NILAI ESTETIKA DAN GAYA BAHASA PANTUN UPACARA ADAT PERNIKAHAN MELAYU KABUPATEN KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU ARTIKEL E-JOURNAL Oleh YUSRA HAYATY NIM. 090388201366 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2013
Nilai Estetika Dan Gaya Bahasa Pantun Upacara Adat Pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau oleh Yusra Hayaty. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dosen Pembimbing I: Drs. H. Abdul Malik, M.Pd., Dosen Pembimbing II: Hj. Dewi Murni, M.Hum. Yusra_Hayaty@yahoo.co.id. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai estetika dan gaya bahasa yang terkandung di dalam pantun upacara adat pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara yaitu mewawancarai 6 informan atau pemantun. Dari hasil penelitian dapat diketahui dari 101 pantun yang diperoleh. Pantun pernikahan Melayu Kabupaten Karimun mengandung nilai estetika yang dilihat dari nilai kesatuan, nilai keharmonisan, nilai keseimbangan, dan fokus atau penekanannya. 15 bait pantun menggunakan gaya bahasa metafora, 6 bait pantun menggunakan gaya bahasa hiperbola, 4 bait pantun menggunakan gaya bahasa anadiplosis, 1 bait pantun menggunakan gaya bahasa epanalepsis dan ironi, 3 bait pantun menggunakan gaya bahasa epizeuksis, dan 2 bait pantun menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Kata Kunci : Nilai Estetika, Gaya Bahasa, Pantun Pernikahan Melayu ABSTRACT The purpose of this research are to analyze the aesthetic values and language style of the poems of Malay custom at wedding ceremony in Karimun Regency of Kepulauan Riau Province. This research used the qualitative descriptive method. Research data are in the form of Malay custom ceremony poems in Karimun Regency of Kepulauan Riau Province. The technique of data was interview six informants or pantun were interviewed to collect the data. From this research, it is found that there are 101 pantun. The marriage pantun of Malay in Karimun Regency has aesthetic value that can be seen from the unity, the harmony, the balance and focus or right emphasis of value. 15 verses used metafore, 6 verses, 4 verses used hyperbola and anadiplosis, 1 verse used epanalepsis and irony, 3 verses used epizeuksis, and 2 verses used simile. Keyword: Aesthetic Value, Language Style, Marriage pantun of Malay
1. Pendahuluan Indonesia adalah negara yang kaya akan suku dan bahasa. Setiap suku memiliki nilai budaya masing-masing yang menjadi ciri khas suku tersebut. Nilai budaya adalah nilai budaya daerah suatu kelompok masyarakat tertentu yang tidak terlepas dari adat istiadat yang berlaku. Perkembangan zaman dan teknologi membawa dampak perubahan bagi kita, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Seiring berjalannya waktu gaya hidup kita juga mengalami perkembangan dan perubahan yang luar biasa. Kemajuan teknologi mengikis nilai-nilai luhur kebiasaan masyarakat kita. Pada masyarakat Melayu Karimun, untuk menyampaikan maksud dan tujuan, baik merisik, meminang disampaikan melalui pantun yang dilakukan oleh pemantun. Pemantun merupakan seseorang yang dipercaya sebagai penyampai maksud. Pemantun ini sangat mahir dalam berpantun. Semua hal-hal yang ingin disampaikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan disampaikan melalui pantun, demikian juga dengan pihak perempuan akan menerima maksud dan tujuan tersebut juga dengan pantun. Pada masyarakat Melayu Karimun pantun masih sering digunakan pada saat acara perkawinan. Walaupun keberadaannya sudah menurun di dalam kehidupan masyarakat Melayu. Kebudayaan ikut mengalami perubahan, karena kebudayaan dihasilkan oleh suatu kelompok masyarakat. Demikian juga halnya dengan pantun yang sedikit banyak terkena bias perubahan. Permasalahan pada penelitian ini adalah nilai estetika dan gaya bahasa apakah yang terkandung di dalam pantun upacara adat pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai estetika dan gaya bahasa yang terkandung di dalam pantun upacara adat pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. 2. Pembahasan Menurut Hazwani (2009:47-56) untuk melihat estetika dalam sebuah puisi dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) unsur pembentuk, yaitu : Kesatuan (unity), Keharmonisan (harmony), Keseimbangan (balance), Fokus atau tekanan yang tepat (right emphasis). Nilai kesatuan terdapat dalam pantun terlihat pada unsur-unsur pembentuknya seperti jumlah kata dan jumlah suku kata dalam sebaris. Jumlah kata dalam sebaris yang terdapat dalam pantun dari bait pertama sampai bait terakhir hampir semua berjumlah sama yakni 4 (empat) kata. Keharmonisan dalam estetika puisi Melayu berkenaan dengan hubungan antara suku kata bagian dengan unsur atau bagian lain. Artinya, unsur atau bagian itu harus menunjang daya ungkap unsur atau bagian lain, dan bukan mengganggu atau mengaburkannya (hazwani, 2009:50 dalam Pinky, 2013:50). Dalam pantun, keharmonisan tersebut terletak pada struktur pembentukan pantun tersebut yaitu sampiran dan isi serta rima yang membentuk irama dari pantun itu. Dalam hal sampiran, setiap sampiran dalam puisi melayu bentuk apapun merupakan pembuka maksud dari tujuan yang hendak disampaikan oleh penyair, sedangkan isi merupakan tujuan yang hendak disampaikan oleh penyair. Keseimbangan dalam puisi adalah unsur-unsur atau bagian-bagian puisi, baik dalam ukuran maupun bobotnya, harus sesuai atau seimbang dengan fungsinya. Keseimbangan ini harus benar-benar sesuai agar dapat dibedakan antara yang utama dengan yang tidak utama (Hazwani, 2009:54 dalam Pinky, 2013:52-53). Pada pantun keseimbangan itu terlihat dari fungsi sampiran dan isinya, seperti diketahui bahwa sampiran adalah sebagian kata pembuka saja dalam puisi Melayu, begitu pula dalam pantun sedangkan isi merupakan maksud dan tujuan atau inti pembicaraan dari pantun tersebut. Fungsi tersebut sangat berbeda pada pantun sampiran benar-benar berfungsi sebagai pembuka, sedangkan isi sebagai inti pembicaraan.
