BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

07. Bentangalam Fluvial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II. Tinjauan Pustaka

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

BAB III LANDASAN TEORI A. Tipe Morfologi Sungai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran

KAJIAN LAJU ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI WAMPU. Arta Olihen Boangmanalu 1, Ivan Indrawan 2

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipe Morfologi Sungai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN SEDIMENTASI PADA SUMBER AIR BAKU PDAM KOTA PONTIANAK

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

STUDI PENGARUH BANJIR LAHAR DINGIN TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK MATERIAL DASAR SUNGAI

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Profil Daerah Aliran Sungai Lokasi dan Geografis. Sumatera Utara yang memiliki luas km 2. Hingga Desember 2012,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Morfologi Sungai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

Gambar 3.1 Tipe bentuk morfologi

Teknik Konservasi Waduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

BAB II STUDI PUSTAKA

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Morfologi Sungai

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007).

Rahardyan Nugroho Adi BPTKPDAS

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai

ANALISIS ANGKUTAN SEDIMEN TOTAL SUNGAI PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

EFEKTIFITAS SALURAN PRIMER JETU TIMUR TERHADAP GERUSAN DASAR DAN SEDIMENTASI PADA SISTEM DAERAH IRIGASI DELINGAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI MUATAN SEDIMEN DI MUARA SUNGAI KRUENG ACEH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

TRANSPOR SEDIMEN SUSPENSI (SUSPENDED LOAD TRANSPORT)

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

STUDI SEDIMENTASI DI BENDUNG NAMU SIRA-SIRA DAN KAITANNYA TERHADAP TINGGI MERCU BENDUNG

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Pernyataan ini di kutip dari I Wayan Sutapa (2012) dalam Suripin (2002). Pada dasarnya erosi yang sering terjadi dengan tingkat produksi sedimen ( sediment yield) paling besar adalah erosi permukaan (sheet erosion) jika dibandingkan dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur ( rill erosion) erosi parit ( gully erosion ) dan erosi tebing sungai ( stream bank erosion ). Secara keseluruhan laju erosi yang terjadi disebabkan dan di pengaruhi oleh lima faktor diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor pengelolaan tanah. Faktor iklim yang paling menentukan laju erosi adalah hujan yang dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan. I Wayan Sutapa (2012) dalam Suripin (2002). Erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan yang dilaluinya. b. Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya. c. Scouring adalah penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai, misalnya pada daerah cut off slope pada meander. d. Korosi adalah terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya. faktor-faktor penyebab erosi tanah adalah iklim, kondisi tanah, topografi, tanaman penutup permukaan tanah dan gangguan tanah oleh aktifitas manusia. Erosi merupakan proses alamiah yang tidak bisa atau sulit untuk dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol, khususnya untuk lahan-lahan yang di usahakan dalam lahan pertanian (Suripin, 2002). Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih di bawah ambang batas yang maksimum, yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. 21

22 Secara teoritis, adalah sangat sulit atau bahkan tidak mungkin untuk menentukan batas toleransi kehilangan tanah yang dinyatakan sebagai kondisi dimana laju kehilangan tanah sebanding dengan laju pembentukan tanah (Suripin, 2002). Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level. 3.2 Hidrometri Hidrometri adalah cabang ilmu (kegiatan) pengukuran air, atau pengumpulan data dasar bagi analisis hidrologi. Dalam pengertian sehari-hari, kegiatan hidrometri pada sungai diartikan sebagai kegiatan untuk mengumpulkan data mengenai sungai, baik yang menyangkut tentang ketinggian muka air maupun debit sungai serta sedimentasi atau unsur aliran lain. Beberapa macam pengukuran yang dilakukan dalam kegiatan hidrometri adalah sebagai berikut: a. Kecepatan aliran Kecepatan aliran merupakan komponen aliran yang sangat penting. Hal ini disebabkan oleh pengukuran debit secara langsung pada suatu penampang sungai tidak dapat dilakukan (paling tidak dengan cara kovensional). Kecepatan ini diukur dalam dimensi satuan panjang setiap satuan waktu, umumnya dinyatakan dalam meter/detik (m/d). Pengukuran Kecepatan aliran dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah pengukuran dengan pelampung (float). Pelampung digunakan sebagai alat pengukur kecepatan aliran apabila diperlukan kecepatan aliran dengan tingkat ketelitian yang relatif kecil. Pengukuran dilakukan dengan cara: 1. Sebuah titik (tiang, pohon atau tanda lain) ditetapkan di salah satu sisi sungai, dan satu titik disisi lain sungai, Sehingga kalau ditarik garis semu antara dua titik tersebut, maka garis akan tegak lurus searah aliran sungai. 2. Ditetapkan jarak (L) tertentu, misalnya 5 m, 10 m, 20 m, atau 50 m (tergantung kebutuhan dan keadaan) antara kedua titik tersebut, semakin besar kecepatan, sebaiknya jarak semakin panjang.

23 3. Memanfaatkan sembarang benda yang dapat mengapung apabila pelampung khusus tidak tersedia. 4. Pelampung tersebut dilemparkan beberapa meter disebelah hulu garis pertama (titik mulai) dan gerakannya diikuti, apabila pelampung tersebut melewati garis pertama (di sebelah hulu), Maka tombol stopwatch ditekan, dan pelampung tersebut diikuti terus, ketika pelampung sampai di titik kedua (titik selesai) maka stopwatch kembali ditekan. Dengan demikian, maka waktu (t) yang diperlukan aliran untuk menghanyutkan pelampung dapat diketahui. 5. Kecepatan aliran (v) dapat dihitung dengan: Ѵ= l t (3.1) Dengan : V = kecepatan Aliran (m/s) L = jarak (m) T = waktu (s) 6. Perlu diketahui disini bahwa kecepatan yang diperoleh adalah kecepatan permukaan sungai, bukan kecepatan rata-rata penampang sungai tersebut. Untuk mendapatkan kecepatan rata-rata penampang sungai, masih harus dikalikan dengan faktor koreksi C. Besar C ini berkisar antara 0,85-0,95 (Harto, 1993). 7. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa pengukuran cara ini tidak boleh dilakukan sekali, karena distribusi kecepatan aliran permukaan tidak merata. Oleh sebab itu, dianjurkan paling tidak dilakukan tiga kali percobaan, yaitu sepertiga kiri sungai, bagian tengah, sepertiga kanan sungai. Hasil yang diperoleh kemudian dirata-rata.

24 Gambar 3.1 Metode pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (float). b. Pengukuran tinggi muka air Pengukuran luas penampang memerlukan tinggi muka air, pengukuran tinggi muka air dapat dilakukan dengan bermacam-macam alat tergantung dari kondisi aliran sungai yang akan diukur, salah satunya tongkat/papan duga yang sisinya terdapat rambu ukur. Gambar 3.2 Tinggi muka air. c. Pengukuran lebar aliran Pengukuran lebar aliran juga digunakan untuk mengetahui lebar dasar saluran yang nantinya digunakan mendapatkan luas penampang. Pengukuran lebar aliran dilaksanakan menggunakan alat ukur lebar. Pengukuran lebar aliran menggunakan meteran.

25 Gambar 3.3 Lebar aliran sungai. d. Pengukuran luas penampang Nilai A (luas penampang aliran diasumsikan berbentuk trapesium kerena faktor keamanan pada saat penelitian) diperoleh menggunakan persamaan: A = (B D)+D 2 dengan: (3.2) A = luas penampang (m2) B = lebar dasar saluran (m2) D = kedalama sungai (m) e. Pengukuran debit Debit (discharge), atau besarnya aliran sungai (stream flow) adalah volume aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Biasanya debit dinyatakan dalam satuan m3/detik atau liter/detik. Aliran adalah pergerakan air di dalam alur sungai. Pada dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran luas penampang, kecepatan aliran, dan tinggi muka air. Rumus yang umumnya digunakan adalah: Q = A v(3.3) dengan: Q = debit (m3/s). A = luas penampang (m2). v = kecepatan aliran rata-rata (m/s)

