I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

AGRITECH : Vol. XVI No. 1 Juni 2014 : ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Struktur Pasar Dan Peringkat Indonesia Pada Perdagangan Tuna Segar Dan Beku Di Pasar Dunia, Jepang, USA, Dan Korea Selatan

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

STRUCTURE OF THE MARKET AND INDONESIA S STATUS AS FRESH AND FROZEN TUNA S EXPORTER IN WORD MARKETS, WHICH ARE JAPAN, USA, AND REP OF KOREA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tulang punggung dunia dalam memasok pangan dunia terutama dari sektor

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. merupakan keunggulan komparatif bangsa Indonesia yang semestinya menjadi

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. karena termasuk dalam Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Namun

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No BAB I. PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan merupakan salah satu core competence Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau 1. (KKP, 2014a). Sektor ini dapat dijadikan sebagai penggerak utama ( prime mover) perekonomian nasional. Alasan utama menempatkan sektor perikanan sebagai new sources of economic growth adalah (KKP, 2011a) : 1. Supply capacity yang sangat besar sedangkan permintaan terus meningkat 2. Pada umumnya output dapat diekspor untuk memperoleh dolar dan input berasal dari sumberdaya lokal 3. Membangkitkan industri hilir dan hulu sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak 4. Memiliki efisiensi usaha yang relatif tinggi 5. Umumnya berlangsung didaerah dan 6. Industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbaharui untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Sumber daya perikanan laut maupun darat dapat menjadi salah satu kekuatan ekonomi tinggi dari sektor pertanian di Indonesia karena Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan pangan perikanan di dalam maupun luar negeri. Menurut Kusumastanto (2008), konsumsi ikan masyarakat global akan semakin meningkat yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : (a) meningkatnya jumlah penduduk disertasi meningkatnya pendapatan masyarakat dunia, (b) meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy food) sehingga mendorong konsumsi daging dari red meat ke white meat, (c) adanya globalisasi menuntut adanya makanan yang bersifat universal, (d) berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewani sehingga produk perikanan menjadi pilihan alternatif tebaik. Menurut FAO (2000), ikan menyumbang sekitar 13,8-16,5 persen terhadap asupan protein hewani dan pertumbuhan suplai ikan dunia untuk konsumsi pangan sebesar 3,6 persen per tahun pada periode 1961-1998 yang dirasakan masih kurang, walaupun komoditi ikan dunia yang dipasarkan sebesar 79,60 persen untuk konsumsi pangan, tetapi kecenderungan untuk konsumsi pangan semakin 1 24 pulau tenggelam pada tahun 2005-2007 1

meningkat. Faktor lain bahwa sumberdaya perikanan dunia 25-27 persen masih under/moderate exploited (Kusumastanto, 2008). Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun, dan US$ 15,1 miliar atau 8,41 persen diantaranya merupakan potensi perikanan tangkap (KKP, 2011d). Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap Indonesia tahun 2012 sebesar 5.813.800 ton, berada pada peringkat ke-2 dunia, yang pada tahun 2011 dan periode 2007-2009 berada pada peringkat ke-3 dunia (FAO, 2012). Negara produsen perikanan tangkap terbesar sejak tahun 2001 hingga 2008 masih dipegang oleh Cina, dan pesaing produksi Indonesia adalah Peru dan Amerika Serikat. Secara umum trend perikanan tangkap dunia mulai menurun seiring dengan peningkatan kegiatan perikanan tangkap dan terbatasnya daya dukung. Tabel 1.1. Negara produsen perikanan tangkap terbesar di dunia (ton) Negara TAHUN Pertum buhan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (%) China 14.347.27414.464.803 14.588.940 14.631.018 14.659.036 14.791.163 14.919.596 15.418.967 1,04 Indonesia 4.583.771 4.605.435 4.695.977 4.800.621 5.050.340 4.997.199 5.103.603 5.380.266 2,34 India 3.712.149 3.391.009 3.691.362 3.844.837 3.859.293 4.099.227 4.066.756 4.694.968 3,66 USA 4.938.956 4.959.826 4.892.967 4.852.284 4.767.596 4.349.853 4.222.052 4.369.540-1,67 Peru 6.086.060 9.604.527 9.388.488 7.017.491 7.210.544 7.394.538 6.914.452 4.261.091-1,32 Russian Fed 3.281.510 2.941.595 3.197.688 3.284.306 3.475.883 3.838.724 3.826.129 4.069.624 3,34 Japan 4.680.360 4.330.029 4.312.430 4.328.134 4.277.691 4.302.264 4.116.263 4.044.185-2,03 Myanmar 1.343.860 1.586.600 1.732.250 2.006.790 2.235.580 2.493.750 2.766.940 3.063.210 12,53 Chile 3.612.046 4.926.808 4.328.321 4.160.732 3.819.285 3.554.808 3.453.786 2.679.736-2,86 Norwey 2.548.803 2.524.377 2.392.594 2.256.448 2.380.425 2.431.371 2.524.437 2.675.292 0,80 Philippines 2.165.890 2.211.375 2.269.738 2.319.120 2.499.695 2.561.337 2.602.541 2.611.720 2,73 Viet Nam 1.856.105 1.940.034 1.987.900 2.027.700 2.074.600 2.136.300 2.280.500 2.420.800 3,88 Thailand 2.849.670 2.839.669 2.814.295 2.698.803 2.304.951 1.873.432 1.870.702 1.827.199-5,88 Total Dunia 88.299.54492.604.41492.329.27990.023.51590.305.150 89.698.988 89.630.21088.603.826 0,07 Sumber : FAO Fishery and Aquaculture Statistics (2012) Produksi perikanan tangkap dunia masih didominasi oleh China, Indonesia pada tahun 2003 pada urutan ke-5, sedangkan pada tahun 2010 naik pada urutan ke2. Rata-rata perkembangan produksi perikanan tangkap Indonesia menunjukkan 2

