerjakan oleh Gustav Mie tahun 1908 [14. Bentuk solusi dari Mie: 4 k 8 4 6 m C π sca k a ε = α = ε 6π 3 ε + εm 3 ε ε m Cas b = kim[ α] = 4πka Im ε + εm Metode Penelitian Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah simulasi. Simulasi menggunaka toolbox MNPBEM yang bersifat publik dengan bahasa pemograman MATLAB [6]. Toolbox MNPBEM menghasilkan solusi persamaan Maxwell dengan metode finite-element dengan pendekatan quasistatik. Hasil ini akan dibandingkan dengan solusi persamaan Maxwell berdasarkan teori Mie yang telah
dikenal secara umum. Pendekatan quasistatik dapat digunakan hanya untuk nanopartikel dengan ukuran yang kecil (relatif terhadap panjang gelombang) sehingga kita dapat dapat menyatakan k 0 dan efek pembelokan diabaikan dari penyelesaian persamaan Maxwell didapat muatan dipermukaan dengan pendekatan quasistatik: Dalam bentuk ekspansi eigenmode: σ = σ = Λ+ k Φ n 1 ext ( F) σ k Λ ( ω) + λ k L φext σk n Semua perhitungan yang dilakukan dengan pendekatan quasistatik, dilakukan dengan metode finite elemen (elemen hingga) []. Dalam metode ini, pendekatan dilakukan dengan membagi muatan permukaan menjadi elemen-elemen kecil yang dihubungan lewat nodes (titik-titik) yang akan menghasilkan persamaan aljabar yang simultan.dalam metode finite elemen dikenal dua batasan, yaitu batasan Dirichlet dan Neumann. Tidak seperti metode finite differnce, metode finite element akan menghasilkan fungsi pada keseluruhan domain [5]. Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini akan menjelaskan hasil simulasi LSPR menggunakan perangkat lunak MMPBEM dengan model bola dari ukuran 10 nm sampai dengan 100 nm dengan variasi indeks bias lingkungan n 1 = 1, 33, n = 1, 5 dan n 3 = 1, 7. Material yang digunakan adalah emas (Au) dan perak (Ag). Hasil simulasi dipresentasikan dalam kurva penampang lintang untuk serapan (absorption), hamburan (scattering) dan ekstinsi (extinction) terhadap panjang gelombang. Selanjutnya simulasi dilakukan secara menyeluruh untuk semua material yaitu Au dari 10 nm sampai dengan 100 nm dengan kenaikan 10 nm. Hasil simulasi untuk material Au dengan indeks bias n 1 = 1, 33ditunjukkan pada Gambar 4., n = 1, 5 pada Gambar 4.3 dan n 3 = 1, 7 pada Gambar 4.4.
Gambar 4.. kurva penampang lintang serapan (a), hamburan (b), dan ekstinsi (c) terhadap panjang gelombang dari nanopartikel emas berbentuk bola dengan variasi indeks bias n1 = 1,33 Gambar 4.3. kurva penampang lintang serapan (a), hamburan (b), dan ekstinsi (c) terhadap panjang gelombang dari nanopartikel emas berbentuk bola dengan variasi indeks bias n1 = 1,35 Gambar 4.4. kurva penampang lintang serapan (a), hamburan (b), dan ekstinsi (c) terhadap panjang gelombang dari nanopartikel emas berbentuk bola dengan variasi indeks bias n1 = 1,37
Secara umum, kurva serapan, hamburan dan ekstinsi sebagai fungsi panjang gelombang menunjukkan pergeseran dengan bertambahnya diameter dari bola. Pergeseran kurva bergerak akan kanan yaitu ke arah panjang gelombang tinggi (red shift). Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4., Gambar 4.3 dan Gambar 4.4, selanjutnya membuat kurva puncak panjang gelombang terhadap variasi diameter untuk masing-masing indeks bias, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.5 untuk peristiwa serapan. Gambar 4.5. Perbandingan letak puncak penampang lintang serapan dari nanopartikel emas dengan Selanjutnya simulasi dilakukan secara menyeluruh untuk material yaitu Ag dari 10 nm sampai dengan 100 nm dengan kenaikan 10 nm. Hasil simulasi untuk material Ag dengan indeks bias n 1 = 1, 33ditunjukkan pada Gambar 4.7,hasil dengan indeks bias n = 1, 5 pada Gambar 4.8 dan hasil untuk indeks bias n 3 = 1, 7 pada Gambar 4.9. berbagai diameter.