Fokus atau tekanan yang tepat dalam puisi Melayu biasanya adalah tentang sosial budaya yang terdapat dalam puisi tersebut ataupun pusat pembicaraan yang menjadi subjek materi (pokok permasalahan) utama (hazwani, 2009:56 dalam Pinky 2013:54). Dalam pantun pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau yang menjadi fokus atau penekanan yang paling utama adalah yang berkaitan langsung dengan tahaptahap atau tata cara upacara perkawinan mulai dari merisik, meminang hingga akad nikah yang sesuai dengan adat istiadat yang berlaku sesuai dengan norma agama. Gaya bahasa adalah bahasa yang digunakan untuk memberikan efek keindahan yang terkandung di dalam sebuah pantun. Berdasarkan dari hasil penelitian dilapangan, diketahui ada 7 jenis gaya bahasa yang terkandung di dalam pantun pernikahan Melayu Kabupaten Karimun yaitu, gaya bahasa metafora, hiperbola, repetisi (anadiplosis), repetisi (epanalepsis), repetisi (epizeuksis), perumpamaan dan ironi. 3. Simpulan dan Rekomendasi Nilai estetika yang terkandung di dalam pantun upacara adat pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau adalah: kesatuan yang terdapat dalam patun pada upacara adat pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau terlihat pada unsur-unsur pembentukannya seperti jumlah kata dalam sebaris, keharmonisan terletak pada struktur pembentukan pantun tersebut yaitu: sampiran dan isi serta rima yang membentuk irama dari pantun, keseimbangan dilihat dari kesesuaian perbandingan antara sampiran dengan isi. Perbandingan yang digunakan dalam sampiran juga harus tepat dan benar sehingga terdapat keseimbangan bentuk dan bobot, fokus atau penekanan yang tepat pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pantun pada pantun pernikahan Melayu Kabupaten Karimun yaitu tahap-tahap atau tata cara upacara adat perkawinan serta adat istiadat Melayu yang sesuai dengan norma agama Islam. Gaya bahasa yang terkandung di dalam pantun pernikahan Melayu Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut: gaya bahasa metafora sebanyak 13 bait pantun, gaya bahasa hiperbola sebanyak 5 bait pantun, gaya bahasa anadiplosis sebanyak 5 bait pantun, gaya bahasa epanalepsis sebanyak 1 bait pantun, gaya bahasa epizeuksis sebanyak 3 bait pantun, gaya bahasa perumpamaan sebanyak 2 bait pantun dan gaya bahasa ironi sebanyak 1 bait pantun. Pantun adalah ikon budaya melayu lama, pelestariannya harus lebih di tingkatkan lagi agar tidak hilang ditelan zaman dan bagi generasi muda agar lebih mencintai dan menghargai pantun sebagai warisan budaya. Bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia hendaknya dapat memaksimalkan bahan pembelajaran sastra dalam hal ini adalah pantun. Bagi pelajar hendaknya dalam mempelajari pantun memerhatikan nilai-nilai positif. Nilai positif tersebut dapat menjadi dasar bagi siswa dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari. Daftar Pustaka Alisjahbana, Sutan Takdir. 2008. Puisi Lama. Jakarta: Dian Rakyat. Arikunto, Suhaimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rieneka Cipta. Budianta, Melani. dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Teen. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Effendy, Tenas. 2005. Pantun Nasehat. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Hajar, Encik Abdul. 2011. Cerdas Cermat Pantun. Pekanbaru: Unri Press. Hajar, Encik Abdul. 2007. Rampai Pantun Bertuah. Pekanbaru: Pustaka Melayu. Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Malik, Abdul. dkk. 2003. Kepulauan Riau Cagar Budaya Melayu. Pekanbaru: Unri Press. Pinky. 2013. Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Berdagai Kajian Estetika. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara (tidak diterbitkan). Purnamasari, Dian. 2011. Kohesi dan Koherensi dalam Gurindam XII Karya Raja Ali Haji. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Riau (tidak diterbitkan). Rafly. 2006. Bahasa Estetika Postmodernisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Satria. 2012. Analisis Nilai-Nilai dan Gaya Bahasa Pantun dalam Acara Pernikahan Masyarakat Melayu Kecamatan Teluk Sebong. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Maritim Raja Ali Haji (tidak diterbitkan). Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suseno, Tusiran. 2010. Sepuluh Ribu Pantun Selaksa Santun. Depok: Yayasan Panggung Melayu. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa. Waridah, Ernawati. 2009. EYD dan Seputar Kebahasaan Indonesia. Jakarta: Kawan Pustaka. Wulan, Adisti Primi. 2012. Analisis Stilistika dan Nilai Pendidikan Pantun Melayu Pontianak Karya Abd. Rachman Abror. Tesis Pasca Sarjana Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret (tidak diterbitkan). Http://www.artikata.com/arti-155249-rima-html