trend positif walaupun masih di bawah rata-rata kenaikan perikanan tangkap Philippines. Volume produksi perikanan Indonesia sampai 2009 didominasi oleh perikanan tangkap, dengan peningkatan rata-rata 2,73 persen pada perairan di laut dan 3,26 persen di perairan umum. Perikanan tangkap nasional masih dicirikan dengan perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap Indonesia yang masih didominasi perikanan tangkap skala kecil yaitu sekitar 85 persen. (KKP, 2011e). Peningkatan volume produksi perikanan Indonesia baik tangkap maupun budidaya terutama disebabkan adanya peningkatan dalam pemanfaatan wilayah strategis perikanan laut dan adanya peningkatan teknologi budidaya perikanan. Nilai produksi perikanan tangkap tahun 2005-2010 mengalami pertumbuhan sebesar 12,48 persen, dan tingkat pertumbuhan tertinggi adalah Tuna sebesar 17,18 persen. Sedangkan selama periode 2006-2011, rata-rata kenaikan nilai ekspor sebesar 15,18 persen, lebih tinggi daripada volume ekspor (5,17 persen) (KKP, 2013a). Tabel 1.2. Volume ekspor produk perikanan Indonesia menurut komoditi utama tahun 2006-2011 Komoditi 2006 2007 2008 2009 2010 2011 trend 1. Udang 169.329 157.545 170.583 150.989 145.092 158.062-1,03 2. Tuna, cakalang, tongkol 91.822 121.316 130.056 131.550 122.450 141.774 9,87 3. Ikan lainnya (termasuk darat) 493.540 393.679 424.401 430.513 622.932 621.632 6,70 4. Kepiting 17.905 21.510 20.713 18.673 21.537 23.089 5,82 5. Lainnya 153.881 160.279 165.923 149.688 191.564 214.793 7,60 Total (ton) 926.477 854.329 911.676 881.413 1.103.576 1.159.349 5,17 Sumber : KKP, 2013a Ikan tuna, sebagai salah satu komoditi unggulan kedua setelah udang dalam ekspor perikanan Indonesia, sampai saat ini masih prospektif dalam perdagangan internasional, dengan perkembangan volume ekspor tahun 2006-2011 tertinggi (9,87%) dibandingkan komoditi utama lainnya (Tabel 1.2). Di kawasan ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua sebagai produsen ikan tuna setelah Thailand (Yudiarosa, 2009; Apsari, 2011), volume ekspor tahun 2011 mencapai 141.774 ton dengan nilai US$ 499 juta atau meningkat sebesar 30,1 persen dibandingkan tahun 2010 dan merupakan pengekspor ikan tuna terbesar di Asia Tenggara (Tempo, 31 Mei 2012). Berdasarkan data FAO (2007), produksi ikan 3

