BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar adalah program AI yang menggabungkan basis pengetahuan

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. trombosit. Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8 % berat

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi; Anemia

GAMBARAN ANEMIA PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA ABIYOSO YOGYAKARTA TAHUN 2013 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Negara maju maupun berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

MAKALAH GIZI ZAT BESI

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup. Sel eritrosit termasuk sel yang terbanyak di dalam tubuh manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker kolorektal adalah kanker urutan ketiga yang banyak yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 2BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan bagian padat. Bagian cair disebut plasma sedangkan bagian yang padat

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin,

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan besi yang. ternamakan protein terkonjugasi, sebagai inti besi dengan rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronik disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) generasi. penerus bangsa yang potensinya perlu terus dibina dan dikembangkan.

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH


Disusun oleh : Jheniajeng Sekartaji A. NIM. G0C

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari penyakit lainnya (Kiswari,2014). Anemia berarti kurang darah. Fungsi sel darah merah sebenarnya dijalankan oleh hemoglobin dan akibat yang ditimbulkan oleh anemia sebenarnya adalah konsekuensi dari kurangnya hemoglobin untuk mengikat dan mengangkut oksigen ke berbagai jaringan, maka anemia diartikan sebagai keadaan dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal (Sadikin, 2002). Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin dalam darah kurang dari 13,5g/dl pada laki-laki dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa. Umur 3 bulan sampai akil balik kurang dari 11,0 g/dl menunjukkan anemia. Bayi yang baru lahir mempunyai kadar hemoglobin tinggi 15,0 g/dl dianggap sebagai batas terendah waktu lahir. Penurunan hemoglobin biasanya disertai oleh penurunan jumlah sel darah merah dan hematokrit. Pada sebagian pasien dengan anemia yang betul-betul berat bisa tanpa gejala sedangkan orang lain dengan anemia ringan bisa sangat lemah (Hoffbrand, 2005). Gejala anemia dapat timbul apabila hemoglobin menurun kurang dari 7 atau 8 gr/dl. Berat ringannya gejala tergantung pada: beratnya penurunan kadar hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, umur, adanya kelainan kardiovaskuler (Bakta,2006).

Derajat anemia ditentukan oleh kadar hemoglobin. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut: Tabel 1. Derajat anemia Ringan Sekali Ringan Sedang Berat (Haribowo, 2008). Hb 10,0 gr/dl 13,0 gr/dl Hb 8,0 gr/dl 9,9 gr/dl Hb 6,0 gr/dl 7,9 gr/dl Hb < 6,0 gr/dl 1. Klasifikasi anemia menurut morfologi sel darah merah a. Anemia Normositik Normokromik Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis, termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatic pada sumsum tulang (Muttaqin,2009). b. Anemia Makrositik Normokrom Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal, tetapi normokrom terjadi karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B 12 atau asam folat (Muttaqin,2009).

c. Anemia Mikrositik Hipokrom Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV kurang; MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis heme (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (Muttaqin,2009). 2. Klasifikasi anemia menurut etiologi penyebab utamanya a. Meningkatnya kehilangan sel darah merah Kehilangan sel darah merah disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma, atau akibat perdarahan kronis karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoroid, atau menstruasi. b. Penurunan atau gangguan pembentukan sel (Muttaqin, 2009). B. Hemoglobin Hemoglobin merupakan zat protein yang ditemukan dalam sel darah merah, yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin tidak selalu meningkat atau menurun bersamaan ( Kee, 2008).Seseorang mengalami kekurangan darah atau tidak dapat diketahui dengan mengukur kadar hemoglobin.penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah, suatu kondisi yang disebut anemia ( Kiswari,2014). Kandungan hemoglobin dalam sel darah merah bervariasi pada periode kehidupan yang berbeda. Saat lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi daripada

