BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS KESENJANGAN ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN OLEH DWI WIDIANIS H

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RILIS HASIL PSPK2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA)

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

Kinerja Pendapatan Ekonomi Rakyat dan Produktivitas Tenaga Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2014

BAB VI PENUTUP. 1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai R 2 = 0,328 berarti. pengangguran dan inflasi berkontribusi terhadap variabel terikat

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

KATA PENGANTAR Bagian I :

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu rekening ke rekening perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata.

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan tujuan penelitian. Angka 2009, Brosur No. 30 Tahun Dit. Agraria Prop. Dati I NTT, 2009):

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

NO INDIKATOR KINERJA KKP PENCAPAIAN % 1 Jumlah Seluruh Peserta KB Baru 109,050 79, I U D 9,540 6, M O W 5,010 3,

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB III METODE PENELITIAN

NO INDIKATOR KINERJA KKP PENCAPAIAN % 1 Jumlah Seluruh Peserta KB Baru 109,050 70, I U D 9,540 6, M O W 5,010 3,

ISU STRATEGIS PROVINSI DALAM PENYUSUNAN RKP 2012

SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

SEBAGAI UPAYA PENURUNAN AKI & AKB PROVINSI NTT

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

NO INDIKATOR KINERJA KKP PENCAPAIAN % 1 Jumlah Seluruh Peserta KB Baru 109,050 90, I U D 9,540 7, M O W 5,010 4,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH SEBAGAI ARAHAN UNTUK KEBIJAKAN PENYERASIAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Lampiran 1: Data Faktor-Faktor Penentu Wilayah Rawan Penyakit Malaria di Provinsi NTT

DATA PENEMPATAN TKI DAERAH ASAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERIODE 2011 S.D 2015 (S.D 30 APRIL)

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. induknya dan membentuk daerah otonomi baru. Tujuan pemekaran daerah baru yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

DATA KERJA SAMA DALAM NEGERI YANG MASIH BERLAKU DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KETIMPANGAN WILAYAH ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI LAMPUNG Resti Meliana Sari 1), Janthy Trilusianthy Hidayat 2), M. Yogie. S 3).

Data Perdagangan Orang (DPO) NTT Tahun 2014 & 2015

BAB I PENDAHULUAN. berketrampilan serta berdaya saing yang dibutuhkan dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

BABV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi NTT. Hal tersebut mengindikasikan adanya kesenjangan antarkabupaten/kota di Provinsi NTT. Oleh karena itu, dalam analisis ini peneliti melakukan perhitungan kesenjangan antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi NTT untuk mengetahui perkembangan kesenjangan antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi NTT pada periode pengamatan 2007-2010. 5.1.1 Indeks Williamson Kesenjangan pembangunan antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi NTT pada tahun 2007-2010 dapat dianalisis dengan menggunakan indeks Williamson. Data yang digunakan adalah data PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi NTT dan data jumlah penduduk kabupaten/kota serta jumlah penduduk provinsi NTT. Penghitungan Indeks Williamson berdasarkan persamaan 3.3. Adapun hasil pengolahan data dapat disajikan pada Tabel 5.1.

49 Tabel 5.1 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2007-2010 TAHUN IW 2007 0,4532 2008 0,4483 2009 0,4552 2010 0,4721 RATA-RATA 0,4572 Sumber: BPS (diolah), 2011 Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, terlihat bahwa pada tahun 2007-2010, ratarata kesenjangan di Provinsi NTT sebesar 0,4572 dan termasuk kategori kesenjangan level sedang. Sepanjang tahun 2007 terjadi kesenjangan sebesar 0,4532 dan terjadi penurunan kesenjangan selama periode tahun 2008 menjadi 0,4483. Adapun terjadi peningkatan kesenjangan pada tahun 2009 dan 2010 dimana masing-masing secara berurutan menjadi sebesar 0,4552 dan 0,4721. 0.4750 0.4700 0.4721 0.4650 Indeks Williamson 0.4600 0.4550 0.4500 0.4450 0.4532 0.4552 0.4483 0.4400 0.4350 2007 2008 2009 2010 Tahun Pengamatan Gambar 5.1 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2007-2010

