BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dari ekor pada tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Inokulum Terhadap Kadar Serat Kasar dan Protein Kasar Onggok

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola pertumbuhan Bacillus mycoides yang ditumbuhkan dalam medium Nutrien Broth

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 21 yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

BAB I PENDAHULUAN. Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

I. PENDAHULUAN. dijumpai didaerah Indonesia terutama di daerah Sumatera Barat. Produksi kakao

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memfermentasi gula-gula seperti glukosa, laktosa dan maltosa. Bakteri ini dapat

I. PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

I. PENDAHULUAN. Pakan ternak sangat dibutuhkan bagi seekor ternak, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

15... Stand ar Amilase Nilai Aktifitas Enzim Amilase Anali sis Statistik Aktifitas Enzim Amilase... 50

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahuwata ala berfirman dalam Al-Qur an. ayat 21 yang menjelaskan tentang penciptaan berbagai jenis hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, mengakibatkan permintaan terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh faktor bibit dan pakan. Pakan

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

PENINGKATAN NILAI NUTRIEN (PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR) LIMBAH SOLID KELAPA SAWIT TERFERMENTASI DENGAN Trichoderma reesei

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat, salah satunya adalah peternakan unggas ayam pedaging. Populasi ayam pedaging mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dari 986.872.000 ekor pada tahun 2010 meningkat sebanyak 19,36 % pada tahun 2011, pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 24,96 % dan tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 25,56% (Badan Pusat Statistik, 2014). Berkembangya peternakan unggas didukung oleh produknya yang dikonsumsi dan disukai masyarakat Indonesia, karena merupakan sumber protein yang baik serta harganya murah. Selain itu, keberhasilan peternakan unggas juga diimbangi dengan penyediaan pakan yang berkualitas. Pakan merupakan faktor yang paling utama dalam peternakan unggas. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan bisa mencapai 71,79% dari total biaya produksi (Budiraharjo, 2010). Ketersedian bahan pakan lokal untuk unggas saat ini semakin lama semakin berkurang, baik itu jenis maupun jumlahnya. Hal ini terjadi karena bahan pakan tersebut juga menjadi bahan pangan. Oleh karena itu, para peternak unggas bergantung pada bahan pakan impor yang harganya sangat mahal. Apabila penggunan bahan impor terjadi terus menerus, maka banyak peternak unggas yang akan mengalami kerugian. Upaya untuk meminimalkan biaya pakan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pakan lokal yang bersifat nonkonvensional, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, dan 1

2 harganya murah namun memiliki kandungan nutrisi yang baik. Salah satu alternatif penggunaan bahan lokal adalah dengan memanfaatkan limbah agroindustri yaitu onggok. Onggok merupakan limbah padat agroindustri pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Produksi singkong di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 21,7 juta ton dan menghasilkan limbah dari pengolahan tepung tapioka berupa onggok sebesar 2,8 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2010). Sedangkan menurut Tabrani (2002) produksi onggok berlimpah yaitu 1,2 juta ton/tahun. Oleh karena itu, onggok mempunyai potensi sebagai polutan apabila keberadaannya tidak diolah dan dimanfaatkan secara baik dan benar. Onggok dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas karena mengandung karbohidrat atau pati yang masih cukup tinggi. Kandungan energi metabolis onggok adalah 3000-3500 kkal/kg (Kanto and Juttupornpong, 2002), namun onggok mempunyai kandungan protein kasar yang rendah dan serat kasar yang tinggi dimana kandungan protein kasar 1,88%, serat kasar 15,62 %, lemak kasar 0,25%, abu 1,15%, Ca 0,31%, P 0,05% dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 81,10 % (Wizna et al., 2009). Pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak unggas masih terbatas terkait dengan kebutuhan unggas akan protein kasar yang tinggi. Kebutuhan protein ayam pedaging (Broiler) untuk pre-starter (0-2 minggu) antara 23,2-26,5%; starter (2-6 minggu) antara 19,5-22,7%; finisher (6 minggu-dipasarkan) antara 18,1-21,2% (Yunianto, 2001) dan kebutuhan unggas akan serat kasar sangat rendah. Batas serat kasar pada pakan unggas hanya berkisar 2-5% (Wiharto, 1986). Hal itu