periode lain dan turun pada periode pascanatal dini. Angka 10,0 sampai 11,0 gr/dl merupakan angka normal untuk bayi yang berusia 3 bulan (McPherson, 2004). Hemoglobin adalah pigmen pengangkut oksigen utama dan terdapat di eritrosit. Hemoglobin adalah pigmen merah dan menyerap cahaya maksimum pada panjang gelombang 540 nm. Sel darah merah dalam konsentrasi tertentu mengalami lisis, terjadi pembebasan hemoglobin yang dapat diukur secara spektrofotometer pada panjang gelombang ini, yang konsentrasinya setara dengan densitas optis. Semua bentuk hemoglobin, termasuk oksihemoglobin, deoksihemoglobin, methemoglobin, dan karboksihemoglobin, diubah menjadi suatu bentuk yang stabil. Perubahan menjadi sianmethemoglobin adalah metode yang paling luas digunakan karena reagen dan instrument dapat dengan mudah dikontrol terhadap standart yang stabil dan handal. Laki-laki 13,5 gr/dl 18,0 gr/dl Perempuan 12,0 gr/dl - 16,0 gr/dl (McPherson, 2004). Faktor faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin rendah yaitu kehilangan darah misalnya sering mimisan, menstruasi banyak, wasir berdarah, perdarahan tukak lambung (Ide, 2007). C. Indeks Eritrosit Suatu batasan untuk ukuran dan isi dari hemoglobin eritrosit dinyatakan dengan indeks eritrosit. Indeks eritrosit terdiri dari isi/volume dan ukuran eritrosit (MCV), berat (MCH), konsentrasi (MCHC). Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode yaitu manual dan elektronik (automatik) menggunakan hematologi analiser. Menghitung eritrosit secara manual diperlukan data

hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit. Hitung sel darah merah dilakukan secara langsung dan akurat oleh penghitung elektronik untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan dan reproduksibel (McPherson, 2004) 1. MCV (Mean Corpusculair Volume) MCV mengindikasikan ukuran SDM : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal), dan makositik (ukuran besar). Penurunan atau mikrosit, dapat menjadi indikasi terjadinya anemia defisiensi zat besi dan talasemia. Hasil MCV meningkat pada anemia pernisiosa dan anemia asam folat. Kadar MCV dapat dihitung, jika hitung SDM dan hematokrit (Ht) diketahui (Kee,2008). MCV = Ht x 10 Hitung SDM 2. MCH ( Mean Corpusculair Haemoglobin ) MCH mengindikasikan berat hemoglobin di dalam sel darah merah, tanpa memperhatikan ukurannya. Pada anemia makrositik, nilai MCH meningkat, dan pada anemia hipokromik, nilainya menurun. Nilai MCH diperoleh dengan cara mengalikan hemoglobin (Hb) sebanyak 10 kali, lalu membaginya dengan hitung SDM (Kee,2008). MCH = HB x 10 Hitung SDM 3. MCHC ( Mean Corpusculair Haemoglobin Concentration ) MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume SDM. Penurunaan nilai MCHC dapat mengindikasikan adanya anemia hipokromik.

Nilai MCHC dapat dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit (Kee,2008). MCHC = MCH x 100 atau MCHC = Hb x 100 MCV Ht 4. RDW ( distribution width ) RDW adalah perbedaan ukuran atau luas dari SDM. RDW adalah pengukuran luas kurva distribusi ukuran kurva pada histogram. Nilai RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala. Peningkatan nilai RDW mengindikasikan anemia defisiensi zat besi, defisiensi asam folat, dan defisiensi vitamin B 12. Nilai RDW dan MCV digunakan untuk membedakan berbagai gangguan SDM ( Kee, 2008). D. Hubungan nilai MCH dengan Hemoglobin MCH dapat dihitung secara otomatis pada penghitung elektronik tetapi juga dapat ditentukan apabila hemoglobin dan hitung sel darah merah diketahui. MCH dapat dinyatakan dalam pikogram dan dapat dihitung dengan membagi jumlah hemoglobin per liter darah dengan jumlah sel darah merah ( McPherson, 2004). Kandungan hemoglobin normal dalam darah yaitu 16 g/dl pada pria dan 14 g/dl pada wanita yang semuanya berada di dalam sel darah merah (Ganong, 2008). Hemoglobin merupakan komponen utama dari sel darah merah. Seseorang mengalami kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan mengukur kadar

