BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

N A S K A H P U B L I K A S I

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori. Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan insfratruktur menjadi tolak ukur kemajuan suatu daerah.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono,1985). Satu - satunya ukuran yang paling penting dalam konsep ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu negara atau nasional. PDRB untuk mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu daerah atau lokal. Pengertian PDRB adalah penjumlahan dari seluruh nilai tambah bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, mempergunakan seluruh lapangan usaha dikelompokkan menjadi sembilan sektor ekonomi. Hal ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) ditingkat nasional. Ini juga memudahkan analis untuk membandingkan PDRB antar provinsi dan antara PDRB dengan PDB. Menurut Supriana (2008:18-25), metode perhitungan PDRB yaitu : a. Metode Langsung, dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu : pendekatan produksi (production approach), pendekatan pendapatan (income approach) dan pendekatan pengeluaran (expenditure approach) b. Metode Tidak Langsung, dilakukan dengan dua cara perhitungan, yakni : 1. Perhitungan Atas Dasar Harga Berlaku, merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi

dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan. NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan Nilai Produksi Bruto (NPB) dengan biaya antara masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. 2. Perhitungan Atas Dasar Harga Konstan, dapat mencerminkan perkembangan real ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi. NTB atas harga konstan ini hanya menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja. Perhitungan atas dasar harga konstan ini berguna untuk melihat perubahan ekonomi secara keseluruhan maupun secara sektoral. PDRB harga konstan juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu kota di provinsi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menggunakan PDRB harga konstan sebagai alat ukur untuk menilai pertumbuhan ekonomi. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan sarana dan prasarana, antara lain sumber daya alam, tenaga kerja, investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri, teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan. Dalam pemerintah daerah, pembangunan sarana dan prasarana berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Darwanto,2007). Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan

pertumbuhan penduduk. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan dan perbaikan infrastruktur untuk pelayanan kepada publik dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Sukirno (2002:10), pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Istilah pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan sesuatu perekonomian. Jhingan (2007:67), proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi yang termasuk dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia modal, usaha, teknologi, dan sebagainya. Faktor non ekonomi adalah lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan lainnya. Sukirno (2002:415), Economic Development is Growth Plus Change mempunyai arti pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak. Kuznets dalam Sukirno, mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu peningkatan bagi suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi, kelembagaan, serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkan. Menurut Todaro (2004:92), terdapat tiga faktor utama dari pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa yaitu : a. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya

manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. b. Pertumbuhan penduduk, pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap menjadi salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif. c. Kemajuan teknologi, yang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling penting. Kemajuan teknologi terjadi dikarenakan ditemukannya cara baru atas perbaikan cara-cara lama dalam menangani pekerjaanpekerjaan tradisional contoh kegiatan menanam jagung, membuat pakaian atau membangun rumah. 2.1.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2001), PAD adalah penerimaan daerah yang diperoleh dari sumber sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain lain PAD yang sah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan

yang berlaku. PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Bratakusumah (2003), PAD sebagai pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan untuk guna membiayai kegiatan kegiatan daerah tersebut. Menurut Halim (2007:96), mengelompokkan PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan : a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan d. Lain lain PAD yang sah Menurut Widjaja (2005:74), PAD terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Menurut Mardiasmo (2002:132), PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain lain PAD yang sah. Dalam rangka meningkatkan PAD pemerintah daerah dilarang : a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan, b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan impor/ekspor.

2.1.3. Dana Alokasi Umum (DAU) UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa DAU merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih sangat didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk DAU, DAK, dan DBH, sedangkan porsi PAD masih relatif kecil (Mardiasmo,2002). Menurut Kurniawan (2010) mengatakan bahwa DAU bersifat block grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel (dalam artian tidak banyak larangan) seperti halnya hibah kategori. Mengacu PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan bahwa tujuan DAU terutama adalah untuk: (a) horizontal equity dan (b) sufficiency. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. Sufficiency dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kewenangan, beban, dan standar pelayanan minimum (Mardiasmo,2002). Henley et al (2007) dalam Mardiasmo (2004:157), mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat dalam memberikan dana bantuan berbentuk grant kepada pemerintah daerah, yaitu: a. Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah (geographical equit)

b. Untuk meningkatkan akuntabilitas ( promote accountability) c. Untuk meningkatkan sistem pajak yang lebih progresif. Pajak daerah cenderung kurang progresif, membebani tarif pajak yang tinggi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah; d. Untuk meningkatkan keberterimaan (acceptability) pajak daerah. Pemerintah pusat mensubsidi beberapa pengeluaran pemerintah daerah untuk mengurangi jumlah pajak daerah. Pada dasarnya terdapat dua jenis grant yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yaitu: (1) block grant (DAU), dan (2) specific grant (DAK). Dalam rangka meningkatkan local discretion, grant yang diberikan oleh pemerintah pusat lebih banyak bersifat block grant, bukan specific grant. 2.1.4. Dana Alokasi Khusus (DAK) Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Menurut Widjaja (2005:75), DAK adalah dana bantuan yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu/khusus yaitu : a. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi umum dan atau b. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional dialokasikan berdasarkan usulan daerah. Sektor kegiatan yang tidak dapat dibiayai oleh DAK meliputi biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya

penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain biaya umum yang sejenis. Menurut website www.depkeu.djpk.go.id kebijakan DAK secara spesifik bertujuan : 1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah. 2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/ terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata. 3. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur. 4. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. 5. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur.

6. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan. 7. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD. 8. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan. Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik pendukung. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik. 2.1.5. Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005).

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendefenisikan belanja modal sebagai pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dimana aset tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal yang merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Dalam menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Secara teori ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap yaitu dengan membangun sendiri,

menukarkan dengan aset tetap lain dan membeli. Biasanya cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit. 2.1.6. Otonomi Daerah Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos dan nomos. Kata pertama berarti sendiri dan kata kedua berarti pemerintah. Otonomi mempunyai arti memerintah sendiri, dalam wacana administrasi publik daerah sering disebut sebagai local self government. Khusaini (2006), mengatakan bahwa daerah otonom praktis berbeda dengan daerah saja yang merupakan penerapan dari kebijakan yang dalam wacana administrasi publik disebut sebagai local state government yang berarti pemerintah di daerah merupakan kepanjangan dari pemerintah pusat. Otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004, bermakna sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom adalah masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu unsur reformasi adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua alasan. Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa yang lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektifitas pemerintah

daerah dalam mendukung proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah (Mardiasmo,2002). Arah dan statutory requirement (persyaratan hukum) yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati sehingga pemerintah daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Handayani (2009), tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan bagi pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan itu, maka kepada daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan urusan pemerintahan. Menurut Handayani (2009) menyebutkan terdapat 4 (empat) unsur otonomi daerah, yaitu dengan memiliki perangkat pemerintah sendiri yang ditandai dengan adanya Kepala Daerah, DPRD, dan Pegawai Daerah, memiliki urusan rumah tangga sendiri yang ditandai dengan adanya dinas dinas daerah, memiliki sumber keuangan sendiri yang ditandai dengan adanya pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan pendapatan dinas - dinas daerah, memiliki wewenang untuk melaksanakan inisiatif sendiri (diluar dari instruksi dari pemerintahan pusat atau atasan) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi daerah, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa

mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Suatu daerah tidak memiliki sumber - sumber pembiayaan yang memadai maka dalam hal ini akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap pembiayaan pemerintah pusat. Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah pusat merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah. Oleh karena itu perlu suatu upaya pemerintah daerah dalam memutus ketergantungan tersebut dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah.dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pendorong utama dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (enginee of growth). 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya adalah Ulfi Maryati dan Endrawati (2010) melakukan penelitian pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap pertumbuhan ekonomi (Studi Kasus: Sumatera Barat). Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kuantitatif yang meliputi data keuangan realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Periode penelitian dari tahun 2004 2006. Hasil penelitian ini adalah PAD, DAU dan DAK berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. PAD dan DAU secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi DAK secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

Bati (2009), menganalisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi (Studi Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara). Data yang digunakan adalah data sekunder dengan periode penelitian 2004 2006. Belanja modal dan PAD berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi. PAD secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan belanja modal secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Saragih (2006), menganalisa pengaruh keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi Pemerintah Kabupaten Simalungun selama periode 1986 2005. Metode yang digunakan analisis OLS. Variabel dependen yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB harga berlaku sedangkan variabel independen yaitu PAD, DBH dan DAU. Kesimpulan yang diperoleh bahwa PAD berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun, serta DAU berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Subchan dan Sudarman (2007), menganalisis pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah. Variabel dependen yang digunakan adalah PAD, DAU, DAK dan belanja pembangunan. Variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi. Periode penelitian adalah tahun 2003 2005. Hasil penelitiannya adalah PAD, DAU dan DAK mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Anis Setiyawati dan Ardi Hamzah (2007), bertujuan untuk mengetahui pengaruh PAD, DAU, DAK dan belanja pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Propinsi Jawa Timur yang diukur dengan Produk Domestik Regional Produk (PDRB). Data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Timur selama periode 2001-2005. Penelitian ini menggunakan sensus (seluruh populasi dijadikan sampel penelitian) dengan jumlah populasi 38 kabupaten dan kota yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota. Metode statistik yang digunakan adalah analysis path (analisis jalur). PAD dan DAU berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan DAK dan belanja pembangunan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Nama Peneliti Ulfi Maryati dan Endrawati (2010) Bati (2009) Jan Winner Saragih ( 2006 ) Subchan dan Sudarman ( 2006 ) Anis Setiyawati dan Ardi Hamzah (2007) Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Variabel Yang digunakan Pengaruh PAD, DAU dan - PAD DAK terhadap - DAU pertumbuhan ekonomi - DAK (Studi Kasus: Sumatera Barat) Pengaruh Belanja Modal dan PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara) Analisis Pengaruh Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Simalungun Pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah Analisis Pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur - Belanja modal - PAD - Pertumbuhan ekonomi - PAD - Dana Bagi Hasil ( DBH ) - DAU - Pertumbuhan Ekonomi - PAD - DAU - DAK - Pertumbuhan Ekonomi - PAD - DAU - DAK - Belanja Pembangunan - Pertumbuhan ekonomi - Kemiskinan - Pengangguran Hasil Penelitian - PAD, DAU dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. - PAD dan DAU secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. - DAK secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. - Belanja modal dan PAD berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi. - PAD secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. - Belanja modal secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. PAD, DBH dan DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi PAD, DAU, DAK dan belanja pembangunan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. - PAD dan DAU berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi - DAK dan belanja pembangunan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi