BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Spesies-spesies pohon tersebut disajikan dalam Tabel 3 yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

II. METODOLOGI. A. Metode survei

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Biomassa. pohon untuk jenis Mahoni, Jati dan Akasia dari berbagai variasi ukuran, diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

Topik : PERSAMAAN ALOMETRIK KARBON POHON

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi DAS Kali Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manfaatkan untuk tempat tinggal dan usaha pertanian (Adhitya, 2008).

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

PENDUGAAN POTENSI VOLUME, BIOMASSA, DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT VIVI SELVIANA

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB I. PENDAHULUAN. Nasional Penurunan Emisi gas Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) untuk memenuhi

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam


BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Hutan Sebagai Penyerap Karbon Hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca, karena hutan mampu memfiksasi karbon dan menyimpannya di dalam vegetasi yang dikenal sebagai rosot karbon (carbon sink). Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO 2 melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis tersebut umumnya disimpan dalam bentuk biomassa akar, batang, cabang, dan ranting (Salisbury & Ross 1992 diacu dalam Salim 2005) yang menjadikan vegetasi hutan tumbuh semakin besar dan semakin tinggi. Vegetasi hutan dengan kerapatan tinggi mampu menyerap lebih banyak CO 2 dibandingkan dengan vegetasi hutan dengan kerapatan rendah. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO 2 di atmosfer. Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Seperti yang dikemukakan oleh Suhendang (2002), sumberdaya hutan di Indonesia memiliki potensi tinggi dalam keanekaragaman hayati (biodiversity) dan potensi penyerapan karbon. Hasil studi ALGAS (1997) diacu dalam Retnowati dan Gintings (1997) menunjukkan bahwa hutan di Indonesia mampu menyerap sekitar 686 mega ton CO 2 pada tahun 1990, dan akan meningkat menjadi 844 mega ton pada tahun 2020. Sedangkan menurut Suhendang (2002) hutan di Indonesia yang luasnya sekitar 120,4 juta hektar mampu menyerap dan menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Disisi lain, FAO menyatakan bahwa jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 milyar ton biomassa, jauh lebih tinggi dari pada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini menyimpan 3,5 milyar ton karbon (FWI 2003 diacu dalam Bakri 2009). 2.2 Biomassa dan Karbon Hutan Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang

4 dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (bellow ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik (Kusmana 1993 diacu dalam Salim 2005). Sedangkan biomassa di bawah permukaan tanah diartikan sebagai semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman (White & Planskett 1991 diacu dalam Salim 2005). Pada proses fotositesis tumbuhan menyerap CO 2 dari udara kemudian mengubahnya menjadi bahan organik sehingga jumlah total biomassa tumbuhan dapat bertambah. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi, dan struktur tegakan (Lugo & Snedaker 1974 diacu dalam Onrizal 2004). Selain itu faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (Johnsen et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004). Cadangan karbon yang dihasilkan oleh suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan memperkirakan dari biomassa vegetasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang terbentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun serta penyakit, sisanya tergabung di dalam struktur yang tersimpan dalam pohon (Johnson et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004). Karbon merupakan komponen penyusun biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45-50% bahan kering dari tanaman. Pendugaan emisi dan penyerapan karbon oleh kegiatan-kegiatan kehutanan di Indonesia (TPTI, HTI, deforestasi, reboisasi, penghijauan, hutan rakyat) dapat menggunakan metode IPCC, yaitu dengan cara menggunakan biomassa tanaman (Anonymous 1996 diacu dalam Retnowati & Gintings 1997).