3 dikarenakan unggas merupakan hewan monogastrik yaitu hewan yang tidak bisa mensekresikan enzim selulase. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas nutrisi onggok sebagai ransum ternak unggas perlu dilakukan proses fermentasi. Binatang ternak telah disebutkan didalam al-qur an surat al-mukminun/23: 21-22 yaitu: Artinya: 21. Dan Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu makan, 22. Dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kamu diangkut (Qs. al-mukminun/23: 21-22). Allah SWT menyebut binatang ternak didalam al-qur an dengan kata alan âm. Pada ayat diatas dijelaskan bahwa sesungguhnya didalam binatang ternak (al-an âm) terdapat pelajaran ( ibrah) yang dapat diambil. Kata ibrah pada ayat diatas dapat diartikan menjadi 3 arti yaitu 1. Menyeberang, melakukan lintasan studi dari teks ke konteks. Yaitu dengan memanfaatkan onggok sebagai pakan ternak unggas. Setelah dikaji ternyata onggok dapat dimanfaatkan sebagai ransum ternak unggas karena mengandung karbohidrat yang masih tinggi. Namun aplikasi penggunaan onggok sebagai ransum ternak unggas secara langsung belum mencukupi kebutuhan nutrisi unggas, karena tingginya kadar serat kasar onggok dan rendahnya kadar protein onggok. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi fermentasi untuk meningkatkan kualitas nutrisi onggok, 2. Ibrah juga dapat diartikan transformasi studi terhadap objek yang disebutkan oleh al-qur an seperti binatang ternak (al-an âm). Dalam hal ini yaitu dengan melakukan penelitian

4 dengan cara memfermentasikan onggok agar kadar serat kasar pada onggok menurun dan kadar protein kasar meningkat, 3. Eksplorasi transformatif terhadap binatang ternak. Setelah dilakukan fermentasi pada onggok maka nilai nutrisi onggok terfermentasi menjadi tinggi sehingga dapat diaplikasikan sebagai ransum ternak unggas. Pemanfaatan onggok sebagai ransum ternak unggas maka dapat meminimallisir biaya pakan serta dapat mengurangi polusi lingkungan yang d isebabkan oleh limbah agroindustri tepung tapioka yang berupa onggok. Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimiawi dan senyawa kimiawi dari senyawa senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob maupun anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Fardiaz, 1988). Hasil-hasil fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan lain. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh mikroba yang bersifat katabolik atau memecah komponenkomponen yang komplek menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna, tetapi mikroba juga dapat mensintesa beberapa vitamin dan faktor pertumbuhan yang lain misalnya riboflavin, vitamin B 12 dan pro vitamin A (Rahayu, 1988). Fermentasi onggok dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri, kapang, maupun kombinasi antara bakteri dan kapang. Nilai gizi onggok yang telah terfermentasi mengalami peningkatan dengan menurunnya kadar serat kasar dan meningkatnya protein kasar. Menurunnya serat kasar disebabkan oleh kemampuan mikroba dalam menghasilkan enzim selulase. Mikroba yang berpotensi dalam memproduksi enzim selulase yaitu Bacillus mycoides, yang sebelumnya telah diketahui mampu menghasilkan enzim selulase dengan indeks selulase 1,25

5 (Fatichah, 2011) dan Trichoderma sp. yang sebelumnya telah diketahui menghasilkan enzim selulase dengan indeks selulase 3,38 (Surakhman, 2013). Proses hidrolisis selulosa oleh mikroba melibatkan enzim ekstraseluler, diantaranya yaitu endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan glukosidase. Endoglukanase (Endo-β-1,4-glukanase) bekerja lebih aktif pada selulosa yang dapat larut (amorf) dan derivat terlarut seperti Carboxy Methyl Cellulose (CMC), sehingga sering disebut enzim CMC-ase (Lynd et al, 2002). Meningkatnya kadar protein kasar disebabkan oleh penambahan protein sel yang berasal dari sel mikroba (Wizna, 2009). Tingginya kadar protein kasar pada onggok yang terfermentasi berasal dari sel bakteri tersusun dari peptidoglikan. Crueger (19840 melaporkan bahwa bakteri mengandung 70-78% protein. Selain itu peningkatan protein kasar juga berasal dari asam nukleat pada kapang yang dapat memberikan konstribusi N. Kompiang et al (1994) menyatakan bahwa tingginya protein pada substrat padat karena kapang sendiri mengandung asam nukleat yang dapat memberikan konstribusi N. Allah memerintahkan hambanya untuk mengkonsumsi makanan yang baik dan halal. Hal tersebut terdapat dalam Qs. al-baqarah/2: 168 yang berbunyi: Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (Qs. al- Baqarah/2: 168).