50 Tren kesenjangan pembangunan antarkabupaten/kota di Provinsi NTT selama periode pengamatan mengalami fluktuasi (Gambar 5.1). Akan tetapi jika dilihat secara keseluruhan dari tahun 2007-2008, kesenjangan di Provinsi NTT cenderung mengalami penurunan, namun pada kurun waktu 2008-2010 cenderung mengalami peningkatan. Adanya peningkatan kesenjangan ini salah satunya diakibatkan karena adanya krisis global yang berimplikasi pada krisis keuangan pada tahun 2008 yang melanda Indonesia sehingga Provinsi NTT tidak luput dari pengaruh krisis ini, faktor lain yakni tingginya konsentrasi aktivitas ekonomi di Kota Kupang sebagai pusat pemerintahan, bisnis dan sektor ekonomi lainnya semakin memicu kesenjangan pembangunan antarkabupaten/kota di Provinsi NTT. 5.1.2 Indeks Theil Alat ukur kedua yang digunakan untuk menganalisis kesenjangan adalah dengan menggunakan indeks Theil. Salah satu kelebihan dari indeks Theil adalah bisa melihat kesenjangan antarkelompok dan dalam kelompok yang ditentukan. Dalam analisis ini, digunakan data PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi NTT. Sejumlah 21 kabupaten/kota di Provinsi NTT dikelompokkan ke dalam 3 pulau besar yaitu Pulau Timor, Sumba dan Flores. Berikut ini adalah hasil perhitungan dengan menggunakan Indeks Theil yang menggunakan persamaan 3.4 sampai dengan 3.7.

51 Tabel 5.2 Indeks Theil Provinsi NTT Tahun 2007-2010 Tahun Antar pulau Dalam pulau Total Theil persen Theil persen Theil persen 2007 0,02216 28,15 0,05658 71,85 0,07874 100 2008 0,03210 42,08 0,04418 57,92 0,07628 100 2009 0,03228 41,30 0,04588 58,70 0,07816 100 2010 0,03350 40,51 0,04920 59,49 0,08270 100 RATA-RATA 0,03001 38,00 0,04896 62,00 0,07897 100 Sumber: BPS (diolah), 2011 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kesenjangan antarpulau dan kesenjangan dalam pulau memberikan kontribusi yang cukup berbeda terhadap kesenjangan total di Provinsi NTT. Kesenjangan antarpulau menyumbang sekitar 38 persen dari total kesenjangan Provinsi NTT, sedangkan sisanya merupakan kontribusi dari kesenjangan dalam pulau. Hal ini berarti pola kesenjangan di Provinsi NTT menyebar tidak merata baik dari level kesenjangan antarpulau maupun kesenjangan dalam pulau serta adanya indikasi kesenjangan dalam pulau lebih besar dibandingkan kesenjangan antarpulau. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis dalam pulau yang meliputi beberapa kabupaten/kota sehingga faktor kelimpahan sumber daya alam cukup berbeda antarkabupaten/kota dalam satu pulau. Pola kesenjangan pendapatan antara indeks Williamson dan indeks Theil hampir sama yakni menunjukkan kecenderungan berfluktuasi yaitu periode tahun 2007-2008 mengalami penurunan nilai indeks, namun sebaliknya menampakkan peningkatan yang signifikan pada periode 2008-2010 seperti yang ditampilkan oleh Gambar 5.2.

52 0.08400 0.08200 0.08270 Indeks Theil 0.08000 0.07800 0.07600 0.07400 0.07874 0.07628 0.07816 0.07200 2007 2008 2009 2010 Tahun Pengamatan Gambar 5.2 Indeks Theil Provinsi NTT Tahun 2007-2010 Perbedaan kondisi geografis merupakan faktor pemicu tingginya kesenjangan baik antarpulau maupun dalam pulau. Adapun pulau Flores, kontribusi sektor pertanian sangat dominan dalam pembentukan PDRB. Sedangkan pulau Timor, sektor jasa-jasa mendominasi lantaran kota Kupang sebagai ibukota provinsi terletak di dalam pulau Timor. Begitu pun pulau Sumba hampir sama dengan pulau Flores dengan didominasi kondisi alam yang subur sehingga sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup signifikan. Namun nilainya masih lebih kecil dibandingkan hasil pertanian pulau Flores.

53 5.1.3 Indeks Atkinson Alat ukur ketiga yang digunakan untuk menganalisis kesenjangan adalah dengan menggunakan indeks Atkinson. Penghitungan Indeks Atkinson menggunakan persamaan 3.8 sampai dengan 3.10. Indikator ekonomi pada ukuran ini menekankan pada indikator PDRB per kapita kabupaten/kota dan rata-rata PDRB per kapita Provinsi NTT yang bertujuan untuk mengetahui dampak social welfare loss atau dampak kesejahteraan sosial yang hilang akibat adanya kesenjangan pendapatan setiap individu dalam wilayah kabupaten/kota. Hasil perhitungan indeks Atkinson dapat ditunjukkan oleh Tabel 5.3 yang menyertakan parameter kesenjangan ε yang bernilai 0,5 sampai dengan 3. Tabel 5.3 Indeks Atkinson dan Persentase Pertumbuhan Provinsi NTT, 2007-2010 Tahun Indeks Atkinson dan Persentase Pertumbuhan A(0,5) % A(1) % A(2) % A(3) % 2007 0,03067 0,00 0,05804 0,00 0,10795 0,00 0,14909 0,00 2008 0,03052-0,50 0,05849 0,77 0,11048 2,35 0,15480 3,83 2009 0,03125 2,38 0,05982 2,27 0,11287 2,17 0,15740 1,68 2010 0,03298 5,53 0,06292 5,19 0,11805 4,59 0,16364 3,97 Sumber: BPS (diolah), 2011 Tabel 5.3 menggambarkan kecenderungan peningkatan kesenjangan pendapatan ketika ε bervariasi untuk penggunaan data PDRB per kapita. Pola kesenjangan cenderung berfluktuasi untuk ε=0,5, namun untuk ε=1, ε=2, dan ε=3 cenderung meningkat pada periode tahun 2007 hingga tahun 2010.

54 Selama periode pengamatan memunculkan adanya indikasi ε yang semakin besar maka persentase perubahan indeks Atkinson juga semakin besar. Pada tahun 2008 dengan ε=0,5 indeks Atkinson turun 0,5 persen, meningkat ketika ε=1 yaitu 0,77 persen, dan ketika ε=2 meningkat sebesar 2,35 persen serta ketika ε=3 meningkat kembali sebesar 3,83 persen. Pada tahun 2009 dengan ε=0,5 indeks Atkinson naik 2,38 persen, meningkat ketika ε=1 yaitu 2,27 persen, dan ketika ε=2 meningkat sebesar 2,17 persen serta ketika ε=3 meningkat kembali sebesar 1,68 persen. Pada tahun 2010 dengan ε=0,5 indeks Atkinson naik 5,53 persen, meningkat ketika ε=1 yaitu 5,19 persen, dan ketika ε=2 meningkat sebesar 4,59 persen serta ketika ε=3 meningkat kembali sebesar 3,97 persen. Hal ini menunjukkan jika transfer pendapatan masyarakat untuk meningkatkan PDRB per kapita dilakukan hanya pada kabupaten dengan PDRB per kapita terkecil saja maka kesenjangan akan makin meningkat. Hal ini disebabkan karena kesenjangan di Provinsi NTT rendah atau cenderung merata, sehingga mekanisme transfer justru akan memperbesar tingkat kesenjangan jika dilakukan tidak tepat sasaran. Tahun 2007 dengan ε=0,5 indeks Atkinson sebesar 0,0307 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 3,07 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008 social welfare loss menurun menjadi 3,05 persen dan kembali meningkat menjadi 3,12 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 3,30 persen pada tahun 2010.

55 Tahun 2007 dengan ε=1 indeks Atkinson sebesar 0,0580 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 5,80 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008 social welfare loss meningkat menjadi 5,85 persen dan kembali meningkat menjadi 5,98 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 6,29 persen pada tahun 2010. Tahun 2007 dengan ε=2 indeks Atkinson sebesar 0,1079 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 10,79 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008 social welfare loss meningkat menjadi 11,05 persen dan kembali meningkat menjadi 11,29 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 11,80 persen pada tahun 2010. Tahun 2007 dengan ε=3 Indeks Atkinson sebesar 0,1490 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 14,90 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008 social welfare loss meningkat menjadi 15,48 persen dan kembali meningkat menjadi 15,74 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 16,36 persen pada tahun 2010.