26 Dengan demikian pengukuran debit adalah pengukuran dan perhitungan kecepatan aliran, lebar aliran dan pengukuran tinggi muka air yang akan digunakan untuk perhitungan luas penampang. 3.3 Angkutan Sedimen (Transportasi Sedimen) Transportasi adalah terangkutnya material hasil erosi, dengan cara terbawa mengalir bersama aliran dalam bentuk suspensi, melompat, berguling, dan bergeser sehingga tegangan geser aliran pada suatu nilai tertentu mampu memindahkan butir sedimen. Transportasi mengangkut material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dan gaya gravitasi, dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 3.4 Gambar 3.4 Pergerakan sedimen Sumber : Robby Nur (2013) Angkutan sedimen atau transport sediment merupakan suatu peristiwa terangkutnya material oleh aliran sungai. Sungai-sungai membawa sedimen dalam setiap aliranya. Bentuk, ukuran dan beratnya partikel material tersebut akan menentukan jumlah besaran angkutan sedimen. Terdapat banyak rumus-rumus untuk menghitung besarnya angkutan sedimen salah satunya dengan menggunakan rumus formula Einstein (1950) dalam (Kironoto, 1997). Einstein menetapkan persamaan muatan dasar sebagai persamaan yang menghubungkanmaterial dasar dengan pengaliran setempat (local flow). Persamaan itu menggambarkan keadaan seimbang dari pada pertukaran butiran

27 dasar antara lapisan dasar (bed layer) dan dasarnya. Einstein menggunakan d35 sebagai parameter angkutan, sedangkan untuk kekasaran digunakan d65. 3.4 Persamaan Engelund dan Hansen Didasarkan pada pendekatan tegangan geser. Persamaan ini juga lebih menonjolkan perhitungan Bad Load Transport dan Suspended Load Transport. Persamaannya dapat ditulis sebagai beriku: qs = 0.05 ᵧs v 2 ( ) ½ ( ) 3/2(3.4) τ0 = ᵧ D S (3.5) Qs = W qs (3.6) dengan : ᵧs = berat jenis sedimen pasir (kg/m3) ᵧ = berat jenis air (kg/m3) v = kecepatan aliran (m/s) τ0 = tegangan geser (kg/m2) Qs = muatan sedimen (kg/s) W = lebar saluran (m) D = kedalaman sungai (m) S = kemiringan dasar saluran (%) 3.5 Kemiringan Dasar Saluran (Slope) Slope merupakan salah satu faktor dimana kecepatan aliran gravitasi dapat bertambah atau berkurang. Ketika slope curam maka kecepatan aliran gravitasi akan bertambah. Kecepatan aliran juga menjadi indikator bahwa aliran memiliki energi yang besar atau kecil. Energi aliran yang besar dihasilkan oleh kecepatan aliran yang deras. Energi inilah yang mampu mengakibatkan adanya proses transport sediment. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut: elevasi titik 1 elevasi titik 2 (jarak titik 1 s d jarak titik 2) 100% (3.5)

28 Dalam membahas transportasi sungai dikenal istilah: a. Stream Capacity: jumlah beban maksimum yang mampu diangkat oleh aliran sungai. b. Stream Competence: ukuran maksumum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai. Sungai mengangkut material hasil erosinya secara umum melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme bed load dan suspended load. Mekanisme bed load: pada proses material-material tersebut terangkut sepanjang dasar sungai, dibedakan menjadi beberapa cara, antara lain: a. Traction: material yang diangkut terseret di dasar sungai. b. Rolling: material terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai. c. Saltation: material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai. Mekanisme suspended load: material-material terangkut dengan cara melayang dalam tubuh sungai, dibedakan menjadi: a. Suspension: material diangkut secara melayang dan bercampur dengan air sehingga menyebabkan sungai menjadi keruh. b. Solution: material terangkut, larut dalam air dan membentuk lautan kimia. Aliran sungai memiliki suatu kapasitas angkut tertentu yang selalu dapat dan harus dipenuhi oleh dasar sungai yang merupakan pemasok material dasar ini. Laju angkutan sedimen bervariasi secara signifikan terhadap debit air dan sebagian besar sedimen diangkut oleh debit terbesa. Oleh sebab itu pemantauan muatan sedimen dalam kondisi banjir menjadi sangat penting. Pengukuran laju ankutan sedimen suatu sungai diukur pada satu tempat, dimana dilakukan sejumlah pengukuran selama musim hujan untuk satu rentang debit. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan suatu kurva peringkat sedimen antara muatan sedimen dan debit air bagi setiap tempat 3.6 Sedimentasi Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh media air disuatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, bahan-bahan lepas yang diangkut oleh air sungai sebagian kecil