Gambar 4.7. kurva penampang lintang serapan (a), hamburan (b), dan ekstinsi (c) terhadap panjang gelombang dari nanopartikel perak berbentuk bola dengan variasi indeks bias n 1 = 1, 33 Gambar 4.8. kurva penampang lintang serapan (a), hamburan (b), dan ekstinsi (c) terhadap panjang gelombang dari nanopartikel perak berbentuk bola dengan variasi indeks bias n 1 = 1, 35 Gambar 4.4. kurva penampang lintang serapan (a), hamburan (b), dan ekstinsi (c) terhadap panjang gelombang dari nanopartikel emas berbentuk bola dengan variasi indeks bias n 1 = 1, 37
Secara umum, kurva serapan, hamburan dan ekstinsi sebagai fungsi panjang gelombang menunjukkan pergeseran dengan bertambahnya diameter dari bola. Pergeseran kurva akan bergerak ke arah kanan yaitu ke arah panjang gelombang tinggi (red shift) pada diameter 10 nm hingga diameter 60 nm. Tetapi pada saat diameter 70 nm, letak puncak kurva penampang lintang kembali bergeser ke arah panjang gelombang rendah, lalu mulai bergeser lagi ke arah panjang gelombang tinggi. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.7, Gambar 4.8 dan Gambar 4.9, selanjutnya membuat kurva letak puncak kurva panjang gelombang terhadap variasi diameter untuk masing-masing indeks bias, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.10 untuk peristiwa serapan. Gambar 4.10. Perbandingan letak puncak penampang lintang serapan dari nanopartikel perak dengan berbagai diameter. Dari hasil simulasi yang dilakukan pada nanopartikel emas, didapati bahwa letak puncak kurva penampang lintang serapan dengan indeks bias
n 1 = 1, 33berada pada jangkauan panjang gelombang 513,1 nm hingga 55, 1 nm. Sedangkan untuk letak puncak kurva penampang lintang serapan dengan indeks bias n = 1, 55 berada pada jangkauan panjang gelombang 516,8 nm hingga 530,9 nm. Yang terakhir, untuk letak puncak kurva penampang lintang serapan dengan indeks bias n 3 = 1, 7 terletak pada jangkauan panjang gelombang 50,8 nm hingga 538,9 nm Untuk hasil simulasi yang dilakukan pada nanopartikel perak berbentuk bola, didapat letak puncak kurva serapan dengan indeks bias n 1 = 1, 33 berada pada jangkauan panjang gelombang 360,8 nm hingga panjang gelombang 386,1 nm. Sedangkan untuk letak puncak kurva penampang lintang serapan dengan indeks bias n = 1, 55 berada pada jangkauan panjang gelombang 364,4 nm hingga 396,6 nm. Yang terakhir, untuk letak puncak kurva penampang lintang serapan dengan indeks bias n 3 = 1, 7 terletak pada jangkauan panjang gelombang 37,5 nm hingga 407,4 nm.. Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa dimensi dari nanopartikel yang dalam simulasi diwakili oleh diameter dari bola, mempengaruhi respon nanopartikel terhadap gelombang elektromagnetik yang datang. Perubahan pada dimensi nanopartikel menyebabkan perubahan respon yang terlihat pada perubahan amplitudo penampang lintang serapan, penampang lintang hamburan, dan penampang lintang extinsi. Dimana dimensi nanopartikel yang semakin besar akan mengakibatkan peningkatan amplitudo penampang lintang dari ketiga jenis kurva penampang lintang. Peningkatan besar amplitudo kurva disebabkan karena dimensi nanopartikel yang semakin besar akan meyebabkan permukaan nanopartikel yang berinteraksi dengan gelombang elektromagnetik yang datang semakin besar. Yang akhirnya menyebabkan peningkatan besar amplitudo penampang lintangnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa dimensi dari nanopartikel sangat mempengaruhi besarnya amplitudo dari kurva penampang lintang, dimana semakin besar dimensi dari nanopartikel akan menyebabkan semakin tinggi besar amplitudonya. Selain perubahan pada amplitudo, respon nanopartikel juga terlihat pada letak puncak kurva penampang lintang. Berdasarkan hasil yang didapat dari
simulasi, perubahan pada dimensi nanopartikel mengakibatlkan pergeseran letak puncak penampang lintang. Perubahan ini tampak pada setiap kurva, baik pada nanopartikel emas, maupun pada nanopartikel perak. Pergeseran letak puncak penampang lintang secara umum adalah ke arah kanan atau ke arah panjang gelombang yang lebih tinggi. Perubahan ini terlihat jelas pada nanopartikel emas seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.5. Sedangkan pada nanopartikel perak, perubahan ini berlaku hingga batasan diameter tertentu, lalu terjadi pegeseran yang berlawanan arah, setelah itu terjadi pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih tinggi. Namun secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa perubahan dimensi dari nanopartikel akan menyebabkan pergeseran letak puncak dari kurva penampang lintang, dimana semakin besar dimensi dari nanopartikel akan menyebabkan letak puncak kurva penampang lintang bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih tinggi (red shift). Adapun perubahan respon nanopartikel emas dan perak baik pada besaran puncak penampang lintang ekstinsi, hamburan, dan serapan maupun letak puncak penampang lintang yang terjadi ini disebabkan karena besaran indeks bias dielektrik lingkungan mempengaruhi fungsi dielektrik dari logam (emas dan perak). Nilai indeks bias yang berubah menyebabkan perubahan frekuensi natural dari nanopartikel emas dan perak yang digunakan. Perubahan pada fungsi dielektrik inilah yang mengakibatkan respon nanopartikel terhadap gelombang elektromagnetik yang datang juga akan berubah. Jika kita mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Leif J. Sherry et al pada [14], diketahui bahwa secara eksperimen terjadi perubahan respon nanopartikel logam terhadap gelombang elektromagnetik yang datang pada saat dilakukan variasi terhadap indeks bias dielektrik lingkungannya. Namun pengaruh indeks bias dielektrik lingkungannya terhadap letak puncak kurva penampang lintang tidak terlalu besar. Kesimpulan Penelitian tugas akhir dengan menggunakan hasil simulasi metode finite-element dengan pendekatan quasistatik memberikan kesimpulan sebagai berikut: Ukuran nanopartikel sangat berpengaruh dimana ukuran yang semakin besar akan menyebabkan permukaan nanopaertikel yang berinteraksi
dengan cahaya semakin besar, yang akhirnya mengakibatkan nilai puncak cross section menigkat. Ukuran nanopartikel juga mempengaruhi letak puncak penampang lintang. Indeks bias memiliki pengaruh yang kecil terhadap pergeseran panjang gelombang maksimal. Sesuai dengan eksperimen, semakin besar nilai indeks bias dielektrok lingkungannya, maka akan terjadi pergeseran letak pencak (panjang gelombang semakin besar) dan peningkatan nilai besaran penampang lintang dari ekstinsi, hamburan, dan serapan. Dalam simulsi ini juga didapati bahwa jenis material merupakan faktor yang sangat menentukan besar puncak dan nilai panjnag gelombang maksimal dari fenomena LSP ini. Simulasi fenomena LSP dengan menggunakan metode finite element dengan pendekatan quasistatik menunjukan hasil yang cocok dan sesuai dengan teori yang telah ada, yaitu teori Mie. Daftar Acuan [1] R.B.M. Schasfoort, Anna J. Tudos. Handbook of Surface Plasmon Resonance. The Royal Society of Chemistry (008): 1-3. [] Kittel, Charles. Introduction to Solid State Physics Eight Edition. John Wiley & Sons, Inc. 005. [3] Halevi, Peter. Spatial Dispersion in Solid and Plasma. North Holland (199). [4] Pieter G. Kik, Mark L. Brongersma. Surface Plasmon Nanophotonics. Springer: 1-11. 007. [5] Ulrich Hohenester, Andreas Trugler. A Matlab Toolbox for the Simulation of Plasmonic Nanoparticle. Elsevier. 011. [6] M. Audry and G. Frederic, The Plasmon Band in Noble Metal Nanoparticle: An Introduction to Theory and Application.,New J. Chem, 006, 30, 111-113 [7] Stefan A. Maier. Plasmonics: Fundamentals and Application. Springer. 007 [8] Eliza Hutter, Janos H. Fendler. Exploitation of Localized Surface Plasmon Resonance. WILEY_VCH Verlag GmbH & Co. 004. [9] U.Kreibig and M. Vollmer. Optical Properties of Metal Cluster. Springer, Berlin, 1995 [10] L.Novotny and B. Hecht. Principle of Nano-Optics. Cambridge University Press. UK. 006. ISBN 978-0518343
[11] J.S. Leif et. al. Localized Surface Plasmon Resonance Spectroscopy of Single Silver Triangular Nanoprisms. Nano Letters 1006 Vol.6 No.9 060-065. [1] Stefan A. Maier. Plasmonics: Fundamentals and Application. Springer. 007 [13] P.K. Jain, M.A. El-sayed, Plasmonic Coupling in Noble Metal Nanostructure, Elsevier, 010 [14] H. Wolfram, W. Thomas.Mie Theory 1908-008. Present develepments and interdisciplinary aspects of light scattering. University Bremen, Bremen. 008