5 2.3 Metode Pendugaan Biomassa dan Karbon Metode pengukuran biomassa pada dasarnya ada empat cara utama yaitu metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling), metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling), metode pendugaan melalui pengindraan jauh, dan metode pembuatan model. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik (Ostwald 2008). Sedangkan metode sampling tanpa pemanenan (nondestructive sampling) merupakan pengukuran biomassa dengan cara tidak merusak pohon dan hanya mengukur biomassa atas kemudian mengukur diameter dan tinggi pohon serta serasah yang ada. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) memberikan hasil yang paling akurat untuk menduga biomassa, tetapi teknik ini tidak dapat diterapkan pada semua areal hutan karena kerusakan yang diakibatkan cukup besar. Selain kerusakan yang cukup besar, mahalnya biaya dan lamanya waktu serta besarnya tenaga yang dibutuhkan dibandingkan dengan teknik pendugaan biomassa lain menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan teknik ini. Metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) merupakan teknik pendugaan yang saat ini banyak dilakukan karena tidak perlu melakukan pemanenan pohon. Teknik ini memiliki efisiensi yang baik jika dibandingkan dengan teknik sampling destruktif. Parameter penyusun metode non-destructive sampling yaitu diameter pohon, tinggi pohon, volume batang, dan basal area untuk menduga biomassa. Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha) dan yang kedua secara langsung dengan menggunakan regresi biomassa. Seperti dikemukakan oleh Tiryana (2005), potensi biomassa hutan juga dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor konversi volume ke biomassa maupun persamaan alometrik yang menghubungkan dimensi pohon (diameter dan

6 atau tinggi) dengan biomassanya. Persamaan alometrik berupa fungsi matematika yang didasarkan pada hubungan berat kering biomassa per pohon contoh dengan satu atau lebih kombinasi dari dimensi pohon contoh (diameter dan tinggi) dapat dikembangkan/dihasilkan dari metode destructive sampling atau diperkirakan dari Fractal Branching Analysis/FBA (Adinugroho 2002). Martin et al. (1998) menyatakan bahwa persamaan alometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon, dan kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock). Diameter pohon merupakan salah satu variabel yang penting bagi pendugaan biomassa selain kerapatan jenis pohon dan tipe hutan (Chave et al. 2001). Sehubungan dengan pernyataan diatas Ketterings et al. (2001) membuat model penduga biomassa hutan dengan menggunakan variabel diameter dan kerapatan jenis dalam persamaan yaitu sebagai berikut: W = 0,11 ρ D 2,62... (1) Keterangan : W = biomassa (kg/pohon) ρ = kerapatan jenis (g/cm 3 ) D = diameter setinggi dada (cm) Pendugaan biomassa dengan persamaan alometrik memberikan hasil dugaan yang akurasinya dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. Sehingga penggunaan persamaan alometrik suatu jenis pohon yang telah diketahui untuk menduga potensi biomassa pohon yang sama dapat menghasilkan hasil dugaan yang cukup akurat. Berbeda dengan metode pendugaan biomassa untuk individu pohon seperti yang telah dijelaskan di atas, untuk pendugaan biomassa skala tegakan umumnya digunakan teknik penarikan contoh (sampling). Sampling adalah suatu cara pengamatan terhadap suatu populasi yang dilakukan hanya terhadap sebagian populasi yang mewakili seluruh unit yang terdapat di dalam populasi tersebut (Sutarahardja et al. 1982 diacu dalam Noronhae 2007). Cara sampling umum digunakan karena cara ini membutuhkan waktu pengukuran yang relatif singkat, memberikan keterwakilan contoh yang tinggi, pekerjaan lapangan lebih mudah dengan ketelitian tinggi dan dapat mengurangi biaya. Systematic sampling with