Hb. Penurunan kadar Hb dari normal berarti kekurangan darah, suatu kondisi yang disebut dengan anemia (Kiswari, 2014). Pada anemia mikrositik hipokromik maka kadar hemoglobin lebih rendah dari normal dengan nilai MCH < 27 pg. Pada anemia normokromik dan normositik, kadar hemoglobin normal dan nilai MCH > 26 pg. Pada anemia makrositik, kadar hemoglobin dengan nilai MCH normal yaitu antara 27-32 pg (Hoffbrand, 2005). E. Hubungan nilai MCH dengan warna eritrosit Eritrosit dapat disebut sebagai normokrom, hipokrom, hiperkrom. Eritrosit dikatakan normokrom karena mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal, sedang hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (Muttaqin, 2009). Variasi warna normal dan warna abnormal menunjukkan kandungan sitoplasma. Istilah umum untuk variasi warna adalah anisokromia. Hipokromia terjadi karena cadangan besi tidak memadai sehingga mengakibatkan penurunan sintesis hemoglobin. Hipokromia secara klinis terkait dengan anemia defisiensi besi. Perubahan pada warna eritrosit juga menunjukkan keadaan ketidakmatangan sel (Kiswari,2014). Nilai MCH bermanfaat untuk menentukan warna eritrosit. MCH mampu untuk menilai kerja sistem sintesis hemoglobin dalam sel darah merah merupakan sebuah indikator (Rahman,2008).

F. Gambaran warna eritrosit pada apusan darah Anemia dapat diketahui klasifikasinya dengan berbagai cara, salah satunya dengan membuat hapusan darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit (Bakta,2006). Apusan darah tepi bisa menegakkan diagnosis penyakit hematologis primer dan juga penyakit sistemik. Pemeriksaan apusan darah mutlak diperlukan pada semua anemia yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan sederhana (Davey,2006). Hemoglobin memberikan warna oranye kemerahan pada sel yang diwarnai. Pewarnaan lebih dalam di bagian perifer sel dan secara bertahap memudar ke bagian tengah. Bagian luar sel terwarnai lebih gelap daripada bagian tengah karena kedalaman larutan hemoglobin lebih besar di bagian perifer daripada di bagian tengah yang menggepeng, bagian tengah sel normal menempati sekitar sepertiga dari garis tengah sel (Mc Pherson,2004). 1.Hipokrom Eritrosit akan tampak pucat karena disebabkan daerah tepi yang terisi lebih banyak hemoglobin (warna lebih merah) menjadi tipis daripada sel yang normal, pada anemia defisiensi besi. Pada pemeriksaan MCH (Mean Corpusculair Haemoglobin) < 26 pg normal dengan nilai MCH normal yaitu antara 27-32 pg (Kosasih,2008).

Gambar1. Eritrosit Hipokrom pada sediaan darah tepi (anak panah). 2.Polikromasia Mengikat zat warna asam dan lindi sehingga disamping warna merah ada kebiru-biruan. Pematangan sitoplasma lebih lambat dibandingkan pematangan inti. Masih ada sisa RNA dalam sitoplasma (Kosasih,2008). 3.Makrositik Volume eritrosit lebih besar dari normal. Ditemukan pada penyakit anemia megaliblastik karena kurang vitamin B12, asam folat, anemia setelah perdarahan akut atau anemia karena penyakit hati kronik (Davey,2003).

F. Kerangka teori dan kerangka konsep 1. Kerangka Teori Status Anemia Nilai MCV Klasifikasi anemi Nilai MCH Nilai MCHC Warna eritrosit 2. Kerangka Konsep Hipokrom Normokrom Hiperkrom Nilai MCH Warna eritrosit G. Hipotesis Ada hubungan antara nilai MCH dengan warna eritrosit.