BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam

SAKIT PERUT PADA ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

K35-K38 Diseases of Appendix

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

PEMERIKSAAN FISIK. Seseorang dikategorikan hypertensi berdasarkan tekanan darahnya adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

Gambaran Radiologi Tumor Kolon

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458)

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

Dokter Pembimbing : dr. Evo Elidar Harahap, Sp.Rad dr. Yolanda Maria Sitompul, Sp.Rad

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001).

SKILL-LAB (RADIOLOGI)

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 5 Diare. Catatan untuk instruktur

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. jepit bayi menangis yang dapat merangsang pernafasan.

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

Gastrointestinal Disorder in Infant Born with Small for Gestational Age

PANDUAN MAHASISWA CLINICAL SKILL LAB (CSL) SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti,

A. Pemeriksaan Fisik

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan

Deteksi Dini Kehamilan, Komplikasi Dan Penyakit Masa Kehamilan, Persalinan Dan Masa Nifas

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

BAB I PENDAHULUAN. radang usus besar yang disebabkan oleh kuman dari genus Shigella. (1)

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pengkajian I. 1. Pengkajian Data. Kegiatan pengumpulan data dimulai pada saat klien masuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014

RONTGEN Rontgen sinar X

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN POST OP HEMOROIDECTOMI DI RUANG MELATI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

riwayat personal-sosial

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

Infeksi melalui traktus genital pasca persalinan suhu 38 C terjadi antara hari 2-10 post partum

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total (Dorland, 2002). 2.2 Invaginasi 2.2.1 Definisi Invaginasi merupakan suatu keadaan, bagian saluran cerna dimasuki oleh segmen bagian bawahnya sehingga menimbulkan obstruksi intestinum (Pickering, 2000). 2.2.2. Epidemiologi Invaginasi merupakan penyebab obstruksi intestinum dijumpai pada umur antara 3 bulan sampai 6 tahun, kelainan ini jarang pada anak < 3 bulan dan frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insiden bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup dengan perbandingan laki-laki berbanding perempuan adalah 4:1 (Pickering, 2000). 2.2.3. Etiologi Penyebab invaginasi belum diketahui. Pada umur puncak insidens masih diduga bahwa terjadinya invaginasi akibat infeksi adenovirus, perubahan cuaca atau perubahan pola makan. Sedangkan pada orang dewasa 5-10% penderita dapat dikenali hal-hal pendorong untuk terjadinya invaginasi, seperti apendiks yang terbalik, divertikulum Meckelli, polip usus, atau kistik fibrosis (Pickering, 2000).

2.2.4. Klasifikasi Menurut (Pickering, 2000). Berdasarkan lokasi dibagi dalam 5 tipe, yaitu: 1. Ileo-ileal 2. Ileo-colica 3. Ileo-ileocolica 4. Colo-colica 5. Appendical-colica 2.2.5. Manifestasi Klinis Pada kasus-kasus yang khas, nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang timbul, sering kumat dan disertai dengan rasa tersiksa yang menggelisahkan serta menangis keras pada anak yang sebelumnya sehat. Pada awalnya, bayi mungkin dapat dihibur tetapi jika invaginasi tidak cepat di reduksi bayi menjadi semakin lemah dan lesu. Akhirnya terjadi keadaan seperti syok dengan kenaikan suhu tubuh sampai 41 C, nadi menjadi lemah-kecil, pernafasan menjadi dangkal, dan nyeri dimanifestasikan hanya dengan suara rintihan. Muntah terjadi pada kebanyakan kasus dan biasanya pada bayi lebih sering pada fase awal. Pada fase lanjut, muntah disertai dengan empedu, tinja dengan gambaran normal dapat dikeluarkan pada beberapa jam pertama setelah timbul gejala kemudian pengeluaran tinja sedikit atau tidak ada, dan kentut jarang atau tidak ada. Darah umumnya keluar pada 12 jam pertama, tetapi kadang-kadang tidak keluar sampai 1-2 hari. Pada bayi 60% mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna merah serta mukus (Mansoer, 2001) dan (Pickering, 2000). 2.2.6. Patologi Invaginasi paling sering adalah ileo-colica, diikuti ileo-ileocolica, colocolica, dan appendical-colica. Bagian atas usus yang disebut intususeptum mengalami invaginasi ke bawah, intususipiens sambil menarik mesentriumnya bersama-sama memasuki lumen yang pembungkusnya. Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran balik vena, selanjutnya terjadi pembengkakan invaginasi terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan tinja mengandung darah, kadang kadang mengandung mukus