6 Kata Halâlan pada ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal dan baik. Makanan yang halal dapat diartikan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan oleh agama islam serta cara memperoleh makanan tersebut juga melalui jalan yang halal, sedangkan kata lagi baik (Thayyiba) dapat diartikan bahwa makanan yang kita konsumsi harus mempunyai nilai gizi yang cukup dan dapat memberikan manfaat untuk tubuh. Salah satu makanan yang sering dikonsumsi manusia adalah ayam. Oleh karena itu, peningkatan nutrisi pada ternak unggas perlu dilakukan dengan cara menurunkan serat kasar dan menaikkan protein kasar pada pakan melalui proses fermentasi. Fermentasi onggok dapat menggunakan bakteri Bacillus mycoides. Bakteri Bacillus mycoides merupakan bakteri gram positif yang berbentuk basil. Fermentasi onggok oleh Bacillus mycoides dapat menurunkan serat kasar dari 10,24 % menjadi 5,52 % dan meningkatkan kadar protein kasar dari 1,1 % menjadi 9,01 % (Mahmudah, 2013). Hasil penelitian tersebut masih belum memenuhi serat kasar dalam batas toleransi yang bisa diberikan pada unggas. Batas toleransi prosentase serat kasar menurut Wiharto (1986) yaitu 2-5%. Selain itu, Syofiani (2006) menyebutkan bahwa fermentasi onggok oleh Bacillus sp. dengan waktu 9 hari dapat meningkatkan protein kasar dari 1,97% menjadi 9,98%. Fermentasi dengan menggunakan kapang juga mempunyai potensi yang besar untuk menurunkan kadar serat kasar dan menaikkan protein kasar. Hal tersebut diperkuat oleh Tami dkk. (1997) yang melaporkan bahwa

7 penggunaan Trichoderma harzianum dalam fermentasi ampas tahu dapat memperbaiki nilai gizi yang ditandai dengan menurunnya kandungan serat kasar dari 21,67% menjadi 14,24%, sedangkan proteinnya meningkat dari 24,48% menjadi 31,65%. Fati (1997) melaporkan bahwa fermentasi dedak padi dengan kapangtrichoderma harzianum mampu meningkatkan protein dari 8,74% menjadi 13,66% dan menurunkan serat kasar dari 18,90% menjadi 12,81%. Selain itu, Indariyanti (2011) melaporkan bahwa terjadi penurunan serat kasar pada campuran 80% Bungkil Inti Sawit (BIS) dan 20% onggok yang difermentasi oleh Trichoderma harzianum 5% dengan masa inkubasi 8 hari yaitu sebesar 7,43% dan terjadi peningkatan protein kasar yaitu sebesar 3,39%. Fermentasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan campuran antara beberapa mikroba yang diramu menjadi satu yang disebut dengan koktail mikroba (Schwan, 1998). Dalam hal ini adalah menggabungkan antara bakteri Bacillus mycoides dan Trichoderma sp. Penggabungan dua mikroba ini didasarkan pada peran enzim yang dihasilkan oleh kedua miroba tersebut bekerja secara sinergis, yaitu enzim Ekso-beta-glukanase dari Bacillus sp. yang memotong rantai luar polisakarida dan enzim Endo-beta-glukanase pada Trichoderma sp. yang memotong rantai dalam polisakarida (Wizna et al. 2009). Fermentasi bungkil inti sawit setelah fermentasi degan koktail mikroba yaitu kombinasi antara Bacillus amyloliquefaciens dan Trichoderma harzianum dengan lama fermentasi 7 hari yang menunjukkan peningkatan protein kasar dari 21,66% menjadi 28,54% dan penurunan kadar serat kasar dari 13,98% menjadi 11,64% (Pasaribu, 2010).

8 Lama fermentasi berkaitan dengan fase pertumbuhan mikroba yang akan terus berubah dari waktu ke waktu selama proses fermantasi berlangsung. Menurut Aisjah (1995), waktu inkubasi yang singkat mengakibatkan terbatasnya kesempatan mikroba untuk terus tumbuh dan berkembang biak sehingga jumlah komponen substrat yang dapat diubah menjadi massa sel juga sedikit. Sebaliknya dengan waktu inkubasi yang lebih lama berarti akan semakin banyak kesempatan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak sampai batas tertentu dimana pertumbuhan mikroba pada fase stasioner, yaitu laju pertumbuhan sama dengan nol dan jumlah massa sel total konstan. Selain itu penggunaan variasi lama fermentasi didasarkan pada Qs. al-furqan/25: 2 Artinya : Yang kepunyaan-nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (Qs. al-furqan /25:2). Kalimat Wa Khalaqa kulla syaiin Faqaddarahu Taqdirâ pada ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT masing-masing sesuai dengan ukurannya dengan penciptaan yang serapi-rapinya. Dalam hal ini dimasukkan untuk mencari hasil yang optimal dari ukuran lama fermentasi serta jenis inokulum dalam hal ini bakteri dan kapang sebagai mikroorganisme yang akan memfermentasi onggok. Lamanya inkubasi fermentasi pada umumnya tergantung pada jenis mikroorganisme dan substrat yang digunakan. Fermentasi onggok dengan Bacillus amilolyquefaciens dengan hasil terbaik adalah fermentasi 6 hari dengan