tuna Asean mencapai 26,2 persen dari produksi tuna dunia atau sekitar 1,7 juta ton. Produksi tuna, cakalang, dan tongkol nasional tahun 2011 sebesar 955.520 ton, dan 230.580 ton merupakan jumlah produksi ikan tuna. Tuna diekspor dalam bentuk segar, beku dan olahan. Target utama pasar ekspor ikan tuna Indonesia adalah Jepang dan AS. Pasar utama tuna segar dan beku adalah Jepang sebagai bahan pembuatan sashimi, dengan volume ekspor pada tahun 2010 sebesar 32,45 persen (KKP, 2011d). Dalam bentuk olahan, Indonesia harus menghadapi Thailand dan Philipina (Dirjen perindustrian, 2009). Ekspor ikan tuna Indonesia dalam bentuk olahan terbesar tahun 2008 adalah ke AS yaitu sekitar 31,02 persen (KKP, 2010b). Di pasar dunia, kontribusi ekspor perikanan Indonesia tahun 2008 hanya 2 persen, sementara Thailand 6 persen. Ekspor ikan tuna Indonesia tahun 2004-2005 mengalami penurunan yang cukup besar yaitu 11,41 persen (KKP,2010b) terutama disebabkan oleh mulai banyaknya diberlakukan beberapa hambatan tarif dan isu lingkungan yang membuat ekspor ikan tuna Indonesia melemah, namun pada tahun 2005-2010 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 6,98 persen (KKP, 2011c) Peluang untuk meningkatkan volume ekspor ikan tuna masih sangat terbuka. Beberapa faktor penunjang masih terbukanya peluang tersebut diantaranya, pertama, permintaan ikan tuna yang selalu ada dan cenderung meningkat setiap tahun. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan volume ekspor tuna Indonesia yang terus meningkat pada periode 2006-2011. Meningkatnya kesadaran manusia terhadap produk perikanan sebagai makanan yang sehat dan bernilai gizi tinggi, rendah kolesterol, serta mengandung asam lemak tak jenuh omega 3, mendorong minat konsumen terutama konsumen luar negeri terhadap ikan tuna. Ikan tuna memiliki semua kelebihan-kelebihan tersebut. Kedua, Indonesia merupakan negara yang berpotensi besar sebagai penghasil ikan tuna. Posisi perairan Indonesia yang terletak diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik memberikan keuntungan karena lokasi tersebut merupakan daerah perlintasan ikan tuna. Potensi lestari ikan tuna dan cakalang diperkirakan mencapai 886.600 ton/tahun atau sekitar 20 persen dari total potensi ikan tuna dan cakalang dunia. Ketiga, Indonesia memiliki jenis ikan tuna dengan berbagai spesies yang memiliki nilai jual tinggi (DKP 2005). Upaya peningkatan ekspor tuna harus didukung oleh peningkatan kuantitas, kualitas, dan nilai tambah ikan tuna, sehingga perlu upaya terpadu agar usaha ekspor ikan tuna dapat terus berkembang dalam 4

menghadapi tantangan yang ada. Peran pemerintah dan pelaku usaha terkait harus lebih dioptimalkan (Purnomo dan Suryawati, 2007). Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada yaitu sekitar 99.093 km, dan total luas laut sekitar 6,32 juta km2 atau sekitar 70 persen dari wilayah Indonesia, yang sebagian besar menjadi basis kegiatan ekonomi perikanan (KKP, 2014b), seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia. Walaupun kontribusi terhadap PDB total mengalami peningkatan dari tahun 2005-2010 (Tabel 1.3), namun lebih kecil dibandingkan dengan negara lain seperti Norwegia, Thailand, China dan Korea Selatan yang dalam hal sumberdaya berada dibawah Indonesia. Sebagai contoh China menyumbang sekitar 48,4% (Xin, dalam Dahuri, 2000), Islandia dan Norwegia, masing-masing mencapai 60 persen dan 25 persen (Dolly, 2011). Menurut Dahuri (2000), pemanfaatan sumberdaya kelautan dinilai masih jauh dari optimal, yang tercermin dari masih kecilnya kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nasional. Menurut Dahuri (1993) dan Naamin (1993) sumberdaya perikanan baru dimanfaatkan sebesar 39,82 persen, sedangkan menurut Kusumastanto (2008) sebesar 24,5 persen. Tabel 1.3. Kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku (jutaan) Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pertanian,kehutanan, peternakan dan perikanan 367.169 433.223,4 541.931,5 718.291,40 857.200 985.400 Subsektor Perikanan 59.639 74.335,3 97.697,2 136.436 176.195 199.299 Produk Domestik Bruto Total 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.954.029 5.634.127 6.422.918,20 % PDB Perikanan terhadap : - Kelompok pertanian - PDB Total 16,38 2,15 17,16 2,23 Sumber : BPS, 2009, 2011; KKP, 2013a (diolah) 18,3 2,47 19,13 2,77 19,68 3,15 20,23 3,10 Produk Domestik Bruto sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi tidak hanya pada kelompok sektor pertanian secara umum namun juga PDB nasional. PDB sektor perikanan mengalami kenaikan ratarata sebesar 27,59 persen antara tahun 2005-2010 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pertanian (21,98 persen). (Tabel 1.3). Jumlah tenaga kerja yang terserap tahun 2009 mencapai 6,43 juta orang atau meningkat sebesar 3,41 persen dari tahun 2005. Sedangkan jumlah tenaga kerja di bidang pengolahan dan pemasaran hasil dari tahun 2005-2009 meningkat sebesar 10,83 persen (KKP, 2010a). Besarnya sumbangan sektor kelautan terhadap PDB tersebut menggambarkan bahwa potensi pembangunan ekonomi Indonesia seharusnya 5

dapat mendongkrak kemajuan dari pemikiran tradisional beralih kepada terobosan pemikiran bahwa laut dapat sebagai tumpuan masa depan ekonomi Indonesia. Menurut Saptanto dan Soetjipto (2010) perdagangan internasional memiliki peranan penting bagi Indonesia mengingat aktivitas ekspor yang menjadi komponen utama dapat dijadikan salah satu penggerak perekonomian. Ekspor dapat menghasilkan devisa negara untuk kesejahteraan rakyat. Kegiatan ekspor perikanan bertujuan untuk memperoleh devisa, menyerap tenaga kerja, memacu pertumbuhan sektor riil, memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Manfaat ekspor dari dunia usaha adalah memperluas pasar sehingga memperoleh potensi pasar yang lebih luas serta dapat memanfaatkan kelebihan produksi dan mengurangi kejenuhan pasar lokal. Berdasarkan urgensi dan permasalahan tersebut perlu dilakukan kajian dampak faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor komoditas perikanan Indonesia. Salah satu pendorong pertumbuhan industri dan ekonomi adalah ekspor. Oleh sebab itu, untuk menghadapi era perdagangan bebas, maka Indonesia dituntut untuk menyusun dan melakukan strategi ekspor yang tepat dan tidak hanya bertumpu pada ekspor migas saja. Sehubungan dengan ini, pemerintah melakukan berbagai kebijakan deregulasi dan debirokratisasi guna meningkatkan efisiensi ekonomi dan menghilangkan biaya tinggi untuk mendorong peningkatan ekspor non migas. Negara tujuan ekspor utama komoditi perikanan Indonesia seperti ikan tuna adalah Jepang dan Amerika Serikat, yaitu sebesar 48,79 persen dan UE-27 sebesar 6,89% dari volume ekspor tuna Indonesia yang diekspor pada tahun 2010. Berdasarkan Renstra 2010-2014, maka negara tujuan ekspor diarahkan ke negara prospektif Asia Timur seperti Korea Selatan (KKP, 2011a; Kusumastanto, 2008). Pergeseran pola perdagangan dunia tidak lagi hanya dengan mengikuti prinsip supply-demand, tetapi juga dibentuk isu-isu, konvensi dan berbagai kesepakatan dan kerja sama internasional. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya blok-blok ekonomi seperti Uni Eropa, APEC, NAFTA, AFTA, kerjasama Asean dan blok-blok ekonomi lainnya. Lembaga pertama yang mengatur perdagangan internasional adalah GATT yang pada putaran Uruguai disepakati GATT berubah nama menjadi WTO. Peraturan WTO yang terkait erat dengan perdagangan internasional di bidang perikanan adalah Technical Barrier to Trade (TBT) dan Sanitary and Phyto Sanitary (SPS). Globalisasi perdagangan makanan termasuk produk perikanan menjadikan keamanan pangan untuk publik menjadi prioritas banyak pemerintah. Keadaan ini 6

menjadikan sebagian besar negara pengimpor mengeluarkan standar tambahan yang berbeda dengan negara lain. Hal tersebut diberlakukan untuk menjamin produk impor hasil perikanan yang masuk ke negaranya memenuhi persyarataan. Terkait dengan pengawasan pangan dalam perdagangan, Uni Eropa acapkali dijadikan acuan dalam aplikasi oleh negara-negara maju yang juga mengedepankan aspek kesehatan dan jaminan mutu yang tingggi. Salah satunya adalah EC No, 882/2004 yang merupakan hambatan non tarif yang dapat berdampak pada kasus penolakan maupun mempengaruhi terhadap volume dan kinerja ekspor produk ikan tuna Indonesia (Lambaga, 2009; Simangunsong, 2008). 2. Perumusan Masalah Ikan merupakan sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resource) yang memerlukan usaha-usaha pengelolaan yang baik agar dapat mempertahankan dan mengembangkan unit populasi yang ada. Subsektor perikanan memberikan harapan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia masa kini dan masa datang. Perikanan merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang memberikan harapan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui berbagai usaha yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan hidup yang lebih baik. Dalam rangka mencapai tujuan pokok pembangunan perikanan dilakukan usaha sebagai berikut (Nadaek, 2009) : (1) peningkatan produksi dan produktivitas, (2) peningkatan kesejahteraan petani ikan (nelayan) melalui perbaikan pendapatan, (3) penyediaan lapangan kerja, (4) menjaga kelestarian sumberdaya hayati perikanan, dan (5) pola manajemen dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Besarnya peluang untuk memanfaatkan perikanan dan laut merupakan prospek yang sangat baik. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan nilai ekspor tahun 2005-2009 yang mengalami kenaikan rata-rata 6,17 persen pertahun dan neraca perdagangan komoditas perikanan masih mengalami surplus yang cukup tinggi dengan pertumbuhan rata-rata 5,54 persen per tahun dalam periode 2005-2009 (KKP, 2011a). Disamping itu, dari potensi perdagangan perikanan dunia pada tahun 2010, Indonesia dominan mengekspor produk perikanan ke negara Asia sebesar 76,74 persen dengan nilai sekitar 52,99 persen, dan 47,86 persen dari volume ekspor ke Asia merupakan ekspor ikan tuna ke Jepang, selanjutnya adalah wilayah Amerika dengan persentase volume sebesar 12,89 7