7 random start (penarikan contoh sistematik dengan pengacakan awal) merupakan salah satu teknik penarikan contoh yang sering digunakan dalam pendugaan potensi biomassa skala tegakan. Unit contoh dalam systematic sampling diambil secara sistematik menurut aturan atau pola tertentu. Pola yang umum digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan berupa grids (kotak-garis) berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang dirancang pada peta dengan jarak tertentu, dimana unit-unit contoh ditempatkan pada titik-titik sudutnya. Dalam hal ini, hanya unit contoh pertama saja yang dipilih secara acak dari populasi, sedangkan unit contoh lainnya dipilih dengan interval/jarak (k) tertentu secara sistematik (Sutarahardja 1999 diacu dalam Noronhae 2007). Unit contoh yang digunakan biasanya berupa plot lingkaran berukuran tertentu dalam satuan hektar, misalnya 0,02 ha; 0,04 ha; 0,05 ha; 0,1 ha, dsb (Sutarahardja 1999 diacu dalam Noronhae 2007). Unit contoh lingkaran dapat dibuat dengan mudah karena hanya memerlukan titik pusat unit contoh dan jari-jari lingkaran selain itu relatif mudah dalam menentukan pohon batas (borderline tree). Kesalahan sampling atau kesalahan contoh akan terjadi dalam pendugaan dengan menggunakan contoh sebagai akibat dari peluang pemilihan unit contoh. Kesalahan penarikan contoh merupakan perbandingan yang mungkin antara nilai taksiran dengan nilai sebenarnya dalam populasi/hutan tersebut yang dinyatakan dalam persen. Dengan demikian semakin kecil nilai perbedaan tersebut, maka penarikan contoh yang dilakukan semakin teliti (Husch 1987 diacu dalam Noronhae 2007). Berdasarkan teknik sampling tersebut, dapat diperoleh nilai-nilai dugaan rata-rata dan total potensi biomassa atau karbon. Nilai biomassa yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat digunakan untuk menduga potensi karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan. Karbon merupakan komponen penyusun biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45-50% bahan kering dari tanaman. Berdasarkan hasil konferensi IPCC (2006), fraksi karbon dari biomassa hutan diatas tanah yaitu 0,47 sehingga untuk mengetahui potensi karbon (ton C/ha) dalam hutan dapat diduga dengan mengalikan biomassa dengan fraksi karbon tersebut.

8 C = W x 0,47... (2) Keterangan : C = karbon (ton) W = biomassa (kg/pohon) 0,47 = fraksi karbon 2.4 Volume Pohon dan Metode Pendugaannya Volume merupakan suatu besaran tiga dimensi dari suatu benda yang besarannya dinyatakan dalam satuan kubik yang didapatkan dari hasil perkalian satuan dasar panjang (Husch 1963 diacu dalam Hardansyah R 2004). Volume pohon dapat diklasifikasikan menurut dimensi tinggi yaitu volume pohon berdiri, volume log/sortimen, dan volume kayu bakar. Volume pohon berdiri dibedakan menjadi volume total pohon, volume batang, volume kayu tebal, dan volume bebas cabang. Cara penentuan volume pohon dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. Cara analitik, yaitu cara penentuan volume benda dengan menggunakan rumus volume standar. 2. Cara langsung, yaitu cara penentuan volume yang dilakukan dengan mengukur dimensinya. 3. Cara grafik, yaitu cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume berbagai bentuk benda putar tanpa memandang ciri-ciri permukaannya. 4. Penggunaan tabel volume Rumus-rumus yang umum digunakan dalam penentuan volume adalah rumus Huber, Smalian, dan Newton. Dalam prakteknya, penggunaan tabel volume lebih memudahkan dalam penentuan volume pohon karena memberikan dugaan volume untuk diameter dan tinggi pohon secara spesifik. Tabel volume pohon adalah suatu tabel yang digunakan untuk mendapatkan volume pohon atau batang melalui pengukuran satu atau beberapa peubah penaksir volume pohon atau volume batang (Husch 1963 diacu dalam Hardansyah 2004). Menurut Simon (1996) diacu dalam Hardansyah 2004, terdapat tiga macam tabel volume yang dapat digunakan untuk menduga volume pohon yaitu tabel volume lokal, tabel volume standar, dan tabel volume kelas bentuk. Masing-masing tabel volume tersebut menggunakan parameter yang berbeda-beda dalam penyusunannya.