29 diendapkan di dasar sungai saat arus angin mulai melemah sedang sebagian besar bahan-bahan halus tersebut diendapkan di muaranya. Gambar 3.5 Imbangan sedimen Sumber : Robby Nur (2013) 3.7 Degradasi dan Agradasi a. Degradasi Degradasi adalah penurunan dasar sungai dalam arah memanjang pada suatu bagian sungai. Agar lebih paham bisa dilihat ilustrasinya pada Gambar 3.6 Gambar 3.6 Ilustrasi degradasi sungai Sumber : Lorenskambuaya.blogspot.com Dari A ke B merupakan bagian sungai yang landai sehingga kecepan aliran air lambat dan sedimen pun mengendap dari titik A ke B. Akumulasi sedimen dari titik A sampai B membuat dasar sungai semakin meninggi. Apabila hal ini terjadi tentu akan terjadi perbedaaan tinggi (elevasi) antara bagian sungai yang satu dengan yang lain, yakni bagian C dan D. Jika hal ini terjadi akan

30 terbentuk kemiringan (slope) pada dasar sungai dan gradien sungai pun akan semakin besar. Jika gradien sungai bertambah tentu kecepatan aliran sungai juga bertambah besar. b. Agradasi Agradasi adalah suatu proses yang yang menyebabkan bertambahnya suatu bentang alam. Yang termasuk dalam proses agradasi adalah sedimentasi atau pengendapan. Agradasi terjadi ketika debit solid lebih besar dari pada kemampuan transport sedimen sehingga terjadi deposisi sedimen yang mengakibatkan dasar sungai menjadi naik. Contoh dari agradasi adalah pasokan sedimen dari hulu bertambah, debit aliran air berkurang, dan kenaikan dasar sungai di suatu titik di hilir. Agar lebih paham bisa dilihat ilustrasinya pada Gambar 3.7 Gambar 3.7 Ilustrasi agradasi sungai akibat banjir lahar. Sumber : E-belajaronline3.blogspot.com Deposisi adalah proses, sedimentasi yang terjadi ketika sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang di bawahnya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diendapkan material yang lebih halus. Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin kearah hilir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.

31 3.8 Angka Kekasaran Manning Angka kekasaran manning adalah suatu nilai koefisien yang menunjukkan kekasaran suatu permukaan saluran atau sungai baik pada sisi maupun dasar saluran atau sungai. Nilai kekasaran manning memiliki hubungan terhadap kecepatan aliran yang terjadi pada suatu penampang. Semakin besar nilai angka kekasaran manning, maka kecepatan aliran pada suatu penampang akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya semakin kecil angka kekasaran manning maka kecepatan aliran yang terjadi pada suatu penampang akan semakin besar. Pada tahun 1889 seorang insinyur Irlandia, Robert Manning mengemukakan sebuah rumus yang akhirnya diperbaiki menjadi rumus yang sangat dikenal sebagai : (3.6) V = 1 R 2 n 3 S1 2 R = (B D)+(m D) (B+2 D m) Q = 1 n [(B D)+(M D)] 2 S 1 B+2 D M 3 2 (B D) + (M D2 ) dengan : V = kecepatan rata-rata (m/detik) Q = debit (m3/s) R = jari-jari hidrolik (m) B = lebar dasar saluran (m) D = kedalaman sungai (m) S = kemiringan saluran n = kekasaran dari manning. Rumus ini dikembangkan dari tujuh rumus berbeda, berdasarkan data percobaan Bazin yang selanjutnya dicocokkan dengan 170 percobaan. Akibat sederhananya rumus ini dan hasilnya yang memuaskan dalam pemakaian praktis, rumus Manning menjadi sangat banyak dipakai dibandingkan dengan rumus aliran seragam lainnya untuk menghitung aliran saluran terbuka.

32 Nilai angka kekasaran manning berbeda-beda tergantung dari tipe saluran. Adapun nilai angka kekasaran manning tersebut disajikan pada Lampiran 6 Angka kekasaran manning.