persen dengan nilai 32,08 persen dan 75,39 persen dari volume ekspor benua tersebut adalah ekspor tuna ke AS (KKP, 2011d diolah) Perubahan tatanan global serta nasional yang berkembang dinamis menuntut percepatan pembangunan kelautan dan perikanan nasional secara nyata untuk mampu menyesuaikan dan memenuhi tantangan lingkungan strategis yang bergerak cepat tersebut. Munculnya kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai motor penggerak pembangunan nasional, tercermin dalam keputusan politik nasional, sebagaimana terimplementasi dalam Undang-undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, yang salah satu misinya menyatakan : Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mewujudkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengotimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan (KKP, 2010a). Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan sektor perikanan melalui Renstra (Rencana Strategis) Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk tahun 2010 2014. Kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2014 diharapkan mencapai 6,5 persen dengan kenaikan rata-rata 21,41 persen, total produksi perikanan tangkap 5,5 juta ton dengan nilai total ekspor hasil perikanan US$5,0 milyar. Tahun 2008, Indonesia berada di urutan ke-2 negara produsen perikanan dunia (penangkapan maupun budidaya setelah China), sedangkan perikanan tangkap Indonesia berada di urutan ke-3 setelah China dan Peru) serta sampai sekarang Indonesia masuk 10 negara pemasok ikan dunia dengan pasar utama Amerika, Jepang, Eropa ( KKP, 2011b). Menurut Dahuri (2000), produk perikanan memiliki prospek yang cerah dan peluang Indonesia sangat besar untuk menjadi produsen dan eksportir produk perikanan terbesar di dunia, jika mampu mengelola potensi yang dimiliki. Potensi ekspor dapat tercermin dari neraca perdagangan maupun kinerja dan posisi daya saing suatu produk. Menurut yearbook FAO (2010) posisi nilai ekspor perikanan Indonesia tahun 2008 pada urutan ke-12, sedangkan nilai impor tidak termasuk dalam 50 terbesar dunia. Disamping itu liberalisasi 8

perdagangan yang semakin bebas menuntut peningkatan kualitas dan kuantitas produk perikanan, mempunyai keunggulan komparatif dan mampu bersaing di pasar internasional. Keunggulan komparatif yang dicirikan dengan besarnya daya saing suatu komoditi yang dimiliki oleh Indonesia dalam sektor perikanan di dunia dan beberapa negara importir utama memang belum diketahui secara jelas. Menurut Fauzie (2005) perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam mencapai daya saing yang tinggi. Salah satu arah pembangunan sektor perikanan ke depan, yaitu membangun sektor perikanan yang berkeunggulan kompetitif (competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage). Usaha tersebut ditunjang dengan arah kebijakan ekspor yang ditandai dengan diarahkannya tujuan ekspor dari pasar tradisional (Jepang, AS) ke pasar prospektif/potensial seperti Korea Selatan ( KKP, 2010a) Tabel 1.4. Volume ekspor ikan tuna/cakalang Indonesia di pasar produktif (Jepang dan AS) dan pasar potensial (Korea Selatan) tahun 2007-2011 (ton) Negara tujuan Volume ekspor (ton) 2007 2008 2009 2010 2011 1. Jepang 31.330 (25,83%) 28.932 (22,46%) 32.633 (24,81%) 39.740 (32,45%) 44.604 (31,46%) 2. AS 21.375 (17,62%) 18.370 (14,12%) 19.682 (14,96%) 20.013 (16,34%) 15.062 (10,62%) 3. Korea Selatan 1.602 (1,32%) 1.335 (1,07%) 793 (0,60%) 1.170 (0,95%) 1.339 (,95%) Total ekspor Indonesia 121.316 130.056 131.550 122.450 141.774 Sumber : DKP(2008); KKP (2012) Perikanan nasional sampai tahun 2009 didominasi perikanan tangkap terutama tangkap laut. Produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan ratarata 2,73 persen selama periode 2000-2010 (KKP, 2011c). Menurut Kamar Dagang dan Industri, Indonesia mengusung udang dan ikan tuna sebagai komoditas perikanan unggulan. Hal ini menjadi bagian dari road map pangan Kadin 2014 untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan dan peningkatan daya saing komoditas pangan domestik termasuk sektor kelautan dan perikanan. Kadin sudah menetapkan 2 komoditas perikanan unggulan sebagai andalan ekspor, yaitu udang dan ikan tuna. Nilai ekspor ikan tuna tahun 2010 sebesar US$ 358,6 juta, dan 9

