BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

P E N U T U P P E N U T U P

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BERITA RESMI STATISTIK

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB III METODE PENELITIAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

DATA DINAMIS PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN IV BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2017

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

Tabel 2.25 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2O1O GUBERNUR JAWA TIMUR,

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Tabel 2.26 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Tahun Keterangan

VISITASI KE SEKOLAH/MADRASAH BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS

EVALUASI PROGRAM KKBPK DATA MARET 2017 PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI JAWA TIMUR,

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber :

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 406 TAHUN 1991 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UPAH MINIMUM KABUPATENIKOTA DI JA WA TlMUR TAHUN 2004

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KETERSEDIAAN DATA KESEHATAN MASYARAKAT DI PROP. JAWA TIMUR DINKES PROPINSI JATIM

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR: 21/Kpts/KPU-Prov-014/2013 TENTANG

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

KARAKTERISTIK KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DAN KEMISKINAN DINAMIS JAWA TIMUR PPLS 2011 DENGAN PBDT 2015

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal.

MEWUJUDKAN BIROKRASI AKUNTABEL, EFEKTIF DAN EFISIEN

Nomor : KT.304/ 689 /MJUD/XI/2014 Surabaya, 20 Nopember 2014 Lampiran : - Perihal : Awal Musim Hujan 2014/2015 Prov. Jawa Timur.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

Jumlah No. Provinsi/ Kabupaten Halaman Kabupaten Kecamatan 11. Provinsi Jawa Tengah 34 / 548

Transkripsi:

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia Belanda yang digunakan hingga sekitar tahun 1950-an. Ketika masih zaman Hindia Belanda sebuah karesidenan (regentschappen) terdiri atas beberapa kabupaten (afdeeling). Tidak di semua provinsi di Indonesia pernah ada karesidenan. Hanya di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali, Lombok dan Sulawesi. Biasanya ini daerah-daerah yang penduduknya banyak. Kata karesidenan berasal dari Bahasa Belanda Residentie. Sebuah karesidenan dikepalai oleh residen, yang berasal dari Bahasa Belanda Resident. Di atas residen adalah gubernur jenderal, yang memerintah atas nama Raja dan Ratu Belanda. Semenjak krisis yang terjadi pada tahun 1950-an, sudah tidak ada karesidenan lagi sehingga pemerintahan yang ada hanya kabupaten. Namun, sebutan "eks-karesidenan" masih dipakai secara informal. Sisa sejarah karesidenan adalah pembagian wilayah untuk pemakaian tanda kendaraan bermotor (pelat nomor). Pembagiannya, Pelat nomor terutama di pulau Jawa masih banyak berdasarkan karesidenan. 70

71 Eks Karesidenan Madiun merupakan salah satu dari 16 karesidenan yang terletak dibagian barat daya Provinsi Jawa Timur. Eks Karesidenan madiun dibatasi oleh Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro disebelah utara, Kabupaten Nganjuk dibagian timur, Samudra Hindia dibagian selatan dan Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen yang termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah dibagian Barat. Eks Karesidenan Madiun terdiri 5 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi dan Kota Madiun. 1. Kabupaten Pacitan Pacitan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk bagian dari eks Karesidenan Madiun. Kabupaten Pacitan terletak di koordinat: 110º 90 sampai 111º 43 Bujur Timur dan 7º 92 sampai 8º 29 Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kabupaten Pacitan terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 5 kelurahan dan 166 desa. Dengan kepadatan penduduk mencapai 396 jiwa/ km 2 dan luas wilayah sebesar 1.389,87 km 2 Kabupaten Pacitan memiliki populasi sebesar 550.986 jiwa (BPS Pacitan, 2016). 2. Kabupaten Ponorogo Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk bagian dari eks Karesidenan Madiun. Kabupaten Ponorogo

72 terletak di koordinat: 111º 7 sampai 111º 52 Bujur Timur dan 7º 49 sampai 8º 20 Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi 21 kecamatan yang terdiri dari 307 desa/kelurahan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 632 jiwa/ km 2 dan luas wilayah sebesar 1.371,78 km 2 Kabupaten Ponorogo memiliki populasi sebesar 867.393 jiwa (BPS Ponorogo, 2016). 3. Kabupaten Madiun Madiun merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk bagian dari eks Karesidenan Madiun. Kabupaten Madiun terletak di koordinat: 111º 25 sampai 111º 51 Bujur Timur dan 7º 12 sampai 7º 48 Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kabupaten Madiun terbagi menjadi 15 kecamatan yang terdiri dari 198 desa dan 8 kelurahan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 669 jiwa/ km 2 dan luas wilayah sebesar 1.010,86 km 2 Kabupaten Madiun memiliki populasi sebesar 676.087 jiwa (BPS Madiun, 2016). 4. Kabupaten Magetan Magetan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk bagian dari eks Karesidenan Madiun. Kabupaten Magetan terletak di koordinat: 111º 10 sampai 111º 30 Bujur Timur dan 7º 30 sampai 7º 47 Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kabupaten Magetan terbagi menjadi 18 kecamatan yang terdiri dari 147 desa dan 88 kelurahan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 938,06 jiwa/ km 2 dan

73 luas wilayah sebesar 668,84 km 2 Kabupaten Magetan memiliki populasi sebesar 627.413 jiwa (BPS Magetan, 2016). 5. Kabupaten Ngawi Ngawi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk bagian dari eks Karesidenan Madiun. Kabupaten Ngawi terletak di koordinat: 110º 10 sampai 111º 40 Bujur Timur dan 7º 21 sampai 7º 31 Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kabupaten Ngawi terbagi menjadi 19 kecamatan yang terdiri dari 217 desa/kelurahan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 639,5 jiwa/ km 2 dan luas wilayah sebesar 1.295,98 km 2 Kabupaten Ngawi memiliki populasi sebesar 828.783 jiwa (BPS Ngawi, 2016). 6. Kota Madiun Kota Madiun merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Timur yang termasuk bagian dari eks Karesidenan Madiun. Kota Madiun terletak di koordinat: 111º 23 sampai 111º 31 Bujur Timur dan 7º 37 sampai 7º 48 Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kota Madiun terbagi menjadi 3 kecamatan yang terdiri dari 27 kelurahan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 5.266 jiwa/ km 2 dan luas wilayah hanya sebesar 33,23 km 2 Kota Madiun memiliki populasi sebesar 174.995 jiwa (BPS Kota Madiun, 2016).

74 B. Indeks Pembangunan Manusia Indeks pembangunan manusia (IPM) / human development index (HDI) merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur perkembangan pembangunan manusia yang diukur berdasarkan aspek kesehatan, pendidikan dan kemampuan secara ekonomi. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Timur, IPM kabupaten/kota di wilayah Eks Karesidenan Madiun terlihat pada gambar di bawah ini. Sumber : BPS Jatim Gambar 4. 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Madiun IPM disetiap wilayah Eks Karesidenan Madiun setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup besar, hal ini terlihat pada gambar di atas. IPM Kota Madiun masuk dalam kategori tinggi dan merupakan wilayah dengan IPM terbesar di wilayah Eks Karesidenan Madiun yakni dengan IPM sebesar 79,48. Selanjutnya IPM Kabupaten Magetan juga masuk dalam

75 kategori tinggi dan merupakan IPM terbesar kedua di wilayah Eks Karesidenan Madiun dengan IPM sebesar 71,39. Sedangkan IPM Kabupaten Madiun masih masuk dalam kategori sedang dengan IPM sebesar 69,39. Kemudian IPM Kabupaten Ngawi masuk dalam kategori sedang dengan IPM sebesar 68,32. Diikuti IPM Kabupaten Ponorogo yang juga masuk dalam kategori sedang dengan IPM sebesar 68,16. Sedangkan IPM Kabupaten Pacitan juga masih masuk dalam kategori sedang dan merupakan wilayah dengan IPM terkecil di wilayah Eks Karesidenan Madiun dengan IPM sebesar 64,92. IPM merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan pembangunan manusia di wilayah Eks Karesidenan Madiun, dengan tersedianya sumberdaya manusia (SDM) yang handal akan dapat mendorong kemajuan perekonomian di wilayah Eks Karesidenan Madiun. Tabel 4. 1 Angka Harapan Hidup Saat Lahir Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 (Tahun) Kabupaten/ Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kabupaten Pacitan 70,42 70,51 70,61 70,70 70,75 71,05 Kabupaten Ponorogo 71,62 71,70 71,78 71,85 71,88 72,08 Kabupaten Madiun 69,38 69,49 69,59 69,70 69,76 70,36 Kabupaten Magetan 71,62 71,71 71,79 71,87 71,91 72,01 Kabupaten Ngawi 71,01 71,10 71,19 71,28 71,33 71,53 Kota Madiun 72,23 72,27 72,33 72,38 72,41 72,41 Sumber: BPS Jatim, 2016

76 Tabel 4. 2 Harapan Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 (Tahun) Kabupaten/Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kabupaten Pacitan 11,01 11,03 11,35 11,41 11,61 11,94 Kabupaten Ponorogo 12,10 12,33 12,56 12,80 13,04 13,29 Kabupaten Madiun 11,59 11,65 12,06 12,53 12,79 13,10 Kabupaten Magetan 12,40 12,42 12,54 12,57 12,77 13,60 Kabupaten Ngawi 11,43 11,73 11,96 12,18 12,29 12,31 Kota Madiun 12,42 12,44 12,56 13,33 12,64 14,06 Sumber: BPS Jatim, 2016 Tabel 4. 3 Rata-Rata Lama Sekolah Kab/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 (Tahun) Kabupaten/Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kabupaten Pacitan 6,00 6,10 6,21 6,32 6,64 6,88 Kabupaten Ponorogo 6,12 6,45 6,57 6,86 6,91 6,96 Kabupaten Madiun 6,13 6,43 6,74 6,74 6,89 6,99 Kabupaten Magetan 7,12 7,23 7,33 7,43 7,55 7,65 Kabupaten Ngawi 5,82 6,19 6,23 6,27 6,52 6,53 Kota Madiun 10,32 10,50 10,68 10,86 10,90 11,08 Sumber: BPS Jatim, 2016 Tabel 4. 4 Pengeluaran Per Kapita Per Tahun Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun 2010-2015 (Ribu Rupiah) Kabupaten/Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kabupaten Pacitan 6.775 7.232 7.496 7.626 7.656 7.686 Kabupaten Ponorogo 7.537 7.849 8.188 8.354 8.383 8.654 Kabupaten Madiun 9.416 9.995 10.429 10.625 10.667 10.710 Kabupaten Magetan 8.961 9.635 10.375 10.484 10.539 10.594 Kabupaten Ngawi 9.003 9.388 9.905 10.105 10.143 10.584 Kota Madiun 13.455 13.799 14.317 14.604 14.643 14.723 Sumber: BPS Jatim, 2016

77 Dari tabel diatas terbukti terjadi kenaikan semua komponen pembentuk IPM dalam lima tahun terakhir. Komponen-komponen pembentuk IPM adalah kesehatan yang diukur mengunakan angka harapan hidup saat lahir, pendidikan dengan menggunakan rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah, standar hidup layak dengan menggunakan pengeluaran per kapita. C. Jumlah Penduduk Miskin Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di berbagai daerah, jumlah penduduk miskin disuatu daerah juga berbeda-beda. Jumlah penduduk miskin yang dimaksud ini adalah merupakan penduduk yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan, sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Tabel di bawah ini menunjukan besaran jumlah penduduk miskin di wilayah Eks Karesidenan Madiun menurut kabupaten/kota. Tabel 4. 5 Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 (Jiwa) Kabupaten / Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kabupaten Pacitan 105.400 98.747 94.459 91.719 88.940 92.080 Kabupaten Ponorogo 113.000 105.867 101.420 103.010 99.860 105.600 Kabupaten Madiun 102.300 95.840 91.780 83.700 81.200 84.740 Kabupaten Magetan 80.200 75.040 71.820 76.330 73.970 71.160 Kabupaten Ngawi 149.200 137.840 131.650 127.490 123.180 129.300 Kota Madiun 10.421 9.744 9.298 8.740 8.480 8.550 Sumber:BPS Jatim 2016 Jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Eks Karesidenan Madiun cenderung berfluktuatif, tapi cenderung mempunyai tren negatif setiap