9 dosis inokulum 2% (Wizna et al., 2009), sedangkan fermentasi onggok dengan Aspergillus oryzae memberikan hasil terbaik pada lama fermentasi 3 hari dengan inokulum 10% (Mursyid dan Zuprizal, 2005). Sedangkan fermentasi bungkil inti sawit dengan koktail mikroba (kombinasi antara Bacillus amilolyquefaciens dan Trichiderma harzianum hasil terbaik pada lama fermentasi 7 hari (Pasaribu, 2010), Selain itu, Syofiani (2006) menyatakan bahwasanya fermentasi onggok oleh Bacillus sp. dengan hasil terbaik pada lama fermentasi 9 hari. Atas dasar pertimbangan diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi (3, 6, dan 9 hari) dan jenis inokulum (Bacillus mycoides, Trichoderma sp. serta kombinasi antara Bacillus mycoides dan Trichoderma sp) yang paling efektif dalam meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan serat kasar pada onggok. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada pengaruh jenis inokulum terhadap kadar serat kasar dan protein kasar onggok? 2. Apakah ada pengaruh lama fermentasi onggok terhadap kadar serat kasar dan protein kasar onggok? 3. Apakah ada pengaruh interaksi jenis inokulum dan lama fermentasi terhadap kandungan serat kasar dan protein kasar onggok?

10 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh jenis inokulum terhadap kadar serat kasar dan protein kasar onggok. 2. Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kadar serat kasar dan protein kasar onggok. 3. Mengetahui pengaruh interaksi jenis inokulum dan lama fermentasi terhadap kandungan serat kasar dan protein kasar onggok. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah : 1. Ada pengaruh jenis inokulum terhadap kadar serat kasar dan protein kasar onggok. 2. Ada pengaruh lama fermentasi terhadap kadar serat kasar dan protein kasar onggok. 3. Ada pengaruh interaksi jenis inokulum dan lama fermentasi terhadao kandungan serat kasar dan protein kasar onggok. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Menyumbangkan pengetahuan bahwa Bacillus mycoides, Trichoderma sp dan kombinasi antara Bacillus mycoides dan Trichoderma sp. memiliki kemampuan dalam meningkatkan nilai nutrisi pada onggok melalui proses

11 fermentasi untuk dapat digunakan sebagai campuran dalam ransum ternak unggas. 2. Menyumbangkan pengetahuan dalam hal pemberian jenis inokulum dan lama fermentasi yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas nutrisi onggok. 3. Memanfaatkan bahan pakan berbasis limbah sebagai bahan pakan yang nonkonvensional serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia (bahan pangan). 4. Mengurangi polusi lingkungan yang disebabkan oleh limbah pabrik tepung tapioka dalam bentuk onggok. 5. Meminimalisir biaya produksi pakan peternak unggas. 1.6 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Bakteri Bacillus mycoides didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang yang merupakan bakteri hasil isolasi dari lumpur tambak. 2. Kapang Trichoderma sp. didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang merupakan bakteri endofit hasil isolasi dari ampas tebu (Bagasse). 3. Parameter utama yang diukur adalah kadar protein kasar dan serat kasar onggok sebelum dan sesudah difermentasi. 4. Jenis inokulum yang digunakan adalah bakteri Bacillus mycoides, Trichoderma sp. serta gabungan antara Bacillus mycoides dan Trichoderma sp.

12 5. Lama fermentasi yang digunakan adalah 3 hari, 6 hari dan 9 hari. 6. Dosis inokulum yang digunakan adalah 6% (b/v) dari berat onggok. 7. Onggok yang digunakan berasal dari Pati Jawa Tengah yang merupakan limbah agroindustry hasil pengolahan singkong menjadi tepung tapioka secara tradisional.