pada tahun 2014 diharapkan nilai ekspor bisa sampai US$ 415,8 juta (Kompas, 5 Januari 2012). Di kawasan Asean, Indonesia menduduki urutan kedua sebagai produsen ikan tuna setelah Thailand (Yudiarosa, 2009), sedangkan menurut Suharno (2008), dan Tempo (10 Agustus 2011), Thailand merupakan pesaing utama dalam pengusahaan ikan tuna olahan, dengan pangsa pasar ikan tuna olahan dunia ratarata sebesar 35,37 persen, yang sangat jauh dibandingkan Indonesia yang rata-rata pangsa pasarnya hanya 4,11 persen. Ikan tuna diekspor baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan. Pangsa ekspor ikan tuna segar Indonesia berdasarkan negara tujuan pada tahun 2009 adalah Jepang (69,7 persen) dan AS (24,79 persen), sedangkan ikan tuna beku adalah AS (25,01 persen). Ekspor ikan tuna beku jenis Madidihang ke Jepang sejak tahun 2001-2005 mengalami penurunan hingga 92,1 persen (KKP, 2010a). Pada tahun 2010 pangsa terbesar ekspor ikan tuna Indonesia adalah Jepang (32,45 persen) dan AS (16,34 persen). Dari volume ekspor ikan tuna ke Jepang, 76,20 persen dalam bentuk segar dan beku, sedangkan ekspor ke AS sebagian besar merupakan ikan tuna olahan (77,45 persen). Pasar potensial Indonesia antara lain Korea Selatan dengan pangsa pasar ikan tuna tahun 2010 sebesar 0,96 persen. Kenaikan ekspor ikan tuna Indonesia ke Jepang tahun 2005 2009 sebesar 10,46 persen, walaupun tahun 2008 sempat mengalami penurunan sebesar 7,65 persen dari tahun 2007. Pangsa ekspor komoditi ikan tuna Indonesia tahun 1998-2011 berfluktuasi dengan rata-rata tertinggi pada produk ikan tuna segar (10,42%), sedangkan ikan tuna olahan dengan rata-rata 4,78% relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand (32,63%). Menurut Daryanto (2009) Indonesia masih mengandalkan resource abundance dan ketergantungan pada sumber daya alam. Indonesia sebagai pengekspor perikanan terbesar dan produsen utama ikan tuna di Asia Tenggara memiliki tantangan besar untuk dapat menjadikan produk ikan tuna memiliki daya saing di pasar global terutama di negara importer utama. Tekanan perdagangan ikan tuna yang berupa isu-isu keamanan pangan dan lingkungan akan mempengaruhi daya saing ekspor perikanan Indonesia, antara lain isu mercury by catch lumba-lumba dan kedepan isu carbon footprint. Sementara dalam perdagangan ikan tuna steak dan beku, terdapat pula isu karbon monoksida yang dipermasalahkan oleh sebagian pelaku sebagai salah satu kecurangan atau bahkan kriminal karena penampakannya menjadi lebih cerah sehingga dapat menyembunyikan mutu produk yang sebenarnya (WPI, 2010). Kondisi tersebut 10

menunjukkan pentingnya daya saing produk perikanan tuna Indonesia dalam mempertahankan maupun menerobos pasar ekspor serta faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ikan tuna Indonesia. Tabel 1.5. Share ekspor ikan tuna Indonesia di pasar dunia Tahun Market Share (%) Tuna Segar Tuna Beku Tuna Olahan 1998 11.25 1.70 5.66 1999 12.96 1.56 5.03 2000 12.54 1.78 5,58 2001 11.89 2.62 4.58 2002 12.53 1.73 4,37 2003 9.12 1.21 4,21 2004 10.65 0.54 4.86 2005 9.71 0.97 4.47 2006 5.93 1.53 3.98 2007 2008 2009 2010 2011 8.98 12.07 9.64 12.06 6.51 2.58 2.24 2.49 3.29 4.70 4.06 3,58 4,64 4,37 6,24 Rerata 10.42 2.78 4.78 Sumber : UNComtrade, 2012 (diolah) Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional/dunia? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume dan harga ekspor ikan tuna (segar, beku, dan olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA dan Korea Selatan? 3. Bagaimana daya saing ekspor ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Internasional/dunia dibandingkan dengan Thailand? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA, dan Korea Selatan? 5. Bagaimana posisi daya saing ekspor ikan tuna Indonesia di pasar dunia, Jepang, USA dan Korea Selatan? 11

3. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian adalah untuk : 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor produk ikan tuna Indonesia di pasar internasional/dunia 2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang yang mempengaruhi volume dan harga ekspor ikan tuna (segar, beku, dan olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA dan Korea Selatan 3) Mengetahui daya saing ekspor ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Internasional/dunia, Jepang, USA, dan Korea Selatan dibandingkan dengan Thailand 4) Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi daya saing ikan tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar Jepang, USA, dan Korea Selatan 5) Mengetahui posisi daya saing ekspor ikan tuna Indonesia di pasar dunia, Jepang, USA dan Korea Selatan 4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna : a. Bagi pemerintah, sebagai bahan untuk menentukan kebijakan ekspor produk perikanan tangkap khususnya produk ikan tuna Indonesia agar mempunyai daya saing di pasar internasional terutama negara importer utama dan prospektif. b. Bagi pihak lain sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut di bidang ilmu ekonomi pertanian yang terfokus pada subsektor perikanan tangkap khususnya produk ikan tuna. 5. Ruang Lingkup, Keterbatasan dan Asumsi Penelitian daya saing ekspor ikan tuna Indonesia dilakukan pada tingkat nasional pada aspek perdagangan dengan pendekatan produk yang didisagregasi menjadi tiga jenis yaitu Tuna Segar, Tuna Beku, dan tuna Olahan, dengan pasar tujuan Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan.. Beberapa keterbatasan dan asumsi dari studi ini adalah : 1) Konsep daya saing dilihat dari keunggulan komparatif, sedangkan keunggulan kompetitif hanya diperbandingkan dengan negara lain sebagai kompetitor yaitu Thailand. 12

2) Harga ikan tuna ekspor diproxy dari harga rata-rata (nilai ekspor dibagi dengan kuantitas ekspor) karena kesulitan data, terutama pada tuna olahan tidak ada data yang menyebutkan jenis (spesies) ikan tuna. 3) Variabel hambatan non tarif yang menyangkut persyaratan mutu diproxy dengan dummy variabel dengan pertimbangan jumlah penolakan produk oleh negara importer tidak tersedia secara lengkap seperti dilakukan oleh Juarno (2012), Soepanto (1999), dan Lambaga (2009). 4) Stok ikan tuna dianggap konstan 6. Keaslian Penelitian Penelitian ekonomi perikanan pada umumnya telah mengacu pada aspek kelestarian sumberdaya ikan semenjak ahli biologi Schaefer pada tahun 1954 mengembangkan model pertumbuhan ikan (Soepanto, 1999). Indonesia dengan wilayah laut terluas dan sebagai lead country ikan tuna di Asia Tenggara, diharapkan menjadikan ikan tuna sebagai brand produk perikanan melalui penelitian-penelitian. Dalam usulan penelitian disertasi ini, spesifikasi topik penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah : 1. Penelitian tentang daya saing pada produk perikanan telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Widyasanti (2010) pada produk ekspor Indonesia dengan indeks intensitas ekspor, pangsa pasar, dan RCA dinamis, Kusumastanto (2008) pada jenis ikan tuna dengan pendekatan pangsa pasar, tetapi tidak mengkaitkan dengan faktor yang berperan atau mempengaruhi daya saing ekspor. Gonarsyah (2007) mengemukakan bahwa identifikasi pola keunggulan kompatarif hanya merupakan langkah awal, yang lebih penting adalah mengerti faktor pendorong di balik itu. 2. Penelitian tentang daya saing yang dilakukan Soepanto (1999) dengan pendekatan elastisitas substitusi ekspor pada produk ikan tuna ke pasar Jepang, AS, Eropa, dan Singapura, memperlihatkan urutan pesaing di negara tujuan ekspor tetapi tidak memperlihatkan posisi daya saing ikan tuna Indonesia di negara tujuan ekspor dengan para pesaingnya ( Perbedaan dengan disertasi ini dapat dilihat pada Tabel 1.6). Penelitian yang mengkaitkan antara daya saing dan faktor yang mempengaruhinya telah dilakukan oleh Juarno (2012) dengan pendekatan CMSA dan RCA pada produk udang, pada pasar tujuan ekspor ke Jepang, AS, dan UE dan di perbandingkan dengan pesaing Thailand. Perbedaan dengan penelitian Juarno adalah, jenis produk dan data, indikator 13

penentu posisi daya saing, spesifikasi faktor yang mempengaruhi, serta tujuan pasar ekspor. Menurut pengetahuan penulis belum ada penelitian daya saing ekspor ikan tuna Indonesia dengan tujuan pasar Korea Selatan dan belum ada penelitian produk tuna Indonesia dengan analisis CMSA level 1-3. 3. Penelitian ini menggunakan konsep derived demand, seperti yang dilakukan Keefe (2002) dan Juarno (2012) bahwa produk udang yang satu maupun disagregasinya merupakan substitusi bagi produk udang yang lain dengan tingkat substitusi yang berbeda, maka pada penelitian ini, komoditi ikan tuna didisagregasi menjadi ikan tuna segar, beku, dan olahan. Indikator RCA dinamis diacu dari penelitian Widyasanti (2010), Edwards & Schoer (2001) yang dimodifikasi disesuaikan dengan tujuan penelitian dengan mengkaitkan bentuk struktur pasar ikan tuna. 4. Lokasi dan data. Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah Indonesia dengan menggunakan data sekunder tahun 1982-2012 pada komoditi ikan tuna beku, tuna segar dan olahan. Winanti (2011) meneliti ekspor ikan tuna segar dengan menggunakan data tahun 1995-2009, Lambaga (2009) menggunakan data ekspor ikan tuna tahun 2002-2007, dan Soepanto (1999) menggunakan data ekspor ikan tuna segar, beku, dan olahan tahun 1975-1995. 5. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian sebelumnya pada produk perikanan dengan pengembangan variabel, lokasi, komoditi, tujuan negara ekspor, alat analisis, maupun data yang digunakan. Ringkasan dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan ikan tuna ataupun daya saing produk ekspor dan perikanan disajikan pada Lampiran 1. Beberapa penelitian tuna Indonesia dan perbedaanya yang telah dilakukan antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.6. 14