78 tahunnya. Namun hal berbeda terlihat pada tahun 2015, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin hampir disetiap kabupaten/kota Eks Karesidenan Madiun, kecuali Kabupaten Magetan yang berhasil menurunkan jumlah penduduk miskinnya. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di kabupaten/kota Eks Karesidenan Madiun yaitu dengan jumlah penduduk miskin sebesar 129.300 orang, meningkat 6200 orang dari tahun sebelumnya. Sedangkan Kabupaten Ponorogo terbesar kedua dengan jumlah penduduk miskin sebesar 105.600 orang. Diikuti Kabupaten Pacitan dengan dengan jumlah penduduk miskin sebesar 92.080 orang, Kabupaten Madiun dengan jumlah penduduk miskin sebesar 84.740, Kabupaten Magetan dengan jumlah penduduk miskin sebesar 71.160. Sedangkan Kota Madiun merupakan wilayah dengan jumlah penduduk miskin terkecil di kabupaten/kota Eks Karesidenan Madiun yaitu dengan jumlah penduduk miskin sebesar 8.550 orang. Jumlah penduduk miskin yang termasuk besar ini merupakan salah satu masalah dalam pembangunan manusia di wilayah Eks Karesidenan Madiun. Tabel 4. 6 Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2015 (Rupiah) Kabupaten/Kota Tahun 2012 2013 2014 2015 Kabupaten Pacitan 203.979 215.482 220.810 228.573 Kabupaten Ponorogo 229.337 239.963 247.368 - Kabupaten Madiun 240.798 256.567 265.310 - Kabupaten Magetan 236.801 253.040 262.069 272.972 Kabupaten Ngawi 220.560 233.596 247.800 - Kota Madiun 288.368 320.210 338.609 359.771 Jawa Timur 243.783 243.783 289.945 316.464 Sumber: BPS Jatim, 2016

79 Sedangkan garis kemiskinan merupakan batasan terendah atau yang setara dengan nilai pengeluaran yang digunakan rumah tangga minimum untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Garis kemiskinan merupakan batasan pengeluaran minimum rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, jika pengeluaran di bawah garis kemiskinan maka rumah tangga tersebut termasuk dalam kategori miskin. Dari tabel diatas terlihat bahwa garis kemiskinan juga mengalami kenaikan setiap tahun. D. Rasio Gini Penghitungan dengan menggunakan indeks gini memiliki rasio antara 0 dan 1. Bila indeks gini sama dengan 0 berarti terjadi distribusi pendapatan yang sempurna merata karena setiap golongan penduduk menerima bagian pendapatan yang sama. Akan tetapi, apabila indeks gini sama dengan 1 maka terjadi ketimpangan distribusi pendapatan sempurna karena seluruh pendapatan hanya dinikmati oleh satu orang saja. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur, diperoleh indeks gini di kabupaten/kota di wilayah Eks Karesidenan Madiun yang digambarkan sebagai berikut.

80 Sumber:BPS Jatim 2016 Gambar 4. 2 Rasio Gini Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 Gambar diatas menujukan tingkat rasio gini atau ketimpangan distribusi pendapatan di kabupaten/kota Eks Karesidenan Madiun terlihat bahwa tingkat rasio gini masih berada dalam ambang atau kategori normal. Ketimpangan distribusi pendapatan penduduk yang diukur menggunaan indiktor rasio gini menunjukan rasio gini kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun berada dalam kategori rendah. Tetapi meskipun begitu terlihat bahwa tren rasio gini berfluktuatif dan cenderung meningkat, bukan berarti dalam beberapa tahun kedepan rasio gini kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun dapat masuk dalam kategori sedang jika rasio gini sudah naik melewati 0,4. Kota Madiun merupakan wilayah dengan tingkat ketimpangan distribusi yang pernah masuk pada kategori sedang pada tahun 2013 dengan rasio gini sebesar 0,43. Rasio gini Kota Madiun sekarang juga masih merupakan yang terbesar yaitu sebesar 0,38, diikuti oleh Kabaputen Ponorogo mencapai 0,36, kemudian Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan dengan rasio gini mencapai 0,34,