9 2.5 Jenis Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat 2.5.1 Pinus Pinus merkusii Jungh et de Vriese, merupakan salah satu jenis anggota famili Pinaceae. Pohon ini biasanya juga disebut dengan pohon damar batu, damar bunga, huyam, kayu sala, kayu sugi, uyam, dan tusam (Sumatera) atau pinus (Jawa). Tinggi pohon pinus dapat mencapai 20 40 m dengan panjang batang bebas cabang 2 23 m, diameter 100 cm, dan tidak berbanir. Pinus dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah becek. Kayu pinus memiliki sifat fisis di antaranya memiliki berat jenis 0,55 (0,40 0,75) dan termasuk kelas kuat III (Martawijaya et al. 2005b). 2.5.2 Agathis Agathis spp. merupakan salah satu famili Araucariaceae. Pohon ini juga biasanya disebut pohon damar sigi, kayu sigi (Sumatra); damar, kidamar (Jawa); bindang, damar bindang, damar pilau (Kalimantan); dama, damar kapas, damar wana, hulu sinua (Sulawesi); damar puti, damar raja, koano, (Maluku); damar putih, damar papeda, kesi, kosima. Tinggi pohon dapat mencapai 55 m, panjang batang bebas cabang 12 25 m, diameter mencapai 150 cm atau lebih, bentuk batang silindris dan lurus. Damar memiliki tajuk berbentuk kerucut dan berwarna hijau dengan percabangan mendatar melingkari batang. Kulit luar pohon damar berwarna kelabu sampai coklat tua, mengelupas kecil-kecil berbentuk bundar atu bulat telur. Pohon ini berbanir, mengeluarkan damar yang lazim disebut kopal. Pohon damar memiliki berat jenis dan kelas kuat sebagai berikut: Tabel 1 Berat jenis dan kelas kuat pohon agathis Jenis Berat jenis Kelas kuat Agathis alba 0,48 (0,43 0,54) III Agathis borneensis 0,47 (0,36 0,64) III Agathis labillardieri 0,47 (0,42 0,52) III Pohon damar tumbuh dalam hutan primer pada tanah berpasir, berbatubatu atau liat yang selamanya tidak digenangi air, pada ketinggian 2 1.750 m dari permukaan laut (Martawijaya et al. 2005a).

10 2.5.3 Mahoni Swietenia spp. merupakan salah satu famili Meliaceae yang meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq. (mahoni daun kecil). Pohon ini tersebar diseluruh Jawa. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m, diameter sampai 125 cm. Pohon mahoni bentuk silindris, tidak berbanir, dan tajuk membulat. Pohon mahoni daun besar memiliki berat jenis 0,61 (0,53 0,67) dan mahoni daun kecil memiliki berat jenis 0,64 (0,56 0,72). Mahoni dapat tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau yang basah maupun kering, yaitu pada tipe curah hujan A D. Jenis ini tumbuh pada tanah yang agak liat dan kurus dengan ketinggian sampai 1000 mdpl (Martawijaya et al. 2005a). 2.5.4 Sengon Paraserianthes falcataria (L.) merupakan salah satu famili Mimosaceae. Pohon ini juga biasanya disebut jeungjing atau sengon laut. Daerah penyebaran sengon yaitu seluruh Jawa (tanaman), Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Tingi pohon sampai 40 m dengan panjang batang bebas cabang 10 30 m, diameter sampai 80 cm. Sengon memiliki kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas, dan tidak berbanir. Sengon memiliki berat jenis 0,33 (0,24 0,49) dan kelas IV V. Sengon dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur dan agak sarang, tanah kering maupun becek atau agak asin. Tanaman muda tahan kekurangan zat asam sampai 31,5 hari. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering, pada daratan rendah hingga ke pegunungan sampai ketinggian 1.500 mdpl (Martawijaya et al. 2005b). 2.5.5 Puspa Schima wallichii Korth. merupakan salah satu famili Theaceae. Pohon ini sering juga disebut merang salau atau madang gatal. Daerah penyebaran jenis ini di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Tinggi pohon dapat mencapai 40 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter sampai 250 cm. Pohon puspa tidak memiliki banir, kulit luar berwarna merah muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas, kulit hidup tebalnya sampai 15 mm berwarna