(lendir). Puncak dari invaginasi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus yang terlantar. Setelah suatu invaginasi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang membentuk puncaknya tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan invaginasi tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya mengakibatkan gangren usus dan syok (Pickering, 2000). 2.2.7. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis invaginasi dapat dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen, dan reposisi enema barium (Jong, 2004) dan (Pickering, 2000) : 1. Anamnese Anamnese dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan. 2. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rektum dari invaginasi. Invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus. Pada palpasi teraba sausage shape, suatu massa yang posisinya mengikuti garis usus colon ascendens sampai ke sigmoid dan rektum. Massa tumor sukar diraba bila berada di belakang hepar atau pada dinding yang tegang. Pada perkusi pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong. Pada auskultasi bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik menjadi normal kembali di luar serangan. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginasi seperti porsio uterus

disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah. Harus dibedakan dengan prolapsus rektum. 3. Pemeriksaan Rontgen Foto polos abdomen dapat menunjukkan padatan di daerah invaginasi. Dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri. Posisi lateral dekubitus kiri ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan bagian kiri di atas meja dan sinar dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga dapat mendeteksi adanya perforasi. Gambaran X-ray pada invaginasi ileo-coecal memperlihatkan daerah bebas udara yang fossa iliaca kanan karena terisi massa. Pada invaginasi tingkat lanjut kelihatan air fluid levels. 4. Reposisi barium enema: Reposisi hidrostatik dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik, dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis Rontgen ditegakkan, syaratnya adalah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum. 2.2.8. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu foto polos abdomen dan reposisi barium enema (Latief, dkk., 2005). 1. Foto polos abdomen memperlihatkan bagian proksimal invaginasi banyak udara sedangkan bagian kanan kosong. 2. Reposisi barium enema di bawah fluoroskopi didapati gambaran cupping dari invaginasi (pemeriksaan ini kontraindikasi bila sudah terdapat tanda- tanda peritonitis).

Penatalaksaan Penatalaksaan dapat dilakukan dengan reposisi barium enema dan reposisi operatif (Pickering, 2000) dan (Jong, 2004): 1. Pertama kali dibawa ke rumah sakit, bayi kemungkinan mengalami dehidrasi dan memerlukan terapi cairan intravena secepatnya. Nasofaringeal Tube bisa digunakan pada bayi dengan perut yang kosong. 2. Reduksi invaginasi dilakukan dengan barium enema yang menggunakan prinsip hidrostatik. Reduksi dengan barium enema hanya dilakukan bila tidak ada distensi yang hebat, tanda peritonitis, dan demam tinggi. Akan tampak gambaran cupping dan coiled spring yang menghilang bersamaan dengan terisinya ileum oleh barium. Reduksi dengan barium enema dikatakan berhasil bila sudah mencapai ileus terminal. 3. Selain barium enema, terdapat reduksi manual pada operasi. Reduksi ini dilakukan bila terjadi perforasi, peritonotis dan tanda- tanda obstruksi dan biasanya pada invaginasi yang sudah berlangsung 48 jam. 4. Kebanyakan anak yang dirawat sebelum dari 24 jam sembuh dari invaginasi tanpa komplikasi. Dalam 48 jam setelah operasi anak akan dimonitor, anak akan menggunakan mesin untuk memonitor temperatur, denyut jantung dan respirasi. Setidaknya selama 48 jam pertama, anak tidak bisa makan atau minum agar ususnya istirahat. Anak akan mendapatkan terapi cairan untuk mencegah dehidrasi. Anak juga akan mendapat Nasofaringeal Tube untuk mengambil cairan di dalam perut. Saat cairan dari Nasofaringeal Tube bersih dan jumlah cairan berkurang, anak bisa mulai makan sesuatu.