81 Kabupaten Pacitan sebesar 0,33 sedangkan Kabupaten Madiun yang terendah dengan 0,32. Kenaikan Rasio Gini berarti telah terjadi peningkatan ketidakmerataan distribusi pendapatan meskipun masih dalam kategori yang rendah. Peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan ini dapat menaikkan jumlah penduduk miskin yang dapat menjadi permasalahan dalam pembangunan manusia di wilayah Eks Karesidenan Madiun. E. Upah Minimum Kabupaten/Kota Upah minimum kabupaten/kota merupakan upah minimum yang setiap tahun berubah berdasarkan peraturan gubernur pada tiap provinsi. Penetapan upah minimum kabupaten/kota merupakan upaya pemerintah dalam hal ini Gubernur untuk menetapkan formula upah yang realistis, sesuai dengan kondisi daerah dan kemampuan perusahaan, dengan memperhatian rekomendasi dari Bupati/Walikota, Dewan Penguapahan Provinsi serta pertumbuhan dan perkiraan inflasi pada tiap tahun disetiap kabupaten/kota. Penetapan upah minimum di setiap kabupaten/kota merupakan upaya pemerintah untuk meningkat kesejahteraan masyarakat khususnya pekerja agar mendorong peningkatan produktifitas. Berdasarkan peraturan Gubernur Jawa Timur setiap tahun didapatkan upah minimum kabupaten/kota di wilayah Eks Karesidenan Madiun yang terlihat pada tabel berikut.

82 Tabel 4. 7 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 No Kabupaten/Kota UMK 1. Kota Surabaya Rp.2.710.000,00 2. Kabupaten Gresik Rp.2.707.500,00 3. Kabupaten Sidoarjo Rp.2.705.000,00 4.. Kabupaten Pasuruan Rp.2.700.000,00 5. Kabupaten Mojokerto Rp.2.695.000,00 6. Kabupaten Malang Rp.1.962.000,00 7. Kota Malang Rp.1.882.250,00 8. Kota Batu Rp.1.817.000,00 9. Kabupaten Jombang Rp.1.725.000,00 10. Kabupaten Tuban Rp.1.575.500,00 11. Kota Pasuruan Rp.1.575.000,00 12. Kabupaten Probolinggo Rp.1.556.800,00 13.. Kabupaten Jember Rp.1.460.500,00 14. Kota Probolinggo Rp.1.437.500,00 15. Kota Mojokerto Rp.1.426.000,00 16. Kabupaten Banyuwangi Rp.1.410.000,00 17. Kabupaten Lamongan Rp.1.339.750,00 18. Kota Kediri Rp.1.311.000,00 19. Kabupaten Bojonegoro Rp.1.305.250,00 20. Kabupaten Lumajang Rp.1.288.000,00 21. Kabupaten Tulungagung Rp.1.275.050,00 22. Kabupaten Bondowoso Rp.1.270.750,00 23. Kabupaten Bangkalan Rp.1.267.300,00 24. Kabupaten Kediri Rp.1.265.000,00 25. Kabupaten Nganjuk Rp.1.265.000,00 26. Kabupaten Blitar Rp.1.260.000,00 27. Kabupaten Sumenep Rp.1.253.500,00 28. Kota Blitar Rp.1.250.000,00 29. Kota Madiun Rp.1.250.000,00 30. Kabupaten Sampang Rp.1.243.200,00 31. Kabupaten Situbondo Rp.1.231.650,00 32. Kabupaten Pamekasan Rp.1.209.900,00 33. Kabupaten Madiun Rp.1.201.750,00 34. Kabupaten Ngawi Rp.1.196.000,00 35. Kabupaten Trenggalek Rp.1.150.000,00 36. Kabupaten Ponorogo Rp.1.150.000,00 37. Kabupaten Pacitan Rp.1.150.000,00 38. Kabupaten Magetan Rp.1.150.000,00 Sumber: Pergub Jatim, 2014

83 Dari tabel diatas terlihat Kota Madiun merupakan daerah dengan tingkat upah minimum tertinggi sebesar Rp.1.250.000,00 diikuti oleh Kabupaten Madiun dengan tingkat upah minimum sebesar Rp. 1.201.750,00 dan Kabupaten Ngawi dengan tingkat upah minimum sebesar Rp.1.196.000,00. Sementara Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Pacitan mempunyai tingkat upah minimum sama yaitu sebesar Rp.1.150.000,00. Meski terjadi kenaikan tingkat upah minimum kabupaten/kota di wilayah Eks Karesidenan Madiun setiap tahunnya, tapi tingkat upah minimum kabupaten/kota di wilayah Eks Karesidenan Madiun masih sangat rendah dibandingkan kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa timur, bahkan beberapa diantaranya merupakan yang terendah di Provinsi Jawa Timur. Dengan rendahnya tingkat upah minimum di wilayah Eks Karesidenan Madiun akan membuat daya beli masyarakat juga rendah, sehingga dapat berdampak buruk bagi pembangunan manusia di wilayah Eks Karesidenan Madiun.