Tabel 1.6. Beberapa penelitian daya saing dan komoditi ikan tuna Indonesia Penelitian sebelumnya di Indonesia Disertasi yang diteliti peneliti No Peneliti Judul Data, Variabel, alat analisis Persamaan Perbedaan 1 Soepanto Model Ekonometri Perikanan Indonesia : Analisis Simulasi Kebijakan pada Era Liberalisasi Perdagangan (Disertasi IPB, 1999) Komoditi : Tuna Alat analisis : Simultan 2 Winanti, Apsari Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar di Pasar Internasional (IPB, 2011) Data : sekunder 1975-1995 Produk : tuna & udang Alat analisis : Persamaan simultan; daya saing dengan elastisitas substitusi impor Pasar : Jepang, AS, UE, Singapura, pesaing sesuai jenis komoditi di setiap pasar Data : sekunder 1990-2009 Produk : tuna segar Alat analisis : Simultan Komoditi : tuna segar Alat analisis : Simultan Data : 1982-2012 ; Variabel analisis simultan; alat ukur daya saing; pasar tujuan & pesaing Data 1982-2012; variabel analisis simultan; tidak ada tuna beku & olahan; tidak ada pengukur daya saing 3 Lambaga, Arifin Akselerasi Ekspor Produk Perikanan Indonesia melalui Penerapan Standar (Prosiding PPI, 2009) 4 Oktaviani, RD Analisis Faktor-Faktor yang Sofia mempengaruhi Perdagangan Tuna Indonesia di Jepang (skripsi IPB, 2000) 5 Indri Nilam Cahya Analisis Daya Saing Ikan tuna Indonesia di Pasar Internasional (Skripsi IPB, 2010) 6 Rahim Analisis harga ikan laut segar dan Pendapatan usaha Tangkap nelayan di Sulawesi Selatan (Disertasi UGM, 2010) Data : sekunder 2002-2007 Produk : tuna, udang Alat analisis : OLS Pasar : Jepang, AS, UE, Gabungan Asean & Asia Timur Jenis komoditi : tuna Data : sekunder 1980-1997 Alat analisis : OLS Jenis produk : tuna (tidak termasuk tongkol dan cakalang) Data : sekunder 1998-2007 Analisis pasar : HI, CR Daya saing : RCA, SWOT Jenis produk : ikan tangkap segar Jenis data : sekunder 1980-2006; cross section th 2008 Alat analisis : metode reduced Komoditi : tuna (total) Komoditi : tuna Jenis produk : tuna Analisis pasar; analisis RCA Analisis simultan Data 1982-2012 ; alat analisis simultan; jenis produk tuna ; pasar & tidak ada pesaing Data 1982-2012; alat analisis Data 1982-2012; Jenis produk tuna tidak termasuk tongkol & cakalang; tidak ada analisis faktor; RCA hanya untuk pasar internasional jenis komoditi perikanan; data; variabel persamaan simultan; tidak ada analisis daya saing 15

7 Adinda Kharisma Ramadhan Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di beberapa Negara Importir Utama dan Dunia (skripsi IPB, 2011) 8 Juarno, Ono. Daya saing dan Strategi Peningkatan Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional (Disertasi, IPB, 2012) 9 Amalia Adininggar W Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor : Kasus Indonesia Sumber : Analisis data sekunder, 2013 form persamaan simultan Jenis komoditi : 10 komoditi perikanan & tuna hanya jenis Yellowfin segar & beku Data : sekunder th 2001, 2005, 2009 Pasar : Australia, China; Hongkong; Jepang, Malaysia, Belanda, Singapura, Taiwan, Inggris, AS, dunia Alat analisis : RCA, EPD Jenis komditi : udang Data : sekunder th 1989-2008 (20 th) ; data primer Analisis : simultan; CMSA; RCA Jenis komoditi : produk dengan HS-1996 Data : sekunder 1996-2008 Alat analisis : MS, RCA, EII, EPD Pasar : ASEAN & China Alat analisis : RCA, EPD Jenis komoditi, jenis data, pasar, alat analisis selain RCA & EPD, tidak ada analisis faktor Simultan; CMSA, RCA; pesaing Thailand Jenis komoditi & data; variabel simultan; CMSA hanya dalam bentuk perubahan per peride, tidak ada analisis posisi daya saing Alat analisis daya saing Jenis produk dalam total perikanan; kode HS; data; tidak ada persamaan simultan; CMSA; pasar 16

235