11 merah dan di dalamnya terdapat miang yang gatal. Puspa memiliki berat jenis dan kelas kuat sebagai berikut: Tabel 2 Berat jenis dan kelas kuat pohon puspa Jenis Berat jenis Kelas kuat Schima wallichii ssp bancana 0,69 (0,62 0,79) II Schima wallichii ssp crenata 0,66 (0,56 0,83) II Schima wallichii ssp noronhae 0,62 (0,45 0,72) II Schima wallichii ssp oblata 0,71 (0,61 0,92) II Puspa tumbuh pada tanah kering dan tidak memilih keadaan tekstur dan kesuburan tanah, sehingga baik untuk reboisasi padang alang-alang, belukar dan tanah kritis. Jenis ini memerlukan iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A C, pada dataran rendah sampai di daerah pegunungan dengan ketinggian sampai 1000 mdpl (Martawijaya et al. 2005b). 2.5.6 Rasamala Altingia excelsa Noronhae. merupakan salah satu familli Hamamalidaceae. Pohon ini juga sering disebut mala, rasamala, rasamala gadog. Daerah penyebaran rasamala di Sumatra dan Jawa Barat. Tinggi pohon sampai 50 m dengan panjang batang bebas cabang 15 30 m, diameter sampai 150 cm, dan berbanir. Rasamala memiliki kulit luar berwarna coklat muda atau kelabu merah dan sedikit mengelupas. Pohon rasamala memiliki berat jenis 0,81 (0,61 0,90) dan kelas kuat II. Rasamala tumbuh pada tanah sarang, tanah berpasir atau tanah berbatu, dan lebih menyukai tanah yang subur, umumnya pada lapangan yang miring di kaki bukit dan pegunungan. Jenis ini menghendaki iklim basah dan kemarau yang sedang dengan tipe curah hujan A B pada ketinggian 500 1500 mpdl (Martawijaya et al. 2005b). 2.5.7 Sonokeling Dalbergia latifolia Roxb. merupakan famili Papilionaceae. Jenis ini tersebar di seluruh Jawa. Sonokeling memiliki tajuk berbentuk bulat dan berdaun jarang. Tinggi pohon sampai 43 m dengan panjang batang bebas cabang 3 5 m, diameter dapat mencapai 150 cm, batang umumnya tidak lurus, kebanyakan berlekuk, dan

12 tidak berbanir. Sonokeling berkulit luar putih dan mengelupas kecil-kecil. Berat jenis sonokeling adalah 0,83 (0,77 0,86). Sonokeling tumbuh di daerah dengan musim kemarau sedang sampai kering (paling tinggi 30 hari hujan dalam 4 bulan terkering). Jenis ini masih dapat tumbuh pada tanah jelek, berbatu-batu dan keras, pada ketinggian 0 600 mdpl (Martawijaya et al. 2005a). 2.5.8 Meranti Shorea spp. merupakan salah satu famili Dipterocarpaceae. Pohon ini sering juga disebut meranti, banio, lampung, merkuyung. Penyebaran meranti di Sumatra, Kalimantan dan Maluku. Tinggi pohon dapat mencapai 50 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 30 m, diameter umumnya 100 cm. Meranti memiliki banir berukuran tinggi 3,5 m; lebar 2,5 m; dan tebal 20 cm. Kulit luar berwarna kelabu atau coklat dengan tebal lebih kurang 5 mm. Jenis ini memiliki berat jenis 0,52 (0,30 0,86) dan kelas kuat III IV. Meranti tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A,B,C. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah-kuning dan podsolik kuning pada ketinggian sampai 1300 mdpl (Martawijaya et al. 2005a). 2.5.9 Kayu Afrika Maesopsis eminii termasuk ke dalam famili Rhaminaceae dengan nama perdagangan setempat musici sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama kayu afrika. Tanaman ini memiliki tajuk yang besar, tinggi pohon dapat mencapai 43 m dan diameter 120 cm serta dapat mencapai umur 200 tahun. Tumbuh pada daerah bergunung dengan ketinggian kira-kira 100 m dengan curah hujan tahunan bervariasi antara 1000 2000 mm. Kayu ini memiliki berat jenis kering udara berkisar 0,34 0,46 dan termasuk kedalam kelas kuat III IV. Jenis ini merupakan tanaman perintis karena kecambah dan semainya dapat bertahan di bawah tajuktajuk hutan selama beberapa bulan dan membutuhkan celah tajuk yang lebar untuk tumbuh.