56 5.2 Tipologi Klassen Klasifikasi daerah dilakukan berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan produk domestik regional bruto per kapita daerah. Sumbu horizontalnya (sumbu-x) adalah rata-rata produk domestik regional bruto per kapita, sedangkan sumbu vertikalnya (sumbu-y) adalah rata-rata pertumbuhan ekonomi seperti yang disajikan oleh Gambar 5.3. 9.00 Pertumbuhan Ekonomi (persen) 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 13 16 5 8 15 7 18 4 20 19 17 6 1 12 14 2 9 11 10 21 1.00 3 0.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 PDRB Perkapita (juta rupiah) Keterangan: 1. Kabupaten Sumba Barat 2. Kabupaten Sumba Timur 3. Kabupaten Kupang 4. Kabupaten Timor Tengah Selatan 5. Kabupaten Timor Tengah Utara 6. Kabupaten Belu 7. Kabupaten Alor 8. Kabupaten Lembata 9. Kabupaten Flores Timur 10. Kabupaten Sikka 11. Kabupaten Ende 12. Kabupaten Ngada 13. Kabupaten Manggarai 14. Kabupaten Rote Ndao 15. Kabupaten Manggarai Barat 16. Kabupaten Sumba Barat Daya 17. Kabupaten Sumba Tengah 18. Kabupaten Nagekeo 19. Kabupaten Manggarai Timur 20. Kabupaten Sabu Raijua 21. Kota Kupang Gambar 5.3 Tipologi Klassen Provinsi NTT Tahun 2007-2010

57 Dalam analisis ini akan diklasifikasikan kabupaten/kota dengan menggunakan tipologi Klassen. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa empat klasifikasi kabupaten/kota yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh, daerah maju tetapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal. Alat analisis ini sangat berguna untuk berbagai pihak terutama pemerintah dalam hal menentukan kebijakan pembangunan bagi daerah tertinggal maupun daerah maju. Adapun Tabel 5.4 menampilkan hasil alat analisis tipologi Klassen. Tabel 5.4. Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tahun 2007-2010 Kuadran I. Kabupaten/kota cepat maju dan cepat tumbuh 1. Kabupaten Sumba Barat 4. Kabupaten Ngada 2. Kabupaten Sumba Timur 5. Kabupaten Rote Ndao 3. Kabupaten Belu 6. Kota Kupang Kuadran II. Kabupaten/kota maju tetapi tertekan 1. Kabupaten Kupang 2. Kabupaten Flores Timur 3. Kabupaten Sikka 4. Kabupaten Ende Kuadran III. Kabupaten/kota berkembang cepat 1. Kabupaten Timor Tengah Utara 2. Kabupaten Manggarai 3. Kabupaten Sumba Barat Daya Kuadran IV. Kabupaten/kota relatif tertinggal 1. Kabupaten Timor Tengah Selatan 5.Kabupaten Sumba Tengah 2. Kabupaten Alor 6. Kabupaten Nagekeo 3. Kabupaten Lembata 7. Kabupaten Manggarai Timur 4. Kabupaten Manggarai Barat 8. Kabupaten Sabu Raijua Sumber: BPS (diolah), 2011 Tabel 5.4 menampilkan bahwa yang termasuk dalam Kuadran I atau klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah kabupaten/kota di Pulau

58 Timor yaitu Kota Kupang, Kabupaten Belu dan Rote Ndao, kabupaten/kota di Pulau Sumba antara lain adalah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur serta Pulau Flores adalah Kabupaten Ngada. Adapun yang termasuk dalam Kuadran II atau klasifikasi daerah maju tetapi tertekan adalah kabupaten/kota di Pulau Timor yaitu Kabupaten Kupang serta Pulau Flores adalah Kabupaten Flores Timur, Sikka dan Ende. Pada Kuadran III atau klasifikasi daerah berkembang cepat adalah kabupaten/kota di Pulau Timor yaitu Kabupaten Timor Tengah Utara, kabupaten/kota di Pulau Sumba antara lain adalah Kabupaten Sumba Barat Daya serta Pulau Flores adalah Kabupaten Manggarai. Pada Kuadran IV atau daerah relatif tertinggal antara lain kabupaten/kota di Pulau Timor yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan, Alor dan Sabu Raijua, kabupaten/kota di Pulau Sumba antara lain adalah Kabupaten Sumba Tengah serta Pulau Flores adalah Kabupaten Lembata, Manggarai Barat, Nagekeo dan Manggarai Timur. Diantara beberapa kabupaten/kota yang tergolong daerah relatif tertinggal, terdapat 8 kabupaten yang dinyatakan sebagai daerah tertinggal oleh Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) pada RPJMN 2005-2009. Penentuan 8 kabupaten tertinggal tersebut berdasarkan enam kriteria utama, yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, infrastruktur (